NovelToon NovelToon

My Driver My Perfect Husband

1. Kecelakaan

"Dimana kunci mobilnya? Aku ingin menyetir sendiri." Zenita sudah mengulurkan tangannya. Jika sudah seperti ini artinya perintahnya harus segera dituruti.

"Tidak Nona. Besok Anda akan menikah. Saya tidak ingin terjadi apapun pada Anda."

"Oh. Jadi kau mendo'akan sesuatu terjadi padaku?"

"Bukan seperti itu juga Nona. Saya takut Anda kecapean. Besok kan Anda akan menikah."

"Berikan? Atau aku akan memecatmu sekarang!"

Franz sudah tidak punya pilihan lain. Jika sudah begini ia sudah kalah telak. Toh ia adalah majikannya. Apapun bisa ia lakukan untuk memecat dirinya.

"Baik Nona." Franz langsung memberikan kunci mobil itu pada Nona mudanya dengan berat hati.

"Satu lagi! Jangan mengikutiku! Aku hanya ingin bersenang-senang dengan teman-temanku selagi aku masih sendiri. Aku merasa risih jika kemana-mana harus di ikutin."

Kali ini Franz hanya menganggukan kepalanya patuh. Nona mudanya pun segera pergi dengan mobil itu.

Karena salah satu temannya sedang berulang tahun jadi hari ini Zenita berkumpul dengan teman-temennya ditempat yang sudah mereka rencanakan.

"Cieee yang mau nikah besok. Semoga lancar ya Zen." Alana tampak girang melihat Zenita yang mau datang menyempatkan waktunya untuk datang ke acara ulang tahun Liora.

"Aamiin. Makasih ya. Aku tunggu banget kedatangan kalian loh.."

"Pasti. Aku akan datang tepat waktu. Bahkan jauh sebelum acara dimulai aku pasti sudah datang menemuimu Zen." Timpal Alana yang ikut bahagia dengan Zenita yang akan menikah itu.

Ini ulang tahun ku. Tapi kenapa Zenita yang malah bahagia.

Liora mengumpat didalam hatinya. Sejak dulu kehidupan Zenita benar-benar menyenangkan pikirnya.

"Iya kita pasti datang Zen. Ngomong-ngomong makasih banyak ya. Kamu sudah menyempatkan waktu untuk datang ke pertemuan ini. Padahal aku tahu banget kamu pasti sibuk ngurusin pernikahan kamu. Makasih banget ya Zenita." Liora bicara sambil mendayu-dayu haru bahagia. Seolah-olah ia sangat berterimakasih dengan kehadiran Zenita di ulang tahunnya ini.

"Iya Liora. Lagian semua persiapan pernikahan aku sudah clear kok. Makanya aku datang ke sini"

"Kamu menyetir sendiri?"

"Ya. Aku sedang bosan diantar supir. Lagian aku tidak betah kemana-mana harus diikutin."

Kesempatan yang bagus. Sepertinya kali ini aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Devin itu memang milikku Zenita. Sudah sejak kuliah aku menyukainya, tapi kenapa kau yang akan menikah dengannya sekarang.

Drrrttt. Drrrttt..

Tepat saat itu juga ponsel Zenita bergetar. Siapa lagi jika bukan panggilan dari calon suaminya.

Membuat semua temannya terdiam dan tersenyum. Namun tidak dengan Liora. Ia hanya tersenyum palsu dan merasa iri sekali hatinya melihat panggilan itu.

"Angkat saja Zen. Pasti itu penting." Alana sudah tersenyum duluan melihat panggilan itu.

Hehe. Zenita juga tersenyum manis sekali. Ia tampak malu untuk menjawabnya. Rona wajahnya juga nampak merah merona.

"Hallo Kak.. "

"Halo kamu dimana Bee? Mentang-mentang kita tidak boleh ketemu dulu kamu keluyuran yah!" Devin tampak kesal. Ia sudah menunggu balasan pesan dari kekasihnya sejak tadi namun tak kunjung dibalas olehnya.

"Ciee Kak Devin cemburu ya. My bee mu tak culik Kak" Alana pun begitu gatal untuk merayu kedua calon pengantin itu.

Devin memang memiliki sebutan lain untuk calon istrinya. Ini terkesan manis dan romantis. Namun tidak dengan Liora yang terasa panas telinganya.

"Sudah aku bilang aku hanya ingin merayakan ulang tahun bersama teman-teman Kak. Ini Liora sama Alana." Zenita menunjukkan wajah temannya satu persatu. Mereka pun tersenyum semanis mungkin.

"Iya sudah nanti hati-hati pulangnya. Titip salam buat mereka"

"Iya Kak.." Dengan cepat panggilan itupun terputus.

"Ihh seneng banget si. Besok udah halal lagi mau cipika-cipiki. Jadi pengin." Alana merasa menyedihkan dengan dirinya sendiri yang baru saja putus 1 bulan yang lalu dengan kekasihnya.

Liora sudah sangat muak mendengarnya. Ia sesegera mungkin memecahkan percakapan ini.

"Haha. Makannya kau juga cari lagi Alana. Ohh iya ngomong-ngomong minuman favorit kalian masih tetap sama kan? Kebetulan aku sudah pesan beberapa minuman kesukaan kalian, sama buat yang belom pada datang juga. Aku konfirmasi dulu ke manager caffe ya. Kok lama banget si minumannya"

"Ya Lio. Masih sama kok. Masa menu favorit berubah-ubah. Siapa yang ulang tahun, siapa yang dilayani sekarang"

"Haha. Nanti juga pelayan yang melayani. Aku hanya ingin memastikan pesanan ku." Liora pun pergi meninggalkan meja itu untuk memastikan pesanan minumannya.

*

*

Perayaan ulang tahun sudah berakhir. Satu persatu teman-teman Liora mulai berpergian. Masing-masing mereka membawa souvenir yang diberikan oleh Liora.

"Hati-hati dijalan ya semua. Terimakasih juga untuk waktunya hari ini."

"Iya Liora. Kita juga seneng banget ditraktir banyak sama kamu hari ini. Dapet souvenir lagi. Ya kan Zen." Kata Alana dengan penuh senyuman juga. Zenita pun tersenyum bahagia sambil menatap souvenir yang di tentengnya itu seraya menganggukan kepalanya.

"Yeh. Ini tidak seberapa dengan kehadiran kalian."

Mereka semua langsung cabut dari tempat itu termasuk Zenita.

Saat ini Zenita sedang mengemudi mobilnya dengan fokus dan hati-hati. Kebetulan jalan di sekitarnya lumayan ramai. Namun lama kelamaan pandangan Zenita mulai terasa kabur-kaburan. Kepalanya juga terasa pusing tiba-tiba.

Kenapa tiba-tiba kepala ku pusing sekali.

Pandangan Zenita terasa semakin buyar dan tidak karuan. Ia bahkan sampai menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri untuk memecahkan pandangan yang ada.

"Kenapa mobil Nona terlihat oleng. Bahkan semakin oleng sekarang. Tidak! Ini tidak boleh terjadi."

Franz sudah memiliki firasat buruk sejak Nona mudanya di cafe itu. Bahkan ia sudah mencoba untuk memberitahu Nona mudanya dengan mengirim pesan agar ia tidak minum minuman itu dan berhati-hati. Namun tak kunjung dibaca oleh majikannya karena terlalu asik mengobrol dengan teman-temannya. Dan sekarang berakhir tidak aktif setelah dihubungi kembali. Sepertinya ponsel Nona mudanya mati.

"Pak lebih cepat! Kejar mobil itu. Cepetan!"

Tak disangka mobil besar dari arah berlawanan tampak melaju kencang. Sementara mobil Nona mudanya tampak semakin oleng dan meliuk-liuk tak karuan.

Franz sudah membuka kaca mobilnya sekarang. Ia berteriak sekeras mungkin.

"Nona!!" Sudah mencoba berteriak sekeras mungkin untuk menyadarkan Nona mudanya.

Bukannya menginjak rem malah Zenita menginjak Gas saking pusingnya. Setelah menyadari ada mobil besar itu di depannya membuatnya kaget dan membanting setir ke arah kanan.

Deerrr!

Sontak mobilnya menabrak pembatas jalan begitu keras hingga berputar arah.

"Nona!! Ya Tuhan.." Franz gagal menolong majikannya dan sudah terlambat. Mobil itu sudah rusak parah sekarang.

"Nona.. " Franz sangat syok. Ini terasa begitu mimpi baginya. Bahkan ia segera menolong Nona mudanya dengan gemetaran dan tak karuan.

Hingga pada akhirnya orang-orang disekitar jalan itu pun berkerumun dan datang untuk membantu.

2. Suntikan dokter

Mereka semua sudah berada dirumah sakit. Tentu saja seluruh keluarga sangat syok dan kaget atas kabar ini. Bahka Mama Lisa (Ibunya Zenita) sempat pingsan dan baru saja menyadarkan diri.

"Apa yang kau lakukan Franz? Kenapa putri ku menyetir sendiri dan sampai kecelakaan seperti ini?" Nyonya Lisa menatap Franz begitu intens. Bahkan terlihat jelas kekecewaan diwajahnya atas keteledoran Franz ini.

"Maaf Nyonya. Ini semua atas kemauan Nona sendiri. Bahkan jika saya tidak memberikan kunci mobilnya Nona mengancam ku akan dipecat." Franz menyampaikan semua dengan apa adanya. Ia juga yang paling tidak ingin semua ini terjadi. Karena pada akhirnya ia yang akan menanggung semuanya.

"Aku tidak mau tahu alasannya. Tapi kali ini kau sungguh mengecewakanku Franz. Seharusnya kau saja yang menyetir, pasti kecelakaan ini tidak akan terjadi. Sekarang harus bahagia? Sedangkan putriku besok akan menikah."

Sungguh aku sudah memperingatkan Nona Nyonya.

Apalah daya Franz sekarang. Ia hanya mampu terdiam dan mengumpat didalam hatinya. Mau berbicara panjang lebar pun dirinya serba salah sekarang.

Tak lama keluarga Devin juga tiba dirumah sakit itu. Bersamaan dengan itu dokter pun keluar dari ruang IGD setelah lama memeriksa Zenita.

"Bagaimana kabar putri saya Dok? Dia baik-baik saja kan Dok?"

"Nona Zenita akan segera pulih. Beruntung luka dikepalanya tidak serius. Namun salah satu tangan dan kaki Nona Zenita mengalami patah tulang dan retak. Ini membuatnya harus memakai kursi roda."

"Ya ampun Zenita." Nyonya Lisa semakin syok sekarang. Sedangkan putrinya akan segera menikah, namun sekarang kondisi putrinya malah seperti ini.

Mama Devin yang mendengar semua itu juga langsung merasa bimbang dengan pernikahan putranya. Ia tidak ingin jika putranya harus menikah dengan orang cacat dan merepotkan.

"Devin. Mama ingin bicara denganmu sebentar."

"Bicara apa Ma?" Devin bingung dengan pergerakan ibunya yang tiba-tiba membawanya menjauh dari mereka semua.

"Apa kau tidak dengar itu? Sekarang bagaimana dengan pernikahanmu?"

"Pernikahan? Ya kita tetap bisa menikah kan Ma? " Tidak ada pikiran bagaimana pun tentang pernikahannya. Bagi Devin ia akan tetap menikahi Zenita dengan kondisi ya seperti ini. Karena pernikahan tentunya bukanlah sebuah permainan baginya.

"Pikirkan baik-baik! Apa kau mau menikah dengan orang cacat dan merepotkan sepertinya. Setelah menikah bahkan kau dan mungkin kita harus mengurusnya dengan kursi roda."

"Ma. Zenita sedang sakit dan terluka. Seharusnya kita tidak membicarakan hal ini sekarang!"

"Mama hanya mengingatkanmu Dev. Pikirkan lagi! Masih banyak gadis diluaran sana yang sempurna untuk menjadi istri kamu. Sekarang kalo kamu masih mau menikah dengannya, kau akan kerepotan dan bahkan akan sibuk mengurusnya nanti. Bukan malah mendapatkan pernikahan yang indah tapi malah merepotkan. Kau masih punya waktu untuk membatalkan pernikahan ini Devin."

"Ma! Bisa-bisanya Mama berpikiran seperti itu?"

"Semua persiapan pernikahan ini sudah clear. Jangan ngaco dan jangan punya pikiran seperti itu lagi Ma!"

Mau tidak mau keduanya harus kembali menghampiri keluarga Zenita untuk menengok nya yang akan segera pulih. Devin kembali dengan rasa sedih dan ibanya. Namun mama Devin kembali dengan rasa kesal didalam hatinya sekarang.

Tidak mungkin aku membiarkan putraku menikahinya. Semua akan tampak memalukan. Masa putraku harus menikah dengan orang catat dan merepotkan.

*

*

Hari sudah malam. Kondisi Zenita pun membaik dan sudah sadarkan diri. Hanya saja sekarang ia harus memakai banyak perban baik di kaki dan ditangannya.

Devin masih setia menunggu di ruangan pasien itu bersama keluarga Zenita. Sejak tadi ia juga sempat mengobrol dengan Mama Lisa perihal pernikahannya. Mama Lisa tentunya takut sekali jika pernikahan ini dibatalkan oleh Devin karena kondisi putrinya yang seperti ini. Sementara keluarga Devin sudah pulang sejak sore menjelang petang tadi.

"Bee. Kau baik-baik saja kan?" Tanya Devin iba dan penuh dengan tatapan kasih sayangnya.

Zenita pun menatap kembali kekasihnya dengan dalam. Ia langsung berkaca-kaca dan menganggukan kepalanya karena merasa sedih setelah semua ini terjadi. Besok adalah hari bahagianya tapi ia malah seperti ini. Begitulah yang sedang ada di pikirannya sekarang.

"Jangan pikiran apapun Bee. Kau pasti akan segera sembuh."

"Tapi besok kita akan menikah. Dan sekarang aku..."

"Jangan pikirkan apapun! Kita akan tetap menikah. Kamu pikirkan kesehatan kamu dulu sekarang." Devin berusaha keras untuk meyakinkan kekasihnya dan tidak ingin membuatnya stress.

Setelah mendengar semua itu membuat perasaan Zenita lega. Ya walupun sebenarnya ia sangat sedih dan terpukul sekarang,namun mendengar ucapan Devin tadi membuatnya menjadi semangat kembali.

"Devin. Makanlah dulu. Tante perhatikan dari tadi siang kamu belum makan apapun." Mama Lisa memberikan 1 kotak makan malam untuk Devin.

"Oh Iya. Makasih Tante." Devin pun menerima itu dengan senang hati. Memang nafsu makannya dari tadi tidak ada. Jangankan makan. Melihat kondisi kekasihnya yang seperti itu saja sudah membuatnya kehilangan selera.

Drrttt... Drrttt....

Ponsel bergetar.

Baru saja duduk Devin sudah mendapatkan telpon dari orang rumah.

"Halo" Devin kembali meletakkan sekotak makanan yang diberikan oleh Tante Lisa tadi. Lalu fokus untuk bertelepon.

"Apa!! Ya sudah aku akan segera pulang sekarang"

Panggilan langsung terputus.

"Ada apa Kak?" Zenita pun pesanan dengan wajah kekasihnya yang tiba-tiba panik.

"Iya Ada apa Dev?" Mama Lisa pun juga penasaran dengan raut wajah Devin yang tampak panik dan gelisah.

"Mama pingsan dirumah. Sepertinya Kakak harus pulang dulu Bee. Tante Lisa. Aku harus pulang dulu."

"Iya Dev. Hati-hati dijalan. Kabarin Tante juga ya nanti kalo ada apa-apa. Bawa juga makan malam mu Dev."

"Iya Tante. Bee. Kakak pulang dulu ya. Kamu harus sehat" Sambil mengelus rambut kekasihnya lembut. Ia ingin mencium kening Zenita. Namun malu dengan mama Lisa. Jadi sepertinya ia harus sabar menunggu hari esok di pernikahannya.

Beruntung kondisi Zenita tidak sampe kritis. Ia bisa menggunakan kursi roda untuk sehari-harinya mulai besok. Termasuk dihari pernikahannya. Ia pun harus menggunakan kursi roda. Padahal ia sendiri sudah membayangkan selayaknya Tuan putri di hari pernikahannya nanti. Namun takdir berkata lain dan membuatnya harus menikah dengan menggunakan kursi roda. Ratusan juta pun sudah ia keluarkan untuk pernikahan ini. Namun bagaimana lagi. Mungkin Zenita harus mengikuti takdir di hari esok.

Devin segera meninggalkan rumah sakit itu dengan mobilnya untuk pulang. Kurang lebih setengah jam ia pun akhirnya sampai juga di halaman rumahnya.

Ia langsung saja memasuki rumah setelah pelayan rumah membukakan pintu. Ia sangat khawatir terjadi apa-apa pada ibunya.

Devin langsung naik ke lantai atas. Ia segera masuk ke kamar Ibunya setelah mengetuk pintu. Dia pun langsung melihat Ibunya yang sedang diperiksa oleh doker.

"Ma. Mama kenapa?"

"Devin. Kau sudah pulang"

Ada pula dokter cantik yang tampak masih muda duduk disamping ibunya yang berbaring di ranjang itu sambil memeriksanya.

"Tiba-tiba perut Mama sakit sekali Dev. Dan ternyata asam lambung mama naik."

"Tapi Mama tidak papa kan?"

"Sudah mendingan. Ohh iya kenalin ini anak temen Mama Dev. Namanya Drisha. Kamu juga harus diperiksa dokter kan. Besok kamu akan menikah jadi kamu harus Vit untuk hari besok"

"Iya Ma." Devin menjawab sesingkat mungkin. Ia tidak berselera untuk berkenalan dengannya. Lalu duduk begitu saja disofa kamar itu sambil memainkan ponselnya.

"Sekarang giliran kamu dicek Dev"

"Kayaknya gak perlu deh Ma. Devin sehat-sehat saja kok"

"Kamu harus tetap diperiksa Dev. Ini demi kebaikanmu juga. Pernikahan itu sangat melelahkan. Kamu juga harus Vit dan sehat Dev."

Devin hanya bisa pasrah. Dokter itupun mulai memeriksanya dengan tensi darah. Bahkan Devin lebih memilih fokus memainkan ponselnya dari pada harus melihat dokter itu.

Namun ini justru kesempatan baginya dan...

Cuusss!

1 suntikan sudah masuk ke tubuh Devin dan membuatnya tak sadarkan diri.

3. Please Franz

Hari pernikahan pun tiba. Mereka semua sudah berada di hotel tempat mereka mengadakan pernikahan.

Walau tak seindah bayangannya, tapi jika hari ini Zenita benar-benar menikah dengan Devin ini adalah hari terindah baginya.

Namun sejak pulang semalam Devin tidak ada kabar lagi setelah ia mengatakan sudah sampai di rumahnya semalam.

Bahkan dipagi hari ini pesan Zenita tak kunjung tersampaikan. Saat dihubungi pun nomor Devin tidak aktif dan tidak bisa dihubungi.

"Bagaimana Zen. Apa Devin sudah mengabarimu?"

"Belom juga Ma. Sekarang malah nomornya tidak aktif."

"Bagaimana bisa? Apa dia berniat membatalkan pernikahan ini? Tidak begini juga caranya Dev!" Mama Lisa yang sudah mulai curiga dan kesal terhadap Devin.

"Benarkah? Tidak kan Ma???" Zenita berniat agar semua ini tidak akan terjadi. Karena menikah dengan Devin adalah impiannya. Ia sudah mulai berkaca-kaca mendengar semua itu jika sampai semua ini batal.

"Mama juga tidak tahu. Kenapa sekarang nomor Devin tidak aktif coba?"

"Mungkin dia kecapean Ma. Hpnya mati mungkin dia lupa mengecas" Zenita masih berharap penuh dan sangat yakin bahwa Devin pasti akan segera datang untuk menikahinya.

"Setidaknya dia menghubungimu dengan nomor lain. Tapi sekarang kenapa seluruh keluarganya tidak ada yang bisa dihubungi Zen." Semakin buruk pikiran mama Lisa sekarang.

"Terus kita harus bagaimana Ma?"

"Kita tunggu sampai jam 1 siang. Jika mereka bener-bener tidak datang kau terpaksa harus menikah dengan orang lain. Ini sungguh memalukan jika kau sampai batal menikah Zenita!"

Mama Lisa sudah terlihat sangat marah. Ia mempunyai filing yang sangat buruk hari ini.

Jika sampai Devin tidak datang ke pernikahan ini lantas siapa yang harus menggantikannya? Ini sungguh memalukan jika putriku tidak jadi menikah. Bahkan ini adalah sebuah kesialan yang akan terus menghantui putriku nanti. Ini tidak boleh terjadi.

"Drrt..Drrt.." Ponsel sedikit bergetar. Tanda pesan masuk ke ponsel Zenita. Namun ternyata itu adalah Alana yang mengabari ia sudah sampai di ruang resepsionis hotel.

Alana pun masih tidak percaya jika Zenita mengalami kecelakaan kemaren. Ia sengaja datang lebih awal untuk menjenguk dan menemaninya juga menjelang akad pernikahan. Namun tidak tahu bagaimana dengan kabar Liora sekarang. Sampai sekarang ia juga belum memberi kabar apapun untuk datang.

Sementara sejak tadi Zenita terus berharap, berdoa dan memohon agar kekasihnya segera datang. Namun sepertinya harapannya akan segera pupus karena waktu sudah menujukan pukul 12 siang. Tentunya tinggal 2 jam lagi menjelang akad pernikahannya.

"Bagaimana ini Ma? Mereka belom juga datang. Sepertinya mereka benar-benar mempermainkan kita!" Papa Zenita pun sudah sangat kesal dan geram sejak tadi. Jika sampai ini semua terjadi ia pasti tidak akan pernah memafkan Devin beserta keluarganya.

Sampai waktu sudah menunjukkan setengah 1 lebih sekarang.

Bahkan para tamu mulai ramai berdatangan. Walaupun masih tamu yang memiliki ikatan keluarga dengannya namun ini sudah membuat hati Zenita terasa porak poranda tak karuan.

Karena tentunya tamu Undangan akan segera datang dan diatur pada pukul setengah 2 siang.

Alana juga sama sekali tidak menyangka jika hari ini Devin tidak akan datang ke pernikahan ini.

"Bagaimana ini Alana? Devin belom juga datang. Kalo sampai batal aku pasti akan sangat malu."

"Aku tidak yakin akan itu Zen. Kak Devin itu sangat suka sekali padamu. Terlebih sikapnya kepadamu selama ini. Dia pasti akan datang walupun sedikit terlambat. Tenanglah Zen." Kehadiran Alana mampu menghadirkan kehangatan untuk mereka yang sedang gelisah sekarang.

Nyonya Lisa pun keluar dengan terburu-buru meninggalkan kamar hotelnya setelah melihat jam. Sementara putrinya masih sibuk dirias oleh Mua.

Ia terlihat menuju ke lift dan turun menuju ke tempat gedung pernikahan itu.

Disana tentunya terlihat sudah banyak saudara yang berdatangan. Para pelayan dan anak buahnya pun ikut serta membantu dan mempersiapkan gedung pernikahan itu termasuk Franz. Ia terlihat sedang asik merapikan kursi dan meja para tamu bersama dengan supir lainnya.

"Franz. Ikutlah denganku!" Nyonya Lisa yang tiba-tiba saja ada didekatnya dan menyeretnya dengan lembut untuk mengikutinya.

"Ada apa Nyonya? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Franz pun bingung dengan Nyonya majikannya yang justru malah menuntunnya untuk meninggalkan gedung pernikahan itu dan mengajaknya menuju ke lift untuk naik ke lantai atas.

Sementara waktu tinggal 15 menit lagi untuk menentukan penentuan waktu buat Devin dan keluarganya akan datang atau tidak. Namun sampai saat ini belom ada tanda-tanda mereka akan datang.

"Kau sudah menikah? Kau masih lajang bukan?"

Franz memang supir termuda diantara yang lain. Ia juga terbilang sangat tampan bagi sekelas supir sepertinya. Body tubuhnya pun tegap, gagah dan pokoknya sempurna. Karena ia sangat suka berolahraga. Bahkan ia sendiri yang memiliki tubuh paling putih diantara yang lain. Memang ia sedih tua untuk sang Nona.

"Iy-iya tapi. Kenapa Nyonya menanyakan hal ini. Apa ada masalah?" Masih bingung dengan tingkah Nyonya majikannya yang tak seperti biasanya.

"Menikahlah dengan putriku. Jika Devin tidak datang kemari!"

"Hah! Bagaimana bisa begitu Nyonya?"

"Bisa saja. Ini kesalahanmu juga kan. Kau yang telah membiarkan putriku kecelakaan?"

"Iya tapi..?"

"Sudahlah! Mau tidak mau jika Devin tidak datang kau harus menikah dengan putriku hari ini!"

Sampai akhirnya lift pun terbuka dan keduanya sudah berada dilantai atas.

"Mas Devin pasti datang Nyonya."

Mendengar kata itu membuat Nyonya Lisa berhenti dan menatap Franz dengan intens.

"Apa kau juga tidak mau menikah dengan putriku sekarang?"

"Bu-Bukan seperti itu Nyonya. Tapi pernikahan itu bukannya sebuah permainan."

"Kalau begitu jangan bermain-main dengan putriku!"

Bagaimana caranya aku menjelaskan pada Nyonya Lisa.

"Tapi saya sudah mempunyai Tunangan Nyonya."

Franz sudah berusaha keras untuk menolak. Karena memang benar ia baru saja bertunangan beberapa minggu yang lalu. Ia juga merasa tidak pantas untuk menikah dengan majikannya sendiri. Apalagi sekelas Nona Zenita.

Masa iya ia menikah dengan Nona Zenita tapi ia sudah bertunangan dengan orang lain.

Begitulah yang sedang ia pikirkan sekarang. Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah,namun hal yang besar dalam kehidupannya. Itu artinya ia juga akan mengkhianati tunangannya. Orang yang tentu sangat ia cintai sekarang.

"Baru tunangan kan? Bukan istri? Apa kau mau bilang saja kalau kau juga tidak ingin menikah dengan putriku karena keadaannya sekarang?"

"Bukan seperti itu juga Nyonya. Tapi Saya.."

"Apa kau benar-benar tidak mau membantuku hari ini saja? Please Franz. Menikahlah dengan putriku. Tolong selamatkan reputasi keluargaku juga." Sekarang justru malah Nyonya Lisa yang memohon pada Franz.

Astaga! Bagaimana ini? Bagaimana caranya agar aku bisa menjelaskan padanya? Ya Tuhan.

Sampai pada akhirnya keduanya sudah berada di depan pintu kamar hotel itu. Sementara pukul 1 tinggal tersisa 5 menit lagi. Sudah pasti dan sangat pasti Devin dan keluarganya tidak akan datang ke pernikahan ini.

Keduanya pun langsung memasuki kamar hotel pengantin pria untuk dirias. Walaupun Franz dengan perasaan terpaksanya sekarang berada dikamar itu.

"Ini pengantin prianya. Dandani dia secakep dan sekeren mungkin. Aku tidak mau tahu. Dia harus terlihat sangat tampan hari ini." Memerintah sekaligus menegaskan pada Mua pengantin itu.

"Nyonya tapi saya.. "

"Please Franz. Kita tidak punya waktu lagi untuk bermain-main."

Astaga! Apa yang terjadi dengan hidupku sekarang?

Mama Lisa pun segera meninggalkan Franz dan kembali ke kamar hotel miliknya. Terlihat putrinya yang akan segera selesai dirias. Walaupun ia menggunakan kursi roda. Ia terlihat sangat cantik dan sempurna. Apalagi jika dia sehat seperti kemaren. Sudah pasti seperti bak bidadari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!