NovelToon NovelToon

Janji Pernikahan

prolog JP 01

Tatapan tajam seketika Diana dapatkan atas penolakannya. pria berumur 60 Tahuan yang berstatus ayah Diana itu sedang menunjukkan taringnya. pasalnya, sang putri keduanya itu tidak pernah mendengarkan apapun yang orang tuanya inginkan. selalu membangkang dan tidak pernah berprilaku sopan. itu menurut orang tua Diana.

"Jangan tinggikan suaramu Diana! apa kau sudah lupa cara bicara pada orang Tua. Ayah tidak pernah mengajari mu membangkang pada orang tua. " suara Santoso menggelegar keseluruhan ruangan, rahang pria itu mengeras setiap kali berbicara dengan Diana.

"Yah, sabar! nanti darah tinggi ayah kambuh. " tegur Suryanti, Ibu sambung Diana.

Diana berdecak kesal, menentang tatapan ayahnya dengan menatapnya tak kalah tajam.

"Diana tidak mau di jodohkan Yah! kenapa tidak Kak Bulan Saja ! " Diana semakin mengeraskan suaranya tanpa perduli peringatan sang ayah.

"Bukan kami tidak ingin kakakmu yang dijodohkan, hanya saja pak Kusno meminta putri ke dua kami. Itu berarti harus kamu nak. " Suryanti menyaut dengan nada lembut.

"ck, itu hanya alasan saja kan?" Diana menjeda ucapannya, sedikit menarik nafas. " kenapa Bu? kenapa tidak kak Bulan! dia cantik, sudah sarjana pula. kak Bulan juga sudah cukup matang untuk menikah. " ucap Diana dengan suara rendah dan putus asa. sorot mata gadis itu menyiratkan protes yang teramat sangat jelas.

"Itu karena Keluarga Wijaya menginginkan kamu! sejak kecil. " suara Bulan membuat pandangan semua orang beralih. Bulan berjalan dengan elegan menuju tempat dimana keluarganya sedang membahas hal penting, tanpa dirinya.

"Nak, kamu sudah pulang? "Bulan mengangguk lalu duduk di samping sang adik.

" Kakak sudah bicara dengan keluarga Wijaya. " ucapan Bulan membuat semua orang terkejut

"Apa yang kamu lakukan Bulan, itu tidak sopan! . " ucap Santoso.

Bulan menatap wajah sang ayah, terlihat keputus asaan di mata pria yang kini sudah berkumur 60 tahun itu. Bulan tau jika sang adik pasti menolak dengan keras, belum lagi keduanya memang tidak pernah akur.

"Bulan tau yah, tapi bulan hanya ingin memastikan pria yang menikahi Diana itu Pantas. "

"Ck, tidak usah sok baik kak! Aku tau pasti kakak senang kan? kakak senang aku akan pergi dari rumah ini! " ucap Diana dengan nada tak suka.

"Kenapa kamu selalu berprasangka buruk kepada kakak Diana? apa salahku sebenarnya? " tanya Bulan dengan raut wajah putus asa. Selama ini Bulan selalu tidak mengerti dengan tingkah sang adik. Ia tidak pernah tidak menyayangi Diana. meski ia hanya adik sambung.

"Salah kakak? kakak pasti tau, jangan pura-pura bodoh. " Diana memalingkan wajah agar tatapannya tidak bertemu dengan tatapan sang kakak.

Sakit hati Diana atas perlakuan sang ayah yang selalu membedakannya dengan sang kakak membuat hati Diana mati rasa. Sejak kecil Ayahnya selalu mantap Diana dengan sebelah mata, Apa yang Diana lakukan selalu saja salah. Bahkan setiap kali Diana menunjukkan hasil ujiannya Ayahnya tidak pernah perduli.

"DIANA." Santoso membentak Diana, rahang pria itu mengeras. Batas kesabarannya sudah habis." Jaga bicaramu yang tidak pernah tau sopan santun itu. jika saja Ayah bisa memilih, lebih baik ayah jodohkan Bulan dengan Prabu. Bukan kamu, anak yang tidak tau diuntung. "

"Jika seperti itu, ayah nikahkan saja putri kesayangan ayah ini. Jangan membujuk ku. " Diana yang kesal dan sakit hati langsung berlari kekamar nya, tanpa perduli teriakan Santoso yang memekakan telinga.

"Yah sudah, nanti biar Bulan yang bicara dengan Diana." bujuk Bulan. Ia tidak ingin Darah tinggi ayahnya kambuh.

Santoso menghela nafas panjang, lalu pria itu menatap istrinya tajam. " Urus putri mu itu, jangan sampai dia membuat kita malu. " Santoso bangkit dari duduknya lalu pergi ke kamarnya.

Suryanti menatap lurus ke depan, helaan nafas berat terus terdengar. Bulan mengelus pundak sang ibu untuk menenangkannya.

"Istirahatlah Bu, ini sudah malam. Bulan mau kekamar dulu, besok kita bicara lagi dengan Diana. " ucap Bulan lalu berlalu meninggalkan Suryanti sendiri.

*

Esok harinya Diana sudah bersiap untuk pergi bekerja, wajahnya tidak menyiratkan beban apapun. Diana adalah gadis yang tidak pernah menganggap beban setiap masalah yang ada di hidupnya, apalagi menurutnya masalah itu tidak penting. maka tidak akan mempengaruhi apapun.

"Gak sarapan Nak? " tanya Suryanti saat Diana melewati dirinya yang sedang menata makanan di meja makan.

Langkah Diana terhenti, tanpa berbalik ia menjawab pertanyaan sang Ibu. "Diana sarapan di luar aja Bu. " Setelah mengatakan itu Diana berlalu.

Suryanti menghela nafas panjang saat melihat sang putri berlalu begitu saja. Suryanti tau jika perlakuannya dan suami begitu berpengaruh besar atas perubahan sikap Diana.

"Bu"

panggilan Bulan mengalihkan tatapan Suryanti. "Ya, kamu butuh sesuatu nak? " tanya Suryanti saat Bulan sudah di dekatnya.

"Ibu punya obat pereda nyeri? Bulan sepertinya mau Haid. "

Suryanti menghela nafas panjang sekali lagi. putri sulungnya ini selalu mengeluhkan nyeri saat haid, hanya saja setiap disuruh ke dokter ia selalu menolak. Bahkan jika tamu bulanannya itu sudah benar datang, putrinya itu akan selalu mengurung diri tak mau di temui.

"Di periksakan Bulan, jangan dibiarkan. Takutnya terjadi yang tidak diinginkan. " Suryanti kembali menasihati Bulan.

"Tidak usah Bu, Bulan baik-baik saja. Sekarang Ibu punya tidak? "tanya Bulan. Ia ingin cepat pergi, karena jika tidak Ibunya itu akan terus ngomel

"Ya, ada di kotak obat. "

"Terimakasih Bu, oh ya Bu, Diana sudah berangkat? " tanya Bulan sebelum pergi.

"Sudah, katanya sarapan Di luar" jawab Suryanti dengan menatap makanan di depannya sedih.

"Jangan di ambil hati Bu, Biarkan Diana menenangkan diri. Sore nanti kita bicara lagi dengan Diana. Kebetulan Bulan sudah tau alasan kenapa pak Kusno memilih Diana untuk putra sulungnya. "

Suryanti menatap putrinya dengan tanda tanya penuh rasa penasaran.

"Hahahaha." Bulan tertawa melihat raut wajah ibunya yang sedikit tegang. " Tenang Bu, Alasannya sedikit masuk akal. Jadi Ibu tidak usah khawatir. " lanjut Bulan.

Bulan berbalik, wajah gadis itu langsung berubah datar saat berjalan memunggungi sang Ibu. Entah apa yang Bulan fikirkan, akan tetapi kekhawatirannya hampir sama dengan kekhawatiran sang Ibu.

.

.

JP 02

Diana duduk di taman kota, tempat ramai hanya saja tetap terasa sepi. Kebiasaan Diana setiap pulang dari tempatnya mencari rezeki. Keluarga Diana bukan keluarga yang tergolong tidak mampu, Ayah Diana, Santoso memiliki perushaan Mabel, dan yang Diana tau prusahaan sang ayah di besarkan oleh Perusahaan Wijaya. kesimpulannya adalah, Diana menjadi Anak yang harus di tumbalkan demi membalas rasa Terimakasih atas kebaikan tuan Wijaya.

Notif pesan dari ponsel Diana terdengar, Diana dengan malas mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Dengan cekatan Diana membuka kunci ponselnya, melihat Nama sang kakak tertera di pesan WA.

[Pulanglah Diana, Kami menunggumu]

begitulah sekiranya pesan yang Diana baca. Diana mendengus kesal. sekarang apalagi yang akan terjadi? ingin rasanya Diana berlari sejauh mungkin, jika tidak mengingat Ibunya yang tidak pernah sekalipun membedakan dirinya dengan sang kakak, meski ia ibu sambung, tapi terbaik.

Diana bangkit dari tempatnya, seblum pergi ia memesan taxi. Tidak lama Diana menunggu sampai taxi pesanannya datang.

"ke jalan Singapur pak. " ucap Diana pada sang sopir.

Sopir taxi itu mengangguk lalu segera melajukan mobilnya menuju alamat yang ditujukan Diana.

Setengah jam kemudian taxi tiba di depan rumah Diana, setelah membayar Diana masuk dengan langkah malas. Dahi Diana mengkerut melihat sebuah mobil Sedan berwarna hitam terparkir di halaman rumahnya. Perasaan Diana bercampur aduk, antara kesal, marah dan sedih tentunya.

Diana menarik nafas panjang sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Samar-samar Diana mendengar tawa dari ruang tamu

Pandangan semua orang tertuju pada Diana yang sedang berdiri di ambang pintu. Dengan wajah datar dan tenang Diana masuk ke dalam rumah.

"Kamu udah pulang nak? sini duduk. " Suryanti memanggil Diana dan menepuk ruang kosong di sebelahnya.

Dengan terpaksa dan rasa malas Diana menuju kearah Ibunya, menghempas kasar tubuhnya yang malas ke sofa dengan wajah tak bersahabat.

Tatapan Santoso tak lepas sejak putrinya tiba, rahangnya mengeras melihat tingkah laku Diana yang tak sopan. Suasana di ruangan itu jadi sedikit canggung.

" Ini putriku, Diana. " ucap suryanti menatap sepasang suami istri yang telah lama menjadi sahabat mereka.

"ahh jadi dia putrimu. Cantik! sangat cantik! " puji Ratih tulus

"Jadi, namamu Diana? " tanya Ratih basa-basi.

"Ya Bi, nama saya Diana. "

"Panggil Mommy, jangan Bibi. kau akan menjadi putriku juga nantinya. " ucap Ratih dengan senyum tulus.

"Maaf Bi, Sepertinya saya lebih nyaman memanggil Bibi saja. " ucap Diana sopan, ia tidak ingin menyinggung hati seorang Ibu. apalagi wanita di depannya itu anggun dan sangat lembut.

"Diana, jaga sika_" tangan pria yang sepertinya seumuran Santoso terangkat, menghentikan protesan ayah Diana.

"Biarkan dia mengatakan apapun yang dia mau. kami ingin mengenal bagaimana calon menantu kami. " Ratih mengangguk setuju. sementara Diana mengangkat satu alisnya.Ternyata yang Diana fikirkan benar, mereka orang tua yang putranya akan di nikahkan dengannya..

"Tisak masalah, terserah kamu saja. Mommy tidak mempersalahkan apapun panggilan yang kamu berikan. jadi nak, apa kegiatanmu sekarang? "

"Bekerja, saya bekerja di minimarket. "

"Bekerja? kamu tidak kuliah? " tanya Ratih dengan sedikit rasa terkejutnya.

"Tidak Bi, saya memutuskan untuk bekerja saja, daripada membuang waktu untuk kuliah. "

"Kenapa? Kenapa kamu berfikiran seperti itu? " tanya Kusno, tatapannya masih datar dan tidak menunjukkan apapun.

"Kuliah hanya untuk manusia yang mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya. mempunyai dukungan yang jelas dan uang yang cukup Dan saya tidak memiliki itu. " Dania berucap dengan tenang, tidak ada rasa takut meski sang ayah menatap sangat tajam." Saya juga tidak perlu pintar dan berpendidikan karena sudah ada kak Bulan yang akan melanjutkan perusahaan Ayah. bagiku itu tidak penting. " lanjut Diana datar.

Suami istri di hadapannya saling menatap aneh.

"Ehemmm." Santoso berdeham untuk mecairkan suasana."Aku sudah pernah mengatakan bagaimana putri kedua ku ini bukan, Kusno." Santoso menatap sahabatnya yang sudah seperti saudara sendri ." Jadi jangan terkejut." lanjut Santoso datar. wajahnya sudah memerah karena kesal dengan sikap yang di tunjukan Diana.

Kusno mengangguk tanda mengerti, ia pun tidak mempermasalahkan sikap Diana. meski memang tidak sopan. Akan tetapi Kusno mengerti, dan gadis seperti Diana lah yang Kusno cari untuk sang putra.

hampir 3 jam dua keluarga berbeda itu berbincang, Diana sudah sejak tadi pamit undur diri karena lelah sehabis bekerja. Pak Kusno dan Ratih tidak mempermasalahkan itu, karena mereka mengerti lelahnya pulang bekerja. pada akhirnya mereka juga berpamitan dan berjanji akan datang lagi dengan lamarannya kepada Diana.

"kalau begitu kami pamit, terimakasih karena sudah menerima kami dengan baik. " ucap Pak Kusno

"tentu saja, kami sangat senang menerima kalian disini. kuharap kalian tidak kapok karena sikap putri kami Diana. " Suryanti mengangguk tanda setuju dengan ucapan sang suami.

"Tidak masalah, kami senang jika Diana yang akan menjadi menantu kami. Setelah Prabu tiba di tanah air, kami akan segera datang melamar. " tambah Ratih.

"Tentu, dengan senang hati kami menerimanya. "

setelah saling berjabat tangan dan berpamitan, akhirnya kedua keluarga itu berpisah..

.

.

JP 03

Dua hari berlalu, Bulan sudah menceritakan apa alasan pak Kusno memilih Diana. awalnya Suryanti begitu khawatir, akan tetapi Santoso percaya jika Diana bisa menaklukkan Prabu. jika benar Prabu memiliki sifat seperti itu maka Diana jawaban yang tepat.

"kapan keluarga mereka datang melamar Diana Yah? " tanya Suryanti.

Santoso menggeleng. "Ayah belum tahu Bu, Kusno belum memberi kabar. " jawab Santoso.

Suryati menarik nafas panjang, rasa khawatir dalam hatinya membuat wanita berumur 50 Tahun itu menjadi gelisah. Santoso bisa melihat dari gerak-gerik istrinya itu.

"jangan terlalu khawatir, Diana anak yang kuat. dia bahkan bisa membuat ku selalu kehabisan kata saat berbicara dengannya. " Bulan mengangguk setuju, ia juga sangat yakin itu.

"Ibu tidak tahu Yah, hanya perasaan Ibu tidak enak. walaupun Ibu tidak mengandung Diana, tapi Diana tetap buah hati Ibu yang Ibu rawat dengan cinta, sama seperti Bulan. " ucap Suryanti

Santoso sangat terharu mendengarnya, memang benar Suryanti tidak pernah membeda-bedakan Diana dan Bulan, bagi Suryanti keduanya sama. Dan itu membuat Santoso merasa bersyukur dan tidak menyesal menikah dengan Suryanti meskipun terkadang putrinya itu selalu berulah dan selalu membuatnya kesal. tapi sebenarnya Santoso sangat menyayangi Diana.

"Yah, Bu. Bulan ke kamar dulu ya, capek. " pamit Bulan yang langsung diangguki Santoso dan Suryanti.

Di tempat Lain Dian berkutat dengan pekerjaannya, hari Ini Diana mendapatkan sif pagi. tidak sesuai jadwal karena salah satu teman mereka sedang sakit.

"Di tolong di kasir ya, ada yang belanja tuh. " ucap Jesika

Kepala Diana menoleh kearah kasir, dan benar saja sedang berdiri sepasang suami-istri dengan seorang anak di gendongan si pria. Diana menghentikan kegiatannya lalu melayani pelanggan itu.

"hanya ini saja Mbak? " tanya Dina sopan.

Si wanita mengangguk dengan senyuman menawan.

"pasangan yang sempurna. " batin Diana.

Bagaimana tidak, si pria sangat tampan, memiliki perawakan tinggi dengan rahang tegas, hanya saja tatapannya sedikit dingin membuat Diana tidak suka .Berbeda dengan Si wanita begitu cantik parasnya dan sepertinya wanita yang lembut, terlihat dari caranya bertutur kata. belum lagi anak mereka, seorang laki-laki , sangat tampan persis ayahnya. bulu mata yang lentik, mata yang bulat dan warna mata hazel, ahhh Diana sangat gemas melihat nya.

"totalnya dua ratus tiga puluh dua ribu mbak. " ucap Diana setelah menghitung barang belanjaan ai pelanggan.

si wanita mengangguk lalu menyerahkan uang seratus ribu. Diana menerima lalu memberi kembalian dengan cepat. Setelah selesai Diana tidak lupa berterimakasih dan seperti biasa dengan yel-yel toko yang harus ia ucapkan.

"terimakasih mbak, jangan lupa datang kembali. " ucap Diana dengan senyum Termanisnya.

si wanita mengangguk lalu menyusul suaminya keluar. Diana terus saja memandangi pasang itu hingga sampai menghilang di baling pintu kaca transparan itu.

"Liatin apa sih, segitunya banget? tanya Jesika dengan alis berkerut. ia mengikuti arah pandang Diana sambil mencondongkan kepalanya sedikit meliuk-liuk.

" Gak ada, itu tadi pasang suami istri so sweet banget tau. gue jadi iri sama mereka. anda gue punya suami kek gitu, pasti bahagia banget dah gue. " ucap Diana dengan tengilnya.

"Duhhh, ngayal aja terooos." Jesika memutar bola matanya malas." dari pada lo ngayal kek gitu, mending kita makan seblak habis pulang kerja, kan kita gajian hari ini. "lanjut Jesika antusias. gadis satu ini memang sangat suka makan seblak, Diana bahkan sampai bosan karena hampir setiap minggu diajak makan itu.

" Yang laen kek Jes, gue bosen tau. " ucap Diana dengan wajah Masam.

"Gak usah di Tekuk gitu tu muka. Jelek bangat! Lo gak usah khawatir, kemarin gue lewat di ujung jalan sana, nah disana ada cafe baru buka, banyak varian menunya lo, termasuk seblak juga ada. " ucap Jesika sambil menunjuk kearah luar.

Senyum Diana bersinar secerah matahari yang selalu membakar kulit di siang hari.

"Kali gitu Hayok, gue gak nolak kalau bukan seblak. " ucap Diana senang. Jesika yang melihat itu langsung mendengus kesal, padahal seblak kan enak.

pukul 3 sore akhirnya pergantian Sif tiba. Diana dan Jesika sesudah bersiap untuk pulang. teman-teman yang menggantikan mereka pun sudah datang, Setelah mengganti baju keduanya pun bergegas meng absen diri mereka masing-masing. dengan perasaan senang keduanya keluar dari minimarket.

"Jes, lo duluan ya. Gue gak tahu jalanan. " ucap Diana saat mereka mengambil motor mereka di parkiran.

Jesika mengangguk, mereka pun berangkat dengan Jesika memandu di depan. Tidak butuh waktu lama, mereka akhirnya sampai di tempat yang di tuju. mereka berdua memarkirkan motor mereka di tempat yang sudah di sediakan pemilik cafe.

"Tempatnya lumayan asyik. " ucap Diana memberi penilaian untk cafe itu. keduanya memilih duduk di dekat jendela sebelah pintu masuk, menurut mereka tempat terbaik meraka hanya disana.

Jesika melihat sekeliling, mengangguk setuju atas penilaian yang di berikan Diana."Kita pesan sekarang? " tanya Jesika

Diana mengangguk. "hmmm, Boleh. " jawab Diana antusias.

"mbak kami mau pesan. " ucap Jesika sedikit berteriak.

Seorang pelayanan menghampiri Diana dan Jesika dengan buku menu di tangannya."Silakan di pilih menunya. "ucap Si pelayan ramah sambil menyerahkan buku menu.

Jesika mengangguk nia mengambil buku menu lalu memesan makanan yang dia suka. begitupun dengan Diana, ia memesan makanan kesukaannya yang ternyata di sediakan di cafe itu.

" ini saja ya mbak, kalau begitu mohon ditunggu sebentar. "ucap Si pelayan lalu diangguki langsung oleh Diana dan Jesika.

sambil menunggu pesanan mereka datang, keduanya mengobrol santai. hal yang tidak penting menjadi penting untuk di bahas untuk mengisi kekosongan sambil menunggu pesanan datang.

" Ehh, Di. itu bukannya pelanggan yang belajar di toko tadi kan? " tanya Jesika sambil mengarahkan pandangannya ke pada pasangan yang sedang duduk berdua sambil tertawa riang.

Diana mengikuti arah pandang keduanya lalu tersenyum. "Benar itu mereka, Pasang yang serasi ya. " Jesika mengangguk setuju.

"ehhh tapi anak mereka kok gak ada? " tanya jesika.

"mungkin diasuh babysitter nya. " ucap Diana.

Jesika mengangguk setuju. Obrolan mereka terhenti saat makanan pesanan mereka datang. Jesika sangat senang karena makanan favoritnya sudah datang, begitupun dengan Diana. Perutnya sudah meronta karena lapar sejak tadi. Tanpa mau menunggu lebih lama, keduanya langsung menyantap hidangan masing-masing.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!