NovelToon NovelToon

Azzura

*Bab 01

"Bagaimana? Apa sekarang sudah sah?"

Mempelai pria bertanya pada penghulu yang sudah menikahkan mereka belum sampai satu menit yang lalu. Si penghulu tentu saja langsung menjawab iya dengan tenang. Tanpa ia tahu apa maksud dari pertanyaan si mempelai pria barusan.

"Baiklah. Karena sekarang kami sudah sah menikah, kalau begitu, Azzura aku menalak satu dirimu."

Deg. Semua orang langsung terkejut bukan kepalang. Bagaimana tidak? Ijab kabul saja belum sampai lima menit yang lalu berlangsung. Sekarang, si pria malah menjatuhkan talak pada istri yang belum genap satu menit ia nikahi.

"Apa semua ini, Anggara? Kenapa kamu melakukan hal gila ini pada anakku?" Pertanyaan dengan mata berapi-api itu keluar dari mulut ayah si mempelai wanita. Sementara mempelai wanita sendiri, hanya terdiam mematung seolah tidak mampu berbicara satu patah katapun.

"Kenapa? Karena kalian tidak punya rasa malu."

"Anak kalian yang bernama Azzura ini dengan tidak tahu malunya mendekati kakekku untuk meminta dinikahkan dengan aku. Sungguh perempuan yang tidak punya perasaan, bukan?"

"Kalian tahu, karena kalian keluarga yang tidak tahu malu ini, aku harus hidup sengsara. Kakek memaksa aku untuk menikah dengannya. Membuat pacarku meninggalkan aku karena ulah kalian. Apa kalian benar-benar merasa tidak punya salah, hah?"

"Kalian-- "

"Cukup! Jangan kamu lanjutkan lagi ucapan kamu yang tidak berperasaan itu, Angga!" Bergema suara Azzura memecahkan keributan yang saat ini sedang terjadi. Susah payah pula ia menahan air mata agar tidak jatuh. Nyatanya, air mata itu jatuh juga.

Dengan tatapan mata yang berkaca-kaca, Azzura melihat Anggara. Pria tampan yang baru saja menceraikan dirinya setelah beberapa detik kata sah terucap.

"Aku tidak pernah mengharap dinikahi oleh kamu. Tapi kakek mu sendiri yang ingin menjodohkan aku hanya karena ia merasa berhutang budi padaku, Angga."

"Tapi sayangnya, niat kakek mu itu malah menyakiti hatiku juga keluargaku. Sungguh luar biasa kamu memperlakukan kebaikanku yang telah menyelamatkan kakek mu dari bahaya. Kau tidak hanya membuat aku terluka. Tapi juga membuat aku kehilangan harga diri ku bersama keluargaku. Apa ini balasan atas kebaikan yang sudah aku berikan, hah!"

Angga malah tertawa. Dia tatap dengan tatapan jijik wajah Azzura yang baru saja ia jatuhkan talak setelah ia nikahi.

"Kalian keluarga miskin memang tidak punya rasa malu ternyata. Bisa-bisanya mengaku menyelamatkan orang lain padahal tidak pernah melakukannya sama sekali. Sungguh kamu perempuan yang tidak punya hati, Azzura."

"Apa maksud kamu, hah?"

"Maksudku adalah, kau tidak melakukan hal baik sedikitpun. Tapi malah mengaku-ngaku melakukannya hanya untuk menjadi bagian dari keluarga Hardian yang ternama. Sungguh luar biasa pikiran mu itu, bukan?"

"Apa?"

"Cukup! Sudah cukup! Jangan berdebat lagi."

"Anggara! Jika kamu tidak ingin menikah dengan putriku, lalu kenapa kamu malah menikahkannya hari ini? Kenapa kamu malah bersedia menikah sekarang? Kenapa tidak membatalkan pernikahan ini sebelum semua disiapkan? Bukankah kakek mu juga sudah meninggal?"

"Semua karena aku ingin membalaskan rasa sakit akibat ulah putrimu. Dia telah merusak hubunganku dengan kakek ku sampai kakek meninggal. Karenanya, aku ingin membuat dia merasa seperti apa dinikahi, lalu di tinggalkan."

"Keluarga kalian layak mendapatkan hukuman ini. Kalian mengerti?"

Jantung ayah Zura seketika terasa sakit. Orang tua itupun langsung kehilangan kendali sekarang. Sungguh, keadaan di sini sangat tidak baik-baik saja.

"Ayah!"

Zura langsung meraih tubuh sang ayah yang hampir saja terjatuh. Pamannya juga membantu menopang ayah Zura agar tubuhnya tidak jatuh ke tanah.

Sementara Anggara, dia bahkan tidak bergeming sedikitpun. Namun, meskipun dia tidak bergeming, nyatanya, hatinya sedang merasa tidak nyaman. Walau dia yakin dengan apa yang sedang ia lakukan. Tapi sekarang, hati cukup merasa bersalah atas apa yang saat ini sedang menimpa ayah dari mantan istri kurang dari satu menitnya itu.

Kacau balau hari pernikahan yang Zura impikan akan berjalan dengan sangat indah. Bukan hanya menerima rasa malu, sang ayah pun malah jatuh sakit sekarang. Setelah di larikan ke rumah sakit, ayahnya malah dinyatakan meninggal karena serangan jantung.

"Tidak .... "

Teriakan histeris Zura perdengarkan. Hatinya sungguh terasa sangat luka. Perih menjalar sekujur tubuh. Dia tidak menyangka, berkat penyelamatan yang ia lakukan pada seorang kakek yang hampir saja meninggal akibat kecelakaan itu malah merenggut semua kebahagiaan yang ia miliki bersama sang ayah. Satu-satunya keluarga yang ia punya.

Dari balik pintu kamar rawat inap yang tertutup rapat, Anggara melihat semuanya dari balik kaca pintu tembus pandang. Ada rasa bersalah yang semakin menggunung. Tapi, rasa itu segera ia singkirkan.

"Ini semua karena ulahnya sendiri. Dia yang mencari masalah sehingga harus bernasib buruk seperti ini."

"Iya. Ini salahnya sendiri. Dia yang bikin ulah. Bukan aku yang terlalu kejam."

"Dia sudah merusak hubunganku dengan kakek. Merenggut hak Tania sebagai seorang calon istri yang aku pilih. Karena dia, Tania kehilangan apa yang seharusnya, Tania miliki. Dia yang kejam, bukan? Hukuman ini pantas untuk dia dapatkan."

Setelah berucap kata-kata tersebut, Anggara malah beranjak meninggalkan tempat di mana ia berdiri. Dia memaksakan hatinya agar bersikap tega menerima apa yang saat ini sedang terjadi. Padahal, dalam hati Angga sekarang, rasa bersalah itu sangat nyata.

Di sisi lain, kabar pernikahan Zura yang kacau sedang menyebar di dunia maya. Ada banyak orang yang mengecam dirinya sebagai wanita yang tidak punya rasa malu setelah mendengar penuturan Angga. Namun, ada pula yang mengasihi Zura atas nasib buruk yang sedang ia alami.

Namun mirisnya, yang membela Zura malah dikecap oleh netizen yang lain sebagai pendukung dari seorang pembuat kejahatan. Karena bagi mereka, Zura memang pantas menerima nasib buruk karena telah mendekati keluarga kaya dengan tidak tahu malunya.

Tania pun tersenyum lebar melihat hal tersebut. Hatinya bahagia. Ternyata, usahanya selama ini menjauh dari Angga tidaklah sia-sia. Dengan kemundurannya itu, dia malah sudah menang sekarang.

"Perempuan udik. Lihatlah usahaku yang sudah berhasil tanpa membutuhkan banyak tenaga. Makanya, jangan coba-coba kamu bersaing dengan aku. Malang kan jadinya hidupmu."

Lagi, wanita itu tersenyum lebar karena keberhasilannya itu. Sungguh, dia bahagia bukan kepalang.

Flash back.

Dua bulan yang lalu, kakek Angga meminta cucunya menikah dengan Zura sebagai tanda balas budi atas kebaikan Zura yang tidak mungkin bisa ia bayar dengan harta sedikitpun. Karenanya, sebagai tanda terima kasih, dia meminta cucu satu-satunya untuk menikahi wanita yang sudah menyelamatkan nyawanya itu.

Angga ingin menolak permintaan itu. Tapi seperti biasa, kakeknya adalah orang yang paling tidak bisa ia bantah selama ia hidup di dunia ini. Hasilnya, dia terpaksa ingin menyetujui permintaan itu sebagai tanda terima kasihnya juga pada si wanita yang sudah sangat berbaik hati menyelamatkan orang yang tidak ia kenali tanpa pandang bulu.

Bab *02

Keputusan Angga membuat Tania marah bukan kepalang. Tapi Angga tetap berusaha meyakinkan Tania kalau dia harus menikah dengan gadis pilihan kakeknya demi untuk membalas budi.

Tekad Angga membuat Nia berpikir keras untuk membatalkan rencana pernikahan yang sudah Angga setujui. Nia pun berusaha mencari tahu semua tentang kecelakaan yang sudah dialami oleh kakek Angga.

Ide buruk untuk mengakui diri sebagai penyelamat yang sebenarnya pun ia utarakan. Angga yang sangat mempercayai apa yang Nia katakan, tentu saja tidak berpikir panjang lagi. Terlebih, Nia datang dengan semua bukti yang sudah ia siapkan.

Jika uang yang bicara, maka semua bisa dibeli. Jaman ini bukan lagi jaman di mana orang jujur yang akan dihargai. Melainkan, jika ada uang, maka kuasa akan berada di tangan kita.

Saksi di tempat kejadian itu sudah Nia suap dengan banyak uang. Hasilnya, saksi tersebut malah mengatakan kalau Tania lah yang sudah menolong kakeknya Angga. Bukan Azzura yang memberikan pertolongan pertama. Azzura hanya orang yang datang setelah penolong pertama melakukan usaha keras untuk menolong si kakek.

Penjelasan itu langsung Angga terima dengan amarah yang meluap-luap. Dia jelaskan pada kakeknya siapa Azzura. Sayang, sang kakek tidak percaya sedikitpun. Kakeknya tetap percaya kalau Azzura lah yang menyelamatkan dirinya sejak awal hingga akhir.

"Aku tahu siapa yang sudah menyelamatkan aku, Angga! Jangan mengarang cerita kamu. Jangan buat aku murka. Tetap laksanakan pernikahan dengan Zura. Karena jasanya tidak akan bisa aku balas dengan cara apapun selain pernikahan denganmu sebagai cucuku satu-satunya."

"Tapi, Kek."

"Jangan bantah aku, Angga! Jika ingin membantah, maka aku siap kehilangan cucuku satu-satunya ini. Kita akan putus hubungan sebagai keluarga."

Mendengar ucapan itu, tentu saja Tania ketakutan. Dia tidak ingin Angga kehilangan hak atas harta keluarga Hardian yang begitu luar biasa. Dia pun meminta Angga menikah dengan gadis yang kakek Angga pilihkan. Namun, dengan kata-kata yang memelas luka terlihat sangat terluka. Seolah-olah, dialah yang berkorban banyak di sini.

Kemudian. Hampir dua bulan yang lalu, setelah perselisihan demi perselisihan antara Angga dengan kakeknya. Tiba-tiba saja kakek Angga meninggal dengan vonis sakit jantung. Tapi sebelum meninggal, si kakek masih tetap berpesan agar Angga tetap menikah dengan Azzura.

Tania bahagia bukan kepalang dengan kepergian si kakek. Dia pun menambahkan api kebencian secara tidak langsung dalam hati Angga dengan mengatakan kalau semua ini tidak akan terjadi jika bukan karena Azzura. Sungguh luar biasa wanita satu ini. Teganya bukan main-main.

*Flash back off.

Begitulah Tania tersenyum sambil terus memikirkan keberhasilannya dalam membuat Anggara menyakiti Azzura. Dia sangat bangga akan dirinya yang sudah berhasil membuat Angga mempercayai dirinya tanpa ada sedikitpun rasa curiga.

"Kamu luar biasa, Tania. Sangat luar biasa." Puji Tania pada dirinya sambil terus mengukir senyum dengan mata yang terus menatap ponsel yang ada di tangannya. Di mana di atas layar ponsel itu sedang bergulir kecaman demi kecaman yang terus datang untuk Azzura yang mereka anggap adalah biang masalah dari penderitaan yang saat ini Angga alami.

Inilah hebatnya netizen, bukan? Mendukung yang tidak seharusnya mereka dukung. Menyakiti yang tidak seharusnya mereka sakiti. Tanpa tahu kebenaran yang sedang terjadi, mereka malah menuduh tanpa henti.

....

Azzura yang sangat terpukul malah tidak menerima simpati sedikitpun. Istri dari pamannya malah mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya ia katakan.

"Lihatlah ulah baik yang kamu lakukan, Zura. Ayahmu yang tidak tahu apa-apa malah menerima akibatnya. Sungguh miris sekali hidup ayahmu ini. Sudah susah payah membesarkan anak. Eh ... malah membuat malu keluarga."

"Tante! Apakah tante tidak punya perasaan sedikitpun? Siapa yang ingin hal ini terjadi?" Zura berucap sambil menatap tajam istri dari pamannya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Hei! Kenapa kamu malah bicara dengan nada tinggi padaku, hah? Aku hanya bicara kenyataan saja kok. Semua ini tidak akan terjadi jika kamu masih punya rasa malu. Anggara benar. Kamu tidak punya malu makanya kamu layak diperlakukan seperti ini oleh keluarga Hardian."

"Tante! Jika orang lain berpikiran hal buruk tentang aku, aku mungkin akan menutup mata. Tapi, tante. Tante itu keluargaku sendiri. Apa tante benar-benar tidak punya hati?"

"Aku punya hati. Makanya aku-- "

"Cukup, Ma! Apa mama juga tidak punya rasa malu? Jangan berdebat dengan Azzura. Dia sedang dapat musibah, harusnya kita sebagai keluarga memberikan dukungan. Bukan malah menyakiti dirinya," ucap paman Zura dengan wajah kesal pada sang istri.

"Apa yang mama katakan benar ko, Pa. Azzura itu-- "

"Cukup, aku bilang! Apa mama tidak memahaminya."

Si istri dengan kesal menghentakkan kakinya. Lalu beranjak meninggalkan ruangan di mana Zura sedang menunggu jasad sang ayah yang sudah tidak lagi bernyawa.

Ruangan itu hening setelah kepergian istri pamannya. Si paman dengan penuh rasa iba memberikan sentuhan pelan pada bahu keponakan satu-satunya dari kakak yang sudah tidak lagi ada di dunia ini sejak Zura berusia delapan tahun.

"Azu, tenang ya, Nak. Kuatkan hati. Kamu tidak sendiri di sini. Ada paman yang akan selalu memberikan dukungan padamu. Biar dunia menyalahkan mu. Biar dunia membenci dirimu. Tapi paman tidak akan goyah, Nak. Paman akan tetap berada di sampingmu untuk membela. Paman akan selalu percaya, kalau kamu adalah orang yang benar."

"Paman."

Azzura langsung menghambur ke dalam pelukan pamannya. Sungguh, pelukan yanga hangat meski tidak mampu memberikan sedikitpun ketenangan pada hati Zura yang sedang bergejolak.

"Kuatlah, Nak. Kuat. Kamu harus ikhlas dengan cobaan yang sedang kamu hadapi. Paman yakin, bahagia besar sedang menantimu di depan sana."

Azzura hanya bisa menangis terisak. Beberapa saat pelukan itu dia terima. Akhirnya, seorang suster datang dengan membawa kabar kalau ayahnya sudah boleh dibawa pulang. Mereka pun membawa jasad sang ayah dengan hati yang terus teriris.

Pemakaman dilakukan hari itu juga. Karena semuanya sudah di siapkan oleh si paman sebelum jasad abang iparnya keluar dari rumah sakit. Dengan tubuh gontai seperti tidak bertulang, Azzura melepaskan ayahnya menuju peristirahatan terakhir. Luar biasa rasanya sedih yang menyerang. Sekarang, dia tidak lagi punya orang tua sebagai tempat berlindung.

Dari kejauhan, Anggra menyaksikan pemakaman itu. Nyalinya untuk bergabung terlalu kecil. Dia tidak siap jika diusir paksa oleh Azzura jika ia menampakkan batang hidungnya dari dekat. Bagaimana pun, rasa bersalah itu membuat ia merasa takut untuk bertemu dengan Zura.

Saat semua meninggalkan tempat mereka setelah pemakaman selesai, Azzura masih ada di sana. Pamannya berusaha untuk mengajak keponakannya itu pulang, tapi Azzura menolak.

"Izinkan aku di sini lebih lama, paman. Aku ingin di sini bersama ayah untuk waktu yang lama."

"Tidak, anakku. Kamu tidak bisa berlama-lama di sini untuk hari ini. Hari semakin senja. Tidak baik untuk kamu tetap di sini, Nak."

"Dengarkan paman! Besok kamu bisa kembali ke sini lagi. Tapi sekarang, kamu harus pulang. Jangan siksa dirimu. Paman percaya, kamu anak yang kuat. Kamu mampu menghadapi cobaan ini dengan tegar."

*Bab 03

Kata-kata yang pamannya ucapkan masih belum membuat hati Azzura luluh. Namun, si paman tidak berputus asa. Dia terus membujuk keponakannya itu untuk pulang. Hingga akhirnya, hati Azzura pun meluluh. Dia bersedia ikut pamannya pulang.

Di sisi lain, tante dan juga sepupunya sedang bergosip. Tentu saja mereka sedang membicarakan soal Azzura sekarang.

"Ya ampun, Ma. Aku pikir Azzura akan benar-benar menikah dengan kak Anggara. Nyatanya, kheh keh keh. Cuma di nikah hanya untuk diceraikan saja."

Bukannya prihatin, ini sepupu satu malah menertawakan hal buruk yang sedang Azzura alami. Benar-benar tidak punya perasaan sepupunya ini.

Mirna Sari. Dia adalah sepupu yang hanya berjarak dua bulan setelah kelahiran Azzura. Hubungan keduanya tidaklah baik. Sejak kecil, mereka tidak pernah akur satu sama lain. Mirna yang selalu merasa iri atas apa yang Azzura miliki, selalu saja tidak menyukai Azzura. Dia bahkan selalu mencari masalah dengan Azzura.

Mirna masih saja terkekeh karena rasa bahagia atas apa yang sudah Azzura alami. Sementara si mama malah ikut-ikutan tertawa. Ibu dan anak memang satu server ternyata. Bak kata pepatah, buah jatuh memang tidak akan jauh dari pohonnya.

"Ha ha ha. Kamu sih ngga ikut. Jadinya ketinggalan tontonan seru. Sayang banget tahu gak sih kamu. Kalo kamu lihat gimana wajah Azzura setelah dicampakkan Anggara, uh ... kasihan sekali tahu?"

"Ya ampun, Ma. Iya deh. Nyesel banget aku lho, Ma. Kalo aja aku tahu kejadiannya bakal kayak gini. Aku udah pasti milih datang. Nggak akan milik pura-pura sakit di depan papa."

"Aish! Mau bagaimana lagi? Udah kejadian. Tapi, mama dengar itu kejadian tersebar luas lho di internet. Aduh ... malu banget gak tuh?"

"Kah kah kah." Tawa Mirna pecah.

Ibu dan anak itu masih terus bergosip dengan bahagia. Sementara Azzura baru tiba ke rumahnya. Jarak rumah Azzura dengan rumah pamannya memang masih satu komplek. Tapi letaknya di gang yang berbeda. Namun, masih bisa berjalan kaki jika hanya untuk saling kunjung.

Setelah mengantar keponakannya itu sampai rumah, paman Zura langsung mencari keberadaan isterinya. Tapi sayang, istri dan anaknya itu sama sekali tidak ada di rumah duka. Bahkan, tetangga saja tidak datang berkunjung untuk pengajian.

Karena perkataan Angga yang membuat mereka percaya kalau Azzura telah berusaha keras untuk menikah dengan orang kaya, mereka malah menghakimi Azzura sekarang. Mereka pikir, Azzura layak menerima hukuman itu.

"Paman."

"Jangan sedih, Nak. Ada paman yang akan selalu bersama kamu. Mereka tidak perduli, biarkan saja."

Begitulah kejadian yang membuat hati Azzura semakin teriris. Dia harus menerima hukuman atas kesalahan yang tidak ia lakukan. Kebaikannya yang tidak pernah ia perhitungkan malah menyakiti hatinya berpuluh kali lipat.

Malam pengajian ayahnya hanya dia dan pamannya saja yang melakukan. Para tetangga sama sekali tidak menghiraukannya. Sementara siang harinya, saat Azzura keluar dari rumah, pergunjingan tentang dirinya terus saja ia dengarkan. Benar-benar hal yang menyakiti hati dan perasaannya.

Satu minggu kemudian, keadaan Azzura semakin memburuk saja. Gunjingan terus saja terdengar di kupingnya, membuat semangat untuk bertahan hidup semakin menurut. Beruntung, dia punya paman yang sangat luar biasa. Tidak pernah menyerah untuk memberikan semangat pada keponakan satu-satunya itu.

"Azu, paman punya ide baik untuk kamu. Karena keadaan disekitar mu tidak kunjung membaik, bagaimana jika kamu hijrah sekarang, Nak? Kamu tinggalkan saja tempat yang memberikan luka ini. Apa kamu bersedia meninggalkan tempat di mana kamu di besarkan untuk sementara waktu, Azu?"

Mata Azzura membulat. Ucapan pamannya membuat hatinya terasa agak bingung meski ia tahu apa maksud sesungguhnya dari ucapan tersebut.

"Maksud paman bagaimana? Paman ingin aku meninggalkan rumah ini sekarang?"

"Iya, Nak. Sepertinya, pergi untuk membangun hati adalah cara terbaik buat kamu. Di sini, kamu juga tidak akan mendapatkan ketenangan. Yang ada, hatimu malah akan terus disakiti oleh orang-orang yang tidak punya hati."

Azzura terdiam. Benaknya mencerna dengan perlahan apa yang sudah pamannya utarakan. Perkataan pamannya itu memang benar. Tapi sungguh berat bagi Azzura untuk meninggalkan rumah di mana kenangan dengan kedua orang tuanya terasa begitu nyata.

Sentuhan lembut pada pundak pamannya berikan. "Azu, dengarkan paman, Nak. Kepergian kamu itu untuk kembali. Karena di sini, kamu sepertinya tidak lagi punya tempat untuk saat ini. Sudah jelas jika mereka tidak akan membiarkan kamu menjadi guru di taman kanak-kanak lagi setelah kejadian ini."

Benak Azzura kembali berselancar jauh mendengarkan apa yang pamannya katakan. Yah, dia juga yakin kalau dirinya tidak akan diterima mengajar di TK lagi setelah kejadian ini. Lihat saja apa yang para tetangga lakukan padanya setelah kejadian itu? Bukankah sudah jelas kalau mereka sedang mengucilkan dirinya sekarang.

"Paman benar. Aku sudah tidak lagi punya tempat di sini. Aku memang harus pergi dari sini agar hatiku baik-baik saja. Tapi, ke mana aku harus pergi, Man? Aku tidak punya tempat tujuan. Aku juga tidak punya banyak uang untuk bertahan hidup di tempat asing."

Si paman tersenyum. Lalu mengeluarkan kartu ATM dari saku celananya. Kemudian, tanpa berucap apa-apa, dia menarik tangan Azzura

Kartu tersebut ia letakkan ke tangan Azzura.

"Ambil kartu ini. Ini adalah uang tabungan paman. Kamu bisa hidup dengan uang ini selama beberapa bulan. Pergilah ke kota S untuk memulai hidup baru, Nak. Paman punya kenalan di sana. Kenalan jauh yang akan membantu kamu bertahan hidup di sana."

Mata Azzura masih tidak percaya dengan apa yang saat ini ia lihat. Pikirannya berselancar entah ke mama sekarang. Kartu ATM itu terus ia tatap dengan mata yang berkaca-kaca.

"Azu, paman ingat kalau kamu hobi membuat sketsa baju, bukan? Paman yakin, kamu bisa mewujudkan hobi itu dengan mengubahnya menjadi mahakarya yang nyata."

"Tapi, Paman."

"Bangkitlah, Nak! Tunjukkan pada mereka kalau kamu adalah orang yang luar biasa. Buat mereka yang sudah menyakiti kamu membayar harganya dengan penyesalan atas hasil yang bisa kamu capai. Paman percaya kamu bisa mengubah takdir hidupmu yang malang menjadi penuh kebahagiaan."

Semangat demi semangat yang pamannya berikan membuat Azzura yang lebih bisa bangkit. Dengan semangat itu, Azzura pun bertekad untuk membuat dirinya tinggi hingga orang yang menyakiti dirinya merasa menyesal.

Malam itu juga dia pergi meninggalkan rumahnya dengan diantarkan oleh pamannya sampai ke depan gang. Pamannya sengaja membuat Azzura keluar rumah pada malam hari supaya kepergian keponakannya tidak membuat heboh komplek tersebut.

Dengan taksi online, Azzura meninggalkan komplek tersebut menuju bandara. Malam itu juga, dia melakukan penerbangan ke kota yang pamannya maksudkan.

Butuh tekad baja untuk memulai sesuatu yang sudah hancur. Tapi itu adalah pilihan yang paling baik. Karena kita memang harus memulai ulang hidup setelah kehancuran itu datang. Jangan terus terjebak di masa lalu. Karena balasan yang paling baik untuk orang yang sudah menyakiti hidup kita adalah dengan membuat diri kita sangat sukses supaya mereka tahu, kalau mereka telah salah karena sudah menyakiti hidup kita.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!