NovelToon NovelToon

Aku Jatuh Diantara Dua Pria

Part 1 Awal Kehidupan Ku

Namaku Naomi. Aku berasal dari kota kecil yang berani menggantungkan harapannya sangat tinggi. Orang bilang aku wanita yang beruntung. Mereka berkata aku sempurna. Punya paras cantik dan pintar. Aku juga anak satu-satunya yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan cinta.

Aku menyelesaikan pendidikanku dengan sangat baik dengan predikat yang memuaskan di satu universitas ternama.

Lalu tak lama setelah aku lulus, aku memutuskan pergi ke negeri impianku, Paris. Kota nan indah dan termashyur yang penuh cinta. Kota dengan segudang potensi di mana aku bisa memuaskan gairah pada fashion design.

Aku sangat bersyukur impian itu mendapat dukungan dari dua tetua yakni si penanam benih dan si penghasil benih, yaitu dua orangtua yang telah memberikan cintanya sepenuhnya.

Akhirnya aku sampai di kota romantis itu. Mataku takjub saat menyaksikan dari dekat tingginya menara Eifel. "Apakah ini nyata? Ini indah dan luar biasa!" Hatiku tak henti bicara selama memandangnya.

Di sana banyak pasangan muda saling membagi cintanya. Sejenak pemandangan itu membuatku iri karena aku datang sendiri.

Namun, itu tak sebanding dengan impian yang sebentar lagi menjadi nyata.

Tak berapa lama setelah tinggal di sana, aku mendapat pekerjaan yang kuimpi-impikan, sebuah butik ternama tempatku menyalurkan gairah.

Kebahagiaan itu semakin lengkap ketika aku bisa bertemu dengan artis-artis holywood dan berinteraksi dengan mereka. Itu membuatku merasa berharga dan lebih percaya diri.

Namun kebahagiaan terbesar yang pernah kucapai adalah bisa pergi ke Los Angels. Kota yang terkenal dengan gemerlapnya dunia hiburan.

Aku dan atasanku juga anggota timku, di sana kami mempersiapkan fashion show dan memperkenalkan beberapa koleksi busana terbaik kami kepada perusahaan hiburan terbesar di sana. Aku sangat bahagia bisa bertemu dengan beberapa super model.

Selain bekerja sama dengan perusahaan itu, perusahaan kami juga mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan perusahaan fashion terkenal lainnya, dan berkompetisi di ajang bergengsi di Amerika.

Seumur hidup aku tak pernah menduga gadis yang berasal dari kota kecil sepertiku bisa pergi ke tempat-tempat hebat dan mengenal dunia.

Saat itu kata-kata yang terucap saat aku masih muda menjadi sangat jelas. Bahwa aku adalah wanita yang paling beruntung.

Setiap malam aku selalu bersyukur pada Yang Kuasa karena telah memberiku kesempatan yang indah. Rasanya semua doa yang kupanjatkan tidak akan cukup membalas semua kemurahan hati-Nya.

Lalu beberapa waktu setelah kompetisi itu, perusahaan kami akhirnya memenangkan ajang itu dan kami juga mendapatkan kontrak dengan nilai yang cukup fantastis.

Aku mendapatkan bonus yang besar atas semua kerja keras yang telah kulakukan.

Satu unit apartement dan satu mobil mewah menjadi bukti hasil keberhasilanku di negeri orang.

Dua tetua di kampung halamanku juga merasakan dampaknya.

Sebuah rumah dibangun untuk mereka sebagai ungkapan terima kasih atas doa-doa mereka yang tulus.

Mereka selalu memanjatkan doa agar semua mimpiku yang lain bisa terkabul.

*********

Suatu hari atasanku mempercayakan satu projectnya padaku. Maka demi menjaga kepercayaan itu, aku selalu bekerja keras siang dan malam agar project itu berhasil.

Meski setiap hari aku selalu kurang tidur, tapi aku terus berusaha menjaga fokusku dan tetap semangat. Itu adalah project pertama yang dia percayakan padaku.

Sampai beberapa waktu kemudian, kerja kerasku akhirnya diuji. Rasa gugup membungkus rapat jantungku hingga rasanya sulit berdetak saat harus memasuki ruangannya menyerahkan hasil laporannya.

Sepanjang kaki melangkah harapan selalu diutarakan sebelum memasuki ruangan misterius itu.

Ketika aku membuka pintu ruangannya, tanganku gemetar meletakkan berkas itu di mejanya. "Pak, ini laporannya."

Kemudian aku tetap diam di situ menunggunya selesai memeriksa. Dia sendiri tidak menyuruhku keluar.

Perasaanku semakin berdebar saat melihat keningnya berkerut seketika saat memeriksa.

Lalu usai memeriksa semua lembaran itu, dia menyingkirkan laporan itu ke sisi meja dan bediri dengan raut wajah yang dingin.

Perasaanku campur aduk dan hatiku selalu bertanya, "Apa hasil kerjaku kali ini tidak baik? Kenapa mukanya tegang sekali?"

Aku terus tertunduk sampai akhirnya dia membuka suaranya.

"Selamat. Kerjamu sangat bagus. Aku akan percayakan project yang lebih besar padamu nanti."

Mulutku menganga seketika dan jantung terasa berhenti berdetak saat mendengar perkataannya. "Apa? Apa itu benar?" Tanyaku tak percaya.

Otakku terkadang menghitung keuntungan yang bisa kudapat sewaktu atasanku mempercayakan proyek yang lebih besar untukku. Dengan senang hati aku menerima tawarannya lalu keluar dengan bersemangat.

*********

Hari demi hari aku sangat bersemangat mengerjakannya. Di otakku hanya ada uang, bonus, dan impian menjadi kaya dan terkenal.

Tapi baru satu bulan aku mengerjakan project itu, aku merasa diriku seperti budak, sangat terbebani dan sangat lelah.

Aku bahkan tidak punya waktu untuk duduk dan beristirahat sebentar bahkan untuk minum secangkir kopi hangat.

Terkadang aku ingin menyerah saja tapi aku takut membuat atasanku kecewa.

Aku berpikir mendapatkan posisi seperti yang kumiliki sekarang tidaklah mudah.

Banyak orang sudah berjuang selama bertahun-tahun tapi belum tentu mendapatkan apa yang kuraih saat ini.

Aku bekerja sangat keras menjalankan kepercayaan itu. Anggota timku juga demikian. Aku bisa melihat sendiri dedikasi yang mereka tuangkan untuk project ini.

Kantung mata tak dapat terhindarkan dan semakin hari semakin gelap karena selalu kurang tidur.

Karena project itu, aku jarang pulang ke apartemen tapi malah tidur di ruang kerja bersama yang lainnya. Kami menghabiskan waktu bersama setiap hari dan saling menyemangati.

Aku yakin dengan kata-kata ini, 'Meski masalahmu sebesar gunung, tapi jika dikerjakan bersama-sama akan terasa lebih ringan.'

*********

Akhirnya waktu yang dinanti pun tiba, waktu di mana kami harus menyerahkan hasil pekerjaan kami kepada atasan.

Aku sangat penasaran bagaimana reaksinya dan berharap reaksinya akan sama seperti dulu.

Dengan bersemangat aku berjalan menuju ruangannya menyerahkan hasil design itu dan selalu berdoa.

Namun sesuatu yang tak diduga justru terjadi. Begitu dia menerima laporan itu, dia malah meletakkannya begitu saja tanpa melihatnya sedikit pun.

Aku sangat kecewa dan marah. Aku merasa pengorbanan yang selama kukerahkan tidak ada artinya.

Aku berkata pada diriku sendiri, "Pak, aku bahkan tidak tidur demi membuat semua design itu. Tolong lihatlah sebentar."

Tapi atasanku justru menyuruhku segera keluar dari ruangannya.

Aku tidak tahu kenapa. Dengan emosi yang campur aduk, aku bergegas keluar dari ruangannya dengan muka yang tertunduk kecewa.

Namun ketika aku hendak menutup pintu, aku mencoba sekali lagi melihat apakah dia akan memeriksanya atau tidak. Dan ternyata tidak sama sekali.

Part 2 Menghadapi Tantangan Sulit

Ke esokan harinya, atasanku memanggilku ke ruangannya. Aku sangat panik dan gugup dan bertanya dalam hati,

"Aduh, kenapa dia memanggilku mendadak begini? Apa aku membuat kesalahan?"

Aku berjalan dengan cepat menuju ruangannya. Dengan tangan yang gemetar aku mengetuk pintu ruangannya.

Kemudian dia memintaku masuk dan menyuruhku duduk.

Raut wajahnya semakin dingin dan tegang. Matanya melotot ke arahku, membuatku tak berani menatap mata besarnya yang indah.

Setelah diam beberapa detik, dia pun memanggil namaku,

"Naomi! Maaf aku belum sempat memeriksa hasil kerjamu. Aku sangat stress dengan masalah keluarga yang kualami saat ini."

Lalu dengan nada suara yang ragu-ragu aku menjawabnya,

"Memangnya ada apa pak?"

Dengan tetap mempertahankan kontak mata, dia kemudian menjawabku dengan suara rendah dan sedikit emosional,

"Aku tidak bisa memahami istriku. Aku sudah bekerja keras demi membahagiakannya. Aku memenuhi semua keinginannya.

Dia bahkan bisa membeli apa saja yang dia inginkan. Tapi dia malah menyakitiku dengan berselingkuh dengan pria lain."

"Maaf pak! Lalu bagaimana selanjutnya?" Pertanyaan itu spontan terlontarkan karena dikuasai perasaan gugup.

"Aku tidak tahu. Dan aku sangat frustasi."

Aku pun tidak tahu apa yang harus kukatakan lagi. Aku tidak punya pengalaman dalam rumah tangga. Selain hanya bisa mendengarkan curhatannya, aku mencoba menawarkan secangkir kopi hangat untuk mencairkan suasana yang mulai hening dan terasa bodoh.

Aku terus mendengarkan dan memperhatikan setiap perkataannya. Dia bicara panjang lebar sampai sore, sampai rasa bosan dan ngantuk mulai menggerogoti mataku sedikit demi sedikit. Namun demi respek padanya, aku mengerahkan seluruh kemampuan agar bola mataku tetap terjaga.

Kemudian tak berapa lama, atasanku yang dingin itu mulai menangis di hadapanku, yang membuat aku semakin tampak bodoh karena itu adalah pertama kalinya aku melihat orang dingin sepertinya menangis.

Jantungku semakin meledak saat tangannya tanpa kendali memelukku. Hatiku bergejolak dan kaget setengah mati. "Bagaimana mungkin?" Gumamku.

Tubuhku menjadi tegang karena aku tidak pernah merasakan seperti apa rasanya dipeluk lelaki.

Namun di saat yang sama aku mencoba menyesuaikan pola pikirku, "Baiklah, aku harus bisa menerima budaya barat."

Lalu untuk menenangkan suasananya, aku berpikir untuk mengajaknya makan di luar.

"Pak, mungkin bapak sudah lapar. Bagaimana jika kita pergi makan di luar? Mungkin setelah itu bapak akan merasa sedikit lebih baik."

"Yah, mungkin kamu benar. Sejak pagi aku belum makan apa pun.

Baiklah, ayo kita pergi sekarang!"

Kami pergi ke sebuah restoran yang cukup elit di kota itu dan makan makan malam di sana.

Di sana dia bercerita lagi tentang hubungannya dengan istrinya.

Lagi-lagi dengan polosnya aku melontarkan pertanyaan yang begitu saja terlintas di kepalaku,

"Mmm, apakah bapak sudah punya anak?"

"Belum. Aku juga ingin sekali memilikinya. Tapi istriku bilang tidak usah karena aku tidak akan punya waktu untuk mengurusnya."

"Oh begitu. Maaf pak. Aku tidak punya pengalaman tentang rumah tangga. Tapi jika bapak ingin bercerita aku siap mendengarkannya." Aku hanya bisa melontarkan sedikit senyuman untuk menanggapinya.

Karena hal itu, hubungan kami semakin akrab, dan kami semakin mengenal satu sama lain.

Aku juga bercerita padanya bagaimana aku bisa sampai ke kota besar ini dari kota yang kecil.

Aku juga memujinya karena telah memberikan kesempatan untuk berkarir di perusahaannya.

Malam itu kami sangat asyik mengobrol sampai lupa waktu. Aku melihat jam ternyata sudah menunjukkan pukul 12 malam. Dengan sedikit keberanian, aku mencoba menyudahi percakapan itu.

"Pak, aku rasa ini sudah sangat larut. Maaf kalau bapak masih ingin cerita."

"Ah, seharusnya aku yang minta maaf. Baiklah, aku akan mengantarmu pulang."

Namun saat hendak berpisah aku berkata pada atasanku,

"Pak, aku berharap di kantor hubungan kita normal seperti biasa. Yang aku lakukan pada bapak hanyalah sebatas teman. Dan aku melakukan itu karena empati pada penderitaan bapak. Tolong jangan tersinggung dengan perkataanku pak."

"Ok baiklah. Aku akan mengingatnya. Dan terima kasih untuk hari ini."

**********

Begitu aku sampai di apartemen, aku segera pergi mandi dan berendam di bath tub, berusaha menenangkan pikiranku. Meski saat itu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, waktu di mana seharusnya mata terpejam dan beristirahat.

Tapi saat itu, tiba-tiba saja otakku teringat pada apa yang kami lakukan. Hampir saja aku membalas pelukan dan ciumannya. Sentuhan itu membuat otakku beku dan hampir lupa diri.

"Apa yang sudah aku lakukan? Hallo, sadarlah! Dia sudah menikah. Dia melakukannya hanya demi memuaskan dirinya saja.

Jangan sampai kau terjerat dan tak bisa lepas.

Naomi! Kau harus lebih berhati-hati! Sadarlah!"

Belakangan aku tertidur di dalam bath tub. Air hangat itu membuat tubuhku lemah juga mataku.

Hingga hari cerah, barulah aku tersadar saat ponselku berdering berkali-kali. "Astaga! Mampuslah aku! Laki-laki dingin ini sudah meneleponku berkali-kali. Jam berapa sekarang?" Saat aku melihat jam di ponselku, otakku semakin gila karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

"Maafkan aku pak. Aku tidak masuk kerja karena sedang flu." Jawabku terbata-bata

"Ok, baiklah! Tapi besok kau harus masuk kerja! Ada banyak project yang menantimu!" Bentaknya di telepon dan segera menutupnya.

Mendengar itu aku semakin syok dan tak habis pikir.

"Ini orang aneh sekali. Tidak punya belas kasihan sedikit pun. Pantas saja istrimu selingkuh. Dasar orang aneh!"

Kemudian aku melilitkan handuk dan berganti pakaian lalu pergi berbaring.

Aku lapar namun tidak punya selera makan sama sekali.

Aku berusaha memaksa mata untuk terlelap.

Tapi baru beberapa menit aku memejamkannya, aku mendengar bunyi bel pintu berkali-kali.

"Siapa yang datang di jam sibuk seperti ini?

Apakah pengantar makanan?

Agh,,, tidak,,, tidak,,, Aku merasa tidak memesan makanan.

Tapi sudahlah, aku lihat dulu siapa yang datang. Belnya berisik sekali."

Dengan kaki yang malas aku beranjak lalu melihat dari kamera yang menempel di pintu. Mataku terbelalak menyaksikan sesuatu yang menurutku mustahil terjadi.

"Untuk apa laki-laki kulkas yang aneh itu datang kemari?

Menganggu jam tidur saja. Aku sudah bilang kan aku sedang sakit.

Baru tadi dia membentakku di telepon, dan sekarang dia datang ke sini?

Apa dia akan mencekikku?

Oh tidak! Lebih baik aku tidak usah buka pintu. Biarkan saja. Nanti juga dia pergi."

Sekitar sepuluh menit aku tetap di sana tapi dia tak kunjung pergi. Karena rasa penasaran, aku terpaksa membuka pintu.

Begitu pintu dibuka, dia langsung membentakku,

"Kenapa lama sekali dibuka?

Kamu mau aku menunggu sampai kering di luar sini?"

Aku jadi semakin tidak mengerti dengan sikapnya yang selalu berubah-ubah.

kemudian dia berkata lagi,

"Aku membawakan makanan untukmu. Ini sangat bagus agar kau cepat sembuh dan segera bekerja.

Aku tidak suka dengan karyawan yang bermalas-malasan.

Sekarang ayo duduk! Aku akan menyuapimu."

Disisi lain aku sangat senang namun tak habis pikir. "Bagaimana mungkin seorang bos membawakan makanan untuk pegawainya?" Gumamku.

Tapi karena saat itu aku sangat lapar, aku menurutinya sekaligus bilang,

"Pak, tidak perlu repot seperti ini.

Aku jadi tidak nyaman.

Aku bisa makan sendiri. Dan penyakitku tidak parah. Besok juga bisa kembali bekerja."

Tapi atasanku tetap memaksa. Dia membuka bungkus makanan itu dan memindahkannya ke piring lalu mengambil sendok.

"Cepat buka mulutmu dan makan!"

Aku terpaksa membuka mulut dan makan dari suapan tangannya sampai makanan itu habis.

Part 3 Awal Yang Sulit

Ke esokan harinya kesehatanku mulai membaik. Pagi itu aku pergi lebih awal dari biasanya mengingat sehari saja tidak masuk kerja, pria aneh itu pasti sudah menumpukkan pekerjaan dua kali lipat di meja kerja sebagai hukuman. Dia selalu melakukannya karena berpikir, 'Karyawan yang tidak masuk kerja artinya karyawan yang bermalas-malasan.'

Mungkin karena itulah perusahaannya bisa maju dan berkembang. Tapi aku juga berpikir apakah di rumah tangganya dia juga seperti itu.

Sesampainya di sana sebelum membuka kertas-kertas kerja, aku berpikir sejenak dan berharap dia tidak akan bertindak konyol di kantor yang bisa menimbulkan prasangka bagi karyawan lainnya.

Saat itu sudah jam delapan pagi namun pria aneh itu masih belum juga tiba. Itu bukanlah kebiasaannya. Mendadak muncul perasaan cemas, namun bukan khawatir karena memiliki perasaan tapi khawatir karena ada beberapa pertemuan yang harus dia hadiri dan project yang harus ditanda tangani.

Aku mencoba berpikir tenang dan menunggu sampai jam 9.

Tapi dia tak kunjung datang.

Dengan terpaksa aku mencoba menghubungi ke rumahnya tapi teleponnya tak kunjung diangkat.

Otakku semakin bingung dan sulit berpikir, "Bagaimana ini?

Beberapa manajer dari perusahaan fashion akan bertemu dengannya. Aku sudah telepon berkali-kali tapi tak ada jawaban."

Situasi memaksaku mengambil suatu keputusan. Akhirnya dengan berbagai kalimat dan segala bujuk rayu, aku terpaksa mengatakan kepada semua client bahwa pertemuannya akan diundur.

Tapi ternyata situasinya sungguh di luar dugaan, kemarahan mereka begitu memuncak karena waktu mereka terbuang percuma. Belakangan aku tidak bisa menghadapi situasi itu sendiri. Aku sudah bertanya kepada karyawan lain tapi tidak ada yang tahu kabar pria aneh itu.

Akhirnya aku memberanikan diri pergi menemuinya ke rumahnya dan membawa beberapa dokumen pekerjaan. Aku berharap mungkin di sana dia akan menandatanganinya.

Dengan sedikit cemas aku pergi ke sana. Aku belum pernah melihat istrinya dan tidak tahu seperti apa sikapnya. Aku pergi bermodalkan nekat.

**********

Sesampainya di sana mataku terpesona melihat keindahan yang terpancar di setiap sisi rumahnya. Beberapa mobil sport mewah terparkir di sana. Setiap ukiran dindingnya juga seolah-olah mempunyai pesan tersendiri. Itu diukir indah dengan tinta hitam dan putih.

Aku semakin gugup dan bodoh karena tak tahu jalan masuk. Istana yang luas itu memiliki banyak pintu.

"Ya ampun. Aku terjebak di labirin istana. Sejak tadi aku bahkan tidak melihat satu pun penjaga di sini. Kalau aku sembunyi di sini, aku pasti tidak akan ketahuan."

Seraya melangkah bibirku terus mengeluh, "Ckckck...seandainya aku bekerja di sini, pasti aku sudah kurus kering. Lihat saja laintainya! Luas! Untuk membersihkannya kan butuh tenaga kuda! Aku harus banyak makan supaya tidak kurus kering karena kebanyakan olahraga."

Lama-lama aku menjadi kesal sampai aku memutuskan untuk pergi.

Tapi, saat aku berbalik badan, tiba-tiba saja aku mendengar suara pintu lain yang terbuka. Aku kemudian menoleh dan mendekati pintu itu.

"Oh, ternyata ini pintu otomatis yah. Baiklah, aku akan masuk."

Meski hati sedikit cemas, aku tetap masuk sambil berharap semoga tidak tersesat di sana. Entah di ruangan mana atasanku yang aneh itu berada. Aku memanggil-manggilnya sambil terus berjalan.

Sampai tiba-tiba, "BURRR...!" Mendadak aku berteriak histeris karena kaget luar biasa. Dia tiba-tiba datang memelukku dari belakang entah dari mana dia muncul. Tapi karena dia menangis, aku tidak tega melepaskan tangannya.

Meski rasa takut terkadang muncul, aku berusaha tetap tenang. Lalu kemudian dia mencurahkan isi hatinya sambil terus mempertahankan dekapannya.

Dia berkata bahwa istrinya telah benar-benar meninggalkannya. Dia sudah membawa semua barang-barangnya. Dan tadi malam mereka bertengkar hebat. Karena perasaan tertekan itulah dia tidak masuk kerja.

Apa yang bisa kulakukan saat itu? Tidak ada. Aku hanya bisa pasrah dan berkata dalam hati,

"Aduh, sampai kapan orang ini tidak akan melepaskan tangannya dariku? Aku sangat tegang dan tidak bisa bernafas."

Lalu aku mencoba memberanikan diri bicara padanya.

"Pak, aku mohon tenanglah! Bisakah kita duduk sebentar? Aku akan mendengarkan bapak dengan baik."

"Oh, ok baiklah, maafkan aku karena terlalu agresif seperti ini."

Kami duduk di sofa, dan sekali lagi dia bercerita panjang lebar sampai membuatku pusing. Kemudian dia berbaring di pangkuanku dan itu membuaku semakin panik, tegang dan terlihat bodoh.

Entah kenapa tubuhku selalu pasrah diperlakukan semaunya. Meski otakku menentangnya, Tapi hatiku seperti menyetujui setiap tindakannya. Hatiku benar-benar licik dan nekat.

Saat itu aku memutuskan untuk tidak menyerahkan dokumen apa pun padanya. Aku hanya membiarkannya tidur di pangkuanku sampai dia benar-benar terlelap.

Belakangan mataku tak kuat dan akhirnya tertidur.

********

Lalu tiba-tiba suara pintu yang sangat keras membangunkan kami berdua.

Seorang wanita datang dan berteriak memaki-maki atasanku. Dia juga menarik tanganku dan mendorongku sampai jatuh. Lalu dia meneriaki suaminya dan bilang,

"Oh, jadi kamu juga bermain di belakangku? Jadi seperti ini kelakuanmu selama ini?"

Aku hanya diam saja melihat pertengkaran mereka berdua.

Kemudian wanita itu menampar wajah suaminya lalu pergi membawa beberapa barang. Setelah wanita itu pergi, aku memberanikan diri mendekati atasanku dan bilang,

"Maaf pak. Apakah itu istri bapak?"

"Iya. Dia istriku yang sangat kucintai tapi mengkhianatiku."

Aku bingung kenapa wanita itu pergi meninggalkan atasanku. Dia tampan dan juga kaya. Apa yang wanita cari ada padanya.

Maka untuk menenangkan kembali situasinya, aku mencoba menawarkan makanan untuknya. Memang aku datang ke sana tidak membawa makanan apapun, tapi aku menawarkan diri untuk memasak makanan untuknya.

Dia pun setuju dan kami bersama-sama ke dapur.

Tapi saat aku mulai mengiris beberapa bumbu, tiba-tiba saja dia melontarkan sebuah perintah menghentikanku.

"Sudah! Biar aku saja yang memasak. Dari caramu memotong dan mengiris, aku melihat bahwa kau tidak pintar memasak. Tidak seperti istriku.

Sudah sana! Duduklah di sana!"

Tanganku seketika berhenti dan mukaku tidak senang. Sembari menyingkir aku bergumam, "Yah iyalah, aku bukan istri bapak. Aku kan karyawan bapak."

Dia memasak begitu terampil dan cepat.

**********

Lalu setelah semua makanan itu matang, tangannya dengan terampil menyajikannya di atas meja seperti sajian di restoran mewah.

"Wow! Pak, ini terlihat sangat lezat. Apa bapak sebelumnya adalah seorang chef?"

"Iya kamu benar. Tapi aku tidak puas dan memulai bisnis yang lain yang bukan hobiku. Aku ingin menguji diriku sendiri. Apakah aku bisa sukses di bidang yang lain? Ternyata bisa. Aku hanya gagal dalam rumah tangga.

Sudahlah, lebih baik kita makan. Jangan membicarakan wanita itu lagi."

Melihat semua itu, aku pun jadi semakin terpesona padanya, si pria aneh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!