Pagi ini seperti biasa seorang wanita cantik yang bernama Elvira Hafiza itu sedang sibuk memasak untuk sarapan. Elvira yang biasa dipanggil Vira itu menghentikan gerakan tangannya saat mendengar teriakan suaminya. Ia dengan cepat segera menyelesaikan masaknya dan setelah selesai, ia pun setengah berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua itu.
“Sayang!”
“Iya, ada apa Mas?”
“Dasiku belum dipasang,” sahut Yusuf dengan wajah kesalnya.
Vira geleng-geleng kepala, ia pun menghampiri suaminya. Vira sedikit berjinjit dan dengan cepat memakaikan dasi di leher suaminya itu. Vira memakaikan dasi sembari mengoceh tanpa henti.
“Mas itu seharusnya belajar memakai dasi sendiri, bagaimana kalau aku tidak ada? Terus, nanti siapa yang akan memakaikan dasi lagi?” cerocos Vira.
“Kok kamu ngomongnya seperti itu? Memangnya kamu sudah bosan hidup denganku?” kesal Yusuf.
“Astagfirullah, bukan begitu Mas. Maksudnya bagaimana kalau suatu saat nanti Allah memanggil aku duluan? Usia tidak ada yang tahu, Mas,” sahut Vira dengan merapikan kemeja suaminya itu.
Yusuf bukanya menanggapi ucapan Vira, dia justru langsung memeluk istrinya dengan sangat erat. Yusuf sangat mencintai Vira, dia sangat takut kalau sampai Vira meninggalkannya. Yusuf tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Vira.
“Kamu jangan bicara seperti itu, aku belum siap kehilangan kamu pokoknya aku ingin kita hidup bersama-sama sampai tua nanti,” seru Yusuf.
Vira melepaskan pelukan suaminya dan menangkup wajah Yusuf sembari menyunggingkan senyumannya. “Kita tidak akan bisa menolak kehendak Yang Maha Kuasa, Mas.”
“Iya, tapi aku selalu berdo'a kepada Allah supaya Allah tidak memisahkan kita dulu karena aku ingin hidup selamanya denganmu,” seru Yusuf.
“Amin, semoga do'a Mas terkabul. Ya sudah, sekarang kita sarapan dulu mumpung masih panas kalau sudah dingin gak enak nanti,” seru Vira.
Keduanya pun berjalan beriringan menuju meja makan, Vira melayani suaminya dengan sangat baik. Vira dan Yusuf sudah mengarungi bahtera rumah tangga selama 7 tahun, namun sampai saat ini mereka belum juga dikaruniai keturunan. Tapi meskipun begitu, Yusuf mencintai Vira dengan sepenuh hatinya bahkan Yusuf tidak pernah mempermasalahkan semua itu.
“Mas, nanti siang aku ke kantor ya bawa Mas makan siang, habis itu kita ke rumah sakit soalnya hari ini waktunya kita ke dokter,” seru Vira.
“Oke, sayang.”
Seperti biasa, mereka sarapan dengan diselingi obrolan-obrolan ringan dan sampai saat ini kehidupan rumah tangga mereka sangat harmonis. Setelah selesai sarapan, Vira dengan sigap mengambil tas kerja Yusuf dan mengantarkan Yusuf sampai depan rumah. Yusuf menciumi seluruh wajah Vira, dan Vira pun mencium punggung tangan Yusuf.
“Hati-hati ya, Mas.”
“Iya, sayang.”
“Aku berangkat dulu, ya. Assalamualaikum,” seru Yusuf sembari masuk ke dalam mobilnya.
“Waalaikumsalam.”
Mobil Yusuf sudah tidak terlihat lagi, Vira pun masuk ke dalam rumah dan mulai membersihkan rumah. Yusuf merupakan salah satu pemilik perusahaan. Sebenarnya Vira bisa saja mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga namun Vira memilih mengerjakan pekerjaan rumah sendiri apalagi Yusuf tidak mau makan jika bukan Vira yang memasak. Di rumah sebesar itu hanya ada satu asisten rumah tangga itu pun hanya untuk membantu Vira bersih-bersih rumah.
“Bu, diminum dulu,” seru Bi Ida.
“Apa ini, Bi?” tanya Vira.
“Ini teh kayu manis Bu, kata orang tua dulu teh kayu manis ini bisa menyuburkan dan kalau rutin minum ini, Insya Allah Ibu akan cepat hamil,” jelas Bi Ida.
“Iya kah?”
“Iya Bu, cobain deh.”
Vira mengerutkan keningnya, dia tidak mau minum itu tapi dia juga tidak mau mengecewakan asisten rumah tangganya yang sudah bekerja 5 tahun di rumah Vira dan Yusuf. Vira menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. Vira pun mulai meminumnya, namun Vira hampir saja muntah karena rasanya yang sama sekali tidak enak.
“Ya Allah Bi, rasanya tidak enak sekali,” seru Vira sembari meringis.
“Namanya juga obat Bu, mana ada obat yang enak,” sahut Bi Ida.
Vira tidak sanggup harus menghabiskan minuman itu karena kalau dilanjutkan sudah dipastikan dia akan muntah. Ida memang sangat perhatian kepada Vira dan Vira sangat menghargai itu. Vira juga sudah menganggap Ida seperti Ibunya sendiri.
“Sudah ya Bi, soalnya aku takut muntah,” rengek Vira.
“Ya sudah gak apa-apa, yang penting ada yang masuk,” sahut Bi Ida.
“Aku ke kamar dulu ya, Bi.”
Vira pun masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Setelah Vira menikah dengan Yusuf, Yusuf memang tidak membiarkan Vira bekerja karena dia sangat mampu untuk menafkahi Vira. Tapi berbeda dengan Vira yang sangat ingin bekerja karena Vira merasa jenuh setiap hari harus diam di rumah tidak ada kegiatan yang berarti.
***
Tidak terasa waktu sudah hampir menunjukkan jam makan siang, Vira dengan cepat mengganti bajunya. Siang ini Vira menggunakan gamis warna biru langit dan senada dengan hijabnya. Setelah siap, Vira pun segera turun ke bawah karena taksi online yang dia pesan sudah menunggu di depan rumah.
“Bi, aku pergi dulu!”
“Iya, Bu.”
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Selama dalam perjalanan, Vira tidak henti-hentinya menyunggingkan senyumannya. Sesekali dia juga melihat kotak makanan yang berisi makanan yang tadi dia masak. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya Vira pun sampai di kantor milik suaminya.
Vira berjalan dengan anggunnya, tidak sedikit yang terpesona kepada Vira. Selama menuju ruangan suaminya, Vira selalu tersenyum dan menyapa kepada karyawan yang berpapasan dengannya. Hingga tidak lama kemudian, dia pun sampai di depan ruangan suaminya itu.
“Assalamualaikum,” seru Vira dengan membuka pintu.
“Waalaikumsalam, sayang kamu sudah datang.” Yusuf bangkit dari duduknya lalu menghampiri Vira dan memeluknya.
“Maaf Mas, aku sedikit telat,” sesal Vira.
“Tidak apa-apa, mana makan siangnya soalnya perutku sudah sangat lapar,” rengek Yusuf.
Vira tersenyum, lalu Vira pun menyiapkan makan siang untuk suaminya. “Aku suapin saja ya, biar cepat.”
Vira menyuapi Yusuf, suami mana yang tidak bersyukur mempunyai istri sempurna seperti Vira. Sudah cantik, pintar masak, pintar mengurus suami, dan sangat taat kepada suami. Yusuf akan sangat rugi jika sampai menyakiti hati Vira.
“Setelah ini kita periksa ke dokter, mudah-mudahan program hamil kita berhasil,” seru Vira.
“Amin, tapi aku minta sama kamu jangan terlalu banyak pikiran. Selama ini kita sudah ikhtiar tapi Allah belum bisa mengabulkan do'a kita, aku yakin ke depannya kamu pasti akan hamil hanya tinggal menunggu waktu saja,” sahut Yusuf lembut.
“Iya, Mas.”
Vira patut bersyukur, walaupun sudah 7 tahun mereka belum dikaruniai keturunan tapi Yusuf masih sangat mencintainya dan perlakuannya pun sama sekali tidak pernah berubah. Tapi tidak bisa dipungkiri, di dalam hati Vira yang paling dalam, dia merasakan ketakutan yang luar biasa. Takut jika suatu hari nanti suaminya akan mencari wanita lain yang bisa memberinya keturunan.
*
*
*
Jangan lupa like, gift, vote, dan rate bintang 5 ya🙏🙏
Setelah makan siang bersama, Vira dan Yusuf pun segera pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin. Vira tidak perlu mengantri karena sebelumnya dia sudah menghubungi dokternya. Vira dan Yusuf melakukan pemeriksaan dan seperti biasa hasilnya bagus dan tidak ada masalah.
“Semuanya baik-baik saja, Bu Vira dan Pak Yusuf sehat tidak ada masalah. Mudah-mudahan Bu Vira segera hamil, banyak berdo'a saja dan yang paling penting, Bu Vira jangan terlalu capek dan banyak pikiran dibawa santai saja,” seru Dokter.
“Baik dokter, Terima kasih. Kalau begitu, kita pamit,” seru Yusuf.
“Sama-sama, Pak.”
Habis melakukan pemeriksaan, mereka pun memutuskan untuk pulang ke rumah. “Mas, tidak kembali ke kantor?” tanya Vira.
“Tidak, pekerjaanku sudah selesai jadi hari ini aku akan menemani istriku di rumah,” sahut Yusuf dengan senyumannya.
Sesampainya di rumah, Vira dan Yusuf masuk dengan bergandengan tangan. Mereka tidak sadar kalau ada sepasang mata yang sedang memperhatikan mereka. Rahma memperhatikan keduanya dengan tatapan sinisnya.
“Dari mana kalian?” tanya Mama Rahma.
Vira dan Yusuf secara bersamaan menoleh, ternyata Rahma sudah duduk di sofa dengan santainya. “Mama.”
Vira menghampiri mertuanya dan mencium punggung tangan mertuanya itu dengan sopan begitu pun dengan Yusuf. “Mama sudah lama di sini?” tanya Yusuf.
“Sudah satu jam yang lalu,” ketus Mama Rahma.
“Kalau begitu Vira ganti baju dulu Ma, Vira akan masak buat makan malam,” seru Vira dengan beranjak menuju kamarnya dan meninggalkan suami serta mertuanya itu.
“Kalian dari mana?” tanya Mama Rahma.
“Biasa Ma, habis cek-up ke rumah sakit,” sahut Yusuf santai.
“Sudah berapa lama kalian cek-up terus ke rumah sakit tapi nyatanya sampai saat ini istrimu belum hamil juga,” ketus Mama Rahma.
“Sabar Ma, namanya juga ikhtiar.”
“Sampai kapan harus sabar? Mama itu malu setiap kumpul arisan selalu ditanyakan masalah cucu oleh ibu-ibu yang lain, sudah 7 tahun kalian menikah tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda Vira hamil, apa sebenarnya Vira mandul?” hardik Mama Rahma.
“Astagfirullah Ma, jaga ucapan Mama! Yusuf tidak mau sampai Vira mendengarnya, Vira sehat dan tidak mandul hanya saja Allah belum memberikan keturunan kepada kita.”
Vira yang sudah selesai berganti baju hendak turun ke bawah tapi Vira mendengar pembicaraan mertua dan suaminya membuat Vira menghentikan langkahnya. Vira diam membeku, wajahnya pun berubah pucat. Vira tahu apa yang sedang dibicarakan oleh mertua dan suaminya.
“Memangnya kamu tidak mau mempunyai anak? Lihatlah teman-teman kamu, semuanya sudah mempunyai anak bahkan mereka sudah ada yang mempunyai dua sampai tiga anak!”
“Yusuf juga ingin mempunyai anak Ma, tapi kalau Allah belum memberikannya terus Yusuf bisa apa? Sudahlah Ma, Yusuf capek kalau harus berdebat terus sama Mama masalah anak,” kesal Yusuf.
Vira yang mendengar perdebatan itu hanya bisa memegang dadanya yang terasa sesak itu, bahkan tanpa terasa air matanya menetes. Mertuanya memang selalu meminta cucu kepada mereka namun pada akhirnya mertua dan suaminya selalu berakhir dengan pertengkaran. Vira segera menghapus air matanya dan menyunggingkan senyuman berpura-pura tidak mendengar apa yang dibicarakan mertua dan suaminya itu.
“Sebentar ya Ma, Vira masak dulu,” seru Vira.
Yusuf langsung bangkit dari duduknya dan pergi ke kamarnya karena merasa kesal kepada Mamanya yang selalu memintanya cucu. Sedangkan Rahma menghampiri Vira yang sedang masak dibantu oleh Ida. Rahma berdiri di samping Vira sembari melipat kedua tangannya di dada.
“Mama, apa Mama butuh sesuatu?” tanya Vira dengan ramahnya.
“Kapan kamu akan memberi Mama seorang cucu?” tanya Mama Rahma dengan sinisnya.
Vira langsung terdiam, air matanya sudah ingin keluar tapi Vira berusaha menahannya. “Maafkan Vira, Ma. Insya Allah Vira akan segera hamil, sekarang Vira sedang berusaha mengikuti program hamil dari dokter,” sahut Vira berpura-pura tegar.
“Mau sampai kapan? Sudah 7 tahun kalian menikah, kalau kamu tidak bisa memberi Yusuf keturunan lebih baik kamu lepaskan Yusuf!”
“Apa?”
“Mama malu, teman-teman Mama selalu mengejek Mama karena Mama belum punya cucu, apa kamu senang melihat Mama diejek terus oleh teman-teman Mama!” hardik Mama Rahma.
Vira meneteskan air mata. “Maafkan Vira, Ma,” lirih Vira dengan menundukkan kepalanya.
“Kalau kamu tidak bisa melepaskan Yusuf tidak apa-apa, bagaimana kalau kamu mengizinkan Yusuf untuk menikah lagi jadi kamu tidak perlu bercerai dengan Yusuf.”
Hati Vira bagaikan dihujam ribuan pisau rasanya begitu sangat menyakitkan. Air mata Vira tidak henti-hentinya mengalir. Hingga tiba-tiba terdengar suara langkah kaki, Rahma menarik lengan Vira dengan kasarnya.
“Jangan coba-coba kamu mengadu kepada Yusuf,” bisik Mama Rahma.
Vira mengangguk pelan, Rahma pun segera kembali ke ruang tamu dan Vira dengan cepat menghapus air matanya. Beberapa saat kemudian, Vira sudah selesai menyiapkan makan malam. Vira berusaha tetap tersenyum di hadapan suaminya walaupun pada kenyataannya hatinya begitu sangat sakit akan ucapan mertuanya.
“Yusuf, Mama akan menginap beberapa hari di sini, tidak apa-apa kan?” seru Mama Rahma.
“Ya tidaklah Ma, bahkan kalau Mama mau pindah ke sini juga tidak apa-apa, iya kan, sayang?” seru Yusuf meminta persetujuan istrinya.
Vira tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Selama ini Rahma memang tinggal sendiri di rumah karena Papa Yusuf sudah meninggal waktu Yusuf masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Yusuf merasa aneh dengan gerak-gerik istrinya, selama makan malam Vira terlihat diam dan itu sedikit aneh untuk Yusuf karena biasanya Vira begitu sangat ceria tidak seperti malam ini.
Setelah selesai makan malam, Yusuf mengajak Vira untuk masuk ke dalam kamarnya. “Sayang, kamu kenapa? Kok, aku lihat dari tadi kamu diam saja tidak seperti biasanya,” tanya Yusuf.
“Aku tidak apa-apa Mas, hanya saja sedikit tidak enak badan,” dusta Vira.
“Apa kamu sudah minum obat?” tanyanya kembali.
“Aku hanya butuh istirahat saja Mas, besok juga pasti sembuh.”
“Ya sudah, sekarang kita istirahat.”
Vira dan Yusuf mulai merebahkan tubuhnya. Yusuf memeluk tubuh istrinya itu dengan sangat erat dan itu membuat Vira nyaman. Vira teringat akan ucapan mertuanya, jangankan mengizinkan suaminya menikah lagi, baru membayangkannya saja Vira sudah merasakan sakit yang sangat luar biasa.
“Mas, aku tidak sanggup jika harus membiarkan kamu menikah lagi. Semoga kamu selalu setia dan tidak akan pernah mengkhianatiku,” batin Vira.
Napas Yusuf sudah terdengar teratur dan itu tandanya Yusuf sudah terlelap. Vira pun mulai memejamkan matanya, dalam hatinya dia berdo'a semoga besok mertuanya berubah pikiran dan tidak meminta dirinya untuk mengizinkan Yusuf menikah lagi. Vira benar-benar tidak akan sanggup jika harus melakukan itu.
Keesokan harinya, Vira baru saja selesai shalat subuh berjama'ah bersama Yusuf, suaminya. Vira mencium punggung tangan suaminya dan Yusuf mencium kening Vira dengan penuh kasih sayang. Semenjak menikah dengan Vira, Yusuf akui kalau dirinya rajin beribadah karena Vira selalu mengingatkannya jika sudah masuk waktu shalat.
“Terima kasih sayang, karena selama ini sudah menjadi istri yang terbaik untukmu, jangan bosan-bosan untuk selalu mengingatku dalam kebaikan,” seru Yusuf.
“Sama-sama Mas, maafkan aku karena selama ini aku belum bisa membahagiakanmu,” lirih Vira dengan raut sedihnya.
“Maksud kamu apa?”
“Aku belum bisa memberikanmu keturunan Mas,” sahut Vira dengan meneteskan air matanya.
“Hai, aku kan sering bilang sama kamu, aku tidak pernah mempermasalahkan itu yang penting saat ini kita sedang ikhtiar dan mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kamu akan segera hamil,” seru Yusuf penuh dengan kasih sayang.
“Tapi aku gak enak sama Mama, pastinya saat ini Mama sangat sedih belum mempunyai cucu.”
Yusuf menghapus air mata Vira dengan lembut. “Sudah jangan menangis, yang penting aku akan selalu ada untukmu dan aku akan mencintaimu sampai kapan pun.”
Vira kembali tersenyum, lalu Vira pun memeluk suaminya itu. Vira memang sangat beruntung mempunyai suami penyayang dan pengertian seperti Yusuf dan Vira berharap, kalau Yusuf akan seperti ini selamanya. Berbeda dengan Yusuf, mata dia menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan entah apa yang sedang Yusuf sembunyikan dari Vira.
Vira melepaskan pelukannya. “Mas, aku masak dulu buat sarapan.”
“Oke.”
Seperti biasa, Vira menyiapkan sarapan untuk suami dan mertuanya. Vira tidak banyak bicara di hadapan Rahma, bahkan untuk sekedar menatap mata Rahma pun rasanya Vira tidak berani. Vira takut akan tatapan Rahma yang penuh intimidasi itu.
“Ma, jika nanti Mama butuh apa pun, Mama bilang saja sama Vira,” seru Yusuf.
“Iya, kamu tidak usah khawatir,” sahut Mama Rahma.
Yusuf pun pamit pergi ke kantor, Vira rasanya ingin sekali pergi dari rumah itu tapi Vira takut mertuanya tersinggung. Vira merasa tidak nyaman kalau mertuanya ada di rumah, bukan karena Vira gak mau serumah tapi karena mertuanya selalu menuntut soal cucu maka dari itu Vira sangat tidak nyaman. Ujung-ujungnya, berakhir dengan kesakitan Vira karena Rahma selalu berbicara yang membuat hati Vira sakit.
“Vira, ke sini sebentar!”
Perlahan Vira menghampiri Rahma. “Ada apa, Ma?” tanya Vira dengan senyumannya.
Rahma memperlihatkan ponselnya kepada Vira, terlihat di sana ada sebuah foto wanita cantik tanpa hijab dan terlihat sekali kalau wanita itu bukan dari kalangan biasa-biasa. Vira mulai merasa tidak enak, dia tahu apa yang mau Rahma bicarakan. Vira ingin pergi tapi untuk menjaga sopan santun, Vira memilih diam.
“Menurut kamu, apa wanita ini cantik?” tanya Mama Rahma meminta pendapat Vira.
“Cantik, Ma.”
“Namanya Widia, dia putri tunggal dari rekan bisnis almarhum Papanya Yusuf. Dulu dia menyukai Yusuf, tapi Yusuf menolaknya karena sudah berhubungan denganmu. Seandainya dulu Yusuf menikah dengan Widia, mungkin saat ini Mama sudah mempunyai cucu,” sinis Mama Rahma.
Hati Vira kembali ngilu, lagi-lagi mertuanya berbicara hal yang menyakitkan. Air mata Vira berdesakan ingin segera keluar tapi Vira berusaha menahannya. Vira tidak habis pikir, kenapa mertuanya begitu jahat membicarakan wanita lain di hadapannya.
“Kemarin, Mama bertemu dengan Widia di sebuah Mall setelah berbincang-bincang, ternyata Widia belum menikah dan Mama mempunyai ide untuk menjadikan Widia menjadi istri ke dua Yusuf,” seru Mama Rahma dengan santainya.
Bagaikan disambar petir di siang bolong, hati Vira hancur. Air matanya sudah tidak bisa ditahan lagi dan mengalir deras di kedua pipinya. Vira mengepalkan kedua tangannya menahan amarah atas ucapan mertuanya yang begitu sangat kejam.
“Astagfirullah Ma, Vira tidak mau dimadu. Lagi pula, Mas Yusuf selalu bilang kalau dia tidak pernah mempermasalahkan anak,” sahut Vira dengan bibir yang bergetar.
“Yusuf bilang seperti itu karena dia tidak mau menyakiti hatimu tapi pada kenyataannya, Mama yakin kalau di hatinya dia sangat menginginkan anak!” hardik Mama Rahma.
Tanpa bicara sepatah kata pun lagi, Vira berlari menuju kamarnya. Vira menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menenggelamkan wajahnya ke bantal. Dia menangis sejadi-jadinya, Mama mertuanya begitu sangat tega berbicara seperti itu kepadanya.
“Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Aku belum siap kalau harus berbagi suami dengan wanita lain, tapi aku juga tidak mau egois karena mungkin saja yang dikatakan Mama benar, kalau selama ini diam-diam Mas Yusuf memang menginginkan seorang anak,” batin Vira sembari menangis sesenggukan.
Vira terduduk di ujung tempat tidur, otaknya berpikir sangat keras entah apa yang harus dia lakukan sekarang. Hingga tidak terasa, suara adzan pun mengumandang. Vira dengan cepat mengambil air wudhu dan hendak melaksanakan shalat dzuhur.
Vira mulai menunaikan shalat. Dari awal shalat, air mata Vira kembali menetes. Selesai shalat, Vira lanjut membaca Al-Qur'an setelah itu Vira mengangkat kedua tangannya dan menengadahkan kepalanya.
“Ya Allah, Ya Tuhanku, Engkau Maha tahu apa yang saat ini hamba rasakan. Kuatkanlah hamba, berilah hamba kesabaran, hamba percaya jika Engkau akan mengabulkan do'a-do'a hamba.”
Pundak Vira bergetar hebat, sungguh hatinya merasa sangat sakit. Saat ini Vira merasakan takut yang luar biasa, takut jika suaminya akan berpaling kepada wanita lain. Bagaimana pun Yusuf adalah seorang pria normal, yang akan tergoda juga jika ada wanita cantik datang ke hadapannya.
***
Malam pun tiba. Seharian Vira tidak keluar kamar, dia tidak mau bertemu dengan mertuanya dan mendengar kata-kata yang menyakitkan yang keluar dari mulut mertuanya itu. Bahkan Vira menyuruh Ida untuk memasak karena hari ini mood Vira benar-benar sangat berantakan.
“Sayang, kok masakannya rasanya beda?” tanya Yusuf di sela-sela makan malamnya.
“Maaf, Mas itu masakan Bi Ida hari ini aku gak masak,” sahut Vira lemas.
“Tumben? Apa kamu sedang sakit?” tanya Yusuf.
Baru saja Vira ingin menjawab pertanyaan suaminya, ternyata mertuanya sudah menjawab duluan. “Sakit apanya, Vira baik-baik saja kok. Vira bukanya sakit, mungkin Vira tidak mau melihat Mama ada di sini,” sinis Mama Rahma.
“Astagfirullah Ma, Vira tidak seperti itu, Vira merasa tidak enak badan makanya Vira tidak keluar dari kamar,” sahut Vira membela diri.
“Alah, sudah deh lebih baik kamu mengaku saja. Buktinya, dari tadi pagi sampai barusan kamu tidak keluar kamar itu artinya kamu itu tidak mau bertemu dengan Mama,” sinis Mama Rahma.
“Ma, kita sedang makan jangan merusak suasana makan malam kita,” tegur Yusuf.
“Kamu lebih membela istri kamu dibandingkan Mama? Ya sudah, besok Mama akan pulang. Mama juga sudah tidak betah tinggal di sini,” ketus Mama Rahma.
Vira yang merasa terus dipojokan, memilih untuk pergi dan meninggalkan meja makan. Begitu pun dengan Yusuf yang menghentikan makannya dan menyusul Vira membuat Rahma semakin kesal. Dari dulu Rahma memang tidak merestui hubungan Yusuf dan Vira karena Vira berasal dari keluarga yang sederhana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!