Celine memejamkan matanya sejenak, fokus pada layar laptop yang dipenuhi dengan palet warna dan sketsa desain. Dengan jemari yang lincah, dia menyusun elemen-elemen terakhir dari proyek desain terbarunya untuk klien bergengsi. Di sampingnya, Jordan sibuk berbicara melalui telepon, menangani masalah bisnis dengan sikap yang tenang seperti biasanya.
Setelah beberapa saat, Jordan akhirnya menutup teleponnya dan memalingkan perhatiannya ke arah Celine. Sorot matanya penuh kekaguman saat melihat istrinya yang sedang bekerja dengan sungguh-sungguh.
"Bagaimana dengan proyek barumu, sayang?" tanyanya dengan lembut, suaranya penuh dengan kehangatan dan perhatian.
Celine tersenyum lembut, memalingkan pandangannya sejenak dari layar laptop. "Hampir selesai," ujarnya dengan nada ringan. "Aku hanya perlu memberikan sedikit sentuhan akhir."
"Tentu saja, kau pasti akan membuatnya sempurna seperti biasanya," kata Jordan sambil mendekat dan mencium kening Celine dengan penuh kasih.
Celine tersenyum lebih lebar, merasakan kehangatan dari sentuhan Jordan. Meskipun mereka berdua sibuk dengan pekerjaan masing-masing, momen-momen kecil seperti ini selalu mengingatkan mereka betapa beruntungnya mereka memiliki satu sama lain.
Kemudian Celine melirik ke arah jam di dinding dan menyadari bahwa waktu sudah larut. Dengan gerakan ringan, ia bangkit dari kursinya, meletakkan ponselnya di samping laptop.
"Sepertinya aku harus mulai menyiapkan makan malam," ujarnya, suaranya terdengar ringan namun penuh dengan keputusan
Jordan menatapnya dengan pengertian. "Aku bisa membantumu jika kau mau," katanya sambil berdiri dan mengarahkan pandangannya ke arah dapur.
Celine tersenyum mendengar tawaran itu. "Terima kasih, tapi aku bisa melakukannya sendiri. Kau hanya perlu menunggu, sebaiknya istirahat saja."
Jordan mengangguk. "Baiklah, kalau begitu panggil aku jika kau butuh bantuan."
"Aku tau," Dengan senyum, Celine mulai melangkah ke dapur, dia mulai bersiap menyiapkan hidangan yang lezat bagi mereka berdua.
Celine merasakan sentuhan hangat Jordan di pundaknya saat dia melangkah menuju dapur. Langit di luar jendela mulai memerah, menandakan datangnya senja. Meskipun lelah setelah seharian bekerja, dia merasa bahagia dengan kehadiran Jordan yang selalu memberikan dukungan dan pengertian dalam setiap momen yang mereka bagi.
🌺🌺🌺
"Tamara, kapan kira-kira Jordan dan Celine akan memberimu cucu. Mereka sudah menikah selama tiga tahun, masa iya menantumu belum hamil juga, atau jangan-jangan dia..." Wanita itu tidak melanjutkan ucapannya, seringai penuh kesombongan terlihat di sudut bibirnya.
Dia mengambil cangkir berisi teh yang ada di atas meja dan menyeruputnya sedikit. "...Mandul," sebuah kata keji terlontar dari bibirnya ketika jari-jarinya meletakkan cangkir itu di atas tatakan.
Gyuttt...
Nyonya Tamara merasakan amarah mulai terkumpul di tangannya yang mulai terkepal kuat. Dia selalu tersenyum setiap kali ada yang membahas tentang cucu, tapi kali ini, itu terasa pahit. Keraguan mulai merayapi pikirannya tentang Celine. Apakah dia benar-benar wanita normal? Sudah tiga tahun pernikahannya dan dia belum juga hamil. Itu tidak masuk akal baginya.
"Aku sendiri tidak tau. Mereka selalu menghindar setiap kali aku membahas tentang cucu," jawab Nyonya Tamara setenang mungkin, mencoba menyembunyikan emosi dan perasaannya.
"Sebaiknya kau harus bersikap lebih tegas pada putra dan menantumu. Jika mereka tidak bisa punya anak, untuk apa mempertahankan pernikahannya. Seperti anakku, istrinya mandul dan aku memintanya untuk menceraikannya saja. Setelah dia menikah lagi, sekarang aku memiliki cucu," ujar Nyonya Sarah.
Tamara menelan ludah, terdiam sejenak oleh pernyataan tajam dari Nyonya Sarah. Dia merasa terdorong untuk memberikan respons, tetapi kata-kata terasa terjepit di tenggorokannya.
Namun, dengan tekad yang tertahan di dalam hatinya, Nyonya Tamara akhirnya menjawab, "Aku mengerti perasaanmu, Sarah. Tapi aku berharap masih ada jalan lain untuk mengatasi masalah ini, tanpa harus mengorbankan hubungan mereka berdua."
Sarah mengangguk, meskipun ekspresinya tetap tegas. "Tentu saja, setiap keluarga memiliki dinamikanya sendiri. Semoga kalian bisa menemukan solusi yang tepat untuk masalah ini," ujarnya dengan nada yang agak lebih lunak. "Sudah hampir malam. Sebaiknya aku pulang sekarang, jaga dirimu baik-baik." Ucapnya lalu pergi begitu saja.
Nyonya Tamara langsung diam setelah kepergian sahabatnya itu. Sebenarnya sudah lama dia berpikir untuk meminta Jordan menceraikan Celine, dia merasakan jika menantunya itu tidak sempurna, dan Nyonya Tamara berniat untuk menjodohkan Jordan dengan wanita lain pilihannya.
🌺🌺🌺
Aroma harum dari masakan yang disiapkan oleh Celine memenuhi dapur, menyelimuti setiap sudut dengan kelezatan. Semerbaknya bahkan merambat hingga ke kamar mereka, mencapai hidung Jordan yang sedang beristirahat di sana. Meskipun terpisah oleh beberapa ruangan, aroma itu tetap tercium olehnya.
Di tengah hembusan wangi yang menggoda, Jordan merasa lapar menggoda. Dia mencium udara dengan perasaan tergoda, tak sabar menunggu untuk menyantap hidangan istri tercinta itu. Walaupun lelah dari hari yang panjang, aroma masakan itu seperti energi tambahan yang membangkitkan semangatnya.
Baru saja Celine hendak menghampiri Jordan di kamar mereka, tapi pria itu malah datang dengan sendirinya. Jordan terlihat menuruni tangga menghampiri sang dara. Senyum lebar Celine menyambutnya.
"Makan malam sudah siap, sebaiknya kita makan malam sekarang," ucap Celine.
"Aromanya sangat lezat, perutku semakin keroncongan," ucapnya dengan senyum lebar, senyum yang membuat Celine jatuh cinta padanya.
"Tentu saja, siapa dulu yang memasaknya. Duduklah, aku ambil kopimu dulu," ucap Celine lalu beranjak dari hadapan Jordan. Namun genggaman tangannya menghentikan langkahnya. Celine menatapnya dengan penuh kebingungan.
Jordan menggeleng. "Nanti saja, sebaiknya kau duduk, kita makan dulu," ucap Jordan dan membuat senyum di bibir Celine meremah lebar. Dengan senyum yang sama, dia menganggukkan kepala.
Dengan suasana yang hangat dan akrab, Celine dan Jordan duduk bersama di meja makan, menikmati hidangan yang lezat. Mereka saling bertukar cerita tentang hari mereka, tersenyum dan tertawa ringan di antara gigitan makanan. Atmosfer penuh kasih itu mengisi ruangan, menciptakan momen yang sempurna bagi pasangan ini untuk menikmati kebersamaan mereka.
.
.
Usai makan malam dan membersihkan semua wadah yang kotor, Celine dan Jordan memutuskan untuk pergi ke kamar mereka. Celine berdiri di depan cermin, memperhatikan perutnya yang rata.
"Kira-kira kapan aku hamil ya?" ucapnya dengan nada frustasi. "Kita sudah menikah selama 3 tahun, tapi sampai sekarang aku belum hamil juga," imbuhnya.
Jordan menghampirinya dan memutar tubuh Celine, posisi mereka saling berhadapan. "Celine, aku tahu betapa sulitnya bagi kita, tapi kita harus tetap bersabar," kata Jordan dengan suara lembut, mencoba menenangkan istrinya.
Celine menatap mata Jordan dengan penuh emosi. "Aku mencintaimu, Jordan, tapi kadang rasanya begitu menyakitkan," ucapnya dengan suara gemetar.
Jordan menggenggam erat tangan Celine, mencoba memberikan dukungan. "Kita akan melalui ini bersama-sama, sayang. Kita harus tetap optimis dan mencari solusi bersama," ujarnya dengan penuh ketenangan.
Celine mengangguk, merasa sedikit lega mendengar kata-kata Jordan. Jordan membawa Celine ke dalam pelukannya dengan lembut, memeluknya erat seperti ingin melindunginya dari segala ketakutan dan kegelisahan. Celine merasa hangat dan aman dalam dekapan Jordan, seperti menemukan tempat perlindungan yang sempurna di dunia ini.
🌺🌺🌺
BERSAMBUNG
Pagi telah menyapa dengan hangat, menandai pergantian dari bulan yang menggoda ke mentari yang menyinari segala sesuatu. Mentari muncul dengan gemerlapnya, mengusir kegelapan dan menyinari segala yang ada di bumi.
Langit biru membentang luas, menyambut matahari yang naik dengan penuh semangat. Udara segar dan embun pagi menyegarkan pikiran, memberi semangat untuk memulai hari yang baru.
Seperti hari-hari sebelumnya, Celine bangun lebih awal dari Jordan, menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Ini adalah rutinitas yang telah dilakukannya setiap pagi selama tiga tahun ini.
"Sarapan hampir siap. Ayo cepat turun," panggil Celine dengan suara sedikit meninggi, mencoba memanggil Jordan yang masih ada di kamar mereka.
"Hm, lima belas menit lagi," jawab Jordan sambil menggosok-gosok matanya, mencoba mengusir kantuk.
Dan setelah hampir dua puluh menit, Jordan datang dengan pakaian kerjanya, kemeja putih lengan panjang yang dipadukan dengan Vest hitam yang senada dengan celana dan jasnya. Celine tersenyum melihat Jordan bergerak ke arah tangga. Meskipun pagi-pagi buta, momen seperti ini selalu membuatnya merasa hangat.
Saat mereka duduk di meja makan untuk sarapan, Jordan memulai percakapan. "Hari ini aku ada rapat dengan dewan direksi. Ada beberapa keputusan penting yang harus dibuat."
Celine mengangguk, memahami betapa pentingnya rapat-rapat semacam itu dalam bisnis Jordan. "Aku yakin kau pasti bisa menangani semuanya dengan baik," katanya sambil menuang kopi untuk Jordan.
Jordan tersenyum, menghargai dukungan dari istrinya. "Terima kasih, sayang. Bagaimana dengan desainmu? Sudah hampir selesai?"
Celine mengambil sepotong roti dan memikirkan tugasnya. "Masih ada beberapa detail kecil yang harus aku selesaikan sebelum akhir pekan. Tapi aku yakin bisa menyelesaikannya tepat waktu."
Jordan menyentuh tangan Celine dengan lembut sambil menatapnya. "Kau tahu, aku sangat bangga dengan apa yang telah kau capai dalam kariermu Kau benar-benar wanita yang hebat, Celine."
Celine tersenyum, merasa tersentuh oleh kata-kata Jordan. "Dan kau juga, Ge. Aku tidak akan bisa mencapai sejauh ini tanpa dukunganmu."
Mereka saling bertatapan dengan penuh cinta, saling menguatkan satu sama lain dalam setiap langkah perjalanan hidup mereka. Meskipun pekerjaan mereka seringkali memisahkan mereka, namun hubungan mereka tetap kuat dan penuh dengan rasa saling menghargai dan memahami.
"Apa gunanya hebat dalam karir tapi tidak bisa hamil?" Sahut seseorang dari arah depan.
Sontak, mereka berdua mengangkat kepalanya dan terkejut melihat siapa yang datang. "Mama?" Seru keduanya nyaris bersamaan. Nyonya Tamara mendekati mereka dengan langkah pasti, pandangannya menusuk tajam ke arah Celine.
"Apa maksud Mama berkata seperti itu?" tanya Jordan, suaranya penuh dengan kebingungan dan kekhawatiran. Celine merasa tersinggung oleh sikap dan ucapan ibunya yang menyerang, tapi dia berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan emosinya.
Nyonya Tamara menatap Celine dengan tatapan tajam, tanpa memberikan penjelasan langsung. "Kau pikir bisa menggantikan cucuku dengan keberhasilanmu di karir? Seorang wanita seharusnya mampu memberikan keturunan, bukan hanya pencapaian di tempat kerja."
Celine menarik nafas dalam-dalam, mencoba menjaga ketenangannya. "Maaf, Mama, tapi aku pikir keberhasilan dalam karir tidak bisa menentukan nilai seorang wanita sebagai ibu atau istri."
Jordan merasa tidak nyaman dengan situasi saat ini, tapi dia tidak bisa membiarkan ibunya menghina istrinya. "Ma, jangan sampai aku bersikap kurang ajar padamu. Ucapanmu benar-benar sangat keterlaluan!" Marah Jordan.
Nyonya Tamara menatap Jordan dengan dingin. "Jangan terlalu sensitif, Nak. Aku hanya mengatakan fakta. Jika Celine memang tidak bisa memberiku cucu, itu adalah fakta , Jordan, fakta,"
Jordan semakin terbakar emosi oleh ucapan ibunya. Dia menggigit bibirnya, menahan amarah yang meluap. "Fakta atau tidak, caramu mengatakannya sangat tidak pantas, Ma. Kami akan menyelesaikan masalah kami sendiri tanpa campur tanganmu."
Nyonya Tamara dan Jordan terlibat dalam perdebatan sengit di ruang makan yang hening. "Dia adalah istriku, Ma, dan aku mencintainya tanpa syarat," tegas Jordan, matanya memancarkan emosi dan amarah yang meluap-luap.
"Tapi cucu adalah harapanku, Jordan. Keluarga kita membutuhkan keturunan, jangan lupakan itu," balas Nyonya Tamara dengan nada tajam.
Jordan merasa semakin marah dan terluka oleh kata-kata ibunya. "Kau tidak bisa memaksa keinginanmu pada kami, Ma. Aku dan Celine akan menjalani hidup kami sesuai keinginan kami sendiri tanpa perlu kau ikut campur,"
Nyonya Tamara mendengus kesal, tetapi wajahnya mencerminkan kekecewaan yang dalam. Jordan membela Celine mati-matian, memperjuangkan hak dan martabat istrinya.
"Celine adalah wanita yang aku cintai. Dia bukan hanya istriku, tapi sahabatku dan mitraku dalam setiap langkah kehidupan. Aku tidak akan membiarkan siapapun, termasuk dirimu, merendahkan atau meragukan nilai dan kontribusi yang dia berikan dalam hidupku."
Nyonya Tamara terdiam sejenak, mungkin terkejut oleh keberanian dan keberanian Jordan. Tetapi kemudian, dia kembali ke sikapnya yang keras. "Tapi Jordan, kau harus memikirkan masa depan keluarga kita. Keturunan adalah bagian penting dari warisan keluarga kita, Jordan."
Jordan menatap ibunya dengan tegas. "Aku dan Celine akan menemukan cara untuk menjalani kehidupan kami sendiri, Ma. Kita berdua tidak akan mengorbankan kebahagiaan untuk memenuhi harapan atau ekspektasi siapapun, bahkan itu dirimu."
Celine mulai berlinang air mata, mencoba meredam emosi Jordan yang mulai meledak. Dia menggeleng pelan, memohon agar Jordan berhenti. "Sudah, Gw, aku mohon jangan diteruskan lagi," bisiknya dengan lembut, tangannya meraih tangan Jordan untuk menenangkannya.
Jordan menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri di bawah sentuhan lembut Celine. Dia membiarkan emosinya mereda perlahan, sadar akan kehadiran dan dukungan yang diberikan istrinya.
Sementara itu, Nyonya Tamara dengan langkah tergesa-gesa meninggalkan rumah putranya, dipenuhi oleh campuran emosi dan amarah yang meluap-luap. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan putranya itu, bisa-bisanya dia membela Celine sampai segitunya.
Jordan menghapus air mata Celine sambil memeluk wanita itu erat. "Kita akan melewati ini bersama, sayang," ucapnya dengan suara yang penuh dengan kelembutan dan keyakinan.
Celine merasakan kehangatan dan kekuatan dari pelukan Jordan. "Terima kasih, Ge," bisiknya dengan suara gemetar. Celine merasa sangat terpukul oleh kata-kata pedas ibu mertuanya.
🌺🌺🌺
Di boutique miliknya, Celine sering merasa sulit untuk berkonsentrasi sepenuhnya dalam menyelesaikan rancangannya. Kata-kata tajam ibu mertuanya terus membekas diingatannya, mengganggu fokusnya. Meskipun berusaha untuk tetap fokus, namun pikirannya terus melayang ke percakapan yang menyakitkan itu.
Suara keramaian dari pelanggan yang berbelanja dan aroma parfum yang harum seakan-akan semakin memperburuk keadaannya. Celine mencoba menenangkan diri, mengambil nafas dalam-dalam, dan memaksakan dirinya untuk kembali fokus pada pekerjaannya. Dia tahu bahwa dia harus melawan gangguan-gangguan itu jika ingin menyelesaikan rancangannya dengan baik.
Terra merasa cemas melihat keadaan Celine. "Miss Celine, apa yang terjadi? Anda terlihat agak sedikit buruk," ucap Terra dengan suara penuh perhatian.
Celine menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku hanya sedang memikirkan beberapa hal, Terra. Tidak apa-apa," jawabnya dengan senyum tipis.
Terra memperhatikan ekspresi Celine yang terlihat tegang. "Jika ada yang bisa saya bantu, miss, tolong katakan saja. Saya di sini untuk Anda," tawarnya dengan hangat.
Celine tersenyum menghargai tawaran dukungan dari Terra. "Terima kasih, Terra. Aku menghargai perhatiamu, tapi sungguh aku baik-baik saja," ucapnya tulus.
Terra mengangguk mantap. "Tidak perlu terima kasih, miss. Saya hanya ingin membantu."
Celine mengelus lengan Terra dengan penuh kebaikan. "Kau begitu peduli, Terra.."
Mereka berdua tersenyum satu sama lain, merasakan kehangatan dari hubungan kerja mereka yang solid. Dalam momen-momen seperti ini, Celine merasa sedikit lebih lega, mengetahui bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi masalah dalam hidupnya.
🌺🌺🌺
BERSAMBUNG
Dengan perasaan cemas dan penasaran yang memenuhi pikirannya, Celine memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dan memeriksakan kondisinya. Setelah melewati serangkaian tes dan pemeriksaan, dia duduk di ruang tunggu dengan jantung berdebar kencang, menunggu hasilnya.
Ketika dokter akhirnya memanggilnya, Celine merasakan rasa gemetar di tubuhnya saat dia memasuki ruangannya. "Maaf, Dok. Bagaimana hasilnya?" tanyanya dengan suara yang gemetar.
Dokter mengangguk dengan serius, "Maaf, Nona, tapi menurut hasil tes yang kami lakukan, Anda mengalami masalah kesuburan yang cukup serius."
Celine merasa dadanya seperti ditimpa batu besar, napasnya tersengal-sengal. "Apa... apa maksudnya?" tanyanya dengan suara yang penuh dengan kebingungan dan keputusasaan.
Dokter menjelaskan dengan penuh empati, "Sayangnya, kemungkinan untuk hamil secara alami sangatlah rendah. Anda mungkin perlu mencari alternatif lain seperti inseminasi buatan atau fertilisasi in vitro."
Celine merasakan dunianya hancur berkeping-keping. Air mata berlinang di pipinya saat dia mencerna berita yang tak terduga itu. "Terima kasih, Dok," ucapnya dengan suara serak sebelum dia meninggalkan ruangan dengan hati yang hancur.
Perasaannya campur aduk, antara kesedihan, kekecewaan, dan rasa putus asa. Semua impian dan harapannya hancur menjadi debu dalam sekejap.
Celine meninggalkan rumah sakit dengan berlinang air mata. Dia berlari ke arah taman dan menangis sejadi-jadinya di bawah pohon, meluapkan semua perasaan dan rasa sesak yang terpendam.
Pernyataan dokter telah menghantamnya dengan keras, meninggalkan hatinya hancur dan pikirannya kacau. Rasa putus asa dan kekecewaan memenuhi rongga dadanya, merobek hatinya menjadi berkeping-keping. Di bawah bayangan pohon yang sepi, Celine merasakan pahitnya kehidupan yang tidak sesuai dengan harapannya, dan dia meratap dalam kesedihan yang tak terucapkan.
🌺🌺🌺
Jordan mencoba menghubungi Celine berkali-kali, tapi ponselnya selalu tak aktif atau di luar jangkauan. Kecemasan melanda, terutama karena dia tahu Celine seringkali terpengaruh oleh perkataan ibunya yang menuntutnya untuk segera hamil. Jordan merasa khawatir akan kondisi mental dan emosional Celine.
Setiap detik yang berlalu terasa seperti sebuah kegelapan yang semakin menghimpitnya, membuatnya semakin gelisah dan tidak bisa menemukan kedamaian pikiran.
Tokk... Tokk... Tokk...
Suara ketukan pada pintu membuyarkan lamunan Jordan. "Presdir, ini beberapa file yang harus segera Anda tanda tangani," kata Sonya, sekretaris Jordan, sambil meletakkan tumpukan file di atas meja.
Jordan mengangguk, "Hn, baiklah. Pastikan untuk menindaklanjuti semua yang perlu diselesaikan segera."
Sonya mengangguk singkat, memahami urgensi dari pekerjaan mereka. "Akan saya pastikan semuanya berjalan lancar, Presdir."
Jordan mengangguk sekali lagi, tidak mengalihkan pandangannya dari tumpukan pekerjaan di meja. Sonya keluar dari ruangan dengan langkah ringan, meninggalkan Jordan sendirian di ruangannya. Selanjutnya Jordan fokus pada file-file tersebut.
🌺🌺🌺
Celine terduduk di sofa, tatapan kosong memandang ke hampa. Mata memerah dan sembab akibat terlalu lama menangis. Dia meratapi keadaannya yang sulit untuk diterima, merenungi kata-kata dokter yang menghantamnya begitu keras.
Setiap napasnya terasa berat, dipenuhi oleh kekecewaan dan keputusasaan yang mendalam. Wajahnya yang biasanya berseri-seri kini terlihat lesu dan terpukul. Baginya, hari ini adalah salah satu dari hari-hari yang paling sulit dalam hidupnya, dan dia merasa hancur di dalam.
"Ya Tuhan, cobaan apalagi ini? Kenapa Kau harus menghantamku dengan cobaan yang bertubi-tubi?" gumam Celine sambil menangis.
Matanya memerah dan bengkak akibat air mata yang terus mengalir. "Kau mengambil ibuku, lalu sekarang aku tidak bisa memiliki anak. Sebenarnya kesalahan apa yang aku lakukan di masa lalu, sampai-sampai aku harus menanggung semuanya di kehidupanku yang sekarang?"
Dia merasakan beban hidupnya terlalu berat untuk ditanggung sendirian. Hati dan pikirannya terasa terpukul oleh serangkaian pukulan tak terduga dari kehidupan. Dia mencari jawaban dan makna di balik semua ini, tapi tidak menemukan apapun selain kekosongan dan rasa putus asa yang melingkupi dirinya.
🌺🌺🌺
Jordan melihat jam dinding, pukul 17.00. Langit di barat mulai berubah warna, menandakan senja telah tiba. Pikirannya melayang pada kejadian pagi ini, saat ibunya tiba-tiba datang dan mengucapkan kalimat menusuk yang membuat Celine terguncang.
Dia merasa campuran antara marah dan sedih, kesal dengan sikap ibunya yang tidak sensitif terhadap perasaan Celine. Jordan ingin melindungi istrinya dari rasa sakit dan kekecewaan, tapi terasa tidak mampu mengatasi semua masalah yang datang secara bersamaan.
Sekali lagi, Jordan mencoba menghubungi Celine, tapi lagi-lagi ponselnya diluar jangkauan. Dengan hati yang semakin cemas, dia berusaha menghubungi boutique milik istrinya. "Ini aku. Apa Celine ada di sana?"
Terra menjawab dengan suara cemas, "Maaf, Tuan, Nona Celine pergi sejak siang tadi dan belum kembali."
Jordan merasa semakin gelisah. "Baiklah." Kemudian Jordan mengakhiri sambungan telfonnya. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai kemungkinan dan kekhawatiran. Di tengah kegelapan senja yang semakin pekat, dia merasa semakin terisolasi dan tidak berdaya. "Celine, sebenarnya apa yang terjadi padamu?" gumamnya. Matanya terpaku pada langit Senja.
🌺🌺🌺
Celine memandang langit senja dengan tatapan kosong. Warna jingga dan ungu membelah langit, menciptakan pemandangan yang indah namun tak terasa dalam hatinya yang penuh dengan kegelisahan dan kekosongan.
Di antara gemerlap cahaya senja, dia merenungkan kehidupannya yang dipenuhi dengan cobaan dan kesedihan. Setiap langkahnya terasa begitu berat, dan dia merasa seperti terjebak dalam labirin emosional yang tak berujung. Namun, di balik kegelapan, dia mencari secercah harapan, berharap bahwa ada cahaya di ujung jalan yang gelap.
Decitan suara pintu dibuka mengalihkan perhatian Celine. Dia melihat Jordan menghampirinya dengan ekspresi campur aduk, antara kecemasan dan kelegaan.
"Celine!" seru Jordan, suaranya penuh dengan kelegaan. "Kau darimana saja, kenapa sulit sekali dihubungi?" Jordan mendekati Celine. Dia tidak bereaksi, malah memeluk kedua lututnya sambil menangis. "Celine, apa yang terjadi? Kenapa kau menangis, aku mohon bicaralah padaku."
Celine mengangkat wajahnya yang berlinang air mata. "Jordan, sebaiknya kita bercerai saja. Aku bukan wanita yang sempurna untukmu, aku mandul dan tidak bisa memberimu keturunan," kata Celine dengan suara gemetar, air matanya terus mengalir.
Jordan terkejut mendengarnya, tapi dia segera bereaksi dengan tegas. "Bodoh!! Aku tidak peduli dengan opini orang lain tentang dirimu. Memiliki anak dalam rumah tangga memang penting, tapi bagiku tidak ada yang lebih penting daripada dirimu. Jangan menilai dirimu sendiri dengan kalimat-kalimat bodoh seperti itu, kau tidak mandul, hanya saja Tuhan belum mempercayai kita untuk menjaga titipannya. Celine, dengarkan aku, sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkanmu!!"
Celine merasa dunianya runtuh saat dokter memberikan diagnosis yang mengejutkan. Air matanya mengalir deras, dia meminta Jordan untuk menikah lagi, tapi Jordan menolak tegas karena cintanya yang mendalam.
Hati wanita mana yang tidak hancur mendengar kabar tersebut. Dengan segala ketegaran yang dia miliki, Celine mencoba menerima kenyataan pahit tersebut, sementara Jordan dengan tegas menegaskan cintanya yang tak tergoyahkan padanya.
🌺🌺🌺
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!