NovelToon NovelToon

Muslimah Dan Anak Genius

Bab 1 Hari Kelulusan

Muslimah, seorang perempuan Sholehah yang memiliki ujian hidup bertubi-tubi. Ketika baru saja lulus SMA, diam-diam pamannya menjualnya di sebuah situs online perdagangan perempuan untuk dilacurkan di negara xxx.

Tak ada yang bisa diperbuat Muslimah, selain menerima takdir yang begitu kejam terhadapnya. Dia pun dijual beberapa kali oleh orang tak dikenal di negara xxx hingga dibeli oleh seorang bangsawan yang begitu berkuasa di negara xxx dengan dali sebagai budak pencetak anak.

Muslimah hanya dijadikan sebagai perempuan yang akan melahirkan penerus dari pria penguasa tersebut. Setelah berhasil melahirkan bayinya, Muslimah kembali dipulangkan ke negara asalnya. Namun Muslimah berhasil kabur dan memilih menetap di negara xxx demi misi dan tujuannya untuk merebut kembali anaknya.

"Ya Allah, keinginanku cuma satu, tolong pertemukanlah aku dengan anakku, sebelum engkau mencabut nyawaku"--- Muslimah.

"Ibu guru cantik, maukah kau menjadi ibuku?"--- Rayan Malik Zimraan.

Muslimah terbelalak kaget mendengar penuturan anak laki-laki berusia lima tahun itu. Akankah Muslimah menerima tawarannya?

******

Seluruh siswa-siswi berseragam putih abu-abu tampak antusias menyambut hari kelulusannya, dimana hari itu selalu ditunggu-tunggu dan menjadi hal bersejarah bagi generasi penerus bangsa.

Karena momen tersebut menjadi hari penentuan dalam proses belajar selama kurun waktu tiga tahun lamanya. Dan hari itu menjadi hari penentuan lulus atau tidak lulusnya mereka dalam menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas.

Tak terkecuali gadis berkerudung putih yang sering disapa Muslimah dengan penampilan muslimahnya dan begitu agamis yang elok dipandang mata. Selain cantik, Muslimah juga salah satu siswa berprestasi di sekolahnya, pernah memenangkan olimpiade sains tingkat nasional hingga membawa harum nama sekolah yang dinaunginya.

Walaupun termasuk siswa berprestasi, tapi tetap saja Muslimah terlihat deg-degan membaca setiap nama yang tertera di papan pengumuman.

Dalam hati tak henti-hentinya Muslimah mengucapkan kata istighfar untuk mengurangi perasaan deg-degan yang mulai bercampur aduk menyelimuti pikirannya. Hingga akhirnya kedua bola mata indahnya menajam dan tidak berkedip membaca nama lengkapnya berada diurutan kedua.

"Alhamdulillah, aku lulus. Terima kasih ya Allah" ucap Muslimah penuh rasa syukur dengan mata berkaca-kaca melihat papan pengumuman dan tertera namanya disana.

Muslimah tak bisa berkata-kata, dia hanya mampu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya sambil mengucapkan kata syukur atas karunia yang diberikan oleh sang pencipta.

"Muslimah, aku sudah melihat namaku dan aku dinyatakan Lulus, bagaimana denganmu?" tanya sahabatnya bernama Lina sembari menghampiri Muslimah.

"Alhamdulillah, aku juga Lulus, Lina" kata Muslimah dengan mata berkaca-kaca dan Lina langsung berhambur memeluknya. Mereka pun tampak menangis bombay yang sedang dilanda perasaan bahagia.

"Hiks...hiks....Alhamdulillah syukurlah, aku sangat senang kita berdua lulus dengan nilai yang sangat memuaskan." ujar Lina dengan gembiranya bahkan air matanya terus menetes membasahi pipinya.

"Iya. Perjuangan kita selama tiga tahun akhirnya membuahkan hasil." Ucap Muslimah tersenyum sambil mengusap air matanya. Pasalnya hari kelulusannya menjadi awal perpisahannya dengan sang sahabat.

Perlahan Muslimah melepaskan pelukannya. Dan mereka mulai menghapus sisa-sisa air mata bahagianya lalu mulai tertawa bersama.

Kemungkinan setelah ini mereka akan jarang bertemu. Pasalnya Lina akan melanjutkan pendidikannya di luar kota, sementara Muslimah kemungkinan besar tidak melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.

Walaupun sejujurnya Muslimah mendapatkan beasiswa kuliah di perguruan tinggi negeri, namun pamannya tidak akan pernah mengizinkannya untuk kuliah.

Muslimah masih ingat betul kata-kata pamannya.

'Tak perlu kuliah tinggi-tinggi nanti ujung-ujungnya kau juga jadi ibu rumah tangga seperti anak tetangga. Maka dari itu, ketika kau lulus SMA, tugasmu membantu perekonomian keluarga. Apalagi kami sudah membiayai mu sejak kecil, jadi giliranmu lah yang harus balas budi.'

Muslimah masih teringat kata-kata pamannya itu. Dia rela tak mengejar cita-citanya demi membantu perekonomian keluarga pamannya. Setelah ini, dia akan mencari pekerjaan untuk membalas budi kebaikan paman dan bibinya.

Muslimah kembali memeluk sahabatnya sebagai tanda perpisahan mereka.

"Muslimah, jika kau butuh sesuatu jangan sungkan-sungkan untuk menghubungiku. Aku akan selalu ada untukmu kapan pun itu, sahabatku." ujar Lina sambil melepaskan pelukannya dan Muslimah hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Jaga dirimu baik-baik, Lina. Ingat, jangan sekali-kali tinggalkan Sholat." ucap Muslimah memberi nasihat untuk sahabatnya.

"Baik ustadzah" sahut Lina sambil nyengir kuda. Lina kemudian mengambil kotak hadiah persegi dari dalam tasnya lalu menyerahkannya kepada Muslimah.

"Tolong terima ini, jangan lagi menolaknya. Aku pergi dulu, Muslimah. Assalamualaikum!"

"Eeh... waalaikumsalam." Muslimah hanya mampu menatap kepergian sahabatnya.

Beberapa hari kemudian.....

Muslimah tampak membersihkan pekarangan rumah bibinya. Disinilah dia tinggal dan dibesarkan oleh Paman dan bibinya, rumah yang tampak sederhana yang sudah ditinggalinya selama bertahun-tahun. Karena semenjak berusia lima tahun, kedua orang tuanya meninggal dunia di perantauan. Untuk itu, paman dan bibinya lah yang merawat dan membesarkannya bahkan membiayai segala keperluan sekolahnya.

Di rumah itu, Muslimah tinggal bersama Paman dan bibi nya beserta ketiga sepupunya, Sri, Kamil dan Husna. Sri seumuran dengan Muslimah dan terkadang berbuat semena-mena terhadap Muslimah, karena merasa iri dan dengki atas kecerdasan yang dimiliki Muslimah sejak duduk di bangku sekolah.

Sementara Kamil, sepupu laki-lakinya berusia 13 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sedangkan Husna, anak balita yang baru berusia lima tahun dan sangat disayangi Muslimah. Tidak hanya itu, Muslimah sudah menganggap ketiga sepupunya itu seperti saudara kandungnya sendiri.

Muslimah seperti anak sulung di keluarga pamannya. Setiap hari Muslimah selalu mengerjakan pekerjaan rumah dan membantu bibinya di ladang selepas pulang sekolah. Muslimah tidak pernah gengsi untuk membantu bibinya, sementara anak kandung bibinya yang bernama Sri begitu gengsi untuk membantu orang tuanya, dia lebih memilih hura-hura bersama teman-temanya.

Namun tidak sekalipun Muslimah menceritakan perbuatan tercela Sri di luar ataupun di sekolah, dia memilih menyembunyikannya daripada terjadi masalah di keluarganya. Kalaupun harus menceritakan kepada kedua orang tua Sri, sama saja dia akan membuat paman dan bibinya sedih akan ulah anak sulung yang sangat dibanggakan mereka.

Apalagi Muslimah sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu berbakti kepada paman dan bibinya serta akan menjaga dan menyayangi sepupunya dengan baik, untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang.

"Muslimah!" Terdengar suara keras dari seseorang yang baru saja turun dari motornya dan orang itu adalah Agus, pamannya. Agus tampak berjalan tergesa-gesa menghampiri Muslimah.

"Iya Paman, ada apa?" sahut Muslimah sembari menoleh kearah pamannya.

"Ini paspor mu, satu jam lagi keberangkatan mu ke negara xxx." jelas pamannya sambil memperlihatkan amplop coklat yang berisi paspor beserta identitas diri Muslimah.

Muslimah terlonjat kaget mendengar penuturan pamannya. Ada apa ini? Kenapa dia harus ke negara xxx?, pikirnya.

Bersambung...

*

*

*

Assalamualaikum teman-teman.....

Selamat datang kembali di cerita terbaru author. Semoga kalian suka 🤗

Bab 2 Transaksi Ilegal

Muslimah memeluk erat tas selempang yang dibawanya berisikan beberapa lembar pakaiannya. Untungnya dia sempat berkemas sebelum dibawa paksa oleh pamannya ke sebuah stasiun kereta api.

Kini Muslimah dan pamannya sedang menunggu seseorang. Mereka menunggu sudah hampir setengah jam lamanya di stasiun kereta api. Namun sayangnya orang yang ditunggu-tunggu kedatangannya sedari tadi tak kunjung datang.

Muslimah berkali-kali menghembuskan nafas kasar. Dia termenung dengan mata berkaca-kaca, sedari tadi dia belum mengeluarkan sepatah katapun hingga tiba di stasiun kereta api.

Pertengkaran yang dilakukan oleh paman dan bibinya masih terngiang-ngiang di pikirannya, hingga dia dibawa paksa oleh pamannya ke stasiun kereta api.

"Muslimah sudah lulus SMA, sudah waktunya dia mencari pekerjaan. Jadi jangan menghalanginya lagi jika dia ingin bekerja di luar negeri." ucap Agus sambil menatap tajam kearah istrinya. Sementara Muslimah hanya duduk diam di kursi kayu samping pintu masuk. Dia tak biasa menolak apalagi membantah ucapan paman dan bibinya.

"Cukup mas, jangan mengarang-garang cerita. Aku tidak setuju Muslimah kerja di luar negeri!. Apalagi dia anak gadis di keluarga kita. Apa mas tidak takut jika Muslimah kenapa-kenapa di negeri orang. Ingat mas, baru-baru ini anak tetangga kita meninggal dunia saat bekerja di luar negeri!" ucap Wahidah melontarkan kata-kata protes untuk menyadarkan sang suami agar ponakannya tidak bekerja di luar negeri.

"Hadeeeh...itu cuma kebetulan saja dan mungkin memang sudah ajalnya. Lagian banyak juga yang bekerja di luar negeri pada sukses, bisa beli rumah, mobil, tanah dan pastinya banyak duit. Hidupnya pun sejahtera. Karena itu, aku ingin ponakanku juga sukses di negeri orang." ucap Agus panjang lebar menjelaskan kepada istrinya dan begitu kekeh pada pendiriannya.

"Pokoknya aku tidak setuju, kalaupun muslimah ingin bekerja, disini pun banyak kerjaan dan....."

"Gaji tak seberapa itu, hah!. Kau pikir itu akan mencukupi kebutuhan kita!. Mana lagi hutang-hutang yang belum lunas, SPP sekolah anak-anak yang sudah menunggak beberapa bulan. Jadi jangan menghalangi jalan Muslimah untuk bekerja di luar negeri. Karena sekarang sudah waktunya dia balas budi kepada keluarga kita!" ucap Agus dengan emosi lalu membawa paksa Muslimah pergi.

Wahidah bergegas menghentikannya. Wanita paruh baya itu tidak akan membiarkan sang suami membawa ponakannya ke luar negeri.

"Berhenti mas, aku tidak akan membiarkanmu membawa Muslimah pergi!" teriak Wahidah sembari mengejar sang suami yang sudah menyalakan mesin motornya.

"Muslimah, kemari nak, jangan pergi. Bibi tidak ingin kau pergi bekerja di luar negeri. Biarpun pendapatan disini pas-pasan yang jelasnya bibi tidak ingin kau merantau di negeri orang, hiks....hiks....hiks" ucap Wahidah memohon-mohon dengan tangis pecah. Dia tidak ingin ponakannya bernasib sama dengan saudaranya yakni kedua orang tua Muslimah.

Muslimah hanya mampu menundukkan kepalanya dengan air mata berlinang yang tiada henti terus mengalir membasahi pipinya.

"Masuk sana!, jangan halangi aku" bentak Agus lalu mendorong istrinya hingga terjatuh di tanah.

Brukkk...

"Bibi, hiks... hiks...hiks" Muslimah berlari mendekati bibinya, namun sang paman langsung mencegat tangannya.

"Biarkan saja, ayo pergi" ujar Agus dan segera membawa Muslimah pergi menggunakan motor bututnya.

Muslimah menyeka air matanya yang tiba-tiba lolos begitu saja saat membayangkan kembali pertengkaran paman dan bibinya. Hingga suara bass pamannya langsung membuyarkan lamunannya.

"Muslimah, tunggu disini. Paman mau kesana dulu" ucapnya memberitahu sambil menunjuk dua pria berbadan kekar dan berotot layaknya preman di film-film yang sering ditontonnya.

Muslimah hanya mampu mengangguk menanggapi ucapan pamannya.

Ya Allah, kemana paman akan membawaku? Aku tak ingin berpisah dengan bibi, Sri, Kamil dan Husna, karena mereka semua adalah keluargaku. Aku tidak ingin meninggalkan tanah kelahiranku, aku sungguh takut menginjakkan kakiku di negeri orang. Tak ada siapa-siapa disana nantinya, yang ada hanya orang asing yang sama sekali tidak aku kenal.

Muslimah tampak tak bersemangat, ia pun mengalihkan pandangannya mencari keberadaan sang paman, hingga matanya menangkap sosok yang sangat dikenalinya.

Siapa ya mereka? Kenapa paman tampak ketakutan berbicara dengan mereka. Ya Allah, aku harus bagaimana? haruskah aku kabur sekarang juga atau memilih tinggal berdiam diri disini. Batin Muslimah sambil menghembuskan nafas kasar. Dia pun mulai bimbang dengan hal yang akan dihadapinya.

Sementara itu, Agus tampak serius mendengar penjelasan dari salah satu pria berpenampilan preman tersebut.

"Jangan sampai kau menipu bos kami. Ingat konsekuensinya, kau tidak akan menikmati sepeserpun dari hasil penjualan gadis itu. Bahkan bisa saja gadis itu dilenyapkan oleh bos kami. Apa kau mengerti?" tanya Pria itu dengan tampang yang sangat garang.

"I-yaaa...saya mengerti. Saya tidak mungkin menipu kalian dengan membawa barang bekas. Gadis itu ponakan ku dan saya menjamin kesehatannya aman dan tak mengalami cacat sedikitpun" ucap Agus menjelaskan kepada mereka.

"Bagus, aku pegang kata-kata mu lewat rekaman video ini. Baiklah, karena transaksi ilegal ini begitu rahasia, maka ambil ini" ucap pria itu sambil menyerahkan amplop coklat berisi uang tunai.

Agus dengan cepat menerima amplop coklat itu dan tak lupa membukanya setengah untuk melihat langsung uang hasil penjualan ponakannya.

"Totalnya lima puluh juta" ujar pria itu dan Agus segera memasukkan amplop coklat tersebut kedalam jaketnya, agar tidak mengundang kecurigaan disekitarnya.

Merekapun mulai bersalaman sebagai bentuk transaksi ilegalnya berjalan lancar dan sesuai dengan kesepakatan bersama.

Agus tersenyum penuh makna setelah berhasil menjual ponakannya pada seorang mucikari licik yang selalu memperdagangkan gadis muda ke luar negeri dengan iming-iming sebuah pekerjaan, namun nyatanya gadis muda itu akan dilacurkan dan dikirim ke berbagai negara.

"Muslimah, Paman sudah berbicara dengan pihak pengurus yang mengurus perjalananmu ke luar negeri. Disana kau langsung memiliki tempat tinggal atau mes dan pekerjaanmu tetap dengan gaji tinggi. Jadi, kau tak perlu khawatir. Banyak juga gadis dari desa seberang yang akan bekerja di luar negeri, kau bisa berteman dengan mereka. Tapi, sekarang naiklah ke kereta, karena sebentar lagi kereta yang kau tumpangi akan berangkat." ucap Agus panjang lebar dengan raut wajah bahagia yang seolah baru saja memenangkan undian berhadiah jutaan.

"Baik Paman, kalau begitu aku pergi dulu. Assalamualaikum" ucap Muslimah lalu mencium punggung tangan pamannya.

"Waalaikumsalam, jaga dirimu baik-baik, nak" kata Agus sambil melambaikan tangannya menatap ponakannya naik ke atas kereta api. Dan Muslimah hanya mampu menetaskan air matanya menatap pamannya lewat kaca jendela kereta. Hingga kereta api itu mulai melaju kencang meninggalkan tempat tersebut.

Setitik penyesalan mulai menghinggapi relung hati Agus menatap kepergian kereta api yang semakin menjauh. Jelas dia merasa bersalah. Apa yang dilakukannya barusan sangatlah patal, menjual ponakannya demi keuntungan pribadinya, namun dia tetap menganggapnya benar karena semata-mata demi keluarganya.

Karena uang hasil penjualan ponakannya akan dia gunakan untuk membayar hutang-hutangnya dan juga akan digunakan untuk biaya masuk kuliah anak sulungnya, Sri.

"Muslimah, maafkan paman mu ini. Karena dunia begitu keras, nak, maka terimalah garis takdirmu" ucapnya dengan penuh penyesalan. Ya seperti itulah sifat manusia begitu berambisius hingga menghalalkan segala cara demi keuntungannya semata.

Bersambung.....

Jangan lupa tinggalkan jejak 🤗

Bab 3 Negara xxx

Setelah melakukan perjalanan yang begitu panjang bahkan sampai berjam-jam lamanya, akhirnya Kereta api yang ditumpangi oleh Muslimah berhenti di stasiun pemberhentian terakhir.

Matahari tampak mulai turun di peradabannya pertanda hari akan berganti malam. Tidak hanya itu, lampu jalan mulai bersinar terang menerangi jalan.

Sebagian penumpang kereta api yang mayoritas gadis muda seumuran Muslimah mulai bersiap untuk turun. Pasalnya dua pria yang berpenampilan preman tadi mulai menginstruksikan agar mereka segera turun dari kereta api lalu berpindah kendaraan.

Karena tiga unit minibus sudah siap membawa mereka pergi ke sebuah pelabuhan, mengingat perjalanan mereka nantinya melalui jalur laut menuju negara xxx, ibaratnya mereka seperti barang selundupan yang dikirim ke negara xxx.

"Hei kau!. Percepat langkahmu!" ucap Pria tadi menegur Muslimah yang melihatnya berjalan lambat.

Muslimah hanya mampu menundukkan kepalanya dan tak berani menatap kearah pria itu, dia pun mulai mempercepat langkahnya mengikuti langkah kaki rombongan gadis muda yang bernasib sama dengannya yang akan bekerja ke luar negeri.

Brukkk

Salah satu gadis di depannya tampak terjatuh dan terlihat lemas tanpa ada yang bergerak membantunya. Muslimah segera menerobos penumpang lainnya untuk segera membantu gadis itu.

"Tolong bantu dia, kenapa kalian malah menghiraukannya" ucap Muslimah khawatir sembari mendekati gadis itu lalu segera membantunya berdiri.

"Tak perlu membantuku, aku bisa sendiri!" tolak gadis itu dengan ketusnya sembari melepaskan tangan Muslimah dari lengannya.

"Ehh, ada apa dengannya" gumam Muslimah dan tampak bingung melihat reaksi dari gadis tersebut. Bukannya terima kasih malah melontarkan kata-kata ketus kepadanya.

"Hei bergegaslah, jangan buang-buang waktu!" Pria tadi kembali berteriak keras menyuruh penumpang lainnya untuk segera turun. Karena tiga unit minibus sudah siap membawa mereka berangkat ke pelabuhan.

Sepanjang perjalanan Muslimah hanya diam membisu, pikirannya masih tertuju pada keluarga yang ditinggalkannya, terutama bibi dan pamannya. Bagaimana tidak, mereka lah orang tua sekaligus orang yang berjasa membesarkannya hingga dewasa.

Sementara penumpang lainnya yang bernasib sama dengannya tampak antusias sambil bernyanyi riang gembira layaknya orang-orang yang akan melakukan liburan ke tempat destinasi wisata. Padahal nyatanya mereka semua hanyalah gadis yang dikirim ke negara xxx guna untuk dilacurkan.

***

Kediaman Agus....

"Dimana Muslimah?"

Wahidah tampak marah melihat kepulangan sang suami, dia sampai menunggu tepat di depan pintu.

"Muslimah sudah pergi, tak usah mengkhawatirkannya. Dia pasti baik-baik saja di negeri orang".

Agus begitu cuek melewati istrinya yang sedang menghadangnya di pintu. Dia memilih menghindar daripada meladeni istrinya karena bisa saja terjadi pertengkaran hebat di antara mereka.

"Muslimah pergi!" sahut seseorang yang baru saja datang dan tak lain adalah Sri, anak sulung mereka.

"Abah, Muslimah pergi kemana?" tanya Sri kepada bapaknya dan sepertinya dia baru saja pulang.

"Dia pergi untuk bekerja. Jadi tak perlu menanyakan keberadaannya. Sekarang kamu hanya perlu fokus kuliah." ucap Agus kepada putrinya.

Sri hanya mampu manggut-manggut menanggapi ucapan bapaknya.

Iihhh kenapa Muslimah harus pergi bekerja sih. Lalu setelah ini siapa yang akan menyiapkan keperluan kuliahku, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan...aaah mati aku. Padahal selama ini, dia yang selalu handle tugas-tugas sekolah dan pekerjaan rumah, sepertinya aku dalam masalah tanpa kehadiran Muslimah. Batin Sri.

Bagaimana tidak, selama ini Sri berbuat semena-mena terhadap Muslimah. Namun Muslimah tetap sabar menghadapinya.

****

Sementara di tempat lain...

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Muslimah tiba di Negara xxx. Dia datang seorang diri menginjakkan kakinya di negeri orang.

Tak ada sanak keluarga, cuma berbekal kepercayaan diri, karena dimana pun berada Sang pencipta akan selalu bersamanya dan menjaganya.

Muslimah datang ke negeri orang untuk mencari pundi-pundi rupiah demi membantu perekonomian keluarga pamannya, dan sejatinya memupus harapan beserta cita-citanya untuk menjadi seorang guru.

"Perhatikan kembali barang-barang kalian, jangan sampai tertinggal" peringat Danton, pria yang berpenampilan preman tadi kepada para gadis itu.

Lalu beberapa pria bertubuh kekar berdatangan dan sepertinya akan menjemput mereka. Salah satu pria itu tampak berbicara dengan Danton, setelah itu mereka menginstruksikan untuk membawa seluruh gadis-gadis itu masuk ke dalam mes atau sebuah rumah yang akan mereka tinggali nantinya.

Muslimah sempat mengamati bangunan dua lantai itu, hingga tak sengaja melihat sosok gadis tengah merokok di depan jendela bahkan sempat mengacungkan jempolnya kearah Muslimah lalu tertawa keras. Pasalnya dari sekian gadis cuma Muslimah yang mengenakan hijab.

"Astaghfirullah, semoga tempat ini aman bagiku" gumam Muslimah.

Muslimah mulai berjalan mengikuti gadis di depannya, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara seseorang tengah muntah di halaman mes. Beberapa gadis lainnya juga mengarahkan pandangannya ke sumber suara.

Mereka terkejut melihat wanita berpakaian minim tengah muntah di halaman mes.

"Cepat bawa dia masuk" ucap wanita paruh baya yang tengah berdiri di teras rumah.

Penampilan wanita paruh baya itu sangat glamor dan juga seksi, serta pakaian yang dikenakannya sama sekali bukan lagi usianya. Sepertinya wanita paruh baya itu pemilik mes tersebut.

"Apalagi yang kalian tunggu!" tambahnya dengan suara keras.

Seketika kedua pria tadi langsung sigap membawa wanita itu dan sepertinya wanita itu sedang mabuk berat, mengingat aroma alkohol begitu jelas menghinggapi tubuh wanita tersebut.

"Itu hanya masalah kecil, Karin pasti baik-baik saja". Lagi-lagi wanita paruh baya berpenampilan glamor itu memberitahu mereka bahwa dia baik-baik saja.

Ya Allah, kenapa aku merasakan firasat aneh. Tempat apa sebenarnya ini, dan mengapa penampilan mereka sangat terbuka. Batin Muslimah dilanda perasaan aneh. Namun dia tidak ingin berprasangka buruk dan memilih membuang jauh-jauh semua itu.

Apalagi kedatangan mereka disambut hangat oleh wanita paruh baya berpenampilan glamor yang tidak lain adalah bernama madam Rossa.

"Selamat datang di Mes Pucuk Merah, semoga kalian betah tinggal disini" ujarnya sambil memamerkan senyum ramahnya.

"Apapun kebutuhan kalian pasti akan terpenuhi selama kalian bekerja dibawah naunganku. Dan ingat disinilah kalian akan mengabdikan hidup dan bekerja sesuai dengan aturan dan kebutuhan pelanggan." Ucap Madam Rossa dengan senyum lebarnya, karena kedatangan para gadis menjadi aset sekaligus ladang penghasilan untuknya.

Beberapa gadis lainnya tampak tersenyum senang mendengar rangkaian kata Madam Rossa.

"Kami akan siap bekerja untuk Anda nyonya" sahut salah satu gadis bergaya centil.

"Iya nyonya, kami siap bekerja di tempat ini" sahut lainnya.

"Hahaha, tak perlu memanggilku nyonya, panggil saja Madam Rossa. Maaf ya gadis-gadis, aku lupa memperkenalkan diri" ucapnya tersenyum membuat beberapa gadis ikut tersenyum kepadanya.

Sementara itu, Muslimah hanya menundukkan pandangannya dan tak berani menatap kearah Madam Rossa.

"Hei, sekarang masuk lah. Ingat baik-baik anggap tempat ini sebagai rumah kalian" tambahnya sambil menunjuk kearah Muslimah, otomatis Muslimah langsung menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

Saat Muslimah berjalan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba madam Rossa menghentikan langkahnya.

"Sejak tadi aku memperhatikanmu karena kau sangat berbeda diantara yang lainnya. Siapa namamu?"

"Muslimah, nyonya" jawab Muslimah dengan pandangan tertunduk.

"Wow, nama yang bagus. Baiklah Muslimah,

apa kau bisa mengubah cara berpakaian mu mulai dari sekarang?"

Madam Rossa memperhatikan penampilan muslimah dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia merasa gadis itu seolah tersesat dan salah masuk kandang. Tapi ia sangat yakin uang bisa mengubah segalanya.

"Mohon maaf nyonya, memang seperti ini cara saya berpakaian" ucap Muslimah sopan.

"Panggil madam saja, tak usah memanggilku nyonya. Semoga kau betah bekerja disini" ucapnya tersenyum tipis sambil menepuk pundak Muslimah lalu melenggang pergi.

Setelah itu, Muslimah juga bergegas menuju kamar yang akan ditempatinya. Sungguh hari yang sangat melelahkan, tapi dia merasa bersyukur selamat sampai tujuan.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!