Wibowo seorang pria paru baya berusia 64 tahun, beliau seorang Presiden di Negara X dan beliau mempunyai 4 orang anak laki-laki yang semuanya menjadi ajudannya. .
Mayor Rendi, berusia 33 tahun. Ia anak pertama dan merupakan seorang TNI berpangkat Mayor. Ia mempunyai sifat yang sangat dingin bak es di kutub Selatan dan utara, tapi ia juga sangat sayang kepada ketiga adik-adiknya.
Rezki, berusia 30 tahun merupakan anak kedua dari Bapak Wibowo. Rezki tidak sedingin kakaknya, dia mempunyai sifat yang tegas namun manis.
Rafka, berusia 28 tahun dan merupakan anak ketiga. Rafka lebih random lagi, dia sosok yang kocak dan suka menggoda kakak-kakaknya. Bawaannya ceria, ia lebih suka main dengan kuda-kudanya.
Agam, berusia 26 tahun dan merupakan anak bontot. Agam lebih ke gila dan kocak juga, bahkan ketiga kakak-kakaknya sering pusing dengan kelakuan Agam yang diluar nalar.
Sasa, gadis cantik berusia 25 tahun. Sasa adalah gadis yang periang, kocak, dan lucu.
*
*
*
Formoza, 14 februari 2024.....
Seorang wanita berkaca mata duduk termenung di depan jendela sebuah rumah berlantai 3 itu. Matanya menatap kosong ke arah jalanan sebuah kota di Negara Formoza. Wanita itu bernama Sasa, dia adalah seorang tenaga kerja wanita alias TKW.
"Astagfirullah, tidak terasa sudah 5 tahun aku terkurung di sini, aku ingin kembali ke negaraku tapi bagaimana caranya?" batin Sasa.
Sasa merupakan anak yatim piatu karena kedua orang tuanya sudah meninggal pada saat dia masih kecil. Sasa hanya lulusan SMA, pada saat SMA dia diselingkuhi oleh pacarnya dengan sahabatnya sendiri. Merasa tidak punya siapa-siapa, ketika lulus SMA dia nekad mendaftarkan diri menjadi TKW selain untuk mendapatkan pekerjaan, dia juga ingin melupakan mantan pacarnya.
"Bahkan Presiden negaraku saja aku tidak tahu," batin Sasa dengan menghembuskan napasnya.
Sebagai informasi, Sasa menjadi TKW 2 tahun sebelum Presiden sebelumnya di ganti. Sekarang Sasa sudah 5 tahun hidup di Formoza, itu artinya Presiden di negaranya sudah diganti dan sekarang memimpin selama 3 tahun. Selama bekerja di Formoza, Sasa tidak diperbolehkan keluar rumah atau pun melihat berita dari negara asalnya karena majikan Sasa tidak ingin Sasa kembali ke negaranya.
Sasa bangkit dari duduknya lalu mengendap keluar dari kamarnya. "Sepertinya orang itu sudah pergi," batin Sasa.
Sasa dengan cepat menggeret kopernya dari kamar, selama ini dia memang sudah bersiap-siap untuk kabur namun selalu saja gagal. Sasa masuk ke sebuah kamar, dilihatnya seorang nenek-nenek yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Dia adalah Mama dari majikannya dan nenek itu mengalami lumpuh dan tidak bisa berbicara sama sekali.
"Nek, maafkan Sasa, ya. Hari ini Sasa harus pergi dari sini, Sasa ingin pulang ke negara Sasa lagipula Sasa sudah tidak kuat hidup dengan putra Nenek yang posesif tidak beralasan itu," ucap Sasa.
Nenek itu menggelengkan kepala sembari meneteskan air matanya, ia tidak mau sampai Sasa pergi karena ia sudah terlanjur menyayangi Sasa. "Maaf ya, Nek. Sasa do'akan semoga Nenek sehat-sehat saja di sini," ucap Sasa kembali.
Dengan cepat Sasa merogoh saku celananya dan mengambil kunci rumah yang sudah dia ambil sebelumnya. Sebenarnya majikan dia sangat baik dan tidak pernah marah mau pun bersikap kasar kepada Sasa, namun dia terlalu posesif dan tidak membiarkan Sasa tahu dunia luar. Bahkan Sasa tidak diperbolehkan melihat TV dan tidak diberikan ponsel juga saking takutnya Sasa pergi dan meninggalkannya.
Setelah berhasil keluar dari rumah majikannya, Sasa dengan cepat berlari dan menghentikan taksi. "Mau ke mana, Nona?" tanya Sopir taksi.
"Antar saya ke kedutaan besar negara Zamrud, saya ingin meminta tolong karena saya ingin pulang ke negara saya," sahut Sasa.
Sopir taksi itu mengangguk-anggukan kepalanya, hingga tidak lama kemudian Sasa pun sampai di kedutaan besar negaranya. Sasa terkejut saat melihat banyak sekali pengamanan di sana, bahkan di pinggir jalan pun sudah banyak sekali pengawal.
"Ada apa ini?" gumam Sasa.
"Sepertinya ada kunjungan Presiden dari negara Nona," sahut si Sopir.
"Hah, serius Pak? ah kebetulan sekali, aku mau minta tolong saja langsung sama Presiden aku, kali aja bisa dibantu pulang," gumam Sasa bahagia.
Dia pun segera membayar ongkos taksi dan keluar dari taksi dengan menggeret kopernya. Sasa berjalan dengan cepat hendak masuk ke gedung itu, namun di hadang oleh pihak Paspampres. "Anda mau ke mana?" tanyanya.
"Pak, katanya Bapak Presiden ada di dalam ya? saya ingin bertemu dengan beliau, saya ini TKW dan saya ingin pulang ke negara saya," sahut Sasa dengan wajah memelas.
"Tidak bisa, kalau anda mau, anda tunggu saja di depan sana jangan dekat-dekat ke sini!" tegas Paspampres.
"Ayolah Pak, biarkan saya masuk untuk bertemu dengan beliau," rengek Sasa.
"Tidak bisa!"
"Astaga menyebalkan sekali anda, Pak. Mana wajah anda seperti kanebo kering, kaku banget," ledek Sasa.
"Apa kamu bilang?" bentak Paspampres.
"Ah, tidak apa-apa Pak."
Sasa membalikan tubuhnya berpura-pura hendak pergi, namun dengan cepat dia kembali membalikan tubuhnya dan berlari masuk ke gedung itu namun lagi-lagi dia kalah cepat, dua Paspampres itu menyeret Sasa untuk menjauh dari gedung itu.
"Jangan macam-macam, pergi kamu dari sini atau kami yang akan mengusir kamu!" bentak Paspampres.
"Idih, apaan sih galak banget. Woi, gini-gini juga aku itu masih warga negara kalian memangnya salah ya, kalau aku mau minta bantuan kepada Bapak Presiden," ucap Sasa dengan lantangnya.
Kedua Paspampres itu tidak mendengarkan keluhan Sasa dan memilih kembali ke tempat semula. Sedangkan Sasa, terlihat sangat kesal dia memutuskan untuk menunggu Presiden keluar dari gedung itu.
"Pokoknya aku gak peduli, kalau sampai Bapak Presiden keluar dari sana, aku harus kejar," gumam Sasa.
1 jam pun berlalu, Sasa sampai ngantuk menunggu Bapak Presiden keluar dari gedung itu. Hingga beberapa saat kemudian, rombongan pria-pria tampan berjalan di paling depan mengawal Bapak-bapak yang berusia diperkirakan 60 tahunan tapi terlihat masih sangat gagah.
"Apa itu Presiden negara aku?" Sasa terlihat bingung karena dia sama sekali tidak tahu.
"Ah bodo amat, pokoknya aku harus bisa pulang ke negaraku sendiri," gumam Sasa kembali.
Sasa menyimpan kopernya dan berlari sekuat tenaga. "Bapak, Bapak, tolong aku. Aku rakyatmu Pak, aku ingin pulang ke negara aku sendiri, tolongin aku!" teriak Sasa.
"Astaga, dia lagi-dia lagi," kesal Paspampres.
"Siapa?" tanya Mayor Rendi dingin.
"Tidak tahu, wanita itu dari tadi nyariin Bapak," sahut Paspampres.
"Bapak, tolong aku!" teriak Sasa kembali.
Semua orang langsung melihat ke arah Sasa, begitu pun dengan Pak Wibowo yang merupakan Presiden Negara Zamrud.
*
*
*
Guys, karya baru lagi nih dari aku. Minta dukungannya ya, jangan lupa rate bintang 5 kalau tidak suka lebih baik jangan rate daripada rate dibawah 5 itu akan mempengaruhi karya aku🙏🙏
Sedikit cerita, novel ini terinspirasi dari orang yang saat ini sedang viral di mana-mana, pasti kalian tahu lah 😊tapi nama tokoh dan negara, aku samarkan ya soalnya tidak enak takutnya kena masalah. Ini hanya cerita fiktif belaka, tidak ada sangkut pautnya dengan kisah nyata jadi jangan baper🙏🙏😊😊
"Siapa dia?" tanya Bapak Wibowo.
"Tidak tahu, Pak," sahut Rezki.
"Bapak, tolong saya! saya mau pulang ke Negara Zambrud, saya TKW, Pak!" teriak Sasa.
Sasa sudah kembali dijegal oleh Paspampres tapi dia tidak patah semangat.
" Lepaskan dia dan suruh dia ke sini." Bapak Wibowo memerintahkan Mayor Rendi untuk membawa Sasa.
Mayor Rendi menganggukkan kepalanya dan memberi kode kepada Paspampres supaya membawa Sasa menemui Bapak.
"Ayo ikut, tapi janji kamu jangan macam-macam sama Bapak," ucap Paspampres.
"Oke, aku janji Pak tidak akan macam-macam," sahut Sasa bahagia.
Sasa pun dibawa untuk menemui Bapak Wibowo. "Selamat siang Bapak? apa benar Bapak Presiden Negara Zambrud?" tanya Sasa polos membuat semua orang melongo.
"Katanya kamu berasal dari Negara Zambrud tapi kenapa kamu tidak mengenal saya?" tanya Bapak Wibowo.
"Maaf Bapak, ceritanya panjang nanti saya cerita tapi bisakah sekarang saya ikut pulang ke Negara Zambrud bersama Bapak?" ucap Sasa.
"Berani sekali kamu bicara seperti itu kepada Bapak Presiden, sungguh tidak sopan!" bentak Mayor Rendi.
"Apaan sih, aku sedang bicara sama Bapak Presiden kenapa kamu yang jadi sewot," kesal Sasa.
"Nona, lebih baik sekarang anda bicara saja karena waktu kami tidak banyak. Kami bukan pengangguran yang hanya akan mendengarkan curhatan anda," ucap Rezki tegas.
"Bapak tolong, saya ingin pulang. Saya sudah 5 tahun di sini dan saya merasa tersiksa karena majikan saya tidak pernah membiarkan saya keluar rumah, tolong saya Pak, saya mohon," ucap Sasa dengan mata yang berkaca-kaca.
Bapak Wibowo menatap satu persatu ajudannya, mereka memberikan kode dengan menggelengkan kepala secara bersamaan tapi Bapak adalah orang baik, apa lagi ini menyangkut rakyatnya sendiri.
"Baiklah, kamu masuk ke mobil yang di belakang," ucap Bapak Wibowo.
"Serius, Pak?" tanya Sasa tidak percaya.
"Iya."
Sasa dengan bahagianya berlari mengambil koper lalu menggeretnya menuju mobil yang diperintahkan oleh Bapak Wibowo. Saking semangatnya, Sasa tidak melihat kaki Mayor Rendi yang tergilas oleh roda kopernya. Mayor Rendi hanya bisa mengeraskan rahangnya merasakan kakinya sedikit ngilu.
"Astaga," batin Mayor Rendi dengan kesalnya.
Paspampres yang berjumlah puluhan itu tidak bisa menghentikan Sasa karena memang Bapak Presiden sendiri yang membiarkan wanita itu untuk masuk ke salah satu mobil.
"Tunggu!"
Sasa terdiam. "Ada apa, Pak?" tanya Sasa.
"Aku periksa dulu kopernya."
"Gak ada apa-apa kok, Pak. Aku bukan teroris," sahut Sasa.
Mayor Rendi langsung mengambil koper Sasa dan memeriksanya dengan seksama, dan ternyata memang tidak ada apa-apa. Lalu Mayor Rendi memeriksa dompet Sasa dan melihat KTPnya, tiba-tiba Mayor Rendi mengerutkan keningnya dan melihat ke arah Sasa.
"Ini KTP kamu?" tanyanya.
"Iya."
"Kok fotonya beda?"
"Ah, aku lupa Pak. Bentar, ya." Sasa melepaskan wig, kacamata, serta tompel yang dia tempel di pipinya itu.
Rezki, Rafka, dan Agam langsung melongo begitu pun dengan Mayor Rendi.
"Maaf Pak, aku terpaksa menyamar karena tidak mau nyawaku terancam," ucap Sasa.
"Maksudnya?" tanya Mayor Rendi.
"Ceritanya panjang Pak, nanti saja aku cerita jika sudah sampai di Zambrud," sahut Sasa.
"Agam, kamu kawal gadis ini," perintah Mayor Rendi.
"Siap."
Mereka pun akhirnya kembali ke Negara Zambrud. Sasa benar-benar tidak percaya jika dia akan diselamatkan langsung oleh Bapak Presidennya. Di dalam pesawat, Sasa mulai menceritakan apa yang selama ini dia alami.
"Awal datang ke Negara Formoza, ketua agen aku mengatakan kalau aku harus menyamar karena menurut dia aku mempunyai wajah yang cantik takutnya aku jadi bahan pelecehan oleh orang-orang di sana. Lalu aku pun memutuskan untuk menyamar dan syukurnya aku mempunyai majikan yang sangat baik," jelas Sasa.
"Kalau majikan kamu baik, kenapa kamu sampai mau kabur?" tanya Mayor Rendi dingin.
"Dia memang sangat baik, dia royal bahkan aku diberikan gaji di atas rata-rata, namun aku tidak tahu kalau dia menyukaiku dan menurutku terlalu posesif. Dia sampai melarangku untuk keluar rumah, tidak boleh melihat TV, dan tidak boleh memegang ponsel juga. Dia ingin aku terus berada di samping dia dan tidak membiarkan aku pulang ke Negara aku sendiri. Maka dari itu, aku sama sekali tidak tahu siapa Presiden Negaraku sekarang, maaf ya, Pak," ucap Sasa dengan wajah sedihnya.
"Dia sangat menyukaimu padahal penampilanmu selama ini sedang menyamar?" tanya Mayor Rendi.
"Iya, betul Pak," sahut Sasa.
"Definisi cinta tidak memandang fisik, hebat pria itu," ucap Agam.
"Iya Pak, namun sayangnya aku tidak tertarik justru aku malah takut," sahut Sasa.
"Kamu tinggal di mana?" tanya Bapak Wibowo.
"Saya tidak punya tempat tinggal Pak, kedua orang tua saya sudah meninggal. Saya anak yatim piatu, makanya dulu pas disakiti pria aku langsung nekad saja pergi menjadi TKW karena aku sudah tidak punya sandaran siapa-siapa lagi," sahut Sasa dengan deraian air matanya.
"Terus sekarang kamu mau pulang, mau ke mana? apa mau saya kasih modal untuk biaya usaha kamu?" saran Bapak Wibowo.
"Tidak Bapak, kalau bisa saya mau ikut Bapak saja soalnya kalau saya hidup diluaran takut banyak yang nyari saya. Apalagi saat ini saya juga sedang kabur, sudah pasti majikan saya akan nyari ke sana," rengek Sasa.
"Astaga, kamu tahu tidak kalau beliau adalah Presiden Negara kita? mana boleh kamu bicara tidak sopan seperti ini!" bentak Mayor Rendi.
Bapak Wibowo mengangkat tangannya untuk supaya Mayor Rendi tidak memarahi Sasa.
"Maafkan saya Pak karena saya sudah lancang, tapi untuk saat ini hanya Bapak yang bisa menolong saya. Saya bisa melakukan apa pun, mengepel, cuci baju, cuci piring, beres-beres, masak, bahkan jadi tukang kebun pun saya bisa, Pak," ucap Sasa.
"Kamu itu sudah beruntung sekarang bisa pulang bersama Presiden, seharusnya kamu bersyukur bukannya malah minta lebih!" bentak Mayor Rendi.
Bapak Wibowo terdiam, dia pun memijat keningnya membuat Mayor Rendi dan ketiga Asprinya panik. "Pindahkan gadis ini, jangan duduk di sini," tegas Mayor Rendi.
"Siap, Mayor." Rezki pun akhirnya membawa Sasa untuk pindah tempat duduk.
"Bapak tidak apa-apa?" tanya Mayor Rendi cemas.
Bapak Wibowo kembali mengangkat tangannya, pertanda kalau beliau baik-baik saja. Mayor Rendi pun memilih diam dan tidak mau mengganggu Bapak Wibowo dulu. Mayor Rendi terlihat sangat kesal, bisa-bisanya gadis itu membuat masalah dengan Bapak Presiden.
Setelah beberapa jam terbang, akhirnya mereka sampai di Negara Zambrud. Kebetulan saat itu sudah malam, dan Bapak Wibowo pun memutuskan untuk mengizinkan Sasa ikut dengannya ke Gedung Putih dengan catatan Sasa tidak boleh membuat onar karena itu akan sangat mempengaruhi kehidupan Bapak sebagai kepala Negara.
*
*
*
Cerita ini hanya fiktif belaka ya, jangan dibuat serius karena kalau di dunia nyata tidak akan ada orang seperti Sasa yang dengan mudah bisa ikut kepada Bapak Presiden🙏🙏
Sesampainya di gedung putih, Paspampres dengan sigap menyambut kedatangan Bapak Presiden.
"Busyet, yang ngawal tadi saja sudah puluhan sekarang di sini juga sudah banyak pengawal, begini toh kehidupan Presiden," batin Sasa takjub.
"Sini, kopernya biar aku bawa," tawar Rafka.
"Tidak apa-apa Pak, saya masih kuat kok bawa sendiri," tolak Sasa.
"Jangan panggil Pak dong, memangnya wajah aku sudah terlihat Bapak-bapak," ucap Rafka.
"Maaf, tapi kan Bapak pengawal Bapak Presiden masa iya aku panggil Akang," goda Sasa.
Sesampainya di dalam gedung putih, Mayor Rendi menyuruh Sasa untuk menunggu sebentar karena dia dan yang lainnya ingin berbicara dengan Bapak Wibowo.
"Pak, gadis itu lebih baik tinggal di rumah Palapa saja. Kita tidak tahu siapa dia, jangan sampai mudah percaya kepada orang. Kalau kita biarkan dia tinggal di sini, takutnya banyak rahasia yang bocor bagaimana pun kita harus waspada," ucap Mayor Rendi dingin.
"Kali ini aku setuju sama Mayor, takutnya dia penyusup yang nyamar," timpal Rezki.
"Kalau menurut kalian seperti itu, Bapak ikut saja. Yang penting kalian jangan biarkan dia pergi sendirian karena Bapak lihat, dia gadis baik-baik. Pekerjakan saja dia di rumah Palapa, terserah dia mau kerja apa," ucap Bapak Wibowo.
"Baik, kalau begitu kami izin pamit pulang ke Palapa. Bapak harus istirahat karena besok kegiatan kita semakin padat," ucap Mayor Rendi dingin.
"Iya, salam buat Chika," ucap Bapak Wibowo.
Keempat pria tampan itu pun pamit dan keluar dari ruangan Bapak Wibowo. Sebenarnya, keempat pria tampan itu merupakan putra dari Bapak Wibowo dan saking sayangnya mereka kepada Bapaknya, mereka meminta untuk menjadi ajudan Bapaknya sendiri. Sebenarnya Bapak Wibowo sudah mempunyai Paspampres untuk menjaganya tapi beliau juga tidak melarang anak-anaknya untuk ikut menjaga dirinya.
"Ayo ikut!" Mayor Rendi memerintahkan Sasa untuk mengikutinya.
Sasa tidak mau banyak bicara, dia pun mengikuti keempat pria tampan itu lalu masuk ke sebuah mobil.
"Loh Pak, kalian mau bawa aku ke mana? tolong jangan bunuh aku, aku masih ingin hidup mana aku belum menikah lagi, nanti kalau kalian bunuh aku bisa-bisa aku jadi arwah penasaran," ucap Sasa dengan polosnya.
"Apaan sih, siapa juga yang mau membunuh kamu? kami hanya akan membawa kamu ke rumah karena kalau di sini, tidak sembarang orang bisa masuk dan bekerja," sahut Agam.
"Ini gedung putih, tempat tinggalnya Presiden dan aturannya tidak boleh membawa orang asing masuk ke dalam gedung karena itu sangat berbahaya," sambung Rafka.
"Sumpah Demi Allah, aku bukan penjahat Pak. Sumpah deh, aku berani kaya kalau aku bohong," celetuk Sasa.
Mayor Rendi geleng-geleng kepala, sedangkan ketiga adiknya justru tertawa dengan cara bicara Sasa yang menurut mereka lucu. Keempat pria tampan itu pun akhirnya membawa Sasa ke rumah pribadi mereka. Sasa belum tahu jika keempat pria itu sebenarnya putra Presiden.
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka pun sampai di rumah Palapa. "Wow, rumahnya besar sekali," batin Sasa.
"Ayo keluar," ucap Agam.
Sasa lagi-lagi dibuat melongo dengan banyaknya pengawal di rumah itu. "Sebenarnya kalian itu siapa? kenapa pengawal kalian banyak sekali? bukanya kalian juga pengawal Bapak ya, kok bisa sih seorang pengawal dikawal juga," cerocos Sasa.
"Gak usah bawel, aku paling tidak suka dengan wanita bawel," ketus Mayor Rendi.
"Ya Allah, Pak Mayor itu ada masalah apa sih sama aku? kayanya julid banget deh dari tadi, bawaannya emosi kalau bicara sama aku," keluh Sasa.
"Karena melihat wajah kamu membuat aku selalu emosi," sahut Mayor Rendi.
"Emosinya kenapa? kita kan baru bertemu tadi siang, gak saling kenal juga kenapa Pak Mayor harus emosi lihat aku?" ucap Sasa.
Mayor Rendi menatap Sasa dengan tajam dan ketiga adiknya tahu dengan arti tatapan itu. "Sasa, ayo ikut. Aku mau tunjukan kamar kamu," ucap Rafka.
"Baik, Pak."
Sasa pun mengikuti langkah Rafka, Sasa tampak celingukan ke kanan dan ke kiri. Bagaimana tidak, rumah itu bak istana banyak ruangan dan sudah dipastikan Sasa harus menghapal setiap ruangan kalau tidak, Sasa bisa tersesat di rumah itu.
"Astaga, rumahnya luas banget kalau aku tersesat bagaimana, Pak," ucap Sasa.
"Makanya kamu harus hapal. Oh iya, satu lagi kalau di rumah kamu panggil Mamas saja karena aku biasa dipanggil Mamas," ucap Rafka.
"Oh oke, Mas."
"Nah, ini kamar kamu. Kata Bapak, kamu boleh bekerja apa pun yang kamu mau, ingat Bapak itu suka sama orang yang jujur jadi kamu harus bekerja dengan baik jika kamu mau tinggal di sini," jelas Rafka.
"Yaelah Mas, CCTV ada di mana-mana jadi bagaimana aku mau macam-macam," sahut Sasa.
"Satu lagi, kamu jangan pernah menyentuh barang-barang Mayor tanpa seizin dia karena kalau tidak, dia bakalan ngamuk dan kalau sudah ngamuk, dia bisa makan kamu," goda Rafka.
"Allahuakbar, serem banget Mas."
"Makanya kamu harus nurut, lihat kan wajahnya saja kaya jemuran sudah kering, kusut pula," ledek Rafka.
"Heem, menyeramkan," sahut Sasa bergidik ngeri.
"Ya sudah, kamu istirahat saja mulai besok kamu bekerja."
"Siap Mas, Terima kasih Mas."
Rafka pun pergi meninggalkan Sasa dan ikut berkumpul bersama saudara-saudaranya yang lain.
"Chika sudah tidur?" tanya Mayor Rendi.
"Kayanya sudah tidur tuh bocil," sahut Rezki.
"Ya sudah, kalian istirahat saja sana besok kita harus berangkat pagi-pagi soalnya jadwal Bapak padat," ucap Mayor Rendi.
"Kita pasti istirahat, tapi Abang juga harus istirahat jangan terlalu diporsir tenaganya nanti malah sakit," sahut Agam.
"Abang tentara, fisik Abang jauh lebih bagus daripada kalian jadi jangan pikirkan Abang," sahut Mayor Rendi dingin.
"Ya sudah, kita istirahat dulu ya, Bang," ucap Rafka.
Ketiga pria tampan itu pun pergi ke kamar masing-masing. Pekerjaan Mayor Rendi memang yang paling capek diantara ketiga saudaranya, dia benar-benar menjaga fisik Bapaknya walaupun sudah ada Paspampres tapi dia tetap menjaga Bapaknya dengan sangat ketat. Dia tidak mau terjadi apa-apa kepada Bapaknya, meskipun terkesan dingin tapi dia sangat menyayangi keluarganya bahkan dia rela pasang badan demi keselamatan Bapak dan adik-adiknya.
***
Keesokan harinya...
Sasa sudah bangun sejak subuh, dia sudah mandi dan berganti baju. Dia keluar dari kamarnya dan mulai mengingat-ingat jalan untuk mencari di mana dapur, hingga dia pun bertabrakan dengan Chika.
"Aduh maaf Nona, saya tidak sengaja," ucap Sasa.
"Kamu siapa?" tanya Chika.
"Ah, iya saya pembantu baru di sini," sahut Sasa dengan senyumannya.
"Pembantu baru?" Chika terlihat sangat bingung.
"Tadi malam Mas yang bawa dia, mulai sekarang dia bekerja di sini." Rezki menuruni anak tangga.
"Oh gitu," sahut Chika.
Sasa pun pamit untuk mulai bekerja, namun Sasa bingung harus mengerjakan apa karena semua pekerjaan sudah ada yang handle masing-masing.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!