NovelToon NovelToon

ROMANSAKA

Ada puisi dalam ruang aula

Aku lelaki teduh yang berupa angin

yang sering melewati dirimu

yang lebih sering kau rasakan

Namun tidak pernah kau resapi

Lelaki teduh ini

hanya senang memandangi dirimu

menikmati indah matamu

Namun tidak pernah benar-benar menikmatinya

karena terkadang lelaki teduh ini sering sadar

matamu yang besar

cantikmu yang segar

bukanlah milik diriku, meski hanya sekedar

Puisi dalam aula itu bergema hingga terdengar sampai ke kantin karena memang jarak antara kantin dan aula tidak begitu berjauhan.

"Ah... itukan suaranya Saka! Puisinya romantis banget. Jadi makin suka aja sama Saka," ucap Alma, perempuan super aktif yang begitu menggilai Saka.

"Saka yang pernah lo ceritain itu? Yang ngasih payung pas hujan kemarin dan payungnya belum lo balikin?" tanya Airin yang tidak lain adalah sahabat Alma sejak sekolah dasar.

"Iya, keren banget, kan? Selama ini yang baik dan rela ngasih payung saat hujan sama gue itu cuman Saka doang," jawab Alma yang membuat Airin bergidik dan membuat bulu kuduknya berdiri tegak.

"Emang sekeren dan sebaik apa sih si Saka itu?" Airin kini malah penasaran dengan sosok Saka ini.

"Airin, apa iya kamu enggak dengar barusan Saka bacain puisi? Beneran keren kan? Coba deh mana ada cowok zaman sekarang yang suka sama puisi? enggak ada kan?"

Kini Airin malah takut dengan kegilaan Alma yang tiba-tiba saja bertingkah seolah Saka adalah lelaki yang paling perfect di dunia ini.

Dia tidak tahu saja bahwa Alma sedang jatuh cinta. Jatuh cinta memang seperti itu bukan? Rasa gila yang bersembunyi dalam ruang yang paling dalam akan tiba-tiba saja bergejolak ketika kita benar-benar jatuh cinta. Itu yang kali ini sedang dirasakan oleh Alma.

Alma begitu menggilai Saka setelah pertemuan singkatnya seminggu yang lalu. Di bawah hujan yang gemercik sore itu, Saka dengan kebesaran hatinya memberikan payung yang ia kenakan pada seorang wanita yang bernama Alma.

Dalam benak Saka itu bukanlah sesuatu yang spesial. Karena siapapun akan melakukan hal yang sama ketika seorang lelaki melihat perempuan yang sedang menangis karena ingin pulang tapi tertahan karena dia tidak membawa perlengkapan memadai untuk membelah hujan itu sendiri.

Tapi untuk Alma tidak demikian. Pikirnya, Saka bak pahlawan yang membuatnya merasa tidak takut lagi.

Bayangkan saja ada seorang perempuan sedang terduduk di waktu sore. Dia begitu ketakutan karena langit terus saja menangis hingga menciptakan hujan yang lebat.

Sementara waktu terus berjalan, langit yang tadinya sedikit menampakan cahaya lalu berubah menjadi gelap yang mencekam. Di waktu seperti itu Alma pikir tidak ada yang bisa ia lakukan selain tetap diam dan menangis. Berharap ada seseorang yang membawanya pergi ke tempat di mana ia merasa tidak takut lagi.

Bak pahlawan yang datang di waktu hujan. Saka membuat Alma merasa tidak takut lagi setelah memberinya payung dan menemani dirinya menuju tempat yang lebih ramai.

Sejak saat itu Alma memutuskan untuk jatuh cinta dengan Saka. Dia terus mencari keberadaan Saka meski tidak pernah kunjung bertemu. Lalu mencari banyak informasi tentang saka hingga ia tahu beberapa hal; Bahwa ternyata Saka begitu menyukai puisi. Bahwa Saka adalah siswa pemalas yang jarang sekali menginjakan kakinya di sekolah.

******

Bel pulang berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas dan mulai memadati pintu gerbang.

Sementara Alma sibuk mencari keberadaan Saka yang tak kunjung dia temukan.

Padahal Alma hanya ingin mengembalikan payung yang satu minggu lalu Saka pinjamkan padanya. Juga karena Alma ingin bertemu dan memandangi wajahnya yang sangat-sangat membuat hatinya berdebar.

"Alma, lo mau sampai kapan nyari Saka?" Airin mengeluh karena sudah tiga puluh menit dia menemani Alma mencari keberadaan Saka.

"Kalau lo nyari sesuatu nih bakalan sampai kapan?" Alma balik bertanya.

"Sampai ketemu lah," jawab Airin.

"That's right," ucap Alma yang membuat mata Airin hampir keluar karena mendengar jawabannya.

"Lo udah gila apa?" Airin menepuk jidatnya.

"Iya... seorang Alma memang sedang menggilai Saka." Alma mengedipkan mata genitnya, seolah sedang mengerjai Airin yang sedang berisik dan menghakimi dirinya.

"Hei, Kak Nando." Alma berteriak memanggil Nando yang sedang berjalan sendirian. Mendengar namanya dipanggil ia langsung menghampiri kedua perempuan itu.

"Kak, bisa bantu enggak?" ucap Alma yang membuat Airin bingung kenapa dia meminta bantuan pada lelaki itu?

"Boleh, emang mau dibantu apa?" jawab Nando begitu antusias. Dia hanya tidak tahu saja bahwa Alma bukan ingin meminta bantuan untuk membantu dirinya. Namun untuk membantu sahabatnya.

"Ini Airin katanya dia pengen pulang. Kakak bisa anterin dia pulang?" Alma memasang wajah memohon. Sementara Airin hanya terbelalak dan diam mematung seolah sedang merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja Alma ucapkan.

"Terus, kamu pulang sama siapa?" tanya Nando dengan mimik yang sedikit kecewa. Karena mungkin dalam hatinya dia hanya ingin mengantar Alma. Semua siswa di sekolah ini pun tahu bahwa Nando sang ketua osis itu selalu terang-terangan mengatakan bahwa dia menyukai Alma. Namun tidak dengan Alma, dia selalu risih akan hal itu. Karena Alma tahu ada yang lebih mencinta dia dari pada dirinya sendiri. Dan orang itu adalah Airin, orang yang sedang bersamanya saat ini.

"Aku di jemput Ibu. Gimana bisa apa enggak?" tanya Alma sekali lagi.

Seolah tidak terima Airin menyubit Alma dengan sangat keras yang membuat Alma berteriak sangat kencang.

"Kamu gapapa?" Mata Nando langsung melirik ke arah Alma, memastikan bahwa tidak terjadi apa-apa pada Alma.

"Enggak... Airin emang suka gitu. Kalau lagi seneng emang suka nyubit. Iyakan Airin?" Tatapan Alma sedang menghardik Airin untuk mengiyakan ucapannya. Dan dia hanya bisa tersenyum kikuk pada Lelaki di depannya itu.

"Yaudah ayo. Ikut gue ke warung bi Susi, motor gue parkirnya di sana," ajak Nando pada gadis yang sedang bingung harus berbuat apa.

"Alma lo gila! Lo gila!" sahut Airin dengan nada pelan dan mimik yang dikuasai rasa sebal. Namun juga terselip senyum sabit dari bibirnya. Melihat itu Alma hanya tertawa pelan, seolah sedang merasa puas.

****

Sudah pukul lima lebih lima belas menit. Alma masih saja menunggu kehadiran Saka di dekat gerbang sekolah yang sebentar lagi akan di tutup oleh Pak Mamat.

Alma sangat yakin bahwa Saka sedang berada di dalam. Selain karena firasat juga karena Alma tahu bahwa tadi siang dia mendengar Saka berpuisi dalam aula. Itu artinya Saka memang bersekolah hari ini.

"Kamu nunggu siapa?" tanya Pak Mamat yang sudah berkeliling dan memastikan bahwa seluruh siswa sudah pulang dan akan mengunci gerbang.

"Nunggu Saka. Pak Mamat liat saka di dalam?" tanya Alma yang berharap-harap cemas jika Saka memang masih berada di dalam.

"Oh Saka, dia udah pasti keluarnya lewat belakang. Biasa anak-anak bandel, jadi buat mereka pintu utamanya ada di belakang bukan di depan sini," jawab Pak Mamat sambil menggelengkan kepalanya tanda heran pada tingkah aneh mereka.

"Jadi di dalam udah gak ada siapa-siapa?" Alma berusaha memastikannya karena siapa tahu Saka memang masih ada di dalam.

"Udah gak ada siapa-siapa. Pak Mamat mau kunci gerbangnya," jawabnya tegas. Dia mulai mengambil kunci gerbang dari dalam tas. Namun tiba-tiba Alma menahan tangannya berusaha untuk menunggu beberapa menit lagi.

"Emang gak bisa di tunggu sekitar lima belas menit lagi?" Alma memohon. Bagi Alma ini adalah kesempatan yang pas untuk menunggu Saka. Bukan tanpa alasan, hanya saja kapan lagi menunggu Saka? Karena belum tentu jika besok, lusa, atau hari-hari selanjutnya Saka akan berada di sekolah.

"Enggak bisa! Nanti kalau Pak Mamat telat pulang terus jadi gak di kasih masuk kerumah sama istri pak Mamat gimana?" Pak Mamat tetap bersikeras. Karena mungkin bagaimanapun dia ingin cepat pulang dan bertemu dengan keluarganya.

" Ini kan hujan Pak Mamat jadi masih bisa di bikin alasan. Atau bilang aja sama istri Pak Mamat kalau pulangnya sedikit telat karena lagi beli dulu martabak, atau enggak Pizza, atau apa deh terserah Pak Mamat." sahut Alma sembari mengeluarkan selembar uang seratus ribu dalam saku celananya.

Ini adalah cara terakhir untuk membujuknya. Jika masih tetap menolak, mungkin Alma akan pasrah. Namun siapa yang tidak tahan dengan uang sebanyak itu? Pada akhirnya kesempatan bertemu dengan keluarga lebih awal akan kalah dengan uang.

"Tapi cuman lima belas menit yah!" jawabnya sembari mengambil uang dari tangan Alma.

"Giliran ada uang gampang banget di rayunya!"

"Jangan nolak rezeki, pamali!" sahutnya. Lalu memasukan kembali kunci dan gembok yang sudah di genggamnya.

Perempuan berisik

Sore ini hujan telah menahan Saka lebih dari satu jam dan harus berteduh dalam bangunan kosong di belakang sekolah.

Saka sebenarnya ingin segera beranjak pergi namun tidak bisa. Karena payung satu-satunya yang ia punya, telah dia pinjamkan pada seorang gadis yang seminggu lalu dia temui.

Saka pun kembali kedalam sekolah, menaiki dinding pembatas untuk memutar haluan. Karena sepertinya jika menunggu hujan reda akan sangat lama. Pada akhirnya Saka lebih memilih untuk menunggu angkutan umum di depan gerbang sekolah saja.

Melihat gerbang sudah tertutup mau tidak mau Saka harus memanjat gerbang itu. Ia melompat dari atas gerbang, yang tanpa sadar telah membuat terkejut seorang perempuan yang tengah berdiri tepat di depannya.

"Astagfirullah," teriaknya kencang. Saka pun juga ikut terkejut karena suara bisingnya yang memekakan telinga.

Perempuan itu mengelus dada dengan napas yang tidak berirama seolah apa yang baru saja terjadi benar-benar membuatnya hampir mati.

Perempuan itu kemudian menatap Saka dengan mulut yang menganga, seolah sedang melihat sesuatu yang ajaib. Ia kemudian memasang wajah yang berbinar-binar seperti seekor Harimau yang akan menikam mangsanya.

"Saka! Gimana kalau jantung Alma copot? Saka mau tanggung jawab?" protesnya dengan nada yang sangat halus. Saka kebingungan karena seharusnya jika seseorang menggunakan kalimat itu maka akan dibarengi dengan mimik yang marah. Tapi perempuan itu tidak demikian, ia malah terlihat seperti sedang berbahagia.

"Kalau jantung lo copot, berarti lo mati!" jawab Saka yang dibalas tarikan napas panjang darinya.

"Katanya suka puisi tapi ko enggak romantis!" ucap Alma pelan agar tidak di dengar Saka.

"Gue denger yah barusan lo ngomong apa!" ucap Saka merasa geram. Dia benar-benar heran kenapa ada manusia seperti itu di dunia ini.

"Ya maaf. Gue Alma, lo masih ingatkan?" ucap perempuan itu sembari menunjukan payung yang digenggam oleh tangannya.

"Gue udah tau," balasnya dengan wajah yang datar. Dalam hati Saka sebenarnya dia ingin segera menyudahi percakapannya dengan manusia aneh satu ini.

"Jadi Saka udah tau nama Alma? Jadi Saka selama ini nyari tahu tentang Alma?" tanya Alma dengan senyum yang mengembang.

"Jangan bikin gue emosi. Kan lo yang ngasih tau nama lo waktu itu." Sebenarnya Saka juga tidak pernah berniat untuk mengingat namanya. Namun momen pertemuan pertama dengannya benar-benar begitu membekas dalam ingatan. Bukan berarti kenangan itu adalah kenangan yang bagus. Melainkan momen itu sangat-sangat memprihatinkan baginya. Sebab waktu itu dia benar-benar cengeng dan menyusahkan dengan terus menangis tanpa henti sepanjang hujan turun.

"Maaf Alma lupa," jawabnya cengengesan menahan malu.

"Sini payung gue. Lagian dikasih pinjem ko lupa balikin!" protesnya sembari mengambil payung yang dipegang Alma.

"Bukan lupa, saka! Tapi Saka yang susah dicari." Alma memberikan payung padanya.

Tanpa sepatah kata, setelah payungnya kembali, Saka pergi begitu saja meninggalkan Alma di belakang. Alma pun mulai mengikutinya. Melihat bagaimana Saka berjalan dan memperhatikan dirinya dari belakang benar-benar membuat Alma kesenangan.

Sesekali Saka memutar wajahnya kemudian memergoki Alma yang sedang senyum-senyum sendiri dan bertingkah aneh seperti seseorang yang kejang-kejang. Sungguh itu sangat membuat Saka bergidik ketakutan.

Pikir Saka, Alma di pertemuan pertama begitu berbeda dengan Alma yang sekarang. Dia benar-benar berubah menjadi seseorang yang lebih menakutkan dengan terus bertingkah tengil dan sangat aktif di belakangnya.

Sudah sepuluh menit Saka berjalan dengan payungnya dan selama itu juga Alma masih mengikutinya dari belakang. Seolah seperti sedang diikuti Saka pun memberhentikan langkahnya.

"Lo kenapa ngikutin gue?" Saka memasang wajah galaknya untuk mengultimatum seorang wanita di belakangnya.

"Enggak! Rumah Alma tuh di sana, dekat pertigaan terus ke kanan," jawab Alma dengan menampilkan wajah polosnya. Namun bagi Saka itu adalah mimik wajah yang benar-benar seperti ingin di hakimi.

"Jalan Sudirman?" Saka memastikan kemana dia akan berjalan. Bagaimana pun dia benar-benar sangat risih meskipun Alma memang benar tidak mengikutinya.

"Saka ko tahu? ngikutin Alma yah?" Alma memicingkan mata sedang menghakimi lelaki super tampan di depannya.

"Semua orang juga tahu kalau ke sana itu ke arah jalan Sudirman. Aneh banget sih lo!" jawabnya emosi.

Mereka kembali berjalan, menjadi pusat perhatian orang-orang yang tengah berteduh. pikir orang-orang itu mungkin mereka berdua adalah sepasang kekasih yang tengah bertengkar di bawah hujan.

Saka berjalan cepat, seolah sedang tidak ingin diikuti oleh Alma. Sedangkan Alma mencoba untuk mengimbangi langkah Saka yang seperti sedang dikejar singa.

Melihat mereka berdua seperti dua hal yang bersebrangan seperti kutub Utara dengan kutub Selatan. Atau seperti angin dan hujan yang jika bersatu mungkin akan menciptakan badai.

Hujan dan sedikit angin benar-benar tengah mengguyur mereka. Alma benar-benar kedinginan, dia beberapa kali menggoda Saka dengan mengeluarkan nada kedinginan dari mulutnya agar Saka memberinya sweater tebal yang tengah dipakainya seperti di film-film.

Namun ternyata Saka tidak benar-benar seperti apa yang dipikirannya yang romantis dan pengertian. Pada kenyataannya ia adalah lelaki dingin tanpa emosi.

Namun Alma tetap melihatnya sebagai seseorang yang menarik karena katanya pria yang dingin seperti itu adalah pria yang tetap punya sisi romantis. Hanya saja ia sedang lupa bagaimana cara menggunakan kata romantis itu di depan seorang wanita. Alma berpikir, apakah Saka tidak pernah berpacaran? Atau memang itu sudah menjadi wataknya semenjak dia dilahirkan ke Dunia?

Saka berhenti tepat di pertigaan yang kata Alma itu adalah jalan menuju rumahnya. Ia memandangi perempuan bernama Alma itu dengan sangat lekat hingga membuat Alma harus menahan gemas karenanya.

Saka sepertinya salah bertindak, dia sesegera mungkin mengalihkan pandangannya. "Itu jalan menuju rumah lo, kan? Jadi silahkan pulang dan jangan ikutin gue," cetus Saka yang membuat Alma mengigit bibir bawahnya.

Meskipun memang benar itu adalah arah menuju rumahnya namun dia tidak berniat untuk menyudahi kebersamaan dengan Saka saat ini. Alma pun memutar otak mencari ide agar terus bisa bersama Saka selama mungkin. Kemudian dia teringat satu hal dan mungkin hal ini yang akan membuatnya bisa lebih lama berjalan dengan Saka.

"Saka, emang saka pulang ke arah mana?" tanya Alma mulai mengarahkan pembicaraannya.

"Sana." Tangannya menunjuk lurus ke arah di depannya. Saka masih saja memperlihatkan wajah datarnya. Namun justru itu malah membuat Alma semakin tertarik dengannya.

"Sama dong." Alma mulai melancarkan idenya.

"Katanya tadi arah menuju rumah lo itu ke arah sana!" Saka mencoba untuk menahan emosinya.

"Benar emang ke sana Saka. Tapi Alma baru inget kalau hari ini tuh mau nginep di rumah Nenek. Dan arahnya memang ke sana, ke arah yang sama dengan Saka," ucap Alma meyakinkan Saka karena ini adalah bagian dari idenya.

Saka tidak menjawab, dia lebih memilih untuk meneruskan langkahnya dan mengacuhkan Alma. Saka benar-benar tidak ingin emosinya membuncah hanya karena satu perempuan yang masih saja mengikuti dirinya dari tadi. Dan lebih memilih untuk membiarkan dirinya melakukan hal yang memang ingin dia lakukan. Mendebatnya hanya akan menghabiskan banyak waktu dan emosi saja.

Sementara Saka berjalan, Alma mematung sejenak. Dia kemudian memandangi punggung seorang pria yang ada di depannya. Saka baginya seperti sebuah teka-teki yang akan sulit untuk di jawab, seperti sebuah puzzle yang mungkin akan memakan waktu untuk kemudian bisa di lengkapi dengan sempurna. Dia masih menjadi sebuah tanya yang akan sulit sekali dijawab. Dia masih menjadi sebuah arah yang tidak akan mudah untuk diikuti.

Setelah sekian lama berjalan, akhirnya Saka sebentar lagi akan sampai di rumahnya. Selama itu pula Alma masih mengikutinya.

Dia buru-buru sembunyi terlebih dahulu karena benar-benar tidak ingin jika rumahnya di ketahui oleh Alma. Bisa-bisa nantinya ia akan terus di teror jika Alma benar-benar mengetahui dengan spesifik rumahnya.

Saka bersembunyi diantara dua mobil yang sedang terparkir, dia membiarkan Alma untuk benar-benar menghilang dari pandangan matanya. Setelah merasa bahwa Alma benar-benar hilang, dia kemudian bergegas dengan cepat menuju rumah.

Setelah beberapa lama dibuat cemas oleh ulah Alma. Kini Saka benar-benar bisa bernapas lega dan tidak akan khawatir lagi sampai esok hari. Karena mungkin di sekolah bisa saja Alma berbuat hal yang tidak menyenangkan seperti yang barusan terjadi.

Setibanya di pekarangan, Saka benar-benar kaget melihat Alma yang baru saja masuk ke dalam rumah yang berada tepat di sampingnya.

"Jangan bilang itu rumah neneknya," gumam Saka yang mendapati kenyataan bahwa mungkin dia akan benar-benar sering bertemu dengannya.

Drama Alma

Alma memasang dua salonpas yang ia kenakan di kanan dan kiri keningnya.

Hujan kemarin benar-benar membuatnya merasakan demam dan sakit seluruh badan.

Tadinya ia ingin izin untuk tidak bersekolah namun mengingat kembali bahwa jika tidak sekolah itu berarti tidak bertemu Saka maka ia memutuskan untuk tetap berangkat.

Setibanya di Sekolah, Alma menjadi pusat perhatian. Bukan karena paras cantiknya kali ini melainkan karena beberapa salonpas yang menempel di wajahnya.

"Perasaan kemarin lo sehat?" tanya Airin.

"Ini tuh gegara Saka!" jawabnya.

"Saka? Lo akhirnya nemuin dia?" Airin kini sedang bersemangat untuk mendengar kisah pertemuan antara dirinya dengan Saka.

"Saka itu enggak sama seperti apa yang gue pikirin. Ternyata Saka itu lebih romantis." Alma tersipu ketika menyebut nama Saka di depan Airin.

"Sampai bikin lo sakit?" tanyanya kembali dengan wajah yang kini sedang berpikir keras. Definisi romantis seperti apa yang dipikirkan Alma? Pikirnya, bahwa tidak ada romantis yang bisa menyebabkan sakit jasmani.

"Sepanjang perjalanan pulang kita itu barengan. Saka di depan dan gue di belakang." Alma sangat bersemangat, ia menarik napas panjang sejenak untuk mengingat kembali kisah kemarin untuk diceritakan kembali pada temannya itu.

"Saking romantisnya moment kemarin hujan sama angin pun riuh dan bergemuruh. Kayanya kalau Hujan sama angin itu manusia mereka sedang berteriak histeris menyaksikan bagaimana sepasang manusia sedang menikmati momen bersama." lanjutnya, kemudian merebahkan punggungnya pada sandaran kursi.

"So sweet, terus kalian ngobrol apa aja?" timpalnya.

"Enggak ada," tegas Alma yang membuat Airin berdecak sebal lalu menempelkan jidatnya pada meja tanda bahwa ia sedang merasa kesal dengan sikapnya. Apa iya ada orang yang katanya romantis tapi tidak ada pembicaraan sama sekali sepanjang perjalanan?

"Terus romantisnya di mana... Alma Nadia?" dengusnya kesal.

"Airin, lo kayanya kurang nonton film sama baca-baca Novel deh. Disitu tuh banyak banget yang menceritakan cowok yang dingin dan mereka itu romantis... beneran romantis loh!"

"Serah lo deh mau mendefinisikan seperti apa! Yang jelas denger lo cerita bikin pala gue pusing," protes Airin.

"Terus lo sama Kak Nando gimana?" Kini Alma yang balik kepo dengan kisah mereka berdua.

"Tau deh! Lo becandanya kebangetan. Sepanjang jalan itu gue sama dia canggung banget." Airin mengingat kembali momen bersama Nando kemarin.

"Diem-dieman?" tanya Alma penasaran.

"Iya," jawabnya menghela napas panjang.

"Jadi, gimana?"

"Gimana apanya?" Airin keheranan.

"Iya kan dia cuek."

"Terus?"

"Ih Airin, kenapa bego banget sih?" Kini malah Alma yang balik pusing dan emosi dengan Airin yang tidak mengerti apa maksud dari pertanyaannya.

"Iya kan kata lo kak Nando itu cuek. Jadi gimana? Yang cuek itu romantis dan gemesin, kan?" lanjutnya.

"Gemesin dan romantis dari mana? Dari hongkong?" protes Airin. Ucapan dari Alma barusan terasa begitu seperti sedang menghinanya.

"Orang kalau udah kesel sama orang lain biasanya dia bakalan penasaran nantinya dan kadang akan kepo lalu akan tertarik. Gue yakin, lo bakalan ngalamin fase itu," cetus Alma yang sontak membuat Airin menggelengkan kepalanya.

"Enggak bakalan! Karena hidup gue enggak pernah sedramatis hidup lo," cela Airin.

"Enggak pernah bukan berarti tidak akan pernah yah. Mungkin beberapa waktu yang akan datang hidup lo juga bakalan dramatis, sedramatis hidup gue!" Alma tertawa, merasa puas dengan apa yang baru saja dia ucapkan.

Mungkin setelah ini Airin akan benar-benar dilema antara takut dan resah. Bagaimana hidup yang kata Alma dramatis itu akan benar-benar menghampiri dirinya.

Tidak ingin itu terjad dia ngetukan tangannya di atas meja beberapa kali.

***

Bel istirahat berbunyi. Alma mengajak Airin untuk pergi ketempat fotokopi yang terletak di sebrang sekolah. Dia lupa untuk memfotokopi berkas-berkas yang diminta pak Ayub sebagai persyaratan untuk mengikuti lomba melukis tingkat provinsi.

Setibanya di gerbang sekolah mata Alma berbinar karena mendapati Saka yang tengah berdiri di sebrang jalan tempat di mana fotokopi itu berada.

"Itu Saka!" ucap Alma antusias.

"Mana?" Airin penasaran.

"Itu yang berdiri di sana, di tempat fotokopi." tunjuk Alma antusias.

Mereka lalu menyebrangi jalan. Alma tidak sabar hingga menarik tangan Airin agar berjalan dengan cepat.

Setibanya di tempat fotokopi, Alma berdiri di samping Saka. Alma tidak melihat kearah Saka seolah ia sedang tidak memperhatikan lelaki di sampingnya itu.

Saka mencuri-curi pandang kearahnya.

Dia mencoba tenang setelah tahu jika perempuan itu adalah Alma.

Mungkin dalam hatinya, Saka benar-benar tidak ingin perempuan itu menyapa dirinya.

Setelah beberapa saat menunggu, berkas yang di fotokopi Alma pun beres.

Tiba-tiba saja Alma duduk di kursi plastik yang berada di tempat itu sembari memegangi kepalanya.

"Airin, kepala gue pusing!"

Airin panik sedangkan Saka dengan tidak pedulinya mencoba mengacuhkan Alma yang terduduk lemas. Sebelum akhirnya satu tepakan keras dari Airin padanya membuat Saka terperanjat.

"Lo itu gimana sih ada cewe sakit malah diem aja. Bantuin bopong keruang UKS cepet." Airin terlihat sangat emosi melihat Saka yang hanya diam saja.

Saka yang sebenarnya malas membantu Alma mau tidak mau harus membopongnya menyebrangi jalan.

Alma mengedipkan mata pada Airin yang mengikutinya dari belakang.

Melihat itu, Airin mengerti bahwa Alma sedang berpura-pura. Namun ulahnya yang mendadak sakit kepala berhasil membuat Airin benar-benar panik.

Setibanya di ruang kesehatan kemudian Saka membaringkan Alma. Dia lalu berjalan ke arah pintu untuk pergi meninggalkan mereka. Namun dengan sigap Airin memegang bajunya Saka dari belakang hingga dia tidak bisa lagi berjalan.

"Mau kemana lo?" tanya Airin.

"Keluar!" jawab Saka dengan wajah dinginnya, yang membuat Alma ingin memukulnya.

"Lo Saka, kan?" tanya Airin dengan nada yang sedikit menghakimi Saka.

"Gak penting nama gue siapa!" jawab Saka sinis.

"Alma cerita ke gue kemarin dia nunggu lo depan gerbang buat balikin payung. Karena kejadian itu Alma jadi sakit. Atas pertimbangan yang sudah di putuskan oleh gue sendiri maka lo harus jaga Alma di ruangan ini!" tegas Alma yang membuat Saka memasang wajah bingung sekaligus kesal.

"Sial banget kayanya hidup gue karena ketemu orang-orang gak jelas kaya lo dan teman lo yang aneh ini." Saka menepuk jidat serta menggelengkan kepalanya.

"Lo gamau nemenin Alma? Oke, nanti gue tinggal bilang aja sama bokapnya Alma kalau yang bikin Alma sakit adalah lo, Saka!" Airin memberikan mata tajamnya pada Saka.

"Yaudah, gue gak mau banyak drama. Nanti gue suntik mati aja ni anak biar gak ngerepotin orang lagi," celetuknya sembari menampakan senyum jahat kearah Airin.

"Gila... dasar cowok kasar. Kalau lo ngelakuin hal-hal jahat dan mesum saat jagain temen gue awas aja gue tonjok dada lo sampai gak bisa napas lagi." Airin memperingatkan Saka.

"Lo pikir aja ada cowok brandal kaya gue jagain cewek cantik kaya dia dengan kondisi dia lagi pingsan. Naif banget kalau enggak gue apa-apain!" Saka menggertak dengan senyum mesumnya pada Airin agar dia bisa keluar dari ruangan ini.

Namun Alma yang mendengar langsung dari mulut Saka bahwa dirinya cantik langsung tersipu.

"Kebetulan ruangan ini udah ada cctv kalau mesum sama temen gue abis lo dirujak sama sekolah. Dan yang harus lo tahu adalah bokapnya Alma adalah seorang tentara dan nyokapnya seorang pengacara. Silahkan aja kalau lo mau bikin sisa hidup lo menjadi gak aman dan gak baik-baik aja!" cetus Airin dengan diakhiri tawa jahat darinya.

Memang benar hidup adalah pilihan. Tapi kadang ada saat-saat di mana kita harus hidup dengan sesuatu hal yang sebenarnya tidak ingin sekali kita lakukan.

Seperti yang saat ini terjadi dengan Saka. Menjaga Alma adalah sesuatu hal yang sebenarnya tidak ada dalam rangkaian rencana yang sudah dia susun sejak terbangun dari tidurnya pagi tadi. Namun apa daya satu gertakan dari airin benar-benar membuat Saka menjadi chaos.

Airin pun pergi kini hanya tinggal Saka dan Alma dalam satu ruangan.

Alma yang sebenarnya sedang berpura-pura pingsan sesekali menatap wajah Saka dengan lekat meski hanya sekilas ketika ia lengah. Baginya ini adalah sesuatu yang akan membuat hatinya meletup-letup dan bergembira.

Dalam hatinya dia ingin terus berpura-pura tidak sadarkan diri agar bisa lebih lama lagi berduan dengan Saka dan menatap wajahnya sesering mungkin. Karena mungkin setelah momen ini selesai Saka akan kembali sulit untuk dia temukan.

Namun bibirnya tidak berhenti berontak karena ingin sekali berbicara dengan Saka. Bagi Alma mengeluarkan banyak kata untuk Saka tidak akan membuatnya merasa lelah. Karena berbicara dengannya mungkin sudah menjadi sebuah kesenangan tersendiri yang terlampau sudah memiliki arti dalam degupnya.

Akhirnya Alma sadar dari pura-pura pingsannya. Ia mencoba untuk meringis sembari memegangi kepalanya.

"Lo udah sadar? Gue cabut." Saka yang tengah duduk lekas berdiri dan berjalan kearah pintu.

"Saka... sadar itu bukan berarti udah baikan tahu! Alma masih pusing belum dikasih obat, belum di kasih salonpas juga di kening Alma," ringisnya berpura-pura menahan sakit.

"Lo itu cuman pingsan bukan lumpuh. Jadi masih bisa ngelakuin semuanya sendiri." Saka tetap acuh dan mulai membuka pintu.

"Saka! Alma tuh masih lemes. Kalau ngelakuin semuanya sendiri mana bisa. Lagian Saka harus tanggung jawab karena semua ini gara-gara Saka juga kan!" Alma tidak kehabisan ide untuk membujuk Saka agar tidak keluar dari ruangan uks.

Saka menutup kembali pintunya, sesuatu yang di syukuri oleh Alma. Dia membuka tempat penyimpanan obat mencari sesuatu yang bisa diberikan pada Alma agar cepat kembali pulih.

"Saka nyari apa?" tanya Alma.

"Kapal selam." jawabnya sangat emosi. Namun mendengar itu Alma hanya tertawa kecil.

"Ternyata Saka lucu. Mana ada kapal selam di tempat kecil kaya gitu." sahutnya di sela-sela tawa yang mengudara di ruangan yang tidak besar ini. Saka hanya menggelengkan kepalanya.

"Pake." Saka memberikan salonpas pada Alma untuk dia gunakan.

"Alma tuh lebih seneng dikompres pakai air anget." tolak Alma memberikan kembali salonpas itu pada tangan Saka. Tidak ingin mendengar ucapannya, Saka kemudian menempelkan salonpas yang dia pegang tepat dikening Alma dengan paksa. Alma tidak bisa menolak dan membiarkan tangannya menyentuh kening Alma. Saat itu terjadi Alma hanya diam membeku seolah tak percaya bahwa Saka sedang memegangnya saat ini.

Wajah pucatnya seketika menjadi merah merona. Alma menutupi wajahnya karena tidak ingin dilihat oleh Saka. Sementara itu Airin yang baru saja membuka pintu langsung salah paham ketika melihat tangan Saka sedang menyentuh Alma dan melihatnya yang terlihat gelagapan.

"Dasar cowok mesum!" Teriaknya, yang membuat beberapa orang dari luar memadati ruangan kesehatan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!