Tahukah kalian, wanita yang paling menderita dalam hidupnya?
Wanita yang paling menderita adalah wanita yang mempunyai dua pria dalam hidupnya.
Raga nya milik suaminya tapi hatinya milik kekasihnya.
Dia tidak bahagia dalam dekapan suaminya, namun dia juga tidak mungkin berada dalam dekapan kekasihnya.
Hubungannya membuatnya sakit, batinnya hanya bisa menjerit. Menjerit menahan sakit.
Dia sudah sangat terjepit, pergi juga sulit, hubungannya sangatlah rumit.
Ini juga yang terjadi pada kisah Devan dan Lintang Ayu.
Dua sejoli ini di satukan oleh keadaan, tapi di pisahkan oleh takdir.
Cinta di pendam meski sakit, jiwa merana namun tak berdaya.
Kisah ini menggambarkan jika cinta tak bisa di miliki, maka bertemu atau tidak, bersama atau tidak. Tetap dialah orang yang teristimewa dalam hidupnya.
Astaghfirulloh!
Dev mengusap wajah. Bayangan menyakitkan yang terjadi sebulan lalu itu seolah rekaman yang terus-menerus diputar dengan sendirinya setiap kali ada celah. Bahkan Dev bisa sampai lupa kalau sekarang dia dan Sania sudah lama putus.
Ok. Dev akui, Lintang memang sahabat Sania sejak kecil, tapi kenapa sampai saat ini Gadis itu masih membencinya?
Peristiwa sebulan yang lalu, hanya karena Sania memergoki Dev tidur dengan ibunya, Dan Sania lari mengadu ke rumah Lintang.
Di sanalah awal mula pertama, Gadis manis yang bernama Lintang membenci Dev sampai sekarang.
Dev tidak menyalahkan Sania ataupun Lintang, dua wanita itu memang tersakiti oleh prilaku Dev.
Dan Dev mengakui kesalahannya, karena dia sudah berhianat pada Sania dengan meniduri Tante Saraswati, ibu kandung dari Sania, itu semua Dev akui salah.
Tapi Dev mana tahu, kalau selama ini Tante Saraswati diam diam menaruh hati padanya, sedang wanita yang bertubuh semampai itu tahu, kalau putrinya Sania sedang menjalin cinta dengan dirinya.
Mengetahui Dev menjalin hubungan terlarang dengan ibunya, hari itu juga. Sania memutuskan jalinan asmaranya dengan Dev.
Is Okey! Dev terima keputusan Sania, karena dia salah.
Tapi yang bikin Dev kesal dan jengkel, adalah ikut campur nya gadis angkuh yang bernama Lintang.
Gadis itu selalu meludah jika kebetulan berpapasan dengannya.
Peristiwa sebulan sudah lewat, Dev pun sudah putus dengan Sania.
Lalu kenapa gadis itu masih menyimpan dendam padanya?
Ada apa dengan Lintang?
****
Devan Vareza biasa di panggil dengan nama Dev. lelaki berwajah manis tak bosan di pandang. Penampilannya berkharisma, tutur katanya lembut dan ramah, jagonya raja gombal, cewek mana yang tidak luluh dengan bujuk rayu kata manisnya.
Hati perempuan mana yang tak kesemsem dengan paras menantang yang di miliki Dev.
Kalau ada gadis cantik baru di kampungnya, sudah pasti. Dev lah orang pertama yang berhasil mengambil hatinya.
Hanya satu yang sangat di sayangkan, Dev selalu merenggut kesucian para gadis yang di kencani nya.
Setelah mereguk manis madu cinta, Dev pun berlalu meninggalkan gadis itu dengan berbagai alasan.
Parahnya lagi, gadis yang sudah Dia kibuli, pasrah saja saat di putuskan Dev, tanpa menuntut.
Seperti biasa, Dev selalu bikin ulah jika ingin putus dengan kekasihnya, dengan cara menjalin cinta baru, Dev merusak hubungan cinta lama.
Begitupun yang Dev lakukan pada Sania.
Tapi anehnya, masih saja banyak gadis yang tergila gila sama sosok kharismatik yang di miliki Dev. Meski mereka tahu, kalau Dev bukan lelaki yang setia pada satu wanita. Tapi mereka tetap saja mau menerima cinta palsu Dev.
Hanya satu gadis yang tidak terpengaruh dengan rayuan dan kharismanya.
LINTANG AYU
Ya, gadis itu namanya Lintang Ayu Puspa Dewi, biasa di panggil dengan nama kecil Ayu atau Puspa.
Ayu gadis angkuh dan sombong yang sulit di taklukkan hatinya oleh Dev.
Meski Dev berusaha menyapa nya ramah, tapi gadis itu selalu meludah setiap bertemu dengannya di jalan.
Sikap arogan Ayu pada Dev, membuat Dev merasa di tampar harga dirinya sebagai seorang lelaki.
Bagi Dev mendapatkan gadis yang lebih cantik dari Ayu bukanlah hal yang sulit.
Ayu tidak ada apa-apanya di banding gadis yang lain yang pernah Dev kencani.
Dan, sejak hari itu, di hati Dev dan Ayu tertanam rasa benci.
Jangankan melihat sosoknya, melihat bayangan Ayu saja Dev muak. Begitupun sebaliknya dengan Ayu.
*****
"Dev! Bangun Dev, udah siang! Mau kerja gak?"
Seperti biasa Bu Hera, ibunda dari Dev. Rutin membangunkan putra kesayangannya, Dev setiap pagi.
"Jam berapa ini Mah?"
"Jam tujuh, ayo bangun! Nanti kesiangan lagi!"
Setengah ngantuk, Dev beranjak dari tempat tidur.
Setengah berlari, Dev pergi menuju kamar mandi.
Selesai mandi, Dev sudah rapih berpakaian hendak pergi ke kantor.
"Ayo sarapan dulu!" Bu Hera lantas menyajikan sepiring nasi goreng di atas meja makan.
Dev lantas mengecup puncak kepala ibunya dengan lembut.
"Sabar ya Mah. Dev pasti bakalan nikah, Dev belum menemukan gadis yang cocok Mah."
"Kamu itu Dev! Semua gadis yang kamu kencani pasti di bilang gak cocok!" Ketus ibunya sambil melepaskan diri dari pelukan Dev lalu melanjutkan kegiatannya memasukan kue keju yang sudah matang ke dalam toples.
Dev tersenyum malas.
"Maharani mana Mah?" Dev melirik jam tangannya, biasanya adik kesayangannya akan merengek minta uang jajan sebelum Dev pergi ke kantor.
"Dari pagi adikmu sudah pergi ke sekolah. Katanya ada kerja kelompok."
"Ohhh ...ya sudah, Dev pergi kerja dulu ya?"
"Tunggu dulu Dev. Mamah hampir saja lupa."
“Ada apalagi sih Mah?"
“Ini, sekalian pergi kerja. Tolong berikan kue keju ini ke ibu Sugeng ya?" Pinta ibunya sambil menyodorkan kantung plastik warna hitam yang isinya satu toples kue keju ke tangan Dev.
"Bu Sugeng?"
"Iya Ibu Sugeng, yang pagar rumahnya warna hijau."
Dev merengut.
"Yang mana sih Mah? Dev gak kenal! Suruh Rani saja nanti pulang sekolah!" Tolak Doni.
"Ih, gak enak atuh. Mamah udah janji kue ini di antar pagi pagi, tadinya Mamah mau nyuruh Rani, tapi anak itu malah udah pergi!"
"Tapi Dev gak tahu rumahnya Ma! Lagian ngapain sih ngasih ngasih kue segala. Kan Dev juga suka sama kue keju!"
"Tenang saja Dev. Mamah bikinnya banyak kok."
"Ya sudah sini. Rumahnya yang pagar hijau kan?" Kata Dev menegaskan sambil menyambar kantung plastik itu dari tangan ibunya.
"Iya, nomer rumahnya 83, kemarin waktu pengajian Mamah di beri kerudung sama Bu Sugeng. Mama gak enak, makanya Mama janji sama dia akan membuatkan kue keju buatan Mamah."
"Nomer 83?" Mendadak mata Dev membola.
Dev berpikir sejenak.
"Mah! Bu Sugeng itu istrinya Pak Sugeng bukan?"
"Iya, istrinya Pak Sugeng atuh! Ada- ada saja kamu itu! Makanya di sebut Bu Sugeng karena nama suaminya Pak Sugeng!" Tegas ibunya heran.
"Bu Su-Sugeng itu, ibunya si Ayu bukan?"
"Kamu kenal sama Ayu?"
Dev langsung menyimpan kantung plastik itu di atas meja makan.
"Loh, ada apa Dev?" Tegur ibunya, heran dengan sikap putranya.
"Pokonya Dev tidak sudi datang ke sana!" Sentak Dev sambil menguar rambutnya ke belakang.
"Wah, wah, wah … ada apa dengan anak Mamah ini, dengar nama Ayu langsung marah! jangan-jangan ….”
“Hushhh! Jangan suudzon dulu Mah, Dev gak suka lihat wajahnya!"
Ibunya terkekeh lalu melanjutkan kalimatnya yang tadi seperti sengaja dijeda.
”Siapa yang suudzon? Mamah baru bilang jangan-jangan, sudah nyimpulin sendiri."
Dev memutar bola matanya malas.
“Sudahlah! Antar saja kue itu sama Mamah!"
“Eh, ada apa sih dengan kamu Dev?”
“Mama pesan ojol saja kalau mau nganterin kue, nanti Dev yang bayar!"
"Astagfirullah Dev!"
Tak menghiraukan perkataan ibunya, Dev gegas pergi ke luar rumah. Di nyalakan nya motor Vega R nya sekencang mungkin.
"Aneh! Ada apa dengan anak itu!"
Ibunya geleng geleng kepala melihat tingkah laku putranya, Devan.
****
Sambil mengendarai motor. Dev menggerutu kesal. Kesal dengan ibunya, bisa bisanya menyuruh ia mengantarkan kue pada keluarga Mak lampir itu.
Mak lampir sebutan yang di sematkan Dev untuk Gadis angkuh yang bernama Ayu.
Ayu gadis yang sangat Dev benci, jangan kan melihat sosoknya, melihat bayangan saja Dev tidak sudi. Apalagi bertatap muka!
Tiap Dev berpapasan dengan gadis yang bernama Ayu itu, gadis itu langsung meludah di depan Dev.
Dev tidak ada harga dirinya di mata dia, gadis itu menganggap Dev bagai sampah busuk!
Hinaan, makian, yang terlontar dari mulut Ayu. Membuat Dev sakit hati sampai sekarang.
Sania yang tersakiti, tapi Ayu yang nyolot.
Kan lucu!
Dev nyerocos sendiri sambil mengendarai motornya. Entah mengapa kalau mendengar nama Ayu, bawaannya nafsu dan darahnya langsung mendidih.
Tepat di pertigaan jalan, di depan ada seorang gadis berseragam SMA sedang berjalan terburu buru.
Dev mengawasi gadis itu dari belakang, jalannya terburu buru, mungkin takut kesiangan, pikir Dev.
"Cewek Nih!" Wajah Dev semuringah sambil mematikan mesin motornya.
Dev tengok kanan kiri sambil merapihkan rambutnya.
Usai merapihkan rambutnya, lekas Dev menjalankan pelan motornya. Mengikuti si gadis yang berjalan di depannya.
"Ehem!" Dev berdehem Kecil.
Gadis itu tak bergeming, tidak terusik sedikitpun dengan aksi Dev. Berjalan lurus ke depan tanpa menghiraukan Dev yang mengikuti dirinya dari belakang.
“buru buru amat jalannya, udah kesiangan ya?" Goda Dev pada gadis berseragam sekolah itu.
Gadis itu tiba tiba menyentak satu kakinya.
Dev menelan ludahnya, gugup.
Tiba tiba gadis itu menoleh ke belakang.
"Heh!" Gadis itu melotot ke arah Dev.
Sontak Dev kaget setengah mati saat melihat gadis yang di godanya.
"Ayu?!" Dev syok. Gadis yang di godanya ternyata si Mak Lampir.
Berjalan dengan wajah sinis, Ayu mendekati Devan.
“Jadi gini, kerjaan mu tiap hari! Menggoda gadis! Cih!" Ayu meludah untuk kesekian kalinya di depan Devan.
Devan mendengus kasar, tidak menduga. Gadis yang di godanya ternyata Ayu, gadis angkuh.
"Jangan pernah tampakkan wajahmu di hadapanku ya? Jijik aku lihat kamu!" Maki Ayu lagi.
Devan menatap tajam wajah Ayu dari balik kaca mata hitamnya.
"Dasar buaya darat! Jangan pikir semua gadis bisa kamu bohongin ya?"
Jantung Devan mau meledak mendengar ocehan dan hinaan yang terlontar dari mulut Ayu.
Di diamkan malah ngelunjak, habis sudah kesabaran Devan. Mulut kasar Ayu tidak bisa ia biarkan begitu saja.
Devan tidak merasa punya dosa pada Ayu, yang dia sakiti Sania bukan Ayu. Tapi kenapa Ayu yang justru secara terang terangan memperlihatkan seolah gadis yang Devan beri gelar Mak lampir itu jadi korban yang tersakiti olehnya.
Tentu saja Devan lama-lama jengkel dengan prilaku tidak sopan Ayu, di jalanan berani membentak Devan tanpa melihat banyak orang lalu lalang lewat di depan mereka.
Apa gadis itu tidak sadar! Kalau prilakunya jadi pusat perhatian orang orang yang kebetulan melihat aksi kasarnya.
"Dasar penjahat kelamin! Aku doain kamu biar di samber gledek!" Ayu memojokkan Devan tiada henti. Membuat rahang Dev mengeras, bahkan kedua tangan Devan sudah mengepal di kedua sisi tubuhnya.
Devan sengaja diam, enggan melawannya. Tapi bukan berarti Devan takut menghadapi Ayu, Devan masih menghargai gadis itu. Devan tidak mau di sebut banci karena bertengkar dengan gadis kampungan seperti Ayu, yang minim etika kurang gaul dan bodoh.
Hanya ada satu cara agar mulut gadis itu berhenti mengoceh.
"Pergi! Jangan ikuti aku, dasar muka Badak! Gak punya ma_"
Sebelum Ayu menyelesaikan kalimatnya, Devan raih pinggul Ayu.
"Kau?" Ayu berusaha melepaskan tangan Devan yang memegang pinggulnya dengan kuat.
Devan lalu mencium paksa bibir Ayu dengan kasar.
Ayu meronta.
Setelah puas, Devan jorokkan tubuh gadis arogan itu hingga tubuh mungil itu terjerembab menyentuh aspal jalanan.
Ayu membelalak sambil menyusut bibir mungilnya.
Bukannya iba melihat Ayu, Devan malah terkekeh menertawakan ketidakberdayaan Ayu.
"Kalau suka sama saya bilang terus terang!" Sindir Devan sambil pergi berlalu meninggalkan Ayu yang terduduk di jalanan.
"Kurang ajar kau Doniiiii!" Pekik Ayu.
"Hahahaha ..." Hati Devan puas karena sudah ngerasain bibir ranum milik gadis yang sangat ia benci.
Dengan melecehkannya. Devan yakin, gadis itu kapok dan tidak akan menghina dan mencacinya lagi.
Ayu harus di beri pelajaran yang setimpal. Devan tidak peduli kalau suatu hari Ayu melaporkan tindakan mesumnya pada pihak berwajib. Dan jika itu terjadi, Devan akan beberkan perlakuan kasar Ayu, karena gadis itu sering menginjak-injak harga dirinya.
Ayu menangis sesegukan.
"Awas kamu Doni! Aku akan balas perbuatanmu!" Caci Ayu sambil merapihkan rok seragamnya.
*****
Tiba di kantor. Devan bersiul riang, dirinya tidak menyangka bisa seberani itu mencium gadis angkuh seperti Ayu.
Bahkan Devan masih merasakan hangatnya bibir Ayu saat ia cium tadi.
Devan senyum-senyum sendiri kalau ingat itu.
"Pak Dev." Tiba tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang.
Sontak Devan yang sedang menghayal kejadian tadi pagi, terlonjak kaget.
"Duh! Pak Iwan, bikin kaget saja!" Devan mengerat dada.
"Ada apa sih Pak. Saya perhatikan dari tadi pak Dev senyum senyum sendiri, pasti dapat korban baru ya?" Sindir Pak Iwan.
Bukan rahasia lagi, kalau teman sekantornya sudah mengetahui sifat buaya Devan.
"Ah ...Bapak bisa aja," kata Devan sambil menguar rambutnya.
Pak Iwan lantas menyeret kursi kantornya dan duduk di samping Devan yang tengah pokus melihat laptop.
"Si Bos manggil tuh, bapak di suruh menghadap," bisik Pak Iwan.
Kening Devan mengerut.
"Serius? Saya di suruh ke sana?"
"Kok bapak kayak kaget gitu Pak?"
Devan mengusap kasar wajahnya, setahunya. Kalau atasannya memanggilnya pasti ada pekerjaan penting yang harus ia kerjakan.
"Sial! Pasti si Bos nyuruh lembur!" Devan bicara pada diri sendiri, kesal.
"Ayo sana temui si Bos."
Devan menghela nafas panjang.
"Baiklah." Setelah mematikan layar laptopnya, Devan lalu pun beranjak dari duduknya.
"Pak! Ingat ya?" Pak Iwan menepuk pundak Devan.
"Ingat apa Pak?"
"Pak Dev ini pura pura lupa, itu yang barusan saya katakan."
"Yaelah Pak! Kaya gak tahu si bos, orang pelit gitu."
Pak Iwan terkekeh.
Sebelum menghadap Pak Bowo atasannya, Devan merapihkan kemejanya terlebih dahulu agar tidak kena omelan Pak Bowo yang sering protes dengan penampilan para karyawannya.
"Pak!" Seseorang memanggil Devan.
Dev langsung menoleh.
"Eh Pak Indra," sapa Devan ramah.
"Pak, Bapak mau menghadap Pak Bowo ya?"
"Iya Pak."
"Saya dengar putri Pak Bowo ada sini," ujar Indra salah satu teman satu divisinya Devan.
Devan bekerja di sebuah perusahaan Besar yang bergerak di perusahaan teknologi yang ternama.
Perusahan tempatnya bekerja termasuk dalam 10 besar perusahaan terbesar di kota Bandung, yang banyak dikunjungi di Indonesia, dan beberapa bulan ini berada di peringkat ke 7.
Posisi Devan di perusahaan ini adalah sebagai senior business development setelah 6 tahun lebih bekerja semenjak lulus sekolah. Menerima gaji yang cukup besar di sana dan juga lingkungan kerja yang nyaman dengan atasan yang baik, tak membuat Devan berminat mencari pekerjaan di tempat lain.
Sebelumnya, Devan memiliki seorang Bos yang sangat baik dan loyal kepada karyawan. Pak Bambang, pria berusia 50 tahun itu tiba-tiba saja mengatakan bahwa dia mengundurkan diri menjadi pekerjaannya dan akan digantikan oleh keponakannya. Devan saat itu dan beberapa karyawan lainnya tentu saja sedih ditinggal pemimpin seperti itu.
Bos baru yang bernama Bapak Bowo tidak sebaik Pak Bambang. Tapi, mereka masih ada hubungan persaudaraan.
"Hah! Putri Pak Bowo ada di sini?"
"Tadi Bu Yuki bilang ke saya, kalau putri Pak Bowo ada di kantor ini."
Devan menarik nafas.
"Wah ...ada putri si Bos, pasti cantik ..." Guman Devan.
"Eh, tapi dengar- dengar, Putri Pak Bowo itu cantik loh, Pak."
"Ya rata-rata putri Bos memang cakep Pak."
Indra memutar bola mata. Teman kerja nya yang bernama Devan ini, jika sudah membahas perihal wanita cantik, dia paling menggebu-gebu.
"Kita bisa kerja sambil cuci mata deh setiap harinya," lanjut Devan lagi.
"Kamu aja Pak, aku enggak."
Indra mencibir.
"Bapak mah payah. Nggak seru kalau diajak bahas Wanita cantik. Aku heran, Bapak suka sama wanita nggak, sih?"
Indra melotot tajam.
"Sembarangan kalau ngomong!"
"Habisnya Bapak kayak nggak semangat gitu kalau aku lagi bahas wanita. Bapak betah amat jadi jomblo, udah berapa tahun, sih? Keburu tua nanti," ledek Devan.
"Saya ini masih 24 tahun dan imut-imut gini. Lebih muda 4 tahun dari pada kamu malahan.
“Iya deh, yang baby face.”
Bahri yang sedari tadi mendengar percakapan Devan dan Indra, langsung beranjak dari kursi.
"Lihat Pak, ke arah pintu masuk! Pantesan heboh banget." Bahri menyenggol lengan Indra dengan mata yang terarah ke pintu utama.
Ada dua ruangan yang saling berhadapan di lantai itu, seperti lantai-lantai lainnya di Gedung itu. Dan perusahaan tempat Devan bekerja sekarang, telah memiliki 2 lantai secara resmi, tanpa menyewa dari pihak gedung. Divisi marketing dan pengembangan, ada di lantai 2 sebelah kiri. Terdapat 3 ruangan di sana yaitu, ruangan Atasan , HRD dan divisi marketing yang merupakan ruangan bebas tanpa sekat. Sedangkan di sebelah kanan lantai ini, ada bagian finance dan accounting, ruang meeting serta bagian IT. Dan di lantai 3 terdapat bagian operational dan logistik serta customer service.
"Apaan, sih?" tanya Indra tak begitu berminat.
Kening Devan mengerut.
"Itu putri si Bos. Pak, gila… cantik banget!"
Devan acuh tak acuh, pura pura tidak menanggapi.
"Lihat dulu, Pak!" Bahri tampak antusias sekali, tapi tidak dengan Indra.
"Ssttt ...berisik." Devan menyela.
"Dia jalan ke dekat sini, mau masuk ke dalam ruangannya."
Devan pun memutar kepala hanya karena tak ingin Bahri yang terus-terusan berisik mengguncang lengannya saking hebohnya. Seketika, mata Devan melebar saat mendapati seorang wanita yang berjalan ke arah mereka bertiga.
Tanpa bisa dicegah, hati Devan membuncah seketika. Sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman. Di saat yang sama gadis cantik itu juga menoleh pada Devan, dia tampak terkejut. Devan tersenyum manis kepadanya. Namun, siapa sangka kalau gadis berparas cantik itu berjalan begitu saja melewati Devan tanpa membalas senyumannya.
Senyum Devan luntur seketika.
"Kalau anak si Bos kerja di sini, aku bakalan betah di kantor lama-lama," ucap Bahri sambil senyum-senyum.
"Gimana menurut kamu, Pak? Putrinya si Bos cantik banget, 'kan?"
Devan enggan menjawab.
Devan tidak fokus lagi dengan ocehan Bahri selanjutnya, karena pikiran Devan langsung beralih pada Bapak Bowo atasannya.
Barusan putrinya masuk ke ruangan Pak Bowo, di dalam sana. Devan bisa memandangi gadis itu sepuasnya.
Berjalan perlahan Devan masuk ke ruangan Pak Bowo.
Baru saja Devan hendak masuk ke dalam. Devan mendengar Pak Bowo sedang bicara dengan putrinya.
"Kuliah yang bener! Jangan maen cowok melulu!"
"Loh, Papi ini gimana sih? Wajar dong Dela di deketin cowok."
"Nabila! Kalau Papi beri nasehat dengarkan baik-baik!"
Nabila tersenyum kecut.
"Pastinya. Aku akan belajar lebih rajin supaya cepet lulus dan bisa kerja sama Papi di kantor ini. Kalau soal lelaki yang deketin, nggak akan ada yang mampu meluluhkan aku selain David."
"David? Siapa lagi David.
"Ehem!" Devan berdehem memecah percakapan Nabila dan Pak Bowo.
Pak Bowo dan Nabila langsung menoleh ke arah Devan.
"Eh, Pak Dev. Sini masuk Pak, kenapa berdiri di sana? Ayo kemari Pak!" Titah Pak Bowo.
Nabila menatap Devan.
Devan menunduk hormat ke Pak Bowo, tanpa melirik gadis berparas cantik yang berdiri tepat di samping atasannya.
"Pi, Dela pergi dulu ya?"
"Iya sana! Awas jangan pulang larut malam ya?"
"Baik Pi." Setelah mencium punggung tangan ayahnya, Nabila pergi sambil menatap wajah Devan sekilas, lalu dengan tergesa gadis itu pergi meninggalkan ruan kerja ayahnya.
"Bye Pi!" Nabila melayangkan sun jauh pada ayahnya, tapi matanya melirik Devan.
Tentu saja Devan jadi salah tingkah.
"Genit juga dia," umpat Devan dalam hati.
"Ayo duduk Pak." Pak Bowo mempersilahkan Devan duduk.
Devan mengangguk patuh.
"Begini Pak Dev, selama tiga hari Bapak mau pergi ke Solo. Jadi Bapak minta Pak Dev mau menyelesaikan tugas Bapa selama tiga hari ke depan."
"Ba- baik Pak." Yang ada di pikiran Devan tenyata benar, pria berkumis tebal ini pasti membebaninya setumpuk pekerjaan.
"Tugas ini boleh di kerjakan di rumah."
"M-maksud bapak?"
"Bapak akan berikan Pak Dev cuti selama tiga hari, dengan catatan, setelah saya pulang dari Solo. Tugas ini harus sudah selesai. Gimana pak? Apa Bapak Dev bersedia?"
"Siap Pak!" Tegas Devan.
Siapa yang menolak, di beri cuti selama tiga hari, dengan begitu Devan bisa nyantai di rumah sambil mengerjakan tugas dari Pak Bowo.
"Wah, beruntung kau Dev ..." Devan bicara pada dirinya sendiri.
"Ok. Bapak harap kamu kerjakan tugas ini dengan baik." Pinta Pak Bowo sambil menyerahkan beberapa berkas ke tangan Devan.
"Saya akan kerjakan tugas ini dengan baik." Tegas Devan.
"Baiklah, pak Dev boleh kerjakan tugas ini hari ini."
"Hari ini Pak?"
"Iya hari ini. Bapak boleh pulang, kerjakan saja di rumah ya?"
"O. Ba- baik Pak!"
Setelah pamit pada Pak Bowo, Devan pun pergi dari sana.
Pulang sekolah Ayu jalan kaki, ayahnya Pak Sugeng tidak bisa menjemputnya hari ini karena ada keperluan penting dengan saudaranya, sementara motor yang biasa di pakai Ayu sedang service di bengkel.
"Oh ya tuhan, hari ini panas banget!" Keluh Ayu sambil menyeka keringatnya.
Mau naek angkot males suka ngetem, jadi Ayu memilih jalan kaki saja. Jarak sekolah dari rumahnya tidak terlalu jauh, Ayu bisa ambil jalan pintas menyusuri persawahan.
Hari ini, pikiran Ayu kurang fokus mencerna pelajaran sekolahnya, efek dari tingkah mesum Devan yang begitu berani menciumnya tadi pagi di pinggir jalan.
Sumpah serapah Ayu lontarkan dalam hati, andai mampu, ia ingin tampar wajah Devan saat itu juga. Lelaki bajingan itu tak pernah menghargai wanita sedikitpun, bisanya mengobral cinta dan janji.
"Ehem!"
Langkah Ayu terhenti mendengar suara seseorang dari belakang.
Ayu menoleh ke belakang, dimana Devan sedang mengendarai motornya mengikuti laju kakinya
"Kau?" Mata Ayu membelalak, baru saja dirinya mengutuk lelaki bajingan itu.
Tiba- tiba sosoknya kini ada di dekatnya.
Sontak Ayu kaget.
"Mau ku bonceng?" Tawar Devan bernada sindiran.
Ayu membuang nafas dalam- dalam,malas meladeninya, iapun kembali berjalan mengabaikan Devan yang terus mengikutinya.
"Yu, boleh aku bicara sama kamu?"
Ayu tidak bergeming.
"Aku heran sama kamu Yu. Kenapa sih kamu benci sama aku!" Lanjut Devan.
Ayu berjalan acuh, matanya lurus ke depan mengabaikan Devan yang terus mengajaknya bicara.
"Jangan- jangan kamu suka sama aku," ledek Devan.
Reflek Ayu menghentikan laju kakinya.
Di tatapnya wajah Devan dengan tajam, kemudian Ayu berjalan mendekatinya.
Plak
Tamparan keras mendarat di pipi Devan.
Devan kaget setengah mati sambil meraba pipinya.
"Kurang ajar!" Geram Devan, gegas Devan turun dari motor.
Kesabarannya habis. Selama ini Devan sudah sabar menerima semua perilaku kasar Ayu.
Dan hari ini.
Seorang gadis berani menamparnya?
Ibunya saja tidak berani berbuat seperti ini pada dirinya.
Sikap arogan Ayu sudah kelewat batas.
Devan tidak terima.
"Mau apa k-kamu?" Bentak Ayu panik, saat Devan mendekatinya dengan wajah garang.
“Doniii, jangaaaaan,” jerit Ayu.
Wajah Devan memerah menahan amarah di dada.
“Jangan, Doniiii."
Devan membawa paksa Ayu ke tempat sepi.
"Tolong!" Ayu menjerit, tapi secepat kilat Devan membekap mulut Ayu.
Di tempat sepi, Devan lantas mendorong tubuh Ayu ke tembok rumah kosong.
Ayu memberontak, tapi tenaganya tidak cukup kuat menandingi kekuatan tenaga Devan yang sudah di gulung amarah.
Terlebih Devan membekap mulut Ayu sangat kuat.
Devan tidak mempedulikan gerakan kedua tangan Ayu yang meronta memukul mukul dadanya.
Satu tangan Devan, menyingkap rok seragam Ayu ke atas.
Mata Ayu terbuka lebar, tapi bekapan tangan Devan di mulutnya, membuatnya kesulitan berteriak untuk meminta pertolongan.
Devan tidak mau berhenti, tidak peduli gerakan tangan Ayu yang berusaha menyingkirkan kepala Devan dari lehernya.
Penuh nafsu, Devan menjilati leher mulus Ayu. Lantas Devan lepaskan tangannya dari membekap bibir Ayu, momen itu Devan gunakan dengan melumat bibir Ayu, sambil membingkai wajah Ayu kuat kuat.
Untuk sesaat Ayu tidak berdaya, saat lidah Devan memainkan lidahnya di dalam sana.
Ayu tidak berdaya, karena Devan semakin liar, menekan dirinya kuat-kuat ke tembok.
Mata Ayu memanas, ini kedua kalinya Devan melecehkan dirinya.
“Aku bisa bebas dari ocehan sampah kamu!” desis Devan sambil melepaskan pautan bibirnya.
Tangis Ayu tumpah, tubuh mungilnya luruh kebawah.
"Ingat! Kamu bukan satu satunya gadis yang pernah aku cium! Di luar sana, banyak gadis yang mengharap cintaku! Kamu siapa? Berani menghinaku, hah! Dasar kampungan!" Cecar Devan bernada sengit.
"Hiks .." Ayu menangis sesegukan, duduk melipat kedua lututnya dengan kedua tangan yang gemetaran. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
Devan lantas berjongkok memposisikan dirinya sejajar dengan Ayu.
Ayu membuang wajahnya ke samping, menghindari tatapan mengerikan Devan.
Devan lantas mengusap puncak kepala Ayu sembari menatap Ayu penuh kebencian.
"Sekali lagi kamu kasar padaku! Aku pastikan kamu akan menyesal seumur hidupmu! Jangan kira aku diam saja di hina terus terusan sama kamu. Saya ini manusia bukan malaikat, sabar ada batasnya! Camkan itu!" Ancam Devan bernada sarkas.
Ayu mengangguk pasrah, netra matanya menatap sendu wajah Devan.
Sekilas Devan tertegun melihat mata indah milik gadis yang sedang menangis lirih itu.
Devan tergelak.
Ada getar getar aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Mata indah milik Ayu berhasil menerobos masuk mengenai jantungnya.
Tiba-tiba Ayu berlutut di depan Devan, menundukkan kepalanya dalam-dalam, dan memohon agar Devan melepaskannya.
“Aku mohon, Dev. Aku mohon, aku minta maaf. Mulai hari ini aku tidak akan kasar lagi sama kamu, tapi aku mohon jangan ganggu aku lagi." Ayu menangis sejadi-jadinya.
Devan menghela napas panjang, ia langsung berdiri, kedua kakinya mundur beberapa langkah.
“Sudah! Bangun!” ujar Devan kemudian.
Ayu yang merasa sangat bersalah pada Devan, perlahan bangkit dan berdiri.
Nafas Devan mendadak sesak saat Ayu menatap lekat wajahnya.
"Pergilah!" Devan melempar tatapan itu, tidak sanggup menatap mata indah itu.
Ayu mengangguk patuh, sambil mengambil tasnya yang tergeletak di bawah.
"Tunggu!" Panggil Devan saat Ayu sudah berjalan beberapa langkah.
"Ya!" Ayu menoleh, raut wajahnya berubah pucat. Takut Devan berulah.
Devan lantas mencekal tangan Ayu membawanya ke tepi jalanan.
"Lepaskan aku Dev! Aku kan udah minta maaf!" Ayu meronta.
"Diam! Aku akan antar kamu pulang!"
Tidak mau terjadi lagi hal memalukan yang barusan lelaki itu lakukan, Ayu terpaksa menuruti permintaan Devan.
"Cuaca hari ini panas." Devan merasa iba pada Ayu.
Dalam hitungan menit, Devan berhasil menenangkan Ayu setelah kejadian yang memalukan yang ia lakukan pada Ayu di rumah kosong tadi.
Mengingat ekspresi wajah penyesalan Devan. Ayu yakin, lelaki bajingan ini tidak akan melakukan perbuatan mesumnya lagi.
Ayu tersenyum tipis melihat wajah lelaki yang ia benci yang sekarang tengah menuntun lengannya.
Menurutnya, Devan sangat tampan dan parfumnya juga wangi menenangkan penciumannya hingga perasaannya. Ayu masih mengingat aroma parfum lembut itu sampai sekarang.
Ayu menepis perasaan anehnya.
"Ohya tuhan, ada apa dengan diriku ini?" Ayu menarik nafas.
"Ayo naik!"
Ayu mengangguk patuh.
Tanpa banyak bicara, Ayu duduk di atas motor. Ia sudah agak baikkan sekarang, meski hatinya masih dongkol.
Segera setelah Ayu duduk, Devan langsung menyalakan mesin motornya.
"Yu." Devan berbisik kecil pada Ayu.
"Ya, ada apa?"
"Maafkan aku ya?"
Ayu membisu, hanya helaan nafas kecil yang terdengar dari mulutnya.
"Yu!" Suara Devan meninggi, menunggu jawaban Ayu.
"I-iya," jawab Ayu gugup, entah mengapa jantung Ayu seakan meledak saat suara lembut itu menyapanya. Getar getar aneh mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, bahkan Ayu berkali kali menyusut keringat dinginnya yang sudah basah di pelipisnya.
"Aku janji, aku gak akan ganggu kamu lagi. Tapi kamu juga jangan kasar! Aku kalau di kasarin bisa hilap Yu" ucap Devan lagi.
Ayu menunduk, berusaha menahan debaran di dada yang bergejolak.
"Bagaimana kalau aku traktir kamu, sebagai bentuk permintaan maafku!" Devan menghentikan laju motornya ke tepi jalanan.
"Gak ah! Rumahku udah dekat, aku mau pulang saja!" Tolak Ayu.
Ayu sebenarnya, tidak mau berlama-lama dekat dengan Devan, pria bajingan ini sedang mencoba melancarkan rayuan mautnya seperti yang biasa dia lakukan pada gadis lain, dan Ayu tidak mau jadi korban cinta palsu Devan selanjutnya.
"Kenapa?" Devan tidak puas dengan jawaban Ayu.
"Pokoknya aku tidak mau! Aku mau pulang saja!" Rengek Ayu, bibirnya cemberut.
Devan bereaksi dengan tersenyum kecil melihat wajah lucu yang di tampilkan Ayu dari kaca spion motornya, tingkah kekanakan Ayu bikin Devan gemes.
"Di ujung jalan sana, ada tukang bakso enak. Mau aku traktir bakso?" Devan memaksa.
"Tidak! Kenapa sih kamu maksa banget! Aku jalan kaki saja!" Bentak Ayu, sikap arogannya kembali muncul.
"Ok, ok, kalau kamu gak mau." Devan mengalah.
Ia pun kembali menyalakan mesin motornya.
Beberapa menit kemudian, Devan menghentikan laju motornya tepat di depan rumah Ayu.
Tanpa mengucapkan terima kasih pada Devan, Ayu cepat turun dari motor dan berlari kecil masuk ke rumahnya.
Hati Devan mencelos mendapati sikap acuh gadis manis yang awalnya ia benci, tapi kebencian Devan siang itu berubah jadi rasa penasaran, dia ingin mengenal Ayu lebih jauh lagi. Tapi apalah mau di kata, sikap Ayu terkesan biasa saja, mungkin Ayu masih marah dengan kejadian tadi.
Tapi tidak apa, yang penting Devan sudah merasakan bibir ranumnya.
"Hah?!" Devan melirik jam tangannya.
Dia baru ingat, tadi dirinya menghubungi Ivo, kalau dia akan datang siang ini ke rumahnya.
Segera Devan tancap gas menuju rumah gadis berparas melayu yang baru di kenalnya seminggu yang lalu.
Biar nanti sore pulang dari rumah Ivo, Devan akan luangkan waktunya menemui Ranti. Kekasih Devan yang lainnya.
Gadis itu lumayan liar kalau sedang bercumbu. Membuat Devan sedikit kecanduan dengan permainan Ranti di atas ranjang.
*****
Pulang sekolah, Ayu langsung mendaratkan bokongnya di atas ranjang. Setelah ia lempar tas sekolahnya ke sembarang arah.
Helaan nafas panjang Ayu hembuskan berkali-kali mengingat kejadian memalukan tadi.
Devan lelaki brengsek, tidak menghargai perasaannya. Dengan mudahnya berbuat dosa dan dengan mudah pula bajingan itu meminta maaf.
"Ayu!" Ibunya masuk ke kamar.
Ayu langsung beranjak.
"Ya Bu."
"Barusan ibu lihat, kamu pulang sekolah di antar si Devan! Ibu tidak suka!" Bentaknya.
"Ohhh, itu tadi A_"
"Pokoknya ibu tidak suka kamu dekat- dekat dia! Kamu tahu sendiri kan siapa itu si Devan?" Potong ibunya cemas.
Ayu mengangguk gugup.
"Kamu tidak di apa-apain kan, sama dia?" Ibunya langsung mendekat dan memegang dagu putri kesayangannya.
Ayu menunduk.
"Jawab Yu!"
"Tidak Bu! Memangnya Ayu cewek apaan! Ayu kebetulan tadi ketemu Devan, terus dia nawarin tumpangan sama Ayu, ya karena cuaca panas. Jadi apa salahnya Ayu ikut dia, rumah kita kan searah dengannya." Dusta Ayu agar ibunya tidak khawatir.
Bu Salma, ibunda dari Ayu langsung mengelus dada lega mendengar pengakuan putri tercintanya.
Bukan tanpa alasan Bu Salma tidak menyukai Devan, satu RT sudah pada tahu, bagaimana perangai Devan. Lelaki bajingan itu suka merusak anak gadis orang.
Itulah mengapa, Bu Salma was-was saat putrinya di antar pulang oleh Devan.
"Baiklah, sekarang kamu makan dulu ya Nak, ibu sudah masak ayam serundeng kesukaan kamu."
"Nanti saja Bu, Ayu belum lapar. Ayu ngantuk mau bobo."
"Eh, ganti dulu baju seragamnya. Main tidur aja!"
"Nanti saja Bu."
"Ya sudah."
Bu Salma lalu menyelimuti putri si mata wayangnya, Ayu. Setelah itu ia pergi dari sana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!