NovelToon NovelToon

Maaf, Aku Selingkuh Mas!

Kecewa

"Dia baik, dan dia tak selingkuh

Tapi kenapa kau menangis

Seakan kau sangat terluka dengan sikapnya.

Dimana letak kesalahan pria mapan dan baik hati, lembut dan penyayang itu?" Tanya Cintya yang masih tak paham. Sepertinya sang sahabat sedang bermasalah dengan sang suami.

Tapi Cintya sangat bingung, setau dirinya Bagas adalah pria yang sangat baik. Bahkan jika Alika akan bercerita Bagas melakukan KDRT dia tak akan mempercayai sahabatnya itu.

Semalam Alika mengirim pesan singkat padanya, mengeluhkan perlakuan Bagas terhadap dirinya. Bukannya bercerita, Alika malah datang menumpahkan rasa kesedihan dalam hatinya. Setiap ada masalah Alika selalu datang kepada sahabat yang sudah dianggap saudaranya sendiri.

Sebab hanya Cintya satu-satunya sahabat yang paling bisa dipercaya oleh Alika.

Belum juga dia mendengar cerita dari sahabatnya, tapi hanya tangisan tak bersuara yang ditumpahkan oleh Alika sejak kedatangannya tadi.

Sudah hampir satu jam, tangisnya belum reda juga.

Cintya memilih diam dan memandang sahabatnya dengan penuh iba.

Setau dirinya selama ini rumah tangga Alika baik-baik saja. Jauh dari cerita miring. Bahkan suami Alika bukan orang sembarangan. Suaminya seorang CEO, di sebuah perusahaan ternama di kota ini.

Tapi Cintya malah bingung dengan sikap sahabatnya ini.

Ada apa sebenarnya yang sedang terjadi dalam hidup rumah tangga Alika.

Kenapa Alika terlihat begitu sangat hancur.

Alika masih terisak dalam tangisnya. Sambil memegang dadanya yang terasa sangat sesak. Bagaimana tidak, terasa sakit sekali. Suaminya Bagas Permana yang terlihat sangat sempurna selama ini di mata setiap orang yang tahu tentangnya. Sedang menorehkan luka yg sangat mengiris harga dirinya.

Drrttt drttt

Ponsel Alika berdering. Panggilan suara dari ibu mertua.

Alika segera mengusap kasar air mata yang masih mengalir di pipinya. Lalu menggeser layar ponselnya, berusaha setenang mungkin menjawab panggilan dari mama mertuanya.

"Lagi di mana kamu, Lika? Suami pulang kerja kamu kok keluyuran? Cepat pulang!" Cecar sang mama mertua datar. Menandakan dia tak suka kelakuan sang menantu. Yang keluar rumah dan belum juga kembali, pada saat suami pulang kerja dia malah tak berada di dalam rumah.

"Baik ma, Alika akan segera pulang," jawab Alika seadanya.

Tanpa menunggu jawaban Alika mama mertuanya langsung mematikan panggilannya.

"Aku pulang dulu ya, Cin," pamit Alika yang matanya masih sembab.

"Tapi kamu belum menceritakan apa pun padaku, Lika," rajuk sang sahabat. Yang menuntut untuk mengetahui masalah apa yang sedang dialami olehnya.

Alika hanya tersenyum kecil, walau begitu Cintya sangat mengenal senyum penuh luka itu dan membiarkan Alika kembali ke rumahnya. Toh masih ada hari lainnya. Cintya tak ingin sahabatnya mendapatkan masalah baru, jika tak menurut perkataan mertuanya. Karena Cintya sangat mengenal sifat sang mertua dari sahabatnya ini.

*****

Saat makan malam, ruangan terasa hening. Sesekali hanya terdengar bunyi dentingan sendok beradu dengan piringnya.

Selesai makan Alika berniat berdiri dan membersihkan meja makan.

"Sudah duduklah saja nak, biar bi Sumi yang membersihkan meja ini." Titah sang papa mertua, Tuan Leo Dirgantara. Suaranya lembut penuh kewibawaan seorang bapak. Papa mertua Alika adalah, orang yang paling disegani oleh setiap penghuni dalam rumah mewah ini.

Ya, hanya papa Leo yang sangat menyayangi dirinya di dalam rumah ini. Membuat hati Alika merasa tenang karena papa Leo benar-benar sangat menyayangi dirinya.

Tapi tidak dengan mama Yanti, yang mendelik kesal melihat perlakuan sang suami terhadap sang menantu. Mama Yanti tak mengerti mengapa Alika sangat disayangi oleh sang suami.

Alika memilih masuk ke dalam kamarnya di lantai dua. Masuk ke kamar mandi, membersihkan diri, sambil bersenandung. Dalam hatinya, Alika berharap semoga malam ini Bagas akan berubah sikap padanya. Sambil tersenyum kecil, Alika memilih piyama berwana merah terang dengan aksen renda pendek.

Alika kemudian memoleskan riasan natural agar tak terkesan pucat nanti di hadapan sang suami. Bibirnya dipoles lipgloss berwarna pink, cocok dengan warna putih kulitnya.

Alika lalu menyemprotkan parfum dengan wangi rose dan vanila kesukaannya, di seluruh bagian tubuhnya. Alika sengaja menyalakan lampu temaraman, agar suasana kamarnya terasa hangat. Dan mulai naik ke atas ranjang, menyelimuti dirinya dengan selimut. Kemudian menyalakan AC sambil menunggu sang suami dalam keadaan yang sangat siap, sambil tersenyum bahagia membayangkan jika sang suami datang mendekati dirinya.

Bunyi pintu terbuka, Bagas masuk ke dalam kamar. Lalu menuju ke kamar mandi membersihkan diri. Setelah berganti piyama, Bagas juga beranjak naik ke atas ranjang, merebahkan diri dan mulai memejamkan mata.

Satu menit, dua menit berlalu hingga lebih dari sepuluh menit berlalu. Tak ada tanda-tanda Bagas memulai pergerakannya.

"Mas," lirih Alika.

"Hmm," Bagas menjawab sang istrinya singkat.

Alika mencoba untuk melingkarkan tangannya memeluk sang suami, berpikir mungkin sang suami akan meresponnya. Namun, tangan putih mulus Alika segera ditepis lembut oleh Bagas. Namun begitu tetap saja reaksi sang suami lagi-lagi membuat Alika kecewa.

"Jangan bilang, malam ini akan menjadi sama seperti malam-malam sebelumnya lagi, mas," ucap Alika menahan pedihnya, tapi sebulir bening air mata berhasil lolos membasahi pipinya.

"Sudahlah Lika jangan dibahas lagi. Mas sangat lelah pingin istirahat."

Bagas seakan tak perduli dengan keinginan sang istri.

"Tapi mas, bagaimana kita bisa punya anak jika sikap mas terus seperti ini padaku. Sudah satu tahun mas memperlakukan aku seperti ini. Terus mengabaikan aku. Mas pikir cuma mama sama papa yang menginginkan cucu? Aku juga mas!" Pekik Alika yang sudah tak bisa menahan lagi rasa sesak di dadanya.

Pernikahan mereka sudah berjalan lima tahun masih belum dikaruniai dengan buah hati. Berbagai cara sudah dilakukan oleh Alika, termasuk berani untuk meminta duluan pada sang suami. Tapi apa yang dia dapatkan selama satu tahun terakhir ini, hanya penolakan berujung rasa kecewa.

"Sudah, jangan cengeng Alika!" Sentak Bagas yang mendengar isak istrinya dalam selimut.

"Mas cape, butuh istirahat. Besok masih banyak pekerjaan yang menumpuk di kantor," gerutu Bagas sambil sambil berbaring membalikkan tubuh membelakangi sang istri.

Alika benar-benar merasa terluka, tak dihargai dan juga benar dirinya tak dianggap sama sekali oleh sang suami. Akhirnya dia memilih turun dari ranjangnya, kemudian masuk ke kamar mandi. Perlahan mengunci pintu kamar mandi, dan berdiri di depan cermin. Sambil melihat wajahnya sendiri di depan cermin. Tangan Alika mulai meraba- raba dirinya sendiri.

Air matanya terus mengalir, jemarinya tak berhenti mencari titik-titik sensitifnya.

Menari-nari menemukan rasa yang tak di dapatkan dari sentuhan sang suami. Hingga akhirnya berujung kenikmatan yang dinikmati dalam kesendiriannya.

Lanjut gaess???

🦋🦋🦋

Kemana

Lagi Alika hanya bisa tersenyum perih menahan luka. Menatap dirinya tanpa sehelai benang pun di depan cermin. Bertanya-tanya di dalam hati, di mana letak kekurangannya. Hingga sang suami enggan menyentuh dirinya.

Jika dilihat, tubuh Alika berkulit putih bersih. Rambut panjang lurus tergerai indah. Bola matanya yang hitam dan bulu matanya yang lentik. Terlihat anggun dan menawan. Meski tanpa riasan.

Ya, memang Alika mengakui dirinya selama ini kurang merawat dirinya sendiri. Entah sekedar ke salon atau melakukan perawatan rutin. Alika hanya merasa dia tak perlu melakukan semuanya itu. Karena dia hanya butuh makan makanan sehat dan perbanyak makan buah-buahan yang akan menunjang kesehatannya.

Lalu di mana letak kekurangan dirinya.

Apa dia sudah kurang menarik lagi?

Lama Alika terdiam di tempatnya. Sepertinya Bagas telah tertidur pulas. Nyatanya dia tak tahu keberadaan sang istri di dalam kamar mandi. Yang sejak tadi melakukan sebuah hal yang harusnya dilakukan mereka bersama.

Bagas seolah tak perduli. Harusnya dia harus peka menjadi seorang suami. Sedih sekali rasanya. Saat Alika benar-benar membutuhkan suaminya. Namun hanya kekecewaan saja yang dia dapatkan.

Alika menghapus bulir air mata yang kini lolos mengalir membasahi pipinya. Memilih kembali mengenakan pakaiannya. Dan keluar lalu membaringkan tubuhnya di sebelah sang suami yang kini tertidur pulas tanpa menghiraukan dirinya.

*****

Hari berganti pagi, saat Alika membuka mata, tidak didapati olehnya sosok sang suami di sebelahnya.

"Bi Sumi, mas Bagas sudah berangkat kerja?" Tanya Alika saat dia turun dari lantai atas dan duduk di meja makan menikmati sarapannya.

"Sudah nyonya. Tuan Bagas sudah berangkat tadi pagi-pagi sekali. Bahkan belum sempat sarapan," jawab bi Sumi sekenanya.

"Tapi nyonya," ucap bi Sumi kembali menggantung kalimatnya.

Membuat Alika memandang wanita paruh baya yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri di dalam rumah ini. Menyimak apa yang akan disampaikan sang ART ini.

"Tapi apa bi?"

"Itu, kayaknya Tuan Bagas berangkat seperti terburu-buru begitu. Dan dia pergi bersama nyonya Yanti. Maaf nyonya bila saya lancang. Tapi karena bibi merasa nggak biasanya Tuan Bagas dan nyonya besar keluar bersama. Seperti ada sesuatu urusan yang sangat penting," jelas bi Sumi yang pagi tadi merasa ada yang janggal atas tingkah laku majikannya

"Sudahlah bi, mungkin hanya kebetulan."

Alika mencoba untuk mengabaikan penjelasan bi Sumi. Dan lebih tepatnya menenangkan dirinya dengan tak ber sangka buruk terhadap sang suami. Karena bisa saja sang suami sedang terburu-buru karena ada urusan mendadak.

Dan bi Sumi terlihat hanya pasrah saja. Mungkin dugaannya yang salah, dan nyonya Alika ada benarnya juga. Bi Sumi memilih diam.

"Oh iya bi, bagaimana kalau bi Sumi bantuin aku buat menyiapkan makan siang untuk mas Bagas. Biar bisa buat kejutan untuknya hari ini, aku akan mengantarnya ke kantor," ucap Alika antusias dengan mata berbinar.

Sudah lama, dia tak pernah mengunjungi sang suami di kantornya.

Mungkin dengan membawa makan siang hari ini untuk suaminya. Mereka bisa mengobrol saat suaminya istirahat makan siang, pikirnya.

"Baik nyonya," jawab bi Sumi patuh.

Segera setelah menghabiskan sarapannya, Alika mulai menyibukkan diri di dapur. Biasanya setiap apa yang di lakukan oleh Alika pasti akan dikomentari pedas oleh sang mertua. Tapi kali ini berbeda, Alika bebas mengekspresikan kemampuan memasaknya di dapur tanpa omelan sang mertua.

Alika tersenyum puas melihat hasil masakannya. Semoga suaminya akan menyukai masakannya, harapnya dalam hati.

"Aku pergi dulu ya Bi," pamit Alika dijawab anggukkan sang ART.

Setelah semuanya sudah disiapkan, Alika memilih untuk mengantar makan siang suaminya itu.

****

Mobil mewah berwarna hitam yang ditumpangi oleh Alika berhenti tepat di depan pintu gedung perkantoran milik suaminya itu.

"Selamat siang nyonya, ada yang bisa kami bantu?" Tanya seorang resepsionis wanita menyambut istri tuan pemilik perusahaan ini.

"Iya Fani, bisakah aku masuk di ruangan mas Bagas? Aku membawakan kotak makan siang untuknya," pinta Alika lembut.

"Tapi maaf nyonya, hari ini Tuan Bagas tidak masuk kerja. Alasannya dia sedang sakit," jelas Fani.

Alika mengernyitkan dahinya.

"Sakit? Bukankah tadi pagi bi Sumi melihat sang suami keluar?" gumam Alika sedikit kecewa saat mengetahui ternyata sang suami sedang tak berada di kantor. Lalu kemana dia.

"Apa ada yang bisa saya lakukan untuk anda nyonya?" Tanya Fani yang ingin memastikan keadaan istri dari pemilik perusahaan ini.

"Tidak Fani, terima kasih. Aku hanya kelelahan dan ingin pulang ke rumah saja," jawab Alika datar.

Yang pada saat ini pikirannya sedang berkecamuk menahan diri. Dengan banyak tanya yang sepertinya tidak ada jawabannya.

Tring

Sebuah pesan singkat masuk di aplikasi hijau milik Alika. Dari sang kakak, Mbak Jane.

"Alika, ibuk masuk RS, tolong segera kemari. Di RS Harapan ya."

Alika terdiam membaca pesan singkat itu.

"Cobaan apa lagi ini ya Tuhan. Aku tak ingin kehilangan ibuku."

Segera Alika melangkahkan kaki keluar dan kembali masuk ke dalam mobil. Meminta sang supir untuk mengantarkannya ke RS. Alika khawatir jika terjadi sesuatu pada ibunya.

Alika kembali mengambil ponsel dari tasnya, memilih nama sang suami dan memanggilnya di panggilan suara.

Agak lama sang suami kemudian menjawab panggilan sang istri.

"Halo sayang, ada apa?"

Terdengar jawaban lembut dari seberang. Ya mas Bagas memang pria yang dikenal dengan kelembutannya.

"Mas, ibuk masuk RS. Bisa minta tolong temani aku ke Rs?" Tanya Alika lemah. Berharap sang suami ada di sisinya saat ini.

"Aku lagi sibuk di kantor Lika, masih banyak pekerjaanku yang belum selesai. Nggak bisa aku ke RS temani kamu. Kamu bisa kan pergi sendiri," jawab Bagas terdengar ketus. Sambil mematikan sambungan telponnya. Tanpa merasakan jika Alika sedang membutuhkan dukungan darinya.

Deg

Hati Alika bergemuruh hebat. Bukannya tadi jelas sekali Fani sang resepsionis mengatakan jika hari ini mas Bagas nggak masuk kantor?

"Apa yang sedang kamu sembunyikan sebenarnya mas," gumam Alika dalam hati.

Mobil yang ditumpangi oleh Alika masuk ke pelataran parkir RS Harapan. Segera dia turun dan masuk ke dalam RS. Menanyakan keberadaan sang ibu pada kakaknya.

Mbak Jane menjelaskan jika kondisi sang ibu sudah melewati masa kritisnya. Dan mereka lagi menunggu, ibuk akan dipindahkan ke ruang perawatan.

Alika menghela napas panjang. Dia dan mbak Jane memilih duduk di kursi panjang koridor RS. Kepalanya terasa sangat berat memikirkan tingkah suaminya hari ini. Katanya ke kantor, tapi ternyata suaminya tak ada.

"Kamu kemana mas? Apa ada yang sedang kamu sembunyikan di belakangku?"

Alika bertanya-tanya dalam hati.

Tapi dia belum berani menceritakannya pada sang kakak.

Alika takut mbak Jane akan bertindak diluar kendali.

Sehingga Alika memilih diam untuk sementara dulu.

Saat itu ekor mata Alika tak sengaja memandang ke sebuah ruangan.

"Mama Yanti? Kenapa dia berada di RS?"

Alika terkejut bukan main, saat sosok yang begitu dikenalnya keluar dari sebuah ruangan yang tak jauh dari tempatnya duduk.

Jadi ini rahasia kamu mas

Berulang kali Alika meyakinkan dirinya bahwa itu bukan mama Yanti. Tapi hati dan nuraninya tak bisa menolak. Postur tubuh serta pakaian yang digunakan wanita paruh baya itu sama persis dengan milik sang mama mertua. Dan Alika tidak pernah salah, bukan tanpa sebab. Karena dia mengenal semua pakaian dan perhiasan mama mertuanya. Selama ini Alika yang mengurus semua kebutuhan sang mama mertua setiap harinya, termasuk mengurus pakaiannya juga.

"Ada apa ini, siapa yang sakit. Bagaimana bisa ada kerabat yang sakit tapi aku tak tahu?" Gumam Alika bingung.

Biasanya jika ada kerabat yang sakit dan dirawat di rumah sakit, tentu anggota keluarga pasti tau.

Kembali dia menepis pikiran buruknya. Tidak mungkin itu mama Yanti.

"Keluarga ibu Marni Santoso?"

Seorang perawat terdengar mencari keluarga sang ibu.

"Iya sus," serempak mbak Jane dan Alika menjawab dan menghampiri sang perawat.

"Pasien atas nama Marni Santoso, akan dipindahkan ke ruang perawatan. Nyonya diminta segera ke ruang administrasi untuk menyelesaikan urusannya," ucap sang perawat dijawab anggukkan oleh keduanya.

"Biar aku saja yang mengurusnya, mbak jagain ibuk saja di dalam," pinta Alika.

Mbak Jane hanya menganggukkan kepalanya mematuhi keinginan sang adik. Selama ini memang sang adik lah penopang hidup mereka. Alika dijodohkan dengan putra tuan Leo Dirgantara karena tuan Leo dan ayah Alika bersahabat sejak kecil. Keduanya merintis usaha dari nol bersama. Sayang perusahaan ayah Alika terancam bangkrut, hingga akhirnya kehidupan orang tuanya diurus oleh Alika.

Tuan Leo sangat baik dan menyayangi Alika. Setiap bulan angka fantastis masuk ke rekening pribadi Alika. Dan tuan Leo membebaskan Alika menggunakannya sesuka hati. Itu sedikit meringankan beban keluarganya, hingga biaya rumah sakit sang ibu.

Selesai menyelesaikan urusan administrasi, Alika berjalan pelan. Entah kenapa hatinya seolah sedang mendorong dirinya. Untuk melewati ruangan yang tadi membuatnya terus penasaran. Benarkah tadi itu mama Yanti. Jika benar, apa yang dia lakukan di sini?

"Tidak, itu tidak mungkin," gumam Alika di dalam hati sambil menggelengkan kepalanya.

Menepis dugaan buruk dalam hatinya.

Semakin Alika menyangkal, semakin hatinya terdorong keras melangkahkan kaki menuju kamar VIP yang tinggal berapa langkah lagi.

Alika menghembuskan napas panjang, berusaha tenang.

Demi untuk menghilangkan rasa penasarannya, apa salahnya hanya melewati, batin Alika meyakinkan dirinya.

Sumpah, kali ini hati Alika berdegup sangat kencang. Seakan sedang merasakan sesuatu akan terjadi dalam hidupnya.

Perlahan Alika melangkahkan kakinya, tetap tenang sambil menahan napas. Berharap dugaannya meleset.

Deg,

Hati Alika berdesir hebat, manakala suara yang begitu familiar berasal dari dalam ruangan VIP itu.

Suara beberapa orang yang terdengar sangat bahagia. Mengobrol sambil tertawa asik.

Kenapa terasa sakit sekali ya Tuhan? Alika merasa di dalam sana mas Bagas juga berada? Pekik Alika dalam hati, jika benar mas Bagas juga berada di dalam sana, apakah yang sedang mereka perbincangkan hingga tawa bahagia mereka terdengar sangat jelas di telinga Alika.

Meski selama ini mas Bagas sangat baik dan lembut kepadanya. Tapi dia dan mas Bagas tidak pernah mengobrol santai hingga melepaskan tawa yang begitu natural seperti ini. Tawa yang menyiratkan kebahagiaan, yang bahkan Alika sama sekali belum pernah merasakannya.

Alika sudah tidak tahan lagi, dia memberanikan diri untuk mengintip sebentar. Hanya untuk memastikan saja, semoga dugaannya salah. Beruntung pintu ruangan VIP itu sedikit terbuka sehingga Alika masih bisa mendengar dan melihat keadaan mereka di dalamnya.

"Aduh cucu oma, cantik sekali," puji mama Yanti pada bayi yang sedang berada di pangkuan seorang wanita di atas ranjang kamar itu. Wanita cantik berkulit sawo matang, dengan tatapan teduh memangku bayi yang pastinya baru saja dilahirkan olehnya.

"Siapa dulu ayahnya?"

Sahut mas Bagas sambil tertawa lalu mengecup kening wanita tadi.

"Makasih ya sayang, sudah melahirkan seorang malaikat ke dunia ini untuk hidup mas," ucap mas Bagas lagi.

Bagai disambar petir di siang bolong, pendengaran Alika belum benar-benar rusak. Dia yakin betul apa yang baru saja didengarnya dengan mata dan kepalanya sendiri.

"Jadi ini rahasia kamu selama ini mas?"

Tanya Alika pada dirinya sendiri, sambil tersenyum getir.

Alika menggeleng, air matanya terlalu berharga untuk menangisi pria brengsek di dalam ruangan itu. Meski seberapa kuat Alika menahan agar air matanya tak tumpah, sayang air mata itu tetap saja lolos dan membasahi pipinya yang putih itu.

Alika berbalik rasanya ingin berlari dan pergi lalu menghilang saja. Tepat saat dia berbalik, ternyata sejak tadi mbak Jane sudah berada di belakangnya.

Karena tak kunjung kembali, mbak Jane memutuskan untuk mencari Alika. Ternyata dia juga melihat dan mendengar apa yang sedang terjadi pada adik kesayangannya itu.

Sesak sekali rasanya, akhirnya mbak Jane memutuskan membawa Alika kembali ke kamar ibuk.

"Mbak minta kamu basuh wajah kamu dulu. Jangan biarkan ibuk melihat mata sembab kamu," pinta mbak Jane dengan lembut. Meski hatinya juga turut hancur melihat penderitaan adiknya saat ini.

Alika hanya mengangguk patuh.

"Tenangkan dirimu, lalu kita akan mencari jalan keluarnya bersama. Tapi pastikan dulu kondisi ibuk baik- baik saja. Lalu kita akan menyusun rencana yang terbaik untuk kamu," sambung mbak Jane.

Meski kalimatnya terdengar sangat tenang, tapi jauh di lubuk hati yang paling dalamnya sangat kacau. Dia tak terima adiknya diperlakukan seenaknya oleh sang adik ipar. Tapi mbak Jane berpikir mereka tak boleh gegabah, mengingat penyakit jantung ibu sudah sangat parah sekali.

Setelah hampir satu jam, Alika masuk ke ruang perawatan sang ibu. Dan dia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah dulu malam ini.

Sambil mengambil ponsel dan mengabari tuan Leo jika malam ini dia akan menginap di RS.

Biarlah mas Bagas tak perlu tahu jika dia juga berada di RS sakit yang sama saat ini.

Tring

Sebuah pesan singkat masuk di ponsel Alika. Melihat siapa pengirimnya, sudah membuat Alika malas untuk membukanya.

"Sayang, malam ini mas nggak pulang yah. Ada urusan mendadak di luar kota. Kamu jangan lupa makan yah. Mas sayang kamu."

Biasanya mendapatkan pesan singkat seperti ini sudah berhasil membuat hati Alika berbunga-bunga. Tapi tidak kali ini, pesan singkat ungkapan perhatian suami ini seakan sedang menertawai kebodohan dirinya. Selama ini telah terlena dengan kelembutan dan kasih sayang serta perhatian suaminya. Ternyata semuanya palsu.

Jika wanita di dalam ruangan itu baru saja melahirkan putri suaminya, berarti mereka telah menjalin hubungan sudah sangat lama.

Lagi-lagi Alika kembali menertawakan kebodohannya ini. Bagaimana tidak, hubungan terlarang suaminya tidak terendus sama sekali oleh dirinya. Bahkan bila selama ini mas Bagas menolak menyentuh dirinya, Alika sama sekali tak menaruh curiga. Selalu berprasangka baik, mengira suaminya itu lelah seharian bekerja. Wajar jika dia tak menginginkan hal itu darinya.

Melihat wajah bahagia suaminya menatap bayi di pangkuan wanita tadi membuat air mata Alika kembali berlinang deras. Sebegitu tega kah kamu mas, aku tak bisa memiliki keturunan dan kamu mencari pelampiasan di luar sana, dan kini kamu menikmati hasilnya.

Alika hanya tertunduk sendu. Mbak Jane memegang erat tangan adiknya, walau kali ini dia tak bisa berkata-kata. Demi sang ibu tak mendengarnya.

"Percayalah Lika, mbak akan selalu berada di samping kamu."

Alika hanya menjawab dengan tangisan dalam diamnya. Berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!