NovelToon NovelToon

A Wife

Part 1

Arum Kemuning, gadis berusia sembilan belas tahun yang hari ini menjadi istri seorang Agam Wira Dhamendra, laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun. Saat ini laki-laki itu tengah menatap Arum dengan tatapan sayu sambil menghisap sebatang rokok. Bau minuman keras tercium dari tubuhnya, jelas dia sedang mabuk berat.

Kamar hotel yang luas dan mewah itu terlihat senggang, dua orang yang sejak tadi menghuni ruangan tersebut membiarkan keheningan menguasai sekeliling. Tidak ada yang berniat memulai percakapan di antara mereka berdua, baik itu Agam maupun Arum.

Dua orang yang saling tidak mengenal itu seperti sama sekali tidak penasaran dengan satu sama lain. Arum sejak tadi hanya menunduk di bawah tatapan Agam yang tidak teralihkan sedikit pun darinya, sejak laki-laki itu memasuki kamar.

Arum tidak takut sama sekali, sungguh, jantungnya yang bertalu-talu ini disebabkan oleh rasa gugup yang tiba-tiba muncul.

Mungkin karna ini adalah pengalaman pertamanya, Arum menjadi gugup. Agam adalah laki-laki pertama baginya, laki-laki pertama yang pernah berada satu kamar dengannya. Arum menunduk bukan karna dia takut, hanya saja tatapan Agam membuatnya tidak nyaman.

Pernikahannya dengan Agam memang terbilang sangat mendadak, mereka bahkan tidak memiliki kesempatan untuk lebih mengenal satu sama lain. Mereka hanya berkenalan pada pertemuan pertama dan pada pertemuan kedua mereka langsung menikah, pernikahan yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat.

Arum hanya tau Agam adalah laki-laki yang baru saja pulang dari luar negeri dan diminta untuk segera menikah oleh keluarganya. Selebihnya Arum tidak tau apa-apa.

“Ini malam pertama kita.” Agam yang sejak tadi memerhatikan Arum dalam diam tiba-tiba berseru, dia lalu mematikan rokoknya di dalam gelas berisi air putih yang isinya tinggal sedikit sebelum beranjak mendekati ranjang.

Arum mengangkat wajahnya mendengar suara serak Agam. Posisi duduknya yang menghadap langsung ke arah Agam membuatnya bisa melihat dengan jelas ekspresi wajah laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu.

Dengan sedikit sempoyongan Agam melangkah ke arah ranjang. Wajah merah Agam dan matanya yang sayu membuat Arum menahan nafasnya gugup. Bau minuman keras semakin kuat menguar dari tubuhnya.

Tanpa bisa menghindar kedua bahu Arum didorong oleh Agam, membuatnya terbaring dengan kaki menjuntai ke bawah. Tangannya bergerak cepat membuka kancing kemeja putih yang sudah terlihat kusut di tubuhnya. Tatapannya tidak lepas dari Arum yang sekarang sedang bergerak mundur, naik sepenuhnya ke atas ranjang sambil menatapnya dengan mata terbelalak. Arum menelan ludahnya kasar. Apa Agam akan melakukannya?

Agam melempar kemeja putih yang berhasil dia lepas ke atas lantai. Tangannya kini beralih membuka tali pinggang yang juga dilempar sembarangan ke lantai. Agam menaiki ranjang, lututnya menindih kasur, mendekat dengan perlahan ke arah Arum yang setengah berbaring di atas ranjang.

Tatapan Agam bagaikan laser yang memindai Arum dari atas ke bawah. Meneliti setiap lekuk tubuh kecil yang terbungkus piyama kebesaran yang menampilkan belahan dada perempuan itu.

“Setidaknya tidak terlalu mengecewakan,” seru Agam. Tangannya bergerak menarik kaki Arum, membuat gadis itu tersentak. Kedua kakinya kini terkurung di antara paha kokoh Agam. Arum terkurung di bawah kungkungan Agam yang membuat tubuhnya kaku.

Agam menunduk, mengendus sekitar leher Arum sebelum menenggelamkan wajahnya di sana. Aroma buah yang menyegarkan menyapa indra penciuman Agam, Aroma yang entah berasal dari mana.

Arum sekali menelan ludahnya kasar, tenggorokannya kering saat tiba-tiba merasakan lehernya basah oleh ciuman Agam yang semakin agresif, sementara tangannya tidak tinggal diam menyentuh tubuh Arum. Nafas Arum memburu, merespon setiap sentuhan Agam, tubuhnya terasa dinging sementara wajahnya memanas.

Tubuh Arum seolah pasrah tanpa perlawanan sedikitpun kala satu persatu kain yang melekat di tubuhnya dibuka oleh Agam.

***

Pukul satu siang Arum dan Agam meninggalkan hotel menuju rumah baru yang akan mereka tempati, rumah pemberian Biantara yang merupakan kakak laki-laki Agam. Rumah itu berjarak lima belas menit dari rumah Biantara.

Selama di perjalanan, Arum dan Agam tidak banyak bicara, sama halnya ketika mereka berada di hotel. Situasi ini memang sudah diprediksi oleh Arum. Tentu saja, apa yang kamu harapkan dari dua orang asing yang tiba-tiba menikah. Arum bahkan ragu suaminya itu mengingat nama lengkapnya.

Sampai di rumah, Arum dan Agam disambut oleh Utari, Biantara juga istrinya Kemala, mereka memang sudah duluan sampai di sana.

Selama berinteraksi dengan keluarga ini, Arum tidak merasa kecil sedikitpun meski berasal dari kalangan bawah. Utari, Ibu mertuanya adalah sosok perempuan sederhana yang sangat baik dan perhatian. Menurut yang dia dengar, perempuan berusia lima puluh lima tahun itu memang memiliki sifat penyayang, apa lagi kepada menantunya, hal itu disebabkan oleh karena Utari tidak memiliki anak perempuan.

Di dalam keluarga ini, sejauh Arum memperhatikan, hanya suaminya yang lebih banyak diam. Laki-laki itu memilih sibuk dengan ponselnya dari pada ikut dalam obrolan mereka. Agam seolah tidak peduli dengan sekelilingnya, sikapnya dingin dan sedikit kasar.

Agam tidak hanya bersikap dingin kepada Arum, laki-laki itu juga bersikap dingin kepada Ibu dan Kemala kakak iparnya yang tengah mengandung. Sedangkan pada Biantara, Agam terlihat begitu hormat, setiap kakaknya itu berbicara dia akan langsung fokus mendengarkan, seolah apa yang keluar dari mulut Biantara adalah sesuatu yang sangat penting.

Setelah satu jam lebih, Utari, Biantara dan Kemala pamit untuk kembali ke rumah mereka, meninggalkan Arum dan Agam yang kini menciptakan keheningan di rumah itu.

Arum mengedarkan pandangannya, meneliti rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai hari ini. Perempuan itu memutuskan berkeliling sebentar sebelum memasukkan barang-barangnya ke dalam kamar.

Rumah itu memiliki dua lantai dengan ukuran yang cukup luas untuk dihuni oleh dua orang saja. Karna terbiasa tinggal di rumah sempit Arum merasa dia akan butuh sedikit waktu untuk menyesuaikan diri di rumah itu. Kemala mengatakan bahwa rumah ini didesain langsung oleh Biantara, begitu juga furnitur di dalamnya, kakak iparnya itu sendiri yang memilihnya dengan meminta masukan dari Utari dan Kemala.

Setelah puas berkeliling dan melihat-lihat Arum menggeret kopernya menaiki tangga menuju lantai dua, Kemala memberitahunya sebelum perempuan itu pergi bahwa kamar mereka sudah dirapikan olehnya dan siap dipakai, kakak iparnya itu bahkan sudah mengisi kulkas di dapur. Rumah ini memang sangat siap untuk ditempati, Arum sangat bersyukur untuk hal itu.

Sampai di lantai dua, Arum pun segera menuju kamar yang dimaksud oleh Kemala, kamar yang merupakan kamar utama di rumah ini, terletak di sebelah kanan setelah menaiki tangga. Tangan Arum bergerak memutar handel pintu, namun sebelum berhasil mendorong pintu tersebut agar terbuka, suara berat Agam segera menghentikannya.

“Siapa yang mengizinkanmu masuk ke sana? Cari kamar lain!”

Agam menabrak bahu Arum lalu memasuki kamar tersebut dan langsung mengunci pintunya dari dalam.

Arum menatap pintu yang tertutup di depannya sembari menghela nafas. Sepertinya drama pernikahan ini tidak akan mudah.

Part 2

Pernikahan adalah hal yang sangat sakral. Arum sangat setuju dengan itu. Dalam hidupnya tentu dia pernah memimpikan sebuah pernikahan impian seperti kebanyakan gadis muda. Sebuah pernikahan bahagia yang dilakukan bersama orang yang dia cintai dan tentunya juga mencintai dirinya.

Mengarungi bahtera rumah tangga dengan orang terkasih. Bersama-sama melalui suka dan duka, mengarungi pasang surut arus kehidupan. Saling menguatkan dan saling mendukung, mengasihi juga saling menghormati. Itulah rumah tangga yang diimpikan oleh Arum di masa depannya. Nanti, saat dia sudah dewasa.

Tapi takdir berkata lain. Dua bulan setelah usianya genap sembilan belas tahun. Arum dipersunting oleh seorang laki-laki asing. Laki-laki yang sebelumnya belum pernah Arum temui sama sekali. Tidak ada gambaran bagi Arum bagaimana perangai Agam Wira Dhamendra. Ditambah lagi, begitu banyak perbedaan di antara mereka berdua.

Arum terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Ayahnya dulunya hanya seorang supir angkot sebelum jatuh sakit tiga tahun yang lalu, sedangkan Ibunya sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan saat dia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Arum adalah anak pertama. Satu-satunya harapan keluarga mereka setelah Ayahnya jatuh sakit dan membutuhkan biaya pengobatan yang tidak sedikit. Arum mempunyai seorang Adik bernama Adrian, usianya empat belas tahun. Saat ini sedang menempuh pendidikan tahun terakhir di bangku SMP.

Arum memang sudah mulai bekerja sebelum Ayahnya jatuh sakit. Sejak dia duduk di bangku SMA. Tujuannya hanya satu saat itu, yaitu menabung untuk biaya kuliahnya seandainya dia tidak mendapat beasiswa nantinya.

Keinginan itu sekarang sudah terkubur dalam. Tepat setelah dokter mengatakan bahwa Ayahnya menderita penyakit jantung. Sejak saat itu, Arum tidak pernah lagi memimpikan masa depan yang cerah. Yang ada di fikirannya hanyalah bagaimana caranya dia bisa menghasilkan uang sebanyak mungkin agar bisa membiayai Ayah dan Adiknya.

Tidak ada waktu bagi Arum untuk memikirkan dirinya sendiri. Semua tenaga dan waktunya habis untuk menyambung hidup keluarganya, karna dia adalah anak pertama, tulang punggung keluarga yang diharuskan selalu kuat.

Berbagai cobaan sudah dilalui oleh Arum dan dia tetap kuat, dia tangguh dan tidak pernah menyerah. Tidak sekali-pun Arum mengeluh. Hingga suatu kali keadaan mencengkramnya dengan sangat erat. Arum tidak diberi waktu untuk menarik nafas. Cobaan datang bertubi-tubi. Dia dipecat dari pekerjaannya, rumah mereka terbakar, Ayahnya yang saat itu menyaksikan langsung kebakaran tersebut terkena serangan jantung, Adiknya menjadi korban tabrak lari akibat terlalu terburu-buru pulang saat mendengar rumah mereka terbakar.

Dalam satu hari Arum dipukul telak. Tidak ada yang tersisa selain pakaian yang melekat di badan. Dunia Arum seketika runtuh, kekuatan yang dulu dimilikinya seolah tidak ada artinya. Dia kalah oleh keadaan, sampai-sampai Arum sempat mempertanyakan keberadaan Tuhan.

Saat Arum benar-benar mengharapkan keajaiban, Kemala hadir sebagai malaikat penolong. Dia mengulurkan tangan untuk menarik Arum keluar dari lubang keterpurukkan.

Arum kenal baik dengan Kemala. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai pelayan di cafe milik Kemala sebagai pekerja paruh waktu. Mereka dekat. Kemala adalah seorang anak tunggal yang lahir dari keluarga kaya, perempuan baik hati yang senang menolong orang lain.

Pertolongan dari Kemala berbuntut panjang. Perempuan itu memperkenalkan Arum dengan Utari, Ibu mertuanya. Pertemuan yang tidak pernah Arum kira akan membawanya masuk ke dalam sebuah pernikahan.

Di saat keadaan semakin mendesak. Arum tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran Utari melalui Kemala. Dia tidak perlu berfikir puluhan kali saat Utari menjamin bahwa Ayah dan Adiknya akan diselamatkan, serta hidup mereka akan terjamin kedepannya.

Arum tidak terlalu ingin tau alasan mengapa Utari memilih dirinya untuk menikah dengan putranya, padahal Arum merasa sangat tidak pantas, status sosial mereka sangat jauh berbeda.

Bagi Arum pernikahannya dengan Agam adalah satu-satunya cara agar keluarganya tetap bisa bertahan hidup.

Dan di sinilah Arum sekarang. Duduk termenung di dalam kamar yang akan menjadi kamarnya ke depannya. Jika dibandingkan dengan rumah mereka dulu, ukuran kamar ini lebih luas dari ukuran ruang tamu rumah mereka dulu. Fasilitasnya pun sangat jauh berbeda. Kasur empuk yang sekarang diduduki oleh Arum sangat jauh berbeda dengan kasurnya yang keras dan tipis.

Bohong jika Arum berkata dia tidak mensyukuri pernikahan ini. Namun dia takut untuk terlalu senang. Tidak ada yang tau masa depan, karena itu, Arum tidak akan berharap lebih. Bagaimana pun dia dan Agam masih sama-sama asing satu sama lain.

Dia kira pasangan yang menikah karna perjodohan lalu tidur terpisah hanya ada di sinetron dan film. Ternyata dia mengalaminya sekarang. Namun tidak masalah, wajar saja demikian, tidak ada perasaan apa pun sehingga tidak akan ada yang terluka meski nantinya mereka tidak cocok.

Sore itu Arum tidak memiliki kegiatan lain selain merapikan barang-barangnya. Dia tidak memasak karna mereka akan makan malam di rumah kakak iparnya Biantara. Sejak Dia memasuki kamarnya yang berada di lantai satu dia belum keluar lagi. Jadi dia tidak tau apakah Agam masih di rumah atau sudah pergi. Arum tertidur cukup lama tadi, dia terlalu lelah sehingga tidak sadar tidur terlalu lama. Dia tertidur saat hari masih siang dan sekarang waktu sudah sangat sore. Setelah bangun dari tempat tidurnya Arum segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.

Dua puluh menit kemudian Arum keluar dari kamarnya dengan pakaian santainya, bertepatan dengan Agam yang juga turun dari lantai dua. Mereka terlihat saling melirik satu sama lain namun tidak ada yang berinisiatif untuk memulai pembicaraan ataupun sekedar sapaan.

Sudah dipastikan Agam bukanlah orang yang akan mau repot-repot menyapanya, jadi Arum tidak terlalu ambil hati dengan sikap Agam. Apa yang mereka lakukan malam sebelumnya adalah sebuah kesalahan, begitu fikir Arum. Malam panas yang mereka lewati kemaren adalah kesalahan yang terjadi karna Agam sedang mabuk.

Arum hanya melihat dalam diam saat Agam beranjak menuju dapur dan menenggak segelas air putih. Laki-laki itu sepertinya baru bangun. Terlihat dari wajahnya yang masih terlihat bengkak.

“Kamu duluan ke rumah Kak Bian, nanti aku menyusul,” ucap Agam tanpa menoleh ke arah Arum.

“Baik,” balas Arum singkat. Dia akan naik taksi ke sana, lagi pula dia pernah sekali berkunjung ke rumah itu dan rute ke sana tidak terlalu sulit diingat.

“Jangan sampai mereka tau kalau kita tidur di kamar yang berbeda.”

Arum yang hendak melangkah pergi kembali menoleh. Arum tau hal itu memang bukan hal yang pantas untuk diketahui oleh orang lain, bahkan keluarga sekalipun. Agam tidak perlu memperjelasnya.

Melihat Arum hanya diam. Agam menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

“Atau kau berharap lain?” Tatapan Agam berubah meremehkan. “Ah satu lagi, kita memang tidur terpisah, tapi bukan berarti aku tidak akan meminta hakku. Aku membayar mahal untuk pernikahan ini. Tentu saja aku berhak membuatmu mendesah di bawahku.”

Setelah mengatakan itu Agam beranjak pergi, meninggalkan Arum yang sedikit tercengang.

Part 3

Makan malam di rumah Biantara terasa sangat hangat. Suasana hangat itu membuat Arum teringat dengan Ayah dan Adiknya. Apa sekarang mereka juga sedang makan malam? Arum belum sempat menghubungi mereka setelah pulang dari hotel.

“Sedang melamunkan apa?”

Arum menoleh mendengar suara lembut itu, senyum hangat terbit di bibir tipisnya saat mendapati Kemala berdiri di sampingnya.

“Aku sedang teringat dengan Ayah dan Adrian, Mbak.” Arum berkata lalu menggeser tubuhnya agar Kemala bisa ikut duduk di sampingnya.

Saat ini mereka sedang duduk di kursi panjang di balkon lantai dua. Setelah makan malam selesai Arum memilih untuk berkeliling, melihat-lihat rumah milik kakak iparnya itu. Mereka tidak langsung pulang, Agam sedang membicarakan pekerjaan dengan Biantara sedangkan Ibu mertuanya sedang menonton sinetron favoritnya sekarang.

"Sering-seringlah mengunjungi mereka, pasti mereka juga merindukanmu."

Senyum hangat juga terbit di bibir Kemala, senyum menenangkan yang selalu membuat Arum mengagumi sosoknya.

Dia tidak pernah berubah, selalu cantik dan baik hati, penuh perhatian dan kasih sayang. Betapa beruntungnya Biantara bisa memperistri Kemala. Arum tidak terlalu kenal dengan Biantara, bisa jadi mereka juga sama beruntungnya. Dari penuturan Kemala, Biantara adalah sosok yang sangat dewasa dan sangat mengayomi, tegas dan sangat bertanggung jawab. Mungkin karna itulah Agam sangat hormat kepada kakaknya itu.

“Bagaimana hari pertama menjadi istri Agam?” Kemala bertanya dengan senyum jahil di wajahnya.

“Ya begitulah, Mbak," jawab Arum singkat. Dia tidak tau harus berkata apa pada Kemala, dia tidak pernah bisa berbohong kepadanya. Di antara mereka tidak pernah ada rahasia karna itu Arum tidak yakin apakah dia bisa menutupi kondisi pernikahannya dengan Agam.

“Aku tau maksudmu Rum.” Kemala menatap Arum dengan tatapan teduhnya.

“Sebenarnya aku ingin memberitahukan ini kepadamu sedari awal, tapi aku tidak tau harus bagaimana mengatakannya.” Kemala menjeda kalimatnya. Dia terlihat sedikit gelisah, dia melipat bibirnya kedalam lalu perlahan menghela nafas.

“Agam sebenarnya memiliki seorang pacar, namanya Ayu,” ungkap Kemala. Dia menatap Arum dengan tatapan tidak enak, sedikit was-was menunggu respon perempuan itu.

Jujur saja sekarang Arum tidak tau dia harus bereaksi bagaimana, tapi dia cukup terkejut. Satu nama itu mungkin akan melekat di kepalanya mulai sekarang.

“Lalu kenapa kami yang menikah, kenapa dia tidak menikah dengan pacarnya itu?” Arum bertanya dengan tidak sabar. Jawaban dari Kemala bisa jadi akan membuat Arum memiliki pertimbangan tentang bagaimana kehidupan pernikahannya kelak. Dia memang menikah demi Ayah dan Adiknya, tapi bukan berarti dia mau terjebak dalam pernikahan tanpa masa depan selamanya.

Kemala menggeleng. “Aku tidak tau alasan sebenarnya, tapi yang aku tau Ibu tidak menyukai Ayu, begitu pun Mas Bian.” Sampai saat ini pun Kemala tidak pernah tau alasan kenapa Ibu mertua serta suaminya tidak menyukai perempuan itu, padahal Agam sangat mencintai perempuan itu. Sampai saat ini Agam bahkan masih marah pada Ibunya juga pada Kemala yang memperkenalkan Arum pada mereka.

“Tapi kenapa aku?”

Arum menatap Kemala dengan alis menyatu. Ya, kenapa dia? Padahal jika dibandingkan dengan mereka Arum bukalah siapa-siapa.

“Karna Ibu menyukaimu,” jawab Kemala.

Jawaban yang semakin membuat Arum bingung. Apa hanya karna itu? Bagaimana bisa? Jika memang itu alasannya lalu bagaimana bisa Utari menyukainya padahal mereka tidak pernah bertemu sebelumnya, mereka hanya pernah bertemu sekali di rumah sakit sebelum lamaran itu disampaikan.

“Aku tau kamu punya banyak pertanyaan, tapi tidak semua pertanyaan ada jawabannya Rum, kalau pun ada jawabannya, kamu akan tau perlahan-lahan.” Ekspresi Kemala kini kembali teduh dan hangat. Senyum manis kembali terbit di wajahnya.

“Bagaimana pun masa lalunya, atau siapa pun yang ada di sana, tidak akan menghilangkan kenyataan bahwa sekarang kamulah istri sah Agam,” sambung Kemala.

“Aku harus bagaimana jika ternyata dia masih sangat mencintai pacarnya itu atau bahkan masih berhubungan dengannya.” Arum bertanya dengan gelisah.

Kemala meraih tangan Arum lalu menggenggamnya erat. “Yang harus kamu ingat adalah, kamu adalah istrinya dan dia suamimu.” Kemala berucap sembari menganggukkan kepalanya pada Arum, dia mencoba membuat Arum percaya diri dan bisa kuat jika kedepannya perempuan itu mengalami masalah di dalam rumah tangganya dengan Agam.

Tidak ada yang berubah dalam kepala Arum setelah mendengar itu. Dia memang istri Agam namun Agam mencintai perempuan itu.

Melihat ekspresi gelisah Arum, Kemala kemudian memegang bahunya, menatap mata Arum yang terlihat kosong. “Apa yang kamu takutkan? Ini masih hari pertama Arum, kita belum tau kedepannya, bisa jadi Agam jatuh cinta padamu. Kamu adalah orang yang sangat mudah dicintai, asal kamu tau itu. Apa pun yang terjadi nantinya, Aku, Mas Bian dan Ibu ada di pihakmu.” Setelah mengatakan itu, Kemala membawa Arum ke dalam pelukannya, tangannya mengelus lembut punggung Arum, berharap kegelisahannya sedikit berkurang. Kemala yakin semua akan baik-baik saja.

“Buat Agam jatuh cinta padamu.” Bisik Kemala pada akhir pembicaraan mereka.

***

Pembicaraan dengan Kemala membuat Arum banyak berfikir. Kegelisahannya bukannya berkurang tapi malah semakin bertambah. Setelah mengetahui fakta bahwa Agam memiliki seseorang yang dicintai membuat Arum meradang dan membayangkan banyak kemungkinan yang akan terjadi dengan pernikahan mereka.

Baginya hati Agam seperti sebuah rumah. Rumah yang masih ditinggali penghuni sebelumnya, lalu bagaimana dia bisa masuk jika rumah itu sudah ada pemiliknya dan tidak pernah kosong? Tidak mungkin dia hanya sekedar bertamu lalu pergi begitu saja.

Mereka berdua memang sama-sama terpaksa menikah, namun tentu dia dan Agam berbeda. Tidak ada siapa pun dalam hati Arum. Sangat mudah menerima orang baru jika tidak ada penghuni sebelumnya.

Arum menghela nafasnya pelan. Dia terlalu terhanyut dalam fikirannya hingga tidak sadar jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Saat ini dia sedang duduk di ruang keluarga, setelah kembali dari rumah kakak iparnya dia tidak langsung masuk ke dalam kamarnya.

Arum memandang tangga panjang yang menuju ke lantai dua tempat kamar Agam terletak. Kamar itu seperti hati Agam. Dia tidak diperbolehkan masuk ke sana. Tapi Arum ingin ke sana. Benar kata Kemala, ini masih hari pertama, bisa jadi pada hari ke sekian Agam akan jatuh cinta padanya, Arum hanya perlu berusaha. Seperti kata Kemala dia sangat mudah dicintai dan dia yakin bukan hal yang sulit juga baginya untuk jatuh cinta pada Agam.

Tapi bagaimana jika nantinya hanya dia yang jatuh cinta?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!