...----------------...
Bermula ketika pertengkaran hebat dari sepasang suami istri beberapa tahun silam, ketika sang suami yang baru pulang kerja dan tiba-tiba langsung membuat kegaduhan dan juga melayangkan sebuah tuduhan yang begitu menyakitkan bagi sang istri.
" Cukup Mas, kamu ini apa- apaan sih. Baru pulang langsung marah- marah tidak jelas begini, lihatlah anak- anak kita masih kecil, mereka pasti merasa ketakutan mendengar suaramu ini Mas. "
Sakinah meraih tas kerja dan juga jas suaminya yang memang sudah di lepaskan sebelum masuk ke dalam rumah.
Damar menepis tangan Sakinah yang secara tidak sengaja menyentuh kulitnya.
" Jangan sentuh aku, aku tidak sudi di sentuh oleh wanita seperti mu. " Bentak Damar.
Sakinah terkejut dan juga heran melihat sikap Damar yang aneh, dia juga bersikap kasar padanya.
Sakinah yang tidak mengerti dengan perubahan sikap suaminya mendesak meminta penjelasan, namun bukannya mengiyakan dan duduk bersama Damar malah semakin berkata kasar dan menyakitkan hati Sakinah.
" Tidak perlu pura-pura bodoh Sakinah, aku sudah tau bagaimana perbuatan mu selama ini di belakang ku. Saat ini aku sudah tidak bisa melanjutkan hubungan ini, aku tidak mau hidup serumah dengan wanita tukang selingkuh, wanita yang rela menjajakan tubuhnya untuk Pria lain di saat dia masih menjadi wanita orang lain. "
Lagi-lagi ucapan Damar membuat Sakinah terkejut, hatinya terluka. Ia mencoba mengatakan kalau Ia tidak melakukan semua tuduhan yang di lontarkan oleh Damar, namun Pria yang sudah terlanjur terhasut itu tidak mau mendengarkan ucapan Istrinya. Ia melempar beberapa foto yang entah Ia dapat darimana di depan wajah Istrinya.
" Cepat kemasi semua barang- barang mu dan pergi dari rumah ini, mulai saat ini aku bebaskan kamu dari semua tanggung jawab mu padaku dan juga rumah ini. Mulai saat ini dan kedepan nya kita bukan siapa-siapa lagi. "
Sakinah menangis tergugu mendengar ucapan suaminya yang telah menjatuhkan talak untuk nya, kedua anak kembarnya berlari memeluk Ibu mereka ketika melihat Ibu mereka terduduk di lantai sembari menangis.
Sakinah memeluk kedua buah hatinya, Ia menyapu air mata yang mengalir di kedua pipi Putrinya, Sakinah menatap suaminya seakan tidak percaya dengan apa yang sudah di lakukan Pria yang sudah membersamai nya selama sepuluh tahun itu.
Damar yang sedari tadi memalingkan wajahnya seolah enggan melihat Sakinah kini merasa tidak tahan lagi, Ia dengan kasar menyeret wanita itu ke lantai kamar atas dimana kamar mereka berada.
Sampai di atas Ia tak segan- segan mendorong wanita itu hingga hampir saja tubuhnya ambruk.
" Cepat bereskan semua pakaian mu, jangan ada yang tersisa satu pun karena aku tidak sudi melihatnya disini. "
Sakinah berusaha berdiri, masih dengan isak tangis Ia mengumpulkan semua pakaian miliknya dan di masukkan kedalam koper.
Setelah selesai Ia turun ke bawah dengan menggandeng dua koper sedangkan satunya di dorong oleh si kembar.
Mereka bertiga melangkah keluar karena tidak melihat keberadaan Damar, namun sebelum sampai di pintu depan terdengar suara dari Pria itu.
" Tunggu !! Aku hanya meminta kamu yang pergi, jangan bawa anak- anak ku. Aku tidak mau mereka mengikuti prilaku buruk dari mu. "
Sakinah menghentikan langkahnya, kali ini Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi. Ia menoleh dengan tatapan penuh amarah, bagaimana bisa Pria itu memisahkan dirinya dengan kedua buah hatinya.
" Mas, Setega itukah kamu. Kamu menuduhku dengan sesuatu yang tidak aku lakukan lalu mengusir ku dengan tidak hormat, aku sudah menerimanya tapi aku tidak akan terima kalau kamu memisahkan aku dengan anak-anak ku, kamu benar-benar tidak punya hati. "
Damar tertawa sinis, mengejek wanita yang selama ini sudah mengabdikan hidupnya padanya.
" Kamu pikir mudah menghidupi mereka berdua di luar sana, apa kamu mau mengajak mereka buat jadi gembel begitu. Kamu bisa apa ha...... tanpa aku, sebaiknya kamu sadar diri. "
Damar menarik tangan kedua anak kembar mereka dengan kasar, menjauhkannya dari Ibu mereka.
" Berhenti menangis dan ikutlah bersama Ayah, apa kalian akan ikut Ibu kalian dan kehilangan semua kenyamanan di rumah ini. Makan juga belum tentu, apalagi tidur. Bisa- bisa kalian tidur di bawah kolong jembatan. "
Terjadi tarik menarik di antara keduanya sampai akhirnya Sakinah melepaskan tangannya karena tidak tega melihat kedua Putrinya yang kesakitan.
Si kembar menatap Ibu mereka yang pergi menjauh setelah di bentak oleh Ayah mereka, Damar tersenyum penuh kemenangan karena kedua buah hatinya telah memilihnya.
" Ibu........... !!!! " Teriak si bungsu tiba-tiba.
Ia berlari ke arah Ibunya, Sakinah menoleh dan spontan merentangkan kedua tangannya menyambut tubuh Putri kecilnya.
" Ibu, bolehkah Kirani ikut Ibu. " Tanya Rani penuh harap.
Rani memang lebih dekat dengan Ibunya ketimbang Ayahnya, itu karena sang Ayah yang memang kadang membedakan kasih sayangnya pada kedua Putrinya itu.
Sakinah mengangguk berulang kali di sertai dengan senyuman penuh haru, Rani bahagia karena mendapat persetujuan dari Ibunya.
Rani berlari kecil mengambil koper miliknya, Damar yang melihat itu menjadi kesal, Ia tidak terima dengan keputusan Rani yang lebih memilih Ibunya ketimbang dirinya dan semua kenyamanan di rumah itu.
" Rani, Ayah bilang kembalilah pada Ayah. Untuk apa kamu ikut Ibu mu yang hanya akan membawa pengaruh buruk padamu itu. "
Rani menatap Ayah dan Ibunya bergantian, Sakinah harap- harap cemas. Ia khawatir Rani akan berubah pikiran dan memilih tinggal bersama sang Ayah, namun apa yang di khawatirkan Sakinah tidak terjadi. Rani menarik koper kecilnya ke arah sang Ibu.
" Baiklah Rani, karena kamu lebih memilih Ibu mu maka mulai sekarang Ayah tidak pernah lagi menganggap mu sebagai anak, Ayah tidak peduli bagaimana kamu di luar sana, makan atau tidak Ayah tidak akan peduli. Mulai saat ini anak Ayah hanyalah Kirana dan jangan pernah menuntut nafkah dari Ayah karena Ayah tidak akan sudi memberikan sepeserpun uang Ayah ke kalian. "
Kirani menatap Ayahnya dan juga kakak kembarnya, entah apa yang Ia pikirkan. Sakinah menghampiri Putrinya dan mengambil alih koper di tangan Rani. Mereka pergi meninggalkan rumah mewah itu
Sampai di persimpangan mereka menyetop taksi yang lewat, ada seorang Pria yang tersentuh hatinya melihat penampilan Sakinah dan Rani. Tanpa diminta pun Pria itu langsung menepikan mobilnya.
" Butuh tumpangan Bu, biar saya antar ke tempat tujuan. " Tawar Pria itu.
Sakinah pun mengangguk ketika beberapa saat melamun. Di dalam taksi Sakinah bingung harus kemana.
" Kita mau kemana Bu. " Tanya sopir taksi.
Sakinah menggeleng karena memang tidak tau akan kemana, si supir merasa iba melihat Rani yang matanya sembab.
" Bagaimana kalau Ibu dan juga anak Ibu ke rumah saya dulu, di rumah saya hanya tinggal bersama Ibu saya. Jangan takut Bu, saya bukan orang jahat. Saya hanya kasihan melihat adik ini, seperti nya dia lelah. "
Si supir melihat ke takutan di wajah Sakinah, Ia langsung mengatakan kalau Ia hanya berniat menolong.
Sakinah menatap Putrinya, memang benar tampaknya Rani sudah kelelahan. Akhirnya Ia pun mengangguk.
......................
...----------------...
18 tahun kemudian ~
Rani mengusap wajahnya kasar, Ia sudah menemui beberapa teman dekatnya untuk mencari seseorang yang mau menolongnya namun tidak ada satupun yang mau memberikan nya bantuan.
Ia bahkan bersusah payah menemui Ayahnya namun yang Ia dapatkan adalah hinaan dan Ia juga di usir di rumah mewah itu.
Di saat Rani tengah bingung terdengar pintu di ketuk dari luar, Rani enggan untuk beranjak dari tempat duduknya. Karena ketukan berulang-ulang akhirnya Rani pun melangkah keluar membukakan pintu.
Seseorang yang menggunakan masker langsung masuk ke dalam rumahnya, Rani terkejut dan bingung melihat ada orang yang begitu lancang masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi.
" Lama amat sih buka pintunya. " Protes seseorang itu.
Rani masih menatapnya dengan penuh tanda tanya di benaknya. Ia terkejut melihat siapa yang saat ini berada di rumahnya.
" Kakak, itukah kamu kak. " Tanya Rani sedikit ragu.
Wanita yang ada di depannya sama persis dengan nya, bagaikan pinang di belah dua.
Rani tersenyum senang melihat saudara yang selama ini Ia rindukan ada di depannya, Ia maju ingin memeluk saudaranya itu namun Kirana menahanya.
" Aku akan membantu mu. " Ujar Rana.
Rani mengerutkan keningnya, Ia bingung dengan apa yang di katakan saudara kembarnya itu.
" Aku sudah dengar tadi, bukankah tadi kamu menemui Ayah ku dan meminta bantuan untuk biaya pengobatan Ibu mu. Ya, aku siap menolong mu, memberikan mu uang sebanyak yang kamu butuhkan atau bahkan lebih. "
Rani menatap saudaranya itu bingung, bukan tanpa alasan.
" Ayah mu, Ibu ku. Kak, Ayah mu adalah Ayah ku juga dan Ibu, dia Ibu kita, Ibu yang melahirkan kita. Bagaimana bisa Kakak menyebutnya seperti itu. "
" Ibu ku katamu, Ibu yang tukang selingkuh. Aku bahkan malu menyebutnya Ibu dan aku juga menyesal terlahir darinya. "
Nada suara Rana terdengar penuh hinaan dan kebencian, Rani tidak terima Ibunya di rendahkan oleh saudaranya sendiri.
" Jangan pernah mengatakan itu Kak, Ibu tidak pernah selingkuh karena yang sebenarnya selingkuh itu Ayah. Ayah sengaja menutupi kesalahannya dengan menimpahkan kesalahannya pada orang lain. "
Keduanya memang kembar bahkan sangat identik dalam segi fisik namun sangat berbanding terbalik dalam sikap. Kirani wanita yang berhati lembut, penyayang dan tidak tegaan sedangkan Kirana, dia gadis yang mudah marah, pendendam dan menghalalkan segala cara agar ke inginannnya tercapai.
" Ah sudahlah Rani, aku kemari bukan untuk basa- basi atau sekedar membahas hal yang tidak penting. Aku kemari untuk mengajak mu tawar menawar, kamu membantu ku dan aku. Aku akan membiayai seluruh pengobatan Ibu mu sampai sembuh, bukankah itu yang kamu mau kan. "
Rani termenung, saat ini memang itu yang Ia inginkan.
" Tawaran apa Kak, apa yang harus aku lakukan untuk Kakak agar Kakak bisa membantu biaya pengobatan Ibu. "
Rana menghela nafas berat, jujur ini juga berat baginya, namun Ia tidak punya pilihan lain. Ia tidak mau kehilangan semua kebahagiaan gara-gara satu hal itu.
" Gantikan aku malam ini, tidurlah bersama Mas Tedi di malam pertama kali. " Ujar Rana, Ia menggigit bibir bawahnya.
Jujur ada rasa nyeri di dadanya ketika mengatakan itu, namun harus Ia lakukan. Sementara Rani, Ia shock bukan main. Matanya bahkan terbelalak sempurna mendengar hal gila yang di katakan saudaranya itu.
" Apa........ !! Apa Kakak sudah gila, bagaimana mungkin aku tidur dengan orang yang bukan suami ku sendiri. Tidak Kak, aku tidak mau. "
" Ya sudah kalau begitu, aku juga tidak akan sudi membantu mu, apalagi membantu wanita yang menghianati suaminya sendiri tak. Biarkan saja Ibu mu itu menemui ajalnya, mungkin itu memang hukuman dari Tuhan untuk nya atas semua dosa- dosanya selama ini. "
Rani terperanjat, Ia menatap wajah dingin saudara kembarnya. Kebenciannya pada Ibu mereka sudah mendarah daging, bahkan sudah mengakar hingga tidak ada lagi sisi baik yang tersisa.
Rani sedikit merinding melihat aura saudaranya itu apalagi mendengar ancamannya.
" Tapi Kak, aku...... aku tidak mau berbuat zina kak, aku takut azab Allah. "
" Masa bodoh dengan azab, aku tidak mau tau. Sekarang aku mau tanya, kau mau atau tidak. Hanya itu pilihannya !. " Desak Rana.
Rani tertegun, Ia bingung harus bagaimana. Sepertinya permintaan Rana bagaikan buah simalakama. Ia bingung, hati kecilnya menolak keras, namun bayangan penderitaan Ibunya terus menari- nari di otaknya. Bagaimana dengan nasib Ibunya kalau terlambat di tangani.
" Kenapa Kakak malah meminta aku untuk tidur dengan suami Kakak, apa kakak tidak mencintai nya. " Tanya Rani tak habis pikir.
Rana mengepalkan tangannya mendengar pertanyaan Rani.
" Aku punya alasannya tersendiri dan aku rasa kamu tidak perlu tau. Yang pasti kamu akan mendapatkan keuntungan dalam hal ini begitu juga dengan ku. "
Lagi- lagi Rani menundukkan kepalanya, Ia bingung keputusan apa yang harus Ia ambil.
" Gimana, mau apa tidak. " Bentak Rani tiba-tiba.
" Ta- tapi Kak, bagaimana kalau suami Kakak tau kalau aku bukan kakak, kita adalah orang yang berbeda. "
Rani takut kalau nanti suami dari saudaranya itu menyadari kalau yang tidur bersamanya itu bukan istrinya melainkan orang lain.
" Nggak akan, kita kan kembar. Wajah kita sama, rambut tinggi semuanya sama. Tapi aku minta satu hal, setelah malam ini kamu harus pergi jauh dari kota ini, bawa serta Ibumu yang sakit- sakitan itu. Aku nggak mau suami ku atau keluarganya tau kalau aku punya kembaran, karena yang mereka tau aku adalah anak dari rekan kerja mereka. Aku sudah mempersiapkan segalanya, setelah operasi Ibumu itu kalian langsung pergi. "
Rani mencoba memelas, berharap Rana membatalkan ide gilanya itu. Hingga Rana terus mendesaknya untuk memberikan keputusan.
" Baiklah, karena kamu diam maka aku anggap kamu tidak setuju. "
Melihat Rani diam saja, Rana mulai kehabisan kesabaran. Ia berpikir untuk pergi, sudah terlalu lama Ia berada di luar, pasti orang rumah sudah mencarinya.
" Tunggu dulu Kak. "
" Apalagi, aku muak dengan basa basi ini. Kalau memang kamu nggak mau untuk apa aku masih harus disini. "
Rana melangkah keluar rumah, Ia memakai kembali masker penutup wajahnya agar tidak ada orang yang mengenalinya.
" Aku......... aku mau Kak, aku bersedia. " Ucap Rani dengan suara bergetar.
Setetes air bening jatuh membasahi pipinya, Ia tidak menyangka akhir hidupnya akan seperti ini.
Rana menghentikan langkahnya, Ia membalikkan tubuhnya.
" Kamu setuju ?. " Tanya Rana memastikan sambil menaikkan sebelah alisnya.
Rani mengangguk kecil, dadanya bergemuruh hebat. Jantung nya seolah sulit memompa, sehingga rasanya untuk bernafas saja Ia kesulitan.
Semua ini benar-benar merendahkan harga dirinya, namun kesembuhan Ibunya lebih dari segala-galanya.
Rana tersenyum tipis, ada kesedihan di hatinya namun Rani tidak menyadari hal itu
......................
...****************...
Sebelum menuruti permintaan Rani Ia lebih dulu menemui Ibunya di rumah sakit, di genggam nya jemari tangan Ibunya.
Andai saja ada cara lain, Ia akan memilih cara itu. Namun saat ini seperti nya jalan ini adalah salah satunya.
" Bu, Rani pergi dulu buat nyari biaya operasi Ibu. Maafkan Rani kalau jalan yang Rani pilih ini mungkin akan menyakitkan hati Ibu, tapi apa yang bisa Rani lakukan. Rani akan lakukan apapun demi kesembuhan Ibu, karena hanya Ibu yang Rani punya saat ini. Semoga Ibu mau memaafkan Rani, karena setelah ini Putri mu ini bukanlah gadis yang selalu Ibu banggakan melainkan hanya seorang wanita nista penuh dosa. " Tentu itu ada di dalam hati Rani.
Sore hari Rani berangkat ke acara pernikahan saudara kembarnya itu, dengan mengenakan masker dan juga topi sekedar untuk menyamarkan dirinya.
Ia menatap sekilas sisa-sisa hiasan pengantin, sepertinya nampak meriah. Rani sesungguhnya ikut bahagia dengan pernikahan saudaranya tapi sayang, semua jadi seperti ini.
" Aku masih bingung Kak, sebenarnya alasan apa yang membuat Kakak melakukan hal gila ini. Kalau tidak ada cinta sejak awal lalu kenapa harus terjadi pernikahan ini. " Gumam Rani.
Ingin rasanya Rani membatalkan niatnya lalu meninggalkan tempat itu, namun lagi-lagi bayangan kesakitan Ibunya membuatnya mengurung kan niatnya itu.
" Rani, kamu pasti bisa. Ini semua demi Ibu, ya demi Ibu. "
Rani menguatkan dirinya dengan beberapa kali mengatakan hal yang membuatnya menyetujui niat gila Rana.
Dreet ~
[ Kamu dimana Rani, apa kamu sudah datang. Jangan sampai kamu membatalkan rencana yang sudah kita sepakati ]
Rani membaca pesan yang di kirim oleh Rana di ponselnya.
[ Aku sudah ada disini Kak, lalu aku harus kemana lagi ]
Tidak menunggu lama untuk mendapatkan balasan dari pesannya.
[ Cepatlah ke belakang, disana ada gudang. Tunggulah disana sampai waktunya tiba. ]
Rani melangkah ke arah belakang mencari ruangan yang di maksud, Ia tau kalau Rana mungkin takut kalau ada seseorang yang memergoki keberadaannya.
Rani masuk kedalam ruangan itu, Ia menunggu hingga berjam- jam. Sampai- sampai terdengar bunyi perutnya yang keroncongan, menandakan cacing yang ada di perutnya butuh asupan.
Sejak pagi Ia memang belum makan apapun, pikiran nya terganggu atas permintaan gila Kakaknya.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar pintu di ketuk dari luar, Rani terkejut bukan kepalang. Jantungnya berdebar kencang, Ia takut keberadaan nya di ketahui oleh seseorang.
" Nona Rani, tolong buka pintu nya. Saya di suruh Bu Rana mengantarkan sesuatu untuk Nona. "
Rani bergumam sebelum bangkit untuk membukakan pintu, Ia terkejut melihat seorang Pria berdiri di depan pintu. Di tangannya terdapat sepiring nasi beserta lauknya dan juga satu botol mineral.
" Saya Agus Non, ini ada makanan. Saya di perintahkan untuk mengantarkan ini pada Nona. Cepat di habiskan dan nanti malam saya akan kembali menjemput Nona. "
Sepeninggal Agus, Rani menatap piring dan juga botol mineral di tangannya, Ia mendadak malu karena ternyata ada orang yang tau tentang perjanjian mereka, tentang dosa besar yang sudah mereka sepakati. Dalam pikiran Rani pasti Pria itu mengira dirinya wanita rendahan yang rela menjual dirinya hanya demi uang.
Saat- saat yang paling menegangkan bagi Rani akhirnya datang juga, Pria yang tadi menemuinya akhirnya menjemputnya.
Agus diam- diam mengarahkan Rani ke kamar yang di sebutkan Rana, untung tidak ada yang mencurigai kedatangannya. Itu karena wajah mereka yang sama persis, dan lagipula semua masih di sibukkan dengan urusan masing-masing.
Sampai di sebuah ruangan, Rani di minta masuk oleh Agus. Rani ragu untuk masuk, hingga sebuah tangan menariknya dari balik pintu yang terbuka.
" Lama amat sih, ini. Cepat kenakan ini. "
Rana memberikan lingerie berwana putih ketangan Rani, Rani terperanjat melihat pakaian dinas malam itu. Tangannya bergetar karena menahan rasa yang campur aduk.
" Cepat Rani, tunggu apalagi. Keburu Mas Tedi masuk kamar, bukankah kita sudah sepakat. Jangan buat drama lagi, cepat selesaikan tugasmu dan kembalilah kemari setelah selesai. "
Dengan berat hati Rani menerima lingerie itu dan mengenakannya. Ia pun keluar dari ruangan itu dan melangkah ke ruangan yang berada tepat di sebelah ruangan itu.
Hatinya tidak tenang setelah keluar dari ruangan itu, dadanya bergemuruh. Sampai di dalam kamar Ia duduk di sisi ranjang, Ia merasa tidak nyaman hanya mengenakan pakaian tipis itu.
Terdengar langkah kaki di luar mengarah ke kamar itu, jantung Ranj memompa begitu cepat, Ia meremas kain tipis yang membalut tubuhnya.
Pintu kamar pun terbuka, Rani hampir pingsan ketika melihat kaki seseorang melangkah masuk ke kamar tersebut.
" Sweety. "
Tubuh Rani bergetar ketika mendengar suara bariton tersebut. Ia mendongakkan wajahnya menatap Pria tampan yang masih mengenakan pakaian pengantin.
" M - Mas. " Ucap Rani hampir tak terdengar.
Tedi mengernyitkan keningnya, bingung dengan panggilan Rana yang berbeda dari biasanya.
" Mas ? Tumben kamu memanggil ku Mas, biasanya kamu panggil sayang. "
Biasanya Rana tidak mau manggil Mas, Ia sendiri yang membuat panggilan untuk mereka berdua sebelum menikah.
" Sa- sayang? ah iya maksud ku sayang. M- maaf sayang, mungkin karena aku gugup jadi lupa. "
Tedi merasa ada yang janggal namun akhirnya Ia pun mengiyakan mengenai alasan yang di lontarkan wanita yang Ia anggap Rana itu.
" Ah iya sweety, wajar saja kalau kamu gugup. "
Tedi menatap Rani yang menundukkan wajahnya seakan takut padanya, hal itu kembali membuat Tedi merasa janggal. Biasanya Rana akan dengan senang hati bergelayut manja di dadanya, tapi yang berada di depan nya saat ini benar-benar berbeda, seperti orang yang berbeda namun wajahnya sama.
" Ya sudah Sweety, kalau begitu aku mandi dulu. "
Tubuh Rani menegang ketika Tedi menyentuh tangannya, hanya sentuhan seperti itu saja sudah membuat Rani seperti mendapat sengatan listrik bertegangan tinggi.
Bagaimana nantinya kalau Ia benar-benar menyerahkan mahkotanya untuk Pria itu.
Sampai saat ini Rani masih berharap saudara kembarnya itu berubah pikiran dan membatalkan rencana mereka, nun harapannya sia- sia belaka.
Sampai Pria itu keluar dari kamar mandi harapannya hanya jadi tong kosong belaka.
Tedi mengambil baju rumahan dan menatap Rani cukup lama. Entah mengapa hasratnya bangkit, padahal Ia tidak berniat melakukan ritual malam pertama mereka malam ini.
Ia meneguk ludah melihat bayangan dari balik lingerie itu, bahkan bibir ranum dan wajah malu- malu itu membuat Ia terbakar birahi. Cepat- cepat Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
Tedi memikirkan satu hal, untuk apa Ia memalingkan wajahnya. Toh yang di depan nya saat ini adalah istrinya, wanita yang halal untuk Ia sentuh. Kalaupun Ia melakukan hal yang melebihi dari pandangan, itu sah- sah saja.
" Sayang, aku..... aku mau mandi dulu ya. "
Rani semakin tidak karuan saat Tedi duduk di samping nya.
" Mandi, bukankah kamu sudah mandi tadi. " Tanya Tedi karena melihat Rana sudah tidak menggunakan riasan lagi dan sudah berganti pakaian.
" Ah bukan begitu sayang, aku memang sudah mandi tadi. Tapi aku pingin mandi lagi, biar bersih dan segar. Aku tidak mau kamu merasa tidak nyaman ketika dekat dengan ku. "
Tedi mangut- mangut, Ia memang tau kalau Rana istrinya adalah orang yang suka kebersihan.
" Baiklah, mandilah. Aku akan tunggu disini. "
Rani buru- buru berlari ke arah kamar mandi tempat Tedi keluar tadi. Didalam sana Ia menyentuh dadanya yang bergemuruh, mencoba menstabilkan debaran jantung nya sebelum bertemu lagi dengan Pria itu.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!