Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Hujan yang tiba tiba datang pagi ini membuatku menepikan sebentar laju motorku dan membelokanya di pinggiran jalan di bawah pohon besar guna untuk menggunakan jas hujan, sembari bergumam tidak jelas aku membuka jok motor ku dan segera mengambil jas hujan yang disimpan oleh Bu'e pagi ini.
"Untung saja Bu'e menyiapkan jas hujan ku..hi..hi.hi.." gumamku saat hendak memakai jas hujan namun tiba tiba..
"Byurrr...." sebuah mobil melaju dangan kencang dan mencipratkan air yang menggenang di aspal menyiram tubuhku dari kepala hingga kakiku, sontak saja aku basah kuyup seperti tikus masuk dalam got.
"Woy..." triak ku, namun mobil mewah itu sama sekali tidak mengurangi kecepatanya,
"Dasar orang berduit suka seenaknya saja, dikira jalan ini milik dia sendiri apa.." gerutuku.
"Terus sekarang aku mesti gimana, mau pulang udah deket Sekolahan, mau ke sekolah basah kayak gini.." ucap ku dengan nada mengomel, tapi aku justru makin jengkel saja dan segera mengunakan jas hujanku supaya tidak lebih parah lagi basahnya, lalu melanjutkan perjalanan ku menuju ke Sekolahan tempatku mengajar.
Ku belokan motorku di tempat parkir khusus pengajar dan mataku tertuju pada mobil mewah yang terparkir tepat di depan kantor tata usaha, ku amati terus menerus, ya.. itu mobil yang tadi membuatku basah kuyup seperti tikus kecebur got, tanganku sibuk melepas jas hujan yang ku pakai juga dengan mulutku sibuk berbicara sendiri, mengomentari pemilik mobil mewah yang tidak berperasa'an.
Aku berlari kecil dan menggunakan tas ranselku yang berisikan buku buku sebagai payung, lucu juga sih, mengingat separuh dari bajuku sudah basah oleh cipratan air hujan dari mobil mewah tadi yang kini tengah terparkir gagah di sisi lain dari tempat tujuan ku.
Sesampainya di kantor aku langsung mencari baju ganti yang biasanya aku siapkan untuk berjaga jaga, karna menjadi seorang Guru di SLB itu tidak sama dengan Guru pada umumnya, tidak cukup hanya duduk di depan menerangkan, tidak cukup hanya menuliskan pelajaran, menerangkan dan memberi nilai untuk mereka, tapi menangani mereka itu butuh kesabaran extra dan kerja yang sangat keras, maka dari itulah jarang sekali ada yang mau atau berkeingin menjadi tenaga pengajar sepertiku disini, terlebih dengan gaji yang hanya seberapa saja.
Tapi bagiku itu semua aku lakukan bukan karna gaji, melainkan karna panggilan hati, meski banyak sekali perdebatan antara aku dan orang tuaku mengenai keinginanku untuk mengabdi di SLB ini, karna ini adalah merupakan mimpiku sedari kecil, bisa memberikan tenaga juga pikiran ku untuk orang orang yang terasingkan, terabaikan dan orang orang yang istimewa.
Disini juga sama seperti sekolah pada umumnya, yakni setiap anak memiliki karakter sendiri sendiri dan bagiku mereka itu sangat istimewa, tapi ada satu anak yang menurutku sangat istimewa karna baru pertama kalinya ini aku secara langsung menanganinya dan hanya mau padaku saja, namanya Lu'lu'ul Maula Zahro' dan biasa di panggil Uul dan usianya masih 5 tahun, dia adalah seorang anak yang sedikit tertinggal berfikir juga hiperaktif sekaligus memiliki kecacatan permanen dari lahir.
"Bu Fafa, di panggil Kepala Sekolah.." panggil salah satu staf Tata usaha terhadapku.
"Iya, trimakasih Mbak Nanik, saya akan segera kesana habis ini.." jawab ku dan bergegas menuju kamar mandi yang berada di samping ruangan ku untuk ganti baju.
Fafa adalah panggilan khusus yang di berikan oleh Uul kepadaku empat bulan lalu dan semua mengikuti memanggilku demikan karna katanya lebih mudah daripada harus memanggilku dengan Asyiffa, namaku adalah Asyiffa Nurul Mubaridhoh, dan kedua orang tuaku juga saudara sekaligus tetangga biasanya memanggilku dengan sebutan Syiffa, dan sekarang disini aku di panggil Fafa
Kedengaranya lucu memang, Fafa seperti seorang gadis yang masih girly, lucu juga sekaligus manja, mengingat usia ku yang sudah 25 tahun ini rasanya panggilan itu tidak cocok sekali buat ku.
Aku yang sudah selesai ganti baju langsung menuju ke ruangan kepala sekolah, ternyata semua Guru serta Staf sedang berkumpul disana, kemungkinan sih rapat dadakan, maklum hari ini aku sedikit terlambat jadi wajar saja kalau aku tidak tahu menahu soal ini, aku kira mereka semua sudah ke kelas masing masing.
"Mari Bu Fafa silahkan duduk.." printah Pak Doni selaku Kepala Sekolah disini, dan dengan cekatan aku bergerak ke tempat kosong di samping rekanku.
"Darimana saja.." bisiknya begitu aku duduk di sampingnya.
"Biasa drama dulu seperti berangkat.." jawab ku, lalu kami diam fokus kearah Pak Doni yang hendak menyampaikan sesuatu.
"Selamat pagi semuanya, maaf saya memanggil anda sekalian dengan mendadak karna saya ingin memperkanalkan donatur tetap untuk yayasan yang kita kelola ini.
Beliau adalah Pak Panji Haikal.." ucap Pak Kepala Sekolah dan banyak lagi yang beliau katakan namun sama sekali tidak begitu jelas aku dengarkan karna terganggu dengan bisik bisik Guru Guru lain, yang entah mengumakan apa mengenai tamu dari Pak Kepala Sekolah.
"Baiklah, kenalanya cukup anda sekalian bisa kembali ke tugas masing masing, atrimaksaih untuk waktu yang menganggu ini..." ucap pak Kepala sekolah dan kami semua langsung berdiri dan mengangguk pelan kepada Pak Doni juga tamunya itu, yang menurutku cukup memukau di usia yang sudah matang itu.
"Bu Fafa, bisa tinggal disini sebentar ada yang perlu saya bicarakan dengan anda.." cegah Pak Doni saat aku yang sudah hendak sampai di pintu dan dengan segera aku menyingkir agar yang lain bisa keluar.
"Semangat girl.." ucap Mbak Novi rekan tergesrek ku disini.
"Of course.." jawab ku lalu kembali duduk di tempatku semula.
"Pak Panji, Bu Fafa ini adalah pembimbing Uul, jadi anda bisa bertanya segala hal mengenai Uul kepada beliau, karna sudah pasti beliau yang banyak tahu tentang perkembangan Uul selama disini, dan Bu Fafa beliau ini adalah Ayah dari anak didik anda Uul.." kata Pak Kepala sekolah saat disana hanya kami bertiga saja.
Aku mengangguk pelan kearah Pak Panji, matanya yang tajam khas seorang pembisnis menatapku dengan intens, sejenak aku sedikit kesulitan bernafas hanya dengan menerima tatapan darinya itu.
"Trimakasih banyak Bu Fafa, sudah sangat membantu Uul,." katanya dengan nada tegas namun lembut, aku sedikit kaget tidak membayangkan saja bahwa di balik matanya yang tajam serta rahang yang kokh seeprti itu dia sangat lembut, pasti dia adalah Ayah yang hebat bagi anak anaknya,..
"Hayah..pikiran apa ini.." usir hatiku.
"Baiklah Bu Fafa, silahkan kembali ke tugas anda.." ucap pak Kepala Sekolah saat sudah tidak ada kata lagi yang keluar dari Pak Panji selain dari ucapan trimakasih tadi.
"Iya Pak, permisi, selamat pagi.." ucapku sambil mengangguk lalu beranjak keluara dari ruangan itu.
Saat keluar dari ruang Kepala Sekolah pikiran ku langsung lari ke pria tertampan dalam hidupku, yakni Bapak ku, yang sama sangat menyayangiku seperti Ayah Uul kepadanya, bahakn Bapak tidak segan membelaku dan memberiku kekuatan di tengah banyak hembusan angin kencang yangengabarkan bahwa aku adalah perawan tua.
Bersambung...
####
Emak mencoba keluar dari zona nyaman ya gesss...
Love Love Love...
💖💖💖💖💖💖
By:Ariz kopi
@maydina862
Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Sedari pagi tadi disini masih heboh oleh Pak Donatur tetap yang masih muda, mapan dan tampan, hingga jam pulangpun masih saja aku dengar slintingan tentangnya, aku tidak tau pasti apa yang membuat rekan rekan ku mengupas tuntas keseluruhannya hingga tak bosan bosanya membicarkanya.
"Fa, cuma kamu yang single disini, dan sepertinya cuma kamu yang bakal dapat kesempatan untuk mendekati Pak Panji.." kata rekan ku Novi yang tengah hamil anak keduanya, Novi adalah teman ku sedari SMP usia yang beda cuma setahun itu sering di bahas oleh banyak orang karna status ku yang masih sendiri.
"Andai Pak Panji mengejarku, aku rela menceraikan Suamiku untuk bersamanya.."
kata Bu Rina menimpali, aku juga Novi langsung tertawa mendengar penuturan Bu Rina..
"Istighfar Buk.." jawab ku kemudian dan beliau malah tertawa lebar mendengar ucapan ku.
"Berhayal sah sah saja Fa, kan gratis.." jawab nya, "Ayo kamu yang single deketin Pak Panji.." lanjutnya lagi sambil menepuk bahu ku.
"Bentar, saya masih tidak mengerti dari tadi membahas Pak Panji, bukanya Pak Panji sudah berkeluarga..?" tanya ku sambil mengembalikan buku buku ke tempatnya.
"Dia itu Duren Sawit.." jawab Novi.
"Apaan Duren Sawit.." jawab ku bingung..
"Duda keren sarang duit..ha..ha..ha." jawab mereka barengan.
"Pantesan aja.." jawab ku tapi tidak melanjutkan kata kataku, karna aku tidak yakin mereka tahu sesuatu yang lebih dari seorang Pak Panji.
"Tapi aku heran apa alasanya Istri Pak Panji pergi meninggalkanya, padahal waktu itu mereka baru di karuniai seorang anak perempuan, harusnya mereka sedang menikmati moment indah bersama.." kata Bu Rina.
"Saya juga penasaran loh Buk sama putri mereka yang sama sekali tidak terexpose, dan seperti mereka memang sengaja menyembunyikanya dari dunia luar.." jawab Novi. Aku menghela nafas dalam sekaligus panjang membayangkan kehidupan Uul di rumahnya seperti apa, dan mengingat kembali saat pertama kali datang kesini, dia sering mengamuk kemungkinan karna penyebabnya karna dia tidak mendapat figur seorang Ibu.
"Heh Fa.. ngelamun saja, ngelamunin Duren Sawit yah.." kata Novi.
"Jangan cuma di lamunin, di kejar juga boleh kok.." kata Bu Rina. " Ya sudah saya duluan suami sudah jemput.." lanjutnya lalu pergi meninggalkan kami berdua.
"Kamu di jemput juga.." tanya ku ke Novi, dia tersenyum licik ke arahku dan aku tau persis arti senyumnya itu padaku pasti mau nebeng.
Ya dia di larang membawa motor sendiri sejak tahu hamil lagi dan sudah sering sekali dia nebeng padaku.
"Baiklah ayo.." kataku sembari mengambil bungkusan plastik berisi baju basahku tadi pagi di samping meja kerja ku.
"Apaan itu..?" tanya Novi.
"Mau.."
"Siniin.." katanya sambil mengambil bungkusan dari tangan ku dan aku segera berlari sebelum dia sadar apa isi dari bungkusan tersebut..
"Dasar Chelepa.." triaknya sambil melempar bungkusan itu ke arahku. " Gombal busuk kamu berikan padaku.." lanjutnya, namun aku tahu itu hanya di bibirnya saja dan dia terus memakiku dengan jalan sedikit tergesa mengejarku.
"Stop it, bisa di maki Suamimu aku nanti karna tidak menjaga Istrinya yang manja.." ucapku begitu melihat dia sedikit berlari dan kembali mensejajari langkahnya.
"Syukurin karna ngerjain orang hamil.." katanya dan kamipun kembali mengobrol hingga sampai di parkiran bahkan di atas motor pun dia terus mengajak ku bicara, sepertinya tingkat kecrewetan Novi bertambah sejak mulai hamil lagi, tidak, tidak, bukan bertambah lagi tapi menumpuk stoknya dan itu membuatku seperti sedang membonceng Ibu suri ku di rumah.
"Tante Empa, Baby mau minum Es Buto Ijo deket RTH ya.." katanya memberiku perintah dengan sengaja menggunakan panggilan anaknya.
"Ahh nanti saja kamu ngajak Suamimu, aku capek .." jawab ku.
"Baby mau sama tante Empa, sudah lama kita enggak duduk bareng kan.." rayunya lagi.
"Tiap hari juga kamu duduk di belakangku.."
"Enggak tiap hari kali Fa.." jawabnya ketus, "Baiklah kalau tidak mau kamu turunin aku di stan Esnya nanti aku pulang bisa naik becak.." lanjutnya dengan nada mengancam, dan bisa apa aku kalau sudah dia bicara seperti itu selain menuruti keinginanya, mood orang hamil mah suka aneh aneh dan merepotkan tentunya.
"Baiklah kita minum Es dulu.." kataku sambil membelokan motorku di stan Es Buto Ijo yang berada di pinggir jalan itu.
Novi langsung turun dan memesan Es yang di inginkanya juga sekaligus untuk ku.
"Mbak, yang satu enggak pakai Nanas ya, yang satunya lagi enggak pakai susu.." katanya dan langsung ikut duduk di depanku.
"Kayaknya sama Batagor enek nih, dan maunya Tante Empa yang traktir.." katanya dengan mengelus perutnya yang membuncit itu.
"No, itu tidak bagus buat bayi kamu,.." jawab ku.
"Ihh kamu nih enggak peka banget sih, kamu tahu orang hamil itu suk.."
"Suka pingin yang enggak enggak, lagian kan aku bukan suami kamu Vi.." jawab ku.
"Dasar Chelepa, tak sumpahin nanti kalau kamu hamil bakal manja banget, ehh gimana bisa hamil calon suami saja enggak punya juga..ha..ha. ha.." jawabnya dengan tertawa ngakak.
"Puas.." kataku.
"Belum sih, ha..ha..ha, patah hati kok di pelihara, apa kamu akan terus sendiri sambil menunggu dia menduda, iya kalau duda, kalau ternyata dia mati duluan, jadilah kamu perawan tua, wkwkkwkwk.." tawanya pecah namun aku hanya memandangnya datar saja tanpa expresi hingga dia tersadar dan langsung menghentikan tawanya.
"Maaf, aku tidak bermaksud gitu, aku hanya ingin kamu move on dan membuka lembaran baru saja Fa, maafkan aku yah.." katanya dengan menyentuh lengan ku pas barengan itu Es pesanan kami datang.
"Tidak apa apa.." jawab ku lalu langsung menekuri mangkok berisi Es tersebut, meski yang aku rasa saat ini hambar saja, karna pikiran ku berterbangan ke 5 tahun silam.
"Fa, aku rasa kamu butuh Emak Maydina deh.." katanya lagi setelah kami cukup lama diam..
"Siapa Emak Maydina,..?" tanyaku..
"Yang nulis cerita kamu lah, kamu minta sama dia supaya enggak sadis amat nulis tentang kamu.."
"Perlu banget yah..?"
"Perlu dong, soalnya Emak May suka nyesek nyesek nulisnya, jadi kamu rayu rayu dia supaya kisah kamu enggak rumit dan happy happy saja.."
"Kan sudah ada yang bikin happy, yaitu kamu yang bawel.."
"Hua ha..ha..ha.., bener banget, thank's ya Mak May.."
"Buruan habisin,.."
"Iya, iya, emang kamu mau kemana..?" tanya Novi.
"Mau ngantar Ibu Suri kondangan.." jawab ku.
"Lah kan ada adik sama Abang kamu.."
"Mereka juga ikut, bareng sama pasangan masing masing.." jawab ku sambil mengeser mangkok ku yang sudah kosong.
"Pak e masuk siang ya.." tanyanya sembari ikut menggeser mangkoknya, aku memutar mataku jenggah melihat isi mangkok yang hanya di cicipinya sedikit karna tidak sesuai dengan tingkat kengeyelanya tadi.
"Ayo pulang.." katanya dengan santai tanpa memerdulikan aku yang sebel setengah mati.
Setelah membayarnya kami bergegas naik kembali ke motor ku dan mengantar kanjeng Ratu dulu pulang kerumahnya, baru sesudah itu aku pulang kerumah, tentu saja sambil menyiapkan seluruh hatiku agar cukup kuat nanti mendengar komentar para netizen beserta cemo'ohan saudara saat di kondangan nanti, yang sudah ngalah ngalahi trandingnya artis terkenal saja, maklum hidup dengan tetangga padet dan di lingkungan sedikit desa membuat CCTV bekerja sangat pasif, lebih cepat CCTV hidupnya karna berita akan dengan cepat booming...
Bersambung...
Happy Reading..
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
"Empa, Empa.." triak anak dari Adik ku yang baru berusia kurang dari 2 tahun saat baru saja aku mengehentikan Motor ku di teras rumah ku.
"Iya Empi..." jawab ku dan menjawil pipi tembemnya.
"Empa, Titi ewet.." lapornya padaku.
"Iya Uti emang crewet kayak Empi.." jawab ku.
"Sil, kamu itu datang datang ngajarin yang enggak bener sama anak kecil.." ucap Ibu Suri yang ternyata sudah keluar dan berada di teras menyambut kedatanganku.
"Bukan ngajari Bu'e cuma ngulangi kata katanya Silvi.." jawab ku.
"Kamu ini selalu punya jawaban saja, sudah sana buruan mandi sebentar lagi kita berangkat.." titah Ibu Suri kepadaku.
"Ya mbok istirahat sebentar tho Bu'e, Syifa capek.." jawab ku.
"Halah, banyak alasan, mandi dulu sana habis itu istirahat sambil dandan.."
"Dandan, kayak mau ada acara apa juga orang cuma kondangan,.." jawab ku sambil berlalu dari sana.
"Kamu itu ibarat sayur masih dagangan, jadi harus kelihatan cantik, seger jad.." kata Ibu Suri yang masih senantiasa mengintiliku, dan aku tau tingkat ke crewetan Emak Emak itu akan terus bertambah selama kita terus membantahnya dan itu hobiku banget, membantah serta membuat Ibu Suri mengulangi kata katanya, karna menurutku itu bentuk sayangnya padaku..🤭🤭🤭
"Ahh buat umpama itu yang bagusan dikit dong Buk.." ucap ku.
"Kamu itu kenapa sehari saja tidak membantah Bu'e, mbok ya kayak adikmu itu si Silla, enggak bikin pikiran saja.." ucapnya..
"Nahh.. berarti Syiffa spesial buat Bu'e.." jawab ku santai sambil menyomot bakwan yang berada di meja makan..
"Empi telinganya di tutup saja kalau Uti lagi crewet ya.." lanjutku bicara sama ponakan ku yang masih senantiasa berada di belakang Ibu Suri.
"Syiffaa..." triak Ibu Suri sambil melemparku dengan serbet..
"Enggeh Ibu Suri, sendiko dawoh.." jawab ku lalu berlari ke kamarku.
"Cepetan siap siap, Bu'e beri waktu lima belas menit.." ucapnya masih dengan berteriak di deoan kamar ku yang sudah aku kunci dari dalam, jika itu tidak ku lakukan maka tausiyah Ibu Suri akan lebih panjang daripada kereta malam milik Elvie Sukesih..
"Ya kali saja lima belas menit cukup buat mandi juga dandan, katanya suruh dandan yang cantik biar seger kayak sayur.." gumam ku sambil cekikikan..
Setelah kurang lebih setengah jam aku keluar sari kamar ku dan lantas menuju dapur karna perutku nyatanya tidak bisa di ajak kompromi sedikit saja..
"Mau ngapain kamu ke dapur.." triak Ibu Suri yang ternyata sudah berdiir di dekat pintu..
"Mau makan bemtar Bu'e.." jawab ku dan sudah mengambil piring tapi segara di ambil lagi sama Ibu Suri dan segera suara nyaringnya menusuk nusuk gendang telingaku.
"Makan disana saja, di tunggu dari tadi juga.." katanya..
"Buk, tapi Syifa laparnya sekarang.."
"Nanti saja, itu gincu kamu nanti ilang.."
"Ya tinggal pakai lagi kenapa sih Buk.." jawab ku.
"Ayolah Mbak, kita udah nunggu dari tadi, masak mbak Syiffa mau makan dulu, Silla juga lapar cuma Silla tahan, biar disana nanti makanya lahab.." kata Adik ku yang sudah berada di pintu dapur ikut membela Ibu Suri.
"Tuh, dengerin adik kamu, ayo buruan.." kata Ibu Suri lagi..
"Masak mau makan saja enggak boleh, udah kayak anak tiri saja, coba Kanjeng Doro ada disini pasti di bela aku sebagai mahluk yang teraniayaya.."
"Halah lebay suka drama, itu Mas Salim sudah nunggu di depan.." kata Silla sambil mengibaskan tanganya di depan muka ku. Aku 3 bersaudara, dan aku adalah anak ke 2 atau anak tengah, Abang ku Salim beda 3 tahun dengan ku dan baru menikah kira kira 8 bulan dan Istrinya lagi hamil, dan dari sebelum menikah dia sudah mempuyai rumah di samping rumah orang tuaku, sementara adik ku Silla sudah menikah 3 tahun lalu saat usianya 19 tahun dan karna itu jugalah aku di sebut sabagai prawan tua karna di langkahi oleh adik ku, dia juga sudah punya ruamh sendiri di samping rumah Mas Salim.
Dengan berat hati akupun ahirnya keluar dan muali menaiki motor ku,
"Silfa ikut Bude Syiffa sama Mbah Uti.." kata Adik ku menyuruh Anaknya agar ikut dengan ku dan Ibu Suri.
"Eh Silipeng, bawa sendiri anaknya.."
"Aku kan mau pacaran bentar Mbak.." jawab Adik ku..
"Kalau masih mau pacaran ngapain nikah duluan.." jawab ku, dan dengan cepat Ibu Suri memukul bahuku.
"Ahh sakit Bu'e..." lanjutku
"Banyak Omong, sudah ayo.." kata Ibu Suri setelah mengendong Silva.
"Kan ada yang di turun, jelas bakat bicara Syiffa itu dari Bu'e.." kataku sambil menjalankan motorku.
"Kamu itu kenapa sih sehari saja tidak usah mawali kalau Bu'e sedang bicara.." katanya.
"Kalau di persentase jelas crewet Bu'e yang menurun ke Syiffa itu sudah sekitar 80 persenan lah.." kataku tanpa menjawab ucapan Ibu Suri.
"Halah emboh, yanga ada Bu'e nanti darah tinggi kalau ngomong sama kamu.." katanya ahirnya dan memilih menyibukan diri dengan mengajak ngobrol Silva.
Kami berkendara tidak terlalu lama sekitar 45 menitan dan begitu sampai aku membenarkan Jilbabku yang agak kusut karna tertutup helm, lalu setelah itu kami masuk bersamaan, dan apesnya diriku karna mendapat bagian mengendong Silva, karna Emaknya Silva sudah sibuk berburu foto, maklum mamud yang belum tau dunia laur keburu nikah aja..
"Fafa..." triak sebuah suara saat aku tengah menyuapi Silva, aku menoleh ke kiri kananencari asal suara tersebut, dan senyum ku langsung terukir saat melihat sosok Uul tengah berjalan sedikit kesusahan menuju ke arahku, dengan perawat baru lagi di belakangnya.
"Kak Uul, sama siapa.." kataku pelan saat sudah duduk di samping ku dan perawat baru itu senantiasa berada di belakangnya dengan memandangiku dari ujung kaki samapi ujung kepala, dan aku cukup merasa dengan pandangan yang tidak bersahabat dengan ku, maka dari itu aku segera mengenalkan diriku.
"Mbak, saya pembimbing Uul di sekolahanya, jadi jangan kwatir.." ucap ku datar.
"Ohh iya Bu, maaf soalnya saya baru kerja kemarin takut melakukan kesalahan.." ucapnya, aku tersenyum tipis ke arahnya dan kembali le dua anak di sampingku.
"Uul su-da-h ma-ka-n.." ucapku sedikit mengeja di depanya agar mudah di cerna olehnya..
"Da-da, em ama Yaya.." aku menangkap mungkin dia bicara, Sudah maem sama Ayah.
"Good girl.." jawab ku sambil mengelus kepala Uul yang selalu terbungkus Jilbab itu.
Uul sebenarnya sangat cantik dengan kulit kuning langsat hanya saja lidahnya yang menyatu dengan bibir bawahnya membuat dia tidak bisa bicara dengan benar juga tidak bisa menelan makananya jika tidak berupa bubur, itupun harus ada yang menyuapi agar tidak tumpah dimana mana, serta dia terlambat berjalan karna di usia yang ke 5 tahun ini dia baru saja bisa berjalan, di tambah dengan kondisi otaknya yang sedikit terbelakang, biasanya orang orang memanggilnya Idiot, tapi bagiku tidak demikian, karna anak anak seperti mereka sangat unik dan istimewa, selain itu saat mereka menyukai sesuatu akan cendrung protektif dan akan terus mengingat siapa yang baik dan menyakiti mereka baik fisik atau menyakiti secara omongan.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!