Yuna POV
Seminggu yang lalu saat
aku memasuki gedung megah ini,
tempat yang seakan menjadi dunia
lain bagiku, dimana aku merasa asing
didalamnya. Aku menyadari satu
tekad kuat dalam hatiku jika semua
harus berjalan dengan baik. Aku akan
bisa bertahan dan mencapainya.
Mencapai tujuanku untuk membuat
putra konglomerat berhati binatang
pemilik gedung megah dimana saat ini
aku berada didalamnya merasakan
kehancuran seperti apa yang telah
dilakukannya pada Yuri kakak ku.
Tapi apa yang kemudian bisa
kulakukan..
Jika setelah aku berada disini yang
kulakukan hanyalah berdiri dimeja
resepsionis dan harus selalu
tersenyum bodoh tiap kali seseorang
membutuhkan bantuan dariku, ataupun
menjawab telpon-telpon para
pembawa uang yang bisa kupastikan
mereka akan semakin
menggelembungkan kekayaan
keluarga ini.
Aku bukan justru menghancurkan tapi
sebaliknya, Kurasa aku semakin
memakmurkan kehidupan mereka..
Bukankah itu terdengar menyebalkan..
Percayalah aku memang sedang
dalam keadaan tak baik saat ini.
Bagaimana tidak, aku bahkan telah
satu minggu disini.
Bekerja disini, dan
melakukan hal-hal menyebalkan tadi,
tapi Aku masih belum sekalipun
melihat seperti apa bajingan itu. Putra
pemilik gedung ini. Pria yang
kuketahui dari Mas Doni jika
jabatannya sekarang adalah
menggantikan posisi sang ayah dalam
memimpin kerajaan bisnisnya.
Aku yakin pria itu hanyalah seorang
pecundang.
Yang tanpa ayah nya bisa kupastikan
dia akan menjadi gelandangan
sekarang.
Oh Tuhan..
Apa yang terjadi denganku hari ini?
Mengapa aku menjadi begitu sinis
sekarang..
“Yuna.. Yuna..”
Seseorang menyenggol lenganku..
“Kau sedang menggerutu?”
“apa?”
Husna..
Dia rekan kerjaku, justru mencibir
saat mungkin aku tanpa sadar sedang
menunjukkan wajah kebingunganku
padanya karna tak mengerti maksud
ucapannya.
“Kuperhatikan Kau berbicara tak jelas
tadi..”
“euh, hanya sedikit gerutuan kesal..”
“Oh, apakah yang telah membuatmu
kesal?”
Deringan telpon masuk mengalihkan
pertanyaan Husna padaku, saat
kemudian aku mengangkatnya.
“Ini aku..”
“Oh, Mas Doni..”
Aku memelankan suaraku setelah tahu
Jika mas Doni lah yang menelpon,
tak ingin membuat kecurigaan
diwajah Husna yang memang selalu
mengamatiku tiap kali aku berbicara
dengan seseorang.
“Dia akan datang hari ini.. Bersiaplah,
kurasa kau juga akan menjadi salah
satu yang berjejer dilobi dan memberi
hormat padanya”
“Oh.. Maksudnya apa mas?”
Aku berusaha tersenyum dan
mengangguk saat berbicara agar
Husna mengira jika aku sedang
melayani telpon dari salah satu
perusahaan.
“Azka.. Bajingan itu sudah
kembali dari perjalanan bisnisnya.
Dalam sepuluh menit kau akan
mendengar intruksi kedatangannya.
Maka siapkan dirimu..”
“Ya.. Aku akan melakukannya.
Terimakasih..”
Meski kemudian Mas Doni telah
menutup telponnya aku masih
berbicara sendiri. Benar-benar seperti
orang bodoh saat tak ada seorangpun
disebrang sana yang mendengar
ocehanku.
Sampai sekitar sepuluh menit
kemudian, tepat seperti apa yang
Mas Doni katakan padaku
Husna menarik-narik lengan
kemejaku dan memberikan isarat agar
aku menutup telponku.
“Kau bilang penasaran dengan Tuan
muda itu kan?”
“ya..”
aku sudah tahu apa yang akan
dikatakan Husna selanjutnya.
“bersiaplah.. Dia akan datang”
Husna menarik lenganku saat
kemudian Ia membawaku untuk
bergabung dengan yang lain, berjejer
disepanjang pintu masuk sampai
kedalam lobi.
Apa-apaan ini?
Inikah bentuk penyambutan untuk pria
bajingan itu..
Benar-benar tak wajar, berlebihan Dan
sangat tidak pantas.
Pria seperti itu tak patut mendapatkan
penghormatan seperti ini.
Oh..
Kurasa aku harus bisa menahan
kesinisanku sekarang.
“Husna... Apa yang sedang kita
lakukan?”
“ssttt.. Kau akan lihat jika cerita-
cerita dalam dongeng itu memang
benar adanya. Akan ada pangeran
yang datang..”
“Ck! Kurasa aku akan lebih tertarik dengan kuda yang ditungganginya”
Bisa kudengar Husna yang terkikik
sedikit menahan tawanya..
“Tapi dia tidak akan menunggang
kuda nona. Yang bisa kupastikan dia
akan mengendarai mobil mewahnya
yang tak akan sanggup kita miliki
bahkan setelah kita menghabiskan
seumur hidup untuk bekerja..”
itu terdengar berlebihan..
Tapi memang benar. Sebuah mobil
yang berkilap berhenti disana dengan
beberapa pengawal yang kemudian
bergerak cepat membuka pintu disana
saat kemudian seorang pria bertubuh
proporsional itu keluar dari dalamnya.
Berjalan masuk dengan tubuhnya yang
tinggi, tegap dan mempesona.
Ralat..
Aku akan merekam kedalam otakku,
seperti apa seharusnya dia dalam
pandangan mataku.
Dia terlihat sombong, angkuh, arogan
dan sok kuasa. Dan yang paling
penting dia adalah
Brengsek..
Bajingan..
Pecundang bodoh yang akan ku
hancurkan.
“Apa yang sedang Kau perhatikan
nona?”
To be continued
Oh dear..
Aku seharusnya ikut menundukkan
wajahku.
Bukan justru menatapnya kasar dan
mencaci didalam hatiku..
Bagaimana ini..?
Yang kemudian kulakukan hanyalah
menundukkan wajahku, menghindari
tatapan matanya yang lurus mengarah
padaku.
Sial..
Dari banyaknya orang yang berada
disini mengapa dia harus melihatku?
Oh, jelas..
Mereka semua menunduk memberi
hormat. Sedangkan yang kulakukan
justru menatapnya dengan marah dan
cacian yang siap kukatakan padanya
andai aku tak memikirkan
kewarasanku saat ini.
Tuhan..
Kali ini Kau harus menolongku.
Aku tak ingin menerima resiko
dimarahi Mas Doni karna
kecerobohanku.
Tapi bahkan setelah menyembunyikan
wajahku, aku masih bisa merasakan
tatapan matanya yang menusuk
kedalam tulang-tulangku.
Apakah dia benar-benar masih
menatapku?
Sayangnya aku tak bisa memastikan
itu.
Benar-benar sial..
Harusnya aku tak melakukan hal
bodoh seperti ini.
“Dia karyawan baru.. Dia pasti belum
mengerti apa yang harus dia lakukan
ketika anda datang..”
Itu suara Mas Doni..
Sejak kapan dia berada disana?
Aku bahkan tak bisa memandangnya
gara-gara pria itu..
Menyebalkan..
“Pastikan dia bekerja dengan benar.Jika tidak, kau boleh memecatnya..”
Sialan..
Harusnya aku bisa meneriakkan
didepan wajahnya jika bukan karna
Kak Yuri, aku takkan sudi
menginjakkan kakiku disini.
“Saya akan melakukan apa yang anda
katakan.. Tapi sebaiknya anda tak
berlama-lama disini. Ada rapat yang
harus anda pimpin..”
Aku sedikit bisa bernapas lega ketika
Pria itu meneruskan langkahnya
dengan diikuti beberapa orang
dibelakangnya, termasuk Mas Doni
Dengan hal itu saja aku sudah bisa
memastikan betapa yang aku pikirkan
adalah benar.
Pria itu tak lebih dari seorang
pecundang bodoh.
Bagaimana bisa dia tak menyadari
jika Mas Doni, salah satu yang
terlihat patuh dibelakangnya,
mengikuti langkahnya, ternyata
sedang merencanakan sesuatu
dikepalanya untuk menghancurkan
dirinya.
Oh..
Tapi akan lebih baik jika pria itu
mempertahankan kebodohannya yang
akan mempermudah kerjaku dan juga
Mas Doni dengan rencana kami..
Mengangkat wajahku untuk melihat
Mas Doni, Aku akan mencatat
untuk berterimakasih pada nya yang
telah menghindarkanku dari masalah.
“Astaga Yuna.. Apa kau menatapnya tadi?”
Husna mulai bersuara. Aku tahu dia akan mengoceh setelahnya..
“hmm..”
“Kau gila.. Aku bahkan tak berani melakukannya. Aku harus cukup puas dengan memandangi punggungnya..”
Menggelikan..
Apa yang bisa dia kagumi hanya dari sebuah punggung?
Wajahnya bahkan tak cukup menarik dimataku..
“Jadi selama ini kau tak tahu seperti apa wajahnya?”
“tentu saja aku tahu.. Jika tidak aku takkan menyebutnya pangeran. Aku bisa mencuri pandang darinya. Tidak seperti apa yang kau lakukan tadi..”
Husna mulai menarik lenganku
kembali kemeja resepsionis, sebelum
seseorang memberikan teguran pada
kami..
“Kau benar-benar menunjukkan
ke-terpesona-an mu tadi..”
“Aku tidak sedang melakukannya..”
“Jangan mengelak.. Kau pasti wanita
normal yang juga tertarik dengan
ketampanan dan kemapanannya”
Aku mengangkat bahu.
Bisakah Husna mengganti topik
pembicaraannya.
Ini benar-benar memuakkan..
“Tapi sayangnya Tuan muda itu
takkan menggunakan matanya untuk
melirik kita.. Apalagi kau..”
“Aku? Mengapa dengan ku?”
“Kau masih cukup belia untuknya..”
“Kau tahu berapa usianya?”
“Tentu saja aku tahu.. Dia 28 tahun..”
Husna menggunakan kedua
tangannya untuk mempertegas
penyebutan angkanya padaku.
“Kau 18 tahun, itu berarti kalian
terpaut sepuluh tahun.. Cukup jauh
untuk bisa disatukan”
Aku mendengus kearahnya.
Memangnya siapa yang ingin
disatukan dengan pria bajingan itu?
Ya..
Aku memang masih belia jika
dikategorikan kedalam gadis-gadis
kaya yang manja.
Aku delapan belas tahun. Dan hanya
menyelesaikan sekolah menengahku.
Karna apa yang dilakukannya pada
Kak Yuri, aku harus mengubur
dalam-dalam mimpiku untuk masuk
universitas dan mencantumkan gelar
sarjana dibelakang namaku.
Kehidupanku cukup keras untuk
menyebut diriku belia diusia ku saat
ini..
“dan berapa usiamu?”
Aku mencoba bertanya untuk
menghindari tatapan Husna yang
mulai menyelidik kearahku..
“Oh, Aku? Aku sudah 20 tahun..”
“Kau juga cukup muda untuk
disandingkan dengannya. Dan 20
tahun.. Kau seharusnya
memberitahukannya padaku. Aku
sangat tidak sopan.. Seharusnya aku
memanggilmu kakak bukan?”
“Ya ampun.. Setidaknya aku dua tahun
diatasmu dan hanya terpaut delapan
tahun dengannya. Dan jangan
memanggilku kakak saat dikantor,
biarkan mereka menganggap kita
seumuran”
Aku terkikik..
Terkadang Husna memang cukup
lucu disaat-saat tertentu.
***
To be continued
Hari ini berlalu dengan cukup baik.
Setelah menyelesaikan jam kerjaku
hari ini, Aku memutuskan untuk
mengunjungi kak Yuri. Dua hari tak
melihatnya dan aku sangat
merindukannya.
Namun ketika aku hampir mencapai
sebuah kamar yang ditempati kak Yuri, aku bisa melihat seseorang
berbalik keluar dari dalamnya.
Oh, pria itu?
Bukankah dia bajingan itu?
Ya Tuhan..
Apa yang dia lakukan disini?
Apa dia menyakiti kak Yuri lagi?
Tidak..
Aku takkan membiarkannya..
“Hei..Tunggu!”
Ketika aku kemudian melangkah
dengan cepat atau mungkin bisa
menyebutnya dengan berlari untuk
mencapai pria itu, aku menyentuh
pundaknya yang kemudian
membuatnya menoleh, Membalikkan
tubuhnya menatap dengan heran
padaku.
“ada apa nona?”
Oh dear..
Bukan dia orangnya.
Dia bukan pria bajingan itu.
Aku salah mengenali seseorang..
Sepertinya setelah ini aku harus
belajar dari Husna tentang
bagaimana caranya bisa mengenali
pria bajingan itu hanya dari
punggungnya.
Hanya untuk mengenali, bukan
mengagumi seperti apa yang
dilakukan Husna padanya.
Bagiku tak ada sesuatu hal pun yang
bisa dikagumi darinya..
“euh, maaf.. Aku mengira anda
seseorang yang kukenal..”
menggigit bibir bawahku, aku lantas
tersenyum canggung dan sedikit
membungkukkan badan sebagai
permintaan maaf.
“baiklah, tidak apa-apa..”
“emm, tapi apa yang anda lakukan? Itu
kamar kakak ku..”
“apa?”
Aku menunjuk pada kamar yang
Ditempati kak Yuri yang tadi kulihat
pria ini keluar dari dalamnya.
“Oh, saya hanya salah kamar..
Permisi nona, saya harus pergi..”
Aku mengerutkan dahi ketika pria itu
kemudian melangkah terburu dari
hadapanku dan merogoh ponsel dari
dalam saku celananya untuk
selanjutnya menempelkan pada
telinganya.
Astaga..
Kenapa aku justru memperhatikan
orang itu?
Aku seharusnya langsung menemui kak Yuri. Aku sangat merindukannya..
Bergerak menuju ke hadapan pintu
kamarnya, aku mengetuk sekali dan
kemudian masuk kedalamnya.
“Asslamualikum Kakak..”
Hatiku selalu teriris ketika
melihatnya.
Sapaan ku tak pernah dianggap.
Apa yang kukatakan dan kuceritakan
tak pernah sedikitpun direspon
olehnya.
Ini menyedihkan..
Ketika Kak Yuri seakan tak
mengenaliku sebagai adiknya.
Kak Yuri terguncang, depresi karna
patah hati.
Memuakkan bagiku, disaat hal itu
bahkan tak masuk akal untuk bisa
kuterima.
Kakak ku yang pintar seharusnya tak
akan jatuh terpuruk hanya karna
seorang pria.
Terlebih pria bajingan seperti Azka.
“kakak sudah makan?”
menutup pintu dibelakangku, aku
mendekat kesisi nya yang sedang
duduk dengan tatapan kosong,
dipinggiran ranjang tidurnya.
“Aku membawakan makanan
untukmu”
meletakkan bungkusan yang kubawa
keatas meja, Aku lantas berdiri
dihadapannya dan meraih tangannya.
Menggenggamnya erat, merasakan
betapa dinginnya tangan kakak ku..
“ingatkan aku untuk membawakan
sarung tangan untukmu.. Tanganmu
benar-benar dingin kak, biarkan Aku
menghangatkanmu..”
Yang kulakukan kemudian adalah
menggosok-gosokkan tanganku
ketangannya, berusaha untuk bisa
menghangatkannya.
Meski tak ada respon darinya, aku
tahu oenni tak keberatan dengan apa
yang kulakukan. Hingga kemudian aku
mengambil sisir dari dalam tas ku
untuk merapikan rambutnya..
“kak, hari ini akhirnya aku
melihatnya..Bajingan itu, akhirnya
aku tahu seperti apa wajahnya..”
Tiba-tiba saja kakak meraih
pergelangan tanganku..
“kakak..”
bibirnya bergetar seakan ingin
mengatakan sesuatu.
“Jangan mengkhawatirkanku.. Aku
tidak akan bertindak ceroboh,
mas Doni dan aku akan
membalas perbuatannya padamu
dengan lebih menyakitkan”
Kak Yuri semakin mencengkeram kuat
pergelangan tanganku.
“Aku akan baik-baik saja kak..”
“Tidak.. Jangan..Tidak..!”
“kak.. Ada mas Doni, dia akan
menjagaku”
“Tidak.. Tidak..!”
Kak Yuri melepaskan tangannku saat
kemudian dia menutup telinganya
dengan kedua tangan dan
menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
Airmatanya kemudian mengalir
deras..
“Ada apa kak? Katakanlah padaku..
Kakak harus mengatakannya padaku,
agar aku tahu apa yang harus
kulakukan..”
Kuraih tubuhnya dan memeluknya
erat. Kurasakan tubuhnya bergetar
dalam pelukanku.
Ya Tuhan..
Apa yang saat ini sedang dirasakan kak Yuri pastilah tak jauh-jauh dari
rasa sakit. Rasa sakit yang disebabkan pria itu.
Brengsek..
Dia harus membayar untuk semua
kesakitan itu.
To be continued
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!