NovelToon NovelToon

Choco

Pertemuan

Widia adalah seorang anak perempuan berusia 16 tahun yang hidup sederhana bersama kedua orangtuanya. Dia adalah perempuan tomboy, disamping semua itu dia memiliki paras yang cantik dan tubuh yang ideal. Widia juga merupakan anak yang pandai, tidak heran jika ia bisa bersekolah di SMA Nusantara yang merupakan SMA terfavorit karena beasiswa.

Hari pertama sekolah Widia sangat bersemangat. Widia turun dari angkot dan ia kagum melihat sekolah yang sangat bagus. Ia tidak menyangka bisa bersekolah disana.

"Waah... ni sekolah dari luar aja udah bagus. Dalemnya kayak gimana ya?" pikir Widia yang berdiri di depan gerbang melihat kagum sekolahnya itu.

BRUKK...

Widia ditabrak oleh seorang cowok dan mereka berdua terjatuh.

"Eh! lo kalo halu jangan di tengah jalan dong!!" kata cowok itu dengan kesal sambil menatap Widia yang sedang mengusap tangan serta bajunya yang kotor.

Widia menoleh ke arah cowok yang marah itu. "Lo yang nabrak gue kok malah lo yang marah-marah sih?! Lo harus tanggung jawab, baju gue kotor nih!" balas Widia marah.

"Tau ah, gue lagi buru-buru." Cowok itu berdiri dan pergi berlari keluar sekolah meninggalkan Widia.

"Dasar cowok songong, mentang-mentang anak orang kaya," gumam Widia yang masih duduk sambil membersihkan baju serta roknya yang masih kotor.

Tiba-tiba ada cowok yang datang membantu Widia berdiri.

"Sini aku bantu, maafin temen ku ya." Cowok itu menjulurkan tangannya.

Widia meraih tangan cowok itu dan berdiri. "Makasi yah." Widia menatap cowok ganteng berambut hitam legam dengan bulu matanya yang sedikit lentik dan bertumbuh tinggi yang membantunya berdiri.

"Kamu gak apa-apa kan? Gak ada yang luka kan?" tanya cowok itu melihat Widia yang bengong menatapnya.

"Ngga kok, aku gak apa-apa. sekali lagi makasi ya," balas Widia.

"Kenalin nama aku Bryan, kalo nama kamu siapa?" Cowok itu menjulurkan tangan memperkenalkan diri.

Widia hanya bengong, dalam hati ia berkata. "Bryan? Apa dia..."

"Kok bengong sih?" Bryan mengerutkan alisnya karena bingung melihat Widia yang hanya bengong.

"Aku Widia," jawab Widia dan menyalami tangan Bryan.

"Kenapa ya, gue ngerasa gak asing sama cewek ini? Mungkin ini cuma perasaan gue aja," kata Bryan dalam hati.

"Aku tinggal dulu ya, kapan-kapan kita ngobrol lagi. Aku mau nyusul temen ku dulu." Bryan kemudian pergi meninggalkan Widia di depan sekolah.

*******

Hari itu semua siswa dan siswi baru menjalani MPLS. Sebelum MPLS dimulai Widia jalan-jalan melihat-lihat sekolah. Widia pergi ke toilet untuk buang air kecil, ia melihat seorang anak perempuan sedang dibully oleh 3 orang siswi lainnya.

"Lo kalo gue suruh bawa tas gue yang bener dong! Jangan sampai jatoh!! Kan kotor tas gue, ini tas mahal tau!" bentak siswi yang membully.

"Lo gak pantes sekolah di sini!!" lanjut temannya.

"Dasar cupu!" bentak temannya yang lain sambil mendorong bahu siswi yang mereka bully.

"Maafin aku ya... Aku gak sengaja." Siswi yang dibully itu hanya menunduk sambil memperbaiki posisi kacamatanya.

Melihat kejadian itu, Widia menghapiri dan membela anak itu.

"Kamu kenapa sih bentak dia? Dia kan nggak sengaja," tanya Widia dengan halus.

"Lo mau jadi pahlawan kesiangan ya? Mending lo gak usah ikut campur urusan gue deh!!" bentak sisiwi itu ke Widia.

"Tapi lo udah jahat sama dia!" balas Widia marah.

"Yang kayak gini nih, bikin gue tambah kesel, sok jadi pahlawan kesiangan. Gue males ngurusin orang kayak kalian. Dasar duo kampungan!! Yuk guys, mending kita tinggalin mereka." Kemudian siswi itu pergi bersama dua temannya meninggalkan Widia dan siswi yang mereka bully.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Widia sambil memegang pundak siswi itu.

"Aku nggak apa-apa. Makasi banyak ya. Kenalin nama aku Intan, kalo kamu siapa?"

Siswi tersebut menjulurkan tangan memperkenalkan diri.

"Aku Widia, mulai sekarang kita temanan yah." Widia menyalami tangan Intan.

Intan merasa senang, dan ia pun mengiyakan ajakan Widia.

*******

MPLS pun di mulai, semua siswa dan siswi baru berkumpul di lapangan termasuk para OSIS yang akan membimbing mereka. Diantara para OSIS Widia melihat Bryan dan cowok songong yang menabraknya. Mereka memperkenalkan diri kepada para siswa dan siswi baru. Ternyata Bryan dan si cowok songong adalah ketua OSIS dan wakil ketua OSIS.

Dalam hati Widia berkata, "Jadi mereka pengurus OSIS dan cowok songong yang nabrak gue namanya Dimas Arthama. Tapi nama lengkap Bryan... Bryan Cahyana, persis banget sama orang yang gue cari, gue harus cari tau tentang dia biar pasti."

Semua siswa baru dibagi menjadi beberapa kelompok. Dan merekapun menjalani MPLS.

*******

Jam istirahat tiba, Widia makan di kantin bersama Intan. Sambil makan, mereka berbincang-bincang.

"Tan, kok tadi mereka bisa jahat sama lo sih?" tanya Widia sambil menambahkan kecap ke nasi gorengnya yang baru datang.

"Tadi di toilet aku disuruh bawa tasnya Clara yang rambutnya pendek, Monica yang bodinya paling tinggi sama Rani yang kulitnya agak gelap," jawab Intan.

"Agak gelap? Dia itu udah item kali, gak pake agak wkwkwk..." potong Widia sambil tertawa.

"Tapi jujur ya, menurut gue Rani itu cantik, bahkan cantik bangett... Tapi sifat nya itu loh, gak banget," lanjut Widia.

"Ihh... Widia... aku kan belum selesai bicara, kok malah dipotong sih." Intan menatap malas ke arah Widia.

"Iya..iyaa... Kamu lanjutin ceritanya," jawab Widia yang kemudian memakan nasi gorengnya.

"Aku kan disuruh bawa tas mereka, terus gak sengaja aku jatuhin. Pas lantainya basah, jadi tas mereka kotor deh. Abis sih, mereka dandannya lama, kan berat Wid. Keluar dari toilet mereka langsung marahin aku deh," sahut Intan kemudian memasukan sesuap nasi goreng ke mulutnya.

"Tapi kok lo mau aja sih di suruh-suruh sama mereka?" tanya Widia heran.

"Ibu aku kerja jadi pembantu di rumahnya Clara. Ayah udah meninggal waktu aku SD. Tinggal aku dan ibu, kami udah nggak punya apa-apa. Untung ada orang tuanya Clara mau ngasi ibu aku pekerjaan dan bolehin kami tinggal di sana, bahkan mereka yang tanggung sekolah aku disini, orang tuanya baik banget, beda kayak Clara. Aku juga nggak pernah cerita sama ibu kalau Clara sering jahatin aku, aku takut buat ibu sedih," jawab Intan.

"Sayang ya, cantik-cantik sifatnya kek gitu. Tapi tenang aja Tan, ada gue yang akan selalu bela lo, kita kan sahabat," kata Widia yang mulutnya masih berisi nasi.

"Iya Wid, makasi ya. Tapi kamu makan dulu nasinya, jangan makan sambil bicara," sahut Intan sambil tersenyum.

"Ehe... Iya Tan, abis sih gue lapar," jawab Widia dengan tertawa kecil.

"Widia.. Widia..." Intan tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

******

Tiba jam pulang, Widia menunggu angkot di pinggir jalan. Sementara Intan pulang dengan Clara karena orang tua Clara selalu berpesan padanya agar ia selalu mengajak Intan, tentu saja Clara tidak bisa menolak orangtuanya walau sebenarnya ia tidak suka dengan Intan. Namun hari itu hujan, tiba-tiba ada mobil lewat dan menyipratkan air ke arah Widia.

"Woy!..." teriak Widia ke arah mobil yang menyipratinya air.

"Yah, basah deh baju gue," gumam Widia sambil mengusap bajunya yang basah dan berisi sedikit lumpur.

Mobil itu berbalik dan berhenti di depan Widia. Keluarlah orang yang menaiki mobil itu dengan menutupi kepalanya menggunakan jaket agar tidak basah.

"Lo kalo bawa mobil hati-hati dong!!" ucap Widia yang marah.

Orang itu menutup pintu mobilnya dan menghampiri Widia. "Maaf ya, aku nggak sengaja."

"Eh, lo lagi!" Widia mengerutkan alisnya dan menunjuk cowok yang berdiri di depannya yang tak lain adalah Dimas.

"Maaf ya, baju kamu jadi kotor. Kamu mau kemana? Biar aku anter," balas Dimas dengan halus.

"Sial banget nasib gue ketemu lo terus, tadi pagi lo nabrak gue di depan gerbang. Sekarang lo nyipratin gue air, maksud lo apa sih sebenernya?!" Widia marah-marah.

"Maksud kamu apa? aku nggak ngerti," jawab Dimas yang bingung.

"Lo tadi pagi nabrak gue di depan gerbang kan. Sekarang pake pura-pura lupa lagi. Dasar songong!" lanjut Widia marah.

"Mungkin orang yang kamu maksud bukan aku. Gimana kalau aku antar kamu pulang sebagai permintaan maaf?" jawab Dimas sambil melepas jaket dan memakaikannya ke Widia.

"Mending gue mau aja deh, daripada kelamaan kedinginan disini," pikir Widia.

"Ya udah deh, gue mau." Widia pun mengiyakan ajakan Dimas dan dia masuk ke mobil.

"Rumah kamu dimana?" tanya Dimas.

"Rumah gue di jalan Kamboja No. 8. Lo kenapa sih?. Kok beda banget?" Widia menatap heran ke arah Dimas yang sedang menyetir.

Dimas menoleh ke arah Widia. "Maksud kamu apa? Aku ngga ngerti. Oh ya, aku belum tau nama kamu. Nama aku Dimas, kalo nama kamu siapa?" sahut Dimas yang kemudian kembali fokus menyetir.

"Gue udah tau, siapa coba ngga kenal, lo kan wakil OSIS. Gue Widia," balas Widia sambil membuka tasnya dan mengeluarkan bungkusan plastik.

"Ooh Widia, Hmm... Itu apa?" tanya Dimas melihat bungkusan yang dikeluarkan oleh Widia.

Widia mengeluarkan ponselnya dari bungkusan itu dan memeriksanya. "HP gue, untung aja gak basah."

"Oo... Boleh juga ide kamu," jawab Dimas sambil tersenyum.

Widia hanya diam dan tidak menghiraukan Dimas. Ia kemudian memasukan kembali ponselnya ke dalam tas.

"Kamu milih jurusan apa?" tanya Dimas yang memecah keheningan karena mereka berdua dari tadi hanya diam.

"Jurusan IPA, emang kenapa?" jawab Widia.

"Ngga, nggak apa-apa, cuma mau nanya aja. Berarti kamu pinter dong, kamu masuk pakai beasiswa ya?" sahut Dimas.

"Kok bisa tau?" tanya Widia.

"Cuma nebak aja, kamu hebat ya," jawab Dimas.

"Ngga juga sih, Makasi ya kak Dimas."

Dimas hanya tersenyum mendengar Widia.

"Kenapa senyum kak?" tanya Widia bingung.

"Kamu itu lucu ya. Tadinya judes tiba-tiba bisa sopan," jawab Dimas tersenyum.

Widia yang melihat Dimas tersenyum juga ikut tersenyum. "Ya... sama kakak kelas kan harus sopan."

"Widia..Widia... kamu itu ya," jawab Dimas sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Ni bocah kenapa sih bisa sopan kek gini. Beda banget kayak tadi pagi, nyebelin," pikir Widia.

Tak beberapa lama sampailah mereka di depan rumah Widia.

"Berhenti kak! udah sampai. Makasi ya kak."

"Iya sama-sama, ini sebagai permintaan maaf aku, karena tadi aku udah nyipratin kamu." Dimas keluar mobil dan membukakan pintu untuk Widia.

"Oh iya, ini jaketnya kak." Widia melepaskan jaket itu dan memberikannya ke Dimas.

Namun Dimas hanya tersenyum dan tidak mau mengambil jaket itu. "Jaket itu buat kamu aja, aku mau pulang. Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya."

"Iya, sekali lagi makasi ya kak," balas Widia.

"Iya, sama-sama." Dimas pun masuk ke mobil dan pergi.

BERSAMBUNG•••••••

••••••••••••••••••••

°

°

°

Yuk mampir ke cerita author yang lainnya judulnya "Berbeda"

Jangan lupa like, komentar, vote, dan ratenya ya, agar author jadi lebih semangat 🤗...

1 like dan komentar singkat dari para pembaca sangat berharga bagi Author 😊...

Terima kasih 🙏💕...

Cowok Songong

Keesokan harinya di sekolah, Widia melihat cowok mirip Dimas di parkiran baru saja turun dari motor vespa klasik berwarna putih.

"Kak Dimas kenapa naik motor butut gini sih?. Gayanya juga beda banget," pikir Widia.

"Pagi kak Dimas," sapa Widia dengan senyuman.

"Ih! apaan sihh..." jawab cowok itu, ia lalu berjalan tanpa menghiraukan Widia.

"Lo kenapa sih?" tanya Widia heran.

Baru beberapa langkah cowok itu mebalikan badan dan menjawab pertanyaan Widia. "Lo tuh yang kenapa, heran gue dateng-dateng nyapa, manggil gue kak Dimas lagi. Dasar tukang halu!."

"Enak aja lo bilang gue tukang halu, dasar songong!" balas Widia marah.

Si cowok songong berjalan mendekati Widia.

"Oh ya, gue inget, lo cewe yang gue tabrak di depan gerbang kemarin. Gue minta maaf, gue nggak sengaja. Waktu itu gue buru-buru, laptop gue ketinggalan, mau dipake kakak gue presentasi. Lo nggak apa-apa kan?"

"Lah, tu lo inget, kemarin kenapa pake pura-pura lupa?!."

"Apaan sih, gue nggak ngerti. Aneh banget ni cewek. Sekarang yang penting gue udah minta maaf. Gue nggak mau ada urusan lagi sama cewek tomboy aneh kayak lo," jawab cowok itu.

"Yang aneh itu lo, dasar songong!!"

Si cowok songong itu memutar malas bola matanya dan ia kemudian pergi meninggalkan Widia tanpa mempedulikannya.

"Tu bocah kenapa sih?. Aneh banget, kayak punya kepribadian ganda. Ngeri dah gue," gumam Widia yang keheranan.

Intan melihat Widia dan menghampirinya. "Eh Wid, aku cariin kamu kemana-mana ternyata kamu di sini."

"Oh ya Tan, sekarang kan pembagian kelas. Yuk kita lihat nama kita di papan pengumuman," ajak Widia

"Yuk Wid, mudah-mudahan kita satu kelas ya, kalo kita satu kelas, duduk bareng yuk.''

"Siap bos," jawab Widia dan memberikan homat ke Intan.

Mereka berduapun pergi menuju papan pengumuman.

"Wah Tan, kita satu kelas nih. Kita dapet kelas IPA 1," kata Widia melihat namanya dan Intan di papan pengumuman.

"Wah iya Wid, tapi...'' sahut Intan dengan wajah yang muram dan masih berfokus pada nama di papan pengumuman.

"Tapi?... Tapi kenapa Tan?" tanya Widia melihat ekspresi tidak senang dari wajah Intan.

"Tapi kita satu kelas sama Clara, Monica, dan Rani." Intan melihat Widia sambil membenarkan posisi kacamatanya.

"Tenang aja Tan, kan ada gue." Widia tersenyum dan memegang bahu Intan.

Mendengar perkataan sahabatnya itu membuat ekspresi muram di wajah Intan berubah menjadi senyuman. "Makasi ya Wid, udah mau jadi sahabat aku. Aku ngga tau kalo ngga ada kamu, aku sama siapa."

"Santuy aja Tan. Gue juga makasi sama lo, udah mau jadi sahabat gue," sahut Widia.

Bellpun berbunyi, semua murid masuk ke kelasnya masing-masing. Begitupun dengan Widia dan Intan.

Clara dan teman-temannya menghampiri Widia dan Intan yang duduk di bangku nomor 2 dekat jendela. Mereka kembali membully Widia dan Intan.

"Eh guys, kita sekelas nih sama duo kampungan," ejek Clara.

Widia menatap kesal Clara yang sedang mengejeknya, sedangkan Intan hanya menundukan kepalanya dan tidak menghiraukan Clara serta teman-temannya.

"Lihat aja gaya mereka berdua paling kampungan diantara kita semua." Rani mengangkat sebelah alisnya melihat remeh Widia dan Intan.

"Yang satunya cupu satunya lagi tomboy. Kampungan!!" lanjut Monica mengejek Widia dan Intan.

Widia berdiri dan menatap kesal Clara serta teman-temannya. "Eh lo!! jaga ya ucapan lo!!" jawab Widia marah.

Melihat kejadian itu, seisi kelas memperhatikan pertengkaran itu.

"Udah Wid, ngga usah ditanggepin. Malu dilihatin temen-temen," bisik Intan sambil memegang tangan Widia.

Tiba-tiba perhatian seisi kelas teralihkan ke seorang cowok ganteng dengan hidungnya yang mancung dan tubuh yang atletis masuk ke kelas itu.

"Eh Clara, lihat tuh ada cogan, sekelas lagi sama kita," bisik Monica.

"Dia kesini lagi, kayaknya dia mau nyamperin kita deh," sahut Rani.

"Kalian berdua bisa nggak sih, nggak lebay. Malu-maluin aja," tegur Clara.

Cowok itu berjalan mendekat ke arah mereka dan memilih tempat duduk di depan meja Widia dan Intan. Clara dan teman-temannya kemudian memilih tempat duduk di sekitar cowok itu.

"Kirain mau nyamperin kita, eh ternyata cuma mau duduk," bisik Rani.

"Tapi gue bakal dapetin cowok itu, secara kan gue paling cantik di kelas," jawab Clara.

Sebelum pembelajaran dimulai semua siswa memperkenalkan diri. Ternyata nama cowok itu adalah Adit atau lengkapnya Aditya Maharta. Ia adalah anak tunggal dari pengusaha sukses di kota tersebut. Hampir seluruh kelas tergila-gila dengannya karena ketampanan dan kepandaiannya. Tapi berbeda dengan Widia yang terlihat biasa saja dan tidak tertarik dengan Adit.

Hari ini juga diadakan pemilihan pengurus kelas. Siswa yang berminat dipersilahkan mengajukan diri. Widia tidak ikut mengajukan diri karena ia memang tidak berminat. Dan yang terpilih adalah Adit sebagai ketua kelas, Clara sebagai Wakil ketua kelas, Intan sebagai Sekretaris, dan Monica sebagai bendahara.

*******

Waktu jam istirahat Widia dan Intan makan bersama di kantin. Selesai makan mereka langsung menuju ke kelas

"Widia..." Terdengar suara cowok memanggil nama Widia.

Ketika Widia menoleh ternyata cowok itu adalah Dimas. Widia tidak menghiraukan Dimas dan langsung mengajak Intan cepat-cepat pergi dari tempat itu.

Setelah cukup jauh Intan bertanya pada Widia. "Kamu kenapa sih Wid?. Disapa cowok ganteng kok malah kabur?. Kak Dimas itu termasuk kakak kelas paling populer di sekolah loh, udah ganteng, jadi wakil OSIS, pintar lagi."

"Ganteng sih ganteng, tapi aneh. Ngga mau gue ada urusan sama orang kek dia," sahut Widia.

"Aneh? maksud kamu apa sih Wid?" tanya Intan yang kebingungan.

"Ya aneh Tan, kadang sopan kadang songong, kadang rapi kadang acak-acakan. Ya pokoknya gitu deh, nggak ngerti gue. Kayak punya kepribadian ganda gitu," jawab Widia.

"Mungkin yang kamu temui bukan Kak Dimas."

Widia menghentikan langkahnya dan bertanya pada Intan. "Hah?? maksud lo apa Tan, gue gak ngerti?." Widia mengerutkan alisnya karena kebingungan.

"Ya mungkin yang satunya lagi bukan Kak Dimas, tapi Dika, adik kembarnya," jelas Intan.

Mata Widia membesar karena kaget. "Apa?? yang bener Tan?. Gak mungkin, muka mereka mirip banget."

"Iya Wid, emang sih muka mereka mirip banget tapi kalo dilihat dari gayanya sama kepribadiannya mereka beda banget. Dimas terkenal pinter, rapi, dan disiplin, pokoknya idola deh. Beda kayak Dika."

"Berarti gue harus minta maaf nih sama kak Dimas."

"Kamu kok bisa ngga tau sih kalo kak Dimas punya kembaran?. Dia itu termasuk murid paling terkenal loh di sekolah."

Kring... kring...

Suara bell masuk kelas.

"Ya... gue kan gak terlalu perduli sama hal ke

kayak gitu, mendingan kita ke kelas yuk, udah bell."

"iya Wid."

*******

Sepulang sekolah Widia berniat membeli buku, ia berjalan kaki menuju toko buku yang tidak jauh dari sekolahnya. Tapi di jalan dia distop oleh beberapa murid laki-laki dari sekolah lain.

"Eh lo, anak sekolah sebelah ya?. Lo pasti anak orang kaya kan?. Sini mana duit lo!" kata murid laki-laki tersebut.

Widia menolak memberikan uangnya, tapi murid laki-laki itu mengambil paksa tas Widia. Kemudian ada laki-laki datang dan membela Widia, ternyata dia adalah Dika.

"Eh kalian kalo berani jangan sama cewek dong!!” teriak Dika yang baru turun dari motornya.

"Lo minta di hajar ya?. Oke, kalo itu mau lo," kata siswa yang mengganggu Widia.

Siswa yang mengganggu Widiapun mengroyok Dika. Tapi untung Dika berhasil melawan dan mengajak Widia kabur.

"Makasi ya lo udah nolongin gue," ucap Widia yang sedang dibonceng oleh Dika.

"Gaya aja tomboy, untung tadi ada gue," ejek Dika.

"Orang bilang makasi juga, malah di ejek. Lo gak ikhlas nolongin gue ya?. Lo turunin gue di sini aja deh," sahut Widia kesal.

"Emang lo mau ketemu orang kayak mereka lagi?. Mending lo bilang aja rumah lo di mana, biar gue anterin. Anggap aja ini permintaan maaf gue."

"Gimana kalo gue traktir lo makan, sebagai ucapan terimakasi gue," ajak Widia.

Namun Dika tidak tertarik dengan tawaran Widia. "Gak usah, lo bilang aja rumah lo di mana."

"Gue nggak mau," jawab Widia ketus.

"Ni bocah ngeyel banget, dasarr... Ya udah deh gue mau, itung-itung makan gratis. Lo bilang aja tempatnya dimana."

Widiapun mengajak Dika ke warung bakso di pinggir jalan.

"Lo gak masalahkan makan di pinggir jalan?" tanya Widia yang baru turun dari motor.

"Gue udah biasa makan disini," jawab Dika sambil melepas helmnya.

"Yang bener cowok songong kayak lo biasa makan di pinggir jalan?" tanya Widia tidak percaya.

Dika menghembuskan nafasnya dan menatap malas Widia. "Lo berhenti panggil gue cowok songong, gue punya nama. Dika, nama gue Dika.''

"Ooh Dika..." sahut Widia pura-pura tidak tau.

"Gue udah tau lo Dika, gue gak akan ketipu lagi," kata Widia dalam hati.

Dika menghampiri dagang bakso itu. Dan memesan bakso. "Paman 2 porsi ya, kayak biasa, sama minum juga 2."

"Eh nak Dika, ini siapa? Pacarnya ya?" tanya pedagang bakso itu, yang terlihat akrab dengan Dika.

"Ihh... bukan paman, ini tadi saya nemu di jalan," jawab Dika.

Widia memukul lengan Dika. "Enak aja nemu di jalan, emang gue kucing apa."

"Iya nih nak Dika, bercanda aja," kata pedagang bakso itu sambil tertawa kecil.

Mereka kemudian memilih tempat duduk.

"Ehh, tunggu dulu... Jangan duduk!." Dika menghentikan Widia yang ingin duduk.

"Kenapa sih?." Widia bingung.

"Nihh... ada semut, kasihan nanti lo dudukin," jawab Dika sambil memindahkan semut itu.

"Yaelahh... gue kira apa, lo ngagetin gue aja."

"Ya... walau semut kan juga berhak hidup," jawab Dika.

Mereka duduk dan tak beberapa lama pesanan mereka datang.

"Gak salah tuh, lo ngasi sambal banyak banget?" tanya Widia heran, karena melihat Dika menambahkan banyak sambal ke baksonya.

"Gue udah biasa, gak kayak lo cemen," jawab Dika santai.

"Enak aja lo bilang gue cemen, lihat nih gue tambahin sambal lebih banyak dari pada punya lo." Widia menambahkan 3 sendok penuh sambal ke baksonya.

Dika menahan tawa melihat Widia menambahkan banyak sambal ke baksonya. "Awas nanti kepedesan!. Dasar bocah!" tegur Dika sambil mengaduk baksonya.

Benar saja, setelah makan beberapa suap bakso, Widia merasa kepedasan. "Uusstt... duhh... pedes nihh... pedess... Pesenin gue es dong, ess..."

"Tuh kan, udah gue bilangin. Ngeyel sihh..." Dika tertawa melihat Widia yang kepedasan. Ia kemudian memesankan Widia es lagi.

"Ni cewek lucu juga ya," kata Dika dalam hati.

Merekapun melanjutkan makan bakso di sana. Dika terlihat akrab dengan pedagang bakso itu, karena memang dia sering makan disana. Dika tidak seperti anak orang kaya lainnya yang bergaya hidup mewah, dia lebih suka hidup sederhana.

Selesai makan Dika memanggil pedagang bakso dan membeli lagi 2 porsi bakso. "Paman 2 porsi lagi ya, sama minum, tapi dibungkus."

"Siap nak Dika," jawab pedagang bakso itu sambil membereskan mangkok dan gelas yang ada di atas meja.

"Dik, lo mesen 2 lagi?. Emang yang tadi masih kurang?" tanya Widia.

"Tenang aja, yang ini gue bayar sendiri. Ini juga bukan buat gue." Dika mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang.

"Terus buat siapa?."

Dika melihat ke seberang jalan. "Buat kakek pemulung di seberang jalan itu, kasihan kurus banget."

Widia juga ikut memperhatikan pemulung itu. "Ternyata walau nyebelin lo baik juga ya, gue jadi kagum sama lo Dika."

Dika hanya tersenyum dan menatap Widia.

"Lo kenapa senyum-senyum?" tanya Widia.

"Jarang loh, ada orang yang muji gue," jawab Dika.

"Dih, jangan GR lo Dik."

"Cewek ini ngingetin gue sama seseorang, senyumnya juga mirip banget." Pikir Dika.

"Duhh... Gue bilang apa sih tadi. Kan ni cowok songong jadi GR," kata Widia dalam hati.

"Yaa... emang benerkan gue baik. Buktinya semut aja gue tolongin, gue pindahin," jawab Dika.

"Hadeh... Dika...Dika." Widia tertawa.

Widia melihat angkot berhenti di depan warung, Widiapun berdiri.

"Lo mau ke mana?" tanya Dika.

Widia mengambil tasnya. "Gue mau pulang naik angkot itu, makasi ya udah nolong gue tadi. Oh ya, muka lo ada memar tuh, cepet obatin biar gak parah." Widia meninggalkan Dika dan berjalan menuju angkot.

"Eh lo belum bilang nama lo siapa?" teriak Dika.

"Widiaa..." jawab Widia sambil terus berjalan menuju angkot tanpa melihat Dika.

*******

Malam harinya Dika tidak bisa tidur karena memikirkan Widia.

"Duhh... kenapa sih gue kepikiran cewek tomboy itu?. Dika tidur... Dika... Tidurr.... Lo kenapa sih?." gumam Dika sambil mengacak-ngacak rambutnya.

Dika bangun kemudian pergi ke dapur untuk mengambil roti dan minuman di kulkas. Dika lalu kembali ke kamar dan duduk di pinggir kasur sambil memakan roti dan meminum minuman yang diambilnya tadi, ia berharap lebih mudah tidur jika perutnya kenyang. Tapi Dika tetap tidak bisa tidur karena Widia tidak bisa hilang dari pikirannya. Ia menaruh sisa makanan dan minumannya di atas meja di samping kasurnya, kemudian ia merebahkan badannya di kasur. Dika mengambil ponselnya dan melihat jam yang sudah menunjukan pukul 02.20 pagi. Dika lalu menghidupkan lagu, namun tetap saja usahanya itu sia-sia.

Dika menutup wajahnya dengan bantal. "Duhh... tu cewek kok muter-muter terus sih di pikiran gue?. Apa gue suka ya sama dia?. Tapi kenapa gue ngerasa kayak pernah ketemu sama dia, kayak gak asing gitu," pikir Dika.

Dika tetap tidak bisa tidur, kemudian ia melempar bantalnya ke bawah karena kesal. Dika menoleh ke meja di samping kasurnya, matanya membesar ketika ingat minuman yang tadi diminumnya adalah kopi. "Shit!... Kopi! Gue minum kopi. Gue kok baru sadar sih. ini semua gara-gara si Widia muter-muter di pikiran gue, gue jadi gak inget kalo kopi menghilangkan kantuk. Duhh... Dikaaa..." Dan akhirnya Dika tidak bisa tidur sampai jam 04.30 pagi

•••••••••

Kira-kira Dika beneran suka gak ya sama Widia??🤔

Komentar di bawah yaa😘...

°

°

°

Jangan lupa like, komentar, dan ratenya ya kak😊...

Terima kasih 🙏🤗❤️...

Terlambat

Pagi harinya seperti biasa Widia menunggu angkot di pinggir jalan. Tapi entah kenapa hari ini angkot yang biasa dia tumpangi tidak datang. Widia melihat ke sekeliling namun tidak ada terlihat angkot yang datang.

"Duhh... angkotnya mana nih, gue bisa terlambat kalo kayak gini," gumam Widia.

Widia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan ia terkejut melihat jam yang sudah menunjukan pukul 08.20. "Ya ampun... Gue bisa terlambat, sekolah mulai 10 menit lagi. Gue harus cari tumpangan lain nih."

Widiapun pergi berlari mencari ojek namun dia tidak menemukannya, karena memang pakalan ojek dan pasar berada jauh dari tempatnya dan arahnyapun berlawanan dari sekolahnya. Diapun akhirnya menemukan ojek ketika sudah setengah jalan, namun tetap saja ia terlambat sampai di sekolah. Akhirnya dia distop di depan gerbang sekolah oleh OSIS yang piket mengawasi murid yang terlambat, OSIS itu tak lain adalah Bryan.

"Kamu cewek yang kemarin kan?" tanya Bryan.

"Iya kak, maaf ya terlambat," jawab Widia.

"Karena kamu terlambat kamu tetap harus di hukum, kamu diem dulu di sana sama murid yang lain."

Widia kemudian Berdiri di depan gerbang bersama 3 murid lainnya.

"Gak apa-apa deh gue terlambat, yang penting gue bisa deket sama Bryan dan cari tau tentang dia," pikir Widia.

Tak beberapa lama kemudian datang Dika yang juga terlambat.

"Yah Dika... lo kebiasaan banget terlambat, sampai bosen gue nyatet lo," kata Bryan yang menatap malas Dika dan memukul ringan bahu Dika menggunakan buku yang dipegangnya.

"Santai aja kali, paling gue terlambat cuma 5 kali seminggu," jawab Dika dengan senyuman jahilnya.

"Cuma 5 kali semingguu... Sana lo ikut berdiri sama yang lain."

Dika bergabung dengan 4 murid lainnya termasuk Widia. "Eh, ada si cewek tomboy. Anak baru udah terlambat aja," ejek Dika.

"Jaket yang dipake Widia kok kayak jaketnya Dimas sih?. Ini kan jaket mahal, limited edition lagi. Ah, mungkin cuma kebetulan sama aja," pikir Dika melihat jaket yang dikenakan Widia.

"Pake ngejek lagi, lo juga sama terlambat. Lagian suka-suka gue dong, apa urusannya sama lo?" balas Widia.

"Iya Dik, mending dia cuma terlambat sekali, kalo lo berkali-kali," sahut murid lainnnya yang tak lain adalah Restu atau lengkapnya Restu Sentana teman seperjuangan Dika dalam menerima hukuman, karena memang mereka berdua sering dihukum bersama.

"Diem lo!. Lo kan brother gue, malah bela dia lagi." Dika menatap malas Restu.

"Tuh kan, lo lebih parah dari gue. Makanya lo jangan ngejek gue. Lihat tuh, mata lo kek mata panda. Pasti lo habis begadang main game kan, makanya lo terlambat," kata Widia.

"Enak aja main game, ini semua gara-gara lo tau!" balas Dika.

"Idih... Enak aja gara-gara gue," sahut Widia yang tidak terima dirinya dituduh oleh Dika.

"Kalian semua ikut saya!. Kalian kena hukum karena terlambat." Perintah Bryan ke murid yang terlambat.

Kemudian Dimas datang dan menghampiri Bryan. "Bryan, lo dipanggil sama Pak Ari. Ini biar gue aja yang urus."

"Ya udah Dim, gue titip ya." Bryan memberikan buku catatan ke Dimas dan pergi.

"Widia? Kamu terlambat juga?" tanya Dimas.

"Iya kak, hmm... Ini kak, jaketnya aku pake." Widia dengan tersenyum malu.

"Iya, aku seneng kamu pake jaketnya," jawab Dimas dengan senyuman manisnya.

"Jadi bener jaket itu punya Dimas. Kok bisa sih?. Dimas juga kelihatan akrab banget sama Widia," pikir Dika.

"Yah... Mas Dim, kok cuma dia yang ditanya, adek sendiri dikacangin," kata Dika dengan ekspresi betek.

"Kalo lo mah gak perlu ditanya, lo udah sering terlambat Dik," jawab Dimas.

"Oh ya, maaf ya kak, kemarin aku malah kabur," kata Widia sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Iya, gak apa-apa kok," jawab Dimas dengan senyuman manisnya lagi.

"Ekhem...Hem...Hem," potong Dika dengan batuk yang dibuat-buat. Ia merasa kesal melihat keakraban Dimas dan Widia.

Dimas sejenak menatap Dika. "Baik, kalian semua ikut saya!." Perintah Dimas ke murid yang terlambat.

Semua murid yang terlambatpun menerima hukuman menyapu lapangan. Selesai menyapu mereka dikumpulkan dan namanya dicatat.

"Sekarang nama kalian saya catat di buku merah ini, ini akan mempengaruhi nilai kalian. Semakin sering kalian dicatat maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap nilai kalian," ucap Dimas dengan tegas.

"Iya kak," jawab semua murid yang terlambat.

"Maaf Widia, nama kamu siapa dan kelas berapa?" tanya Dimas.

"Widia Wahyuni kak, kelas 10 IPA 1," jawab Widia.

Dimaspun lanjut menanyai 2 murid lainnya, tapi ia tidak memanyai Dika dan Restu, karena ia sudah hafal dengan mereka berdua.

"Sekarang kalian boleh masuk kelas masing-masing, dan saya harap kalian tidak mengulanginya lagi. Terimakasih." Dimaspun pergi meninggalkan mereka.

Semua murid meninggalkan lapangan dan menuju kelas masing-masing. Tapi Dika tidak masuk ke kelas, ia malah menyusul Widia.

"Widia..." Dika memanggil Widia.

"Apalagi?" tanya Widia.

"Lo kenapa bisa akrab sama Dimas?" tanya Dika.

"Bukan urusan lo!" jawab Widia kemudian meninggalkan Dika.

Dika menghentikan Widia. "Lo suka ya sama Dimas?. Apa jangan-jangan kalian pacaran?" tanya Dika lagi.

"Apaan sih lo, gue sama Kak Dimas itu cuma temenan. Gue akrab sama kak Dimas karena dia pernah nolong gue. Udah, cuma itu aja," jawab Widia.

Dika merasa senang mendengar pengakuan Widia. "Benerkan, lo nggak pacaran sama Dimas?."

"Hadeh... Dikaa... Apaan sih." Widia berjalan meninggalkan Dika.

Baru beberapa langkah Widia membalikan badan dan berkata. "Oh ya, wajah lo masih memar tuh gara-gara yang kemarin. Jangan lupa diobati biar gak tambah parah."

"Ciee... Yang perhatian," goda Dika.

Widia menatap malas Dika. "Dih... GR banget lo Dik." Widia kemudian pergi meninggalkan Dika menuju kelas.

Widia sampai di kelas, ia menaruh tasnya di atas meja dan duduk merebahkan kepalanya di atas tasnya.

"Wid, kamu terlambat ya?" tanya Intan.

"Iya nih Tan, untung aja gak ada guru, bisa diomelin gue kalo ada guru," balas Widia.

"Iya Wid, dari tadi belum ada guru masuk. Syukur deh Wid."

Sudah beberapa lama namun guru belum juga datang. Widia mengeluarkan coklat dari kantongnya dan memakannya.

"Wid, kamu kok makan di kelas sih??" bisik Intan.

"Gak apa-apa kali, kan nggak ada guru," jawab Widia sambil mengunyah coklatnya dengan santai.

Adit yang mendengar mereka berdua berisik, menoleh ke arah belakang.

"Kenapa?... Lo mau minta??" tanya Widia ke Adit.

"Ngga..." jawab Adit sambil menggelengkan kepalanya.

"Yaudahh... kalo ngga mau, gue makan sendiri aja." Widia kembali memakan coklatnya.

"Tapi..." Adit menahan tawa.

"Tapi apa?" tanya Widia bingung.

"Gigi lo tuh, isi coklat. ha..ha..ha..." Adit tertawa.

"Iya Wid.. ha..ha..ha..." Intan juga ikut tertawa.

"Masak sihh?" Widia bercemin di ponselnya dan berlari ke toilet dengan panik untuk membersihkan giginya.

"Ini cewek lucu juga ya," pikir Adit

Clara dan teman-temannya yang melihat keakraban Widia dan Intan dengan Adit merasa iri. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

°

°

°

Jangan lupa like, komentar, dan ratenya ya kak😊...

Terima kasih 🙏🤗❤️...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!