NovelToon NovelToon

Membawa Benih Suami Kontrak

Bab 1. Hamil dan Harapan

"Selamat ya bu, hasilnya positif. Saat ini ibu sedang mengandung dan usia kandungan ibu sudah menginjak 4 minggu. Ini hasil USGnya bu!" ujar seorang wanita berkacamata sambil tersenyum dan dia menyerahkan hasil pemeriksaan Indira. Wanita berhijab itu menerima hasil pemeriksaannya.

"Kandungan ibu dalam keadaan baik-baik saja. Tolong dijaga baik-baik ya Bu, pola makannya, pola istirahat dan jangan sampai stress," ucap dokter itu lagi pada Indira.

Indira tersenyum cerah, matanya mengembun seakan tak percaya ketika menatap hasil USG kehamilannya. Hasil itu menunjukkan menunjukkan titik yang masih kecil, dimana ada kehidupan didalam titik tersebut yang tengah tumbuh didalam rahimnya.

Jantungnya berdegup kencang, hatinya seperti dikerubungi banyak kupu-kupu yang bertebaran. Baginya kehamilan ini adalah anugerah dari Tuhan yang tidak pernah ia dan suaminya rencanakan sebelumnya.

"Alhamdulillah, masya Allah. Terimakasih atas kabar bahagia ini dokter," balas Indira dengan suara lembutnya. Dia mengusap sudut matanya yang berair, karena tak tahan dengan perasaan yang meledak-ledak dari dalam hatinya.

"Sama-sama Ibu. Lain kali ibu bisa mengajak suami ibu untuk mengecek kondisi kandungan ibu, pada bulan berikutnya," ucap dokter itu sambil tersenyum pada Indira. Namun, senyuman Indira langsung terbenam, tepat setelah dokter mengatakan tentang suaminya.

Indira langsung terdiam, wajahnya pucat sembari memandangi hasil pemeriksaannya. Tiba-tiba saja terbayang wajah sang suami yang selalu terlihat datar padanya. Kata-kata kasar lelaki itu juga masih terngiang di kepalanya.

~Jangan lakukan apapun. Apalagi melakukan tugasmu sebagai istri. Kau bukan istriku yang sebenarnya, kau hanya istri kontrak~

~Menyingkir dariku Indira! Jangan sentuh aku lagi, aku jijik sudah tidur dengan wanita kampung sepertimu~

~Cih! Dasar wanita kampung. Mau pakai baju apapun, semahal apapun, kalau kampungan ya kampungan saja~

Dalam hati, dalam pikiran Indira. Dia bertanya-tanya, bagaimana reaksi suaminya ketika mengetahui dirinya hamil karena kejadian pada malam yang tidak disengaja itu? Sedangkan mereka akan segera bercerai, sesuai dengan waktu didalam surat kontrak yang sudah ditandatangani oleh Indira dan suaminya, Juno.

Mungkin hanya Juno yang menganggap pernikahan ini adalah hitam diatas putih, tapi tidak dengan Indira. Karena dia mencintai suaminya, bahkan sejak pertemuan pertama mereka.

Sejak Indira dan Juno tidur bersama tanpa disengaja, dimalam Juno mabuk. Sejak saat itu, mereka tidak saling bicara satu sama lain, sampai saat ini. Juno semakin membenci Indira sejak saat ini, dia beranggapan kalau Indira yang memanfaatkan situasi supaya mereka melakukan hubungan intim.

'Ya Allah, apa hati Mas Juno akan luluh saat dia tahu kalau aku sedang hamil?' pikirnya dalam hati dengan harapan yang baik.

'Ya, apapun yang dia katakan nanti dan bagaimana reaksinya. Bukankah aku harus memberitahunya lebih dulu. Siapa tahu anak ini akan menjadi harapan dan jembatan agar rumah tangga kami tetap bertahan?'

Indira selalu berharap agar rumah tangganya dan Juno selalu langgeng, walaupun dia kerap kali mendapatkan perlakuan tidak baik dari suaminya itu. Namun, semua itu tidak menghilangkan cinta yang ada dihati Indira untuk Juno.

Setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan tentang kondisi kandungannya. Indira mengambil ponselnya yang ada di dalam tas selempang miliknya. Dia menekan nomor telepon suaminya yang bertuliskan nama 'Mas Juno' dengan emot love dibelakangnya.

Nada tersambung terdengar di ponsel Indira, yang menandakan bahwa ponsel suaminya aktif. Hanya saja belum ada jawaban dari Juno.

Beberapa menit kemudian, setelah panggilan berkali-kali dari Indira. Akhirnya terdengar suara dari operator yang membuat hati Indira terhenyak.

~Maaf, nomor yang anda hubungi sedang sibuk. Mohon coba beberapa saat lagi~

Setelah mendengar suara sang operator, Indira menyerah dan kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas selempang miliknya itu.

"Apa Mas Juno masih ada dikantor ya? Tapi, ini kan sudah sore? Seharusnya dia sudah pulang sih. Atau dia lembur?" gumam Indira sambil memikirkan suaminya yang tidak mengangkat telponnya. Dia mencoba menerka-nerka apa yang dilakukan oleh suaminya saat ini.

Indira pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya dengan mengendarai angkutan umum. Walaupun Indira adalah istri dari CEO sebuah perusahaan besar, tapi sikap dan penampilannya tidak mencirikan demikian. Dia tetap sederhana dan tidak banyak orang yang tahu tentang pernikahannya dan Juno ini. Juno juga seperti enggan mengakui Indira sebagai istrinya. Padahal mereka sudah menikah sah secara agama dan hukum negara.

Tidak adanya cinta dihati Juno untuk Indira, itulah yang membuat Juno tidak bisa dekat dengan Indira. Apalagi menjalani kehidupan pernikahan seperti pada umumnya. Akan tetapi, Indira tetap berusaha bertahan dan meluluhkan hati suaminya yang dingin itu. Menganggapnya seolah dia adalah hama.

****

Beberapa menit kemudian, Indira sampai dirumah yang dia tinggali bersama Juno selama dua tahun ini. Mereka hanya tinggal berdua saja disana, rumahnya juga tidak terlalu mewah dan hanya memiliki satu lantai saja.

Langit sudah mulai terbenam, menandakan bahwa hari akan segera gelap. Mentari akan segera tergantikan oleh bulan dan bintang.

"Sepertinya Mas Juno sudah pulang," ucap Indira dengan senyuman dibibirnya, manakala dia melihat mobil sang suami sudah terparkir dihalaman samping rumah, didepan garasi.

Dengan langkah yang lebar dan hati yang semangat, Indira tidak sabar untuk segera masuk ke dalam rumah dan memberitahukan kabar kehamilannya ini pada Juno.

"Kenapa pintunya terbuka? Mas Juno gimana sih? Kuncinya sampe ngegantung kayak gini. Gimana kalau ada maling masuk, ckckck."

Indira berdecak, ketika dia melihat kunci rumah yang masih menggantung dipintu dan pintu yang terbuka. Bukan apa-apa, Indira takut ada maling yang masuk ke rumah, karena lingkungan tempat tinggal mereka ini sepi dan rawan menjadi sasaran empuk maling.

Wanita berhijab putih itu pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, setelah selesai mengunci puntu. Ketika dia sedang melangkah menuju ke kamar, atensi Indira tertuju pada sebelah sepatu heels perempuan berwarna merah yang tidak dia kenali tergeletak di atas lantai.

"Sepatu siapa ini?"

Jantung Indira berdegup kencang, saat melihat sepatu heels itu. Pikirannya mulai negatif, apalagi saat dia melihat dress wanita berwarna merah yang teronggok dilantai.

Buru-buru Indira melangkah menuju ke arah kamar suaminya. Namun disaat dia akan membuka lebar pintu kamar yang sedikit terbuka itu, tiba-tiba saja suara yang menyakitkan hatinya terdengar dari sana. Langkahnya pun terhenti di sana.

"Juno....aku sampai! Aaargghhhh..."

Seketika kedua mata Indira terbelalak, mulutnya menganga saat dia melihat seorang wanita tanpa busana sedang bercumbu dengan suaminya diatas ranjang berukuran king size itu.

Setelah Juno dan wanita itu mencapai nirwana bersama-sama, Juno pun berbaring disamping wanita itu. Mereka terlihat bahagia setelah melakukannya, sedangkan Indira diluar sana...dia membeku dan jantungnya seakan tercabut dari raganya saat melihat perbuatan suaminya dan wanita lain.

"Aku mencintaimu Juno." Wanita itu mengucapkan kata cinta untuk suaminya dan mengecup pipi Juno dengan lembut. Juno balas mencium bibir wanita itu.

"Aku juga mencintaimu Sheila."

Kedua mata Indira mengembun, tanpa sadar dia menjatuhkan air matanya. Sakit sekali hatinya mendengar suaminya mengucapakan kata cinta pada wanita lain. Tapi lebih sakit, saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, suaminya tengah bercinta dengan wanita bernama Sheila.

"Sayang, apa bayi kita baik-baik saja? Kegiatan kita barusan tidak melukainya?" tanya Juno sambil mengusap perut Sheila yang masih datar itu.

"Dia baik-baik saja. Sepertinya dia senang dijenguk oleh ayahnya," jawab Sheila dengan senyuman manis dibibirnya yang selalu menggoda Juno.

Deg!

Hati Indira hancur mendengar perkataan suaminya dan wanita itu. Air matanya jatuh tak tertahankan, dia hancur sehancur-hancurnya.

Benarkah apa yang dia dengar ini?

BRAK!

****

Bab 2. Selingkuhan Juno

Hati Indira seakan diremas-remas, rasanya sangat menyakitkan, dia hancur sehancur-hancurnya melihat suaminya bercumbu dengan wanita lain dirumah yang ditempatinya dengan sang suami. Bahkan telinganya mendengar hal yang teramat sakit, yang mana mereka mengatakan tentang bayi.

'Apa maksudnya? Siapa wanita itu? Kenapa mereka mengatakan soal bayi? Mas Juno, dia... berselingkuh? Teganya dia melakukan ini padaku?' ucap Indira dalam hatinya.

Tak tahan lagi dengan rasa sakit didadanya, air matanya meluruh deras tanpa dia minta dan tanpa ia inginkan. Turun dengan deras begitu saja, tubuhnya mendadak lemas dan tanpa sengaja dia mendorong pintu kamar itu hingga pintunya terbuka lebar.

BRAK!

BRUGH!

Tubuh Indira jatuh terduduk, bersamaan dengan pintu yang terbuka itu. Sontak saja Juno dan Sheila terkejut mendengar suara pintu yang terbuka itu dan melihat Indira terduduk di sana.

"Ya Allah, kakiku lemas," gumam Indira lirih, kakinya lemas, hatinya remuk redam dihantam oleh fakta yang menyakitkan.

"Indira! Kamu ngapain di sana?" tanya Juno dengan suara yang meninggi, bahkan tidak ada rasa bersalah sama sekali di dalam raut wajahnya.

Sheila juga terlihat datar saat melihat Indira masih terduduk di sana, dia sama sekali tidak menunjukkan rasa sungkan apalagi rasa malu dihadapan Indira yang merupakan istri sah dari kekasihnya.

Juno turun dari atas ranjang dalam keadaan telanjang dada dan dia hanya memakai celana saja, dia pun menghampiri Indira yang masih duduk di sana.

"Indira! Kamu tuli ya? Aku tanya ngapain kamu disini? Ganggu aja tau nggak!" ujar Juno yang semakin menyakiti hati Indira, tapi tampaknya lelaki itu sama sekali tidak perduli dengan perasaannya.

Indira pun berusaha bangkit, meskipun saat ini kakinya terasa lemas. Belum lagi dengan morning sickness yang kadang selalu dia alami akhir-akhir ini, hingga tubuhnya menjadi semakin lemas.

"Indira!" bentak Juno kesal karena Indira diam saja.

Wanita itu sudah berhasil berdiri, dia mencoba untuk tegak didepan suaminya. Tubuhnya gemetar, menahan air mata yang akan mengalir.

"Mas, apa-apaan ini? Apa yang kamu lakukan dengan wanita ini? Kenapa kamu dan dia...kenapa kalian tidur bersama?" teriak Indira dengan kekesalan yang membuncah didalam hatinya.

Bukan jawaban, maupun penjelasan yang didapatkan oleh Indira. Melainkan kemarahan Juno padanya dan seolah-olah dia yang salah disini.

"Memangnya kenapa? Apa yang salah dengan semua ini? Kenapa kamu marah dan meninggikan suaramu padaku, Indira!" bentak lelaki itu tepat didepan wajahnya. Jelas-jelas Juno juga melihat rasa sakit didalam mata Indira, tapi dia sama sekali tidak peduli.

"Kamu tanya apa yang salah? Kenapa aku marah? Karena aku istri kamu Mas! Apa salah bila seorang istri marah, ketika melihat suaminya sedang bercumbu dengan wanita lain?" cecar Indira dengan suara terisak, yang membuat Juno muak mendengarnya.

"Kamu kenapa sih Indira? Aku kan sudah bilang, kalau kamu hanya istri diatas kertas. Tapi kamu menganggap dirimu seolah-olah adalah istriku yang sesungguhnya. Kenapa kamu nggak sadar diri, Indira?" kata Juno dengan kesal, dia mendengus dan tak habis pikir dengan Indira yang berani-beraninya bicara seperti ini kepadanya.

"Istri diatas kertas tetaplah istri Mas! Aku berhak bertanya siapa wanita itu dan apa hubungan kalian!" seru Indira seraya menunjuk ke arah Sheila yang masih berbaring diatas ranjang dengan tubuh polosnya yang ditutupi oleh selimut.

Sontak saja mata Juno melotot ke arah Indira yang semakin membuat hati wanita itu berdenyut nyeri.

"Kamu nggak berhak tau. Lebih baik kamu keluar saja dari sini, kamu hanya menganggu." Lelaki itu mengusir Indira, ia menganggap wanita itu sebagai penganggu.

Juno mendorong-dorong tubuh Indira agar keluar dari kamarnya. Disisi lain, Sheila sudah bangkit dari tempat tidurnya sambil memakai kain tipis ditubuhnya.

"Mas, kamu harus jelasin dulu sama aku. Siapa wanita itu dan hubungan kalian!" ujar Indira yang enggan pergi dari sana, sebelum Juno memberikan penjelasannya.

'Meskipun aku sudah tahu jawabannya, tapi aku ingin mendengarnya langsung dari bibirmu, Mas' batin Indira dengan perasaan sesak yang kian menyiksanya.

"Sayang, udahlah! Kamu jelasin aja apa hubungan kita. Toh dua bulan lagi, kalian akan bercerai kan?" kata Sheila seraya menyentuh lengan Juno dengan lembut. Dia menatap Juno dengan manja, Juno balas menatapnya dengan lembut, penuh perasaan. Bahkan lelaki itu tersenyum cuma-cuma pada wanita itu.

Sedangkan Indira semakin sakit saat melihatnya. Sebab selama dua tahun ini, Indira tidak pernah melihat tatapan Juno sehangat itu dan senyumnya lembut kepadanya. Sekarang dia melihatnya, tapi semua tatapan dan senyuman hangat itu ditujukan kepada wanita lain.

'Benar, dua bulan lagi pernikahanku dan wanita ini akan berakhir. Jadi untuk apa aku merahasiakannya lagi' batin Juno.

Dua bulan lagi pernikahan mereka akan berakhir, sesuai dengan surat kesepakatan yang dia buat sebelumnya. Dialah yang memaksa Indira menandatangani kontrak pernikahan itu, bukan karena Indira yang mau.

"Dia pacarku. Aku kan pernah bilang sama kamu, tentang pacarku yang sekolah diluar negeri. Sekarang dia sudah kembali, kami menjalin hubungan dan seperti apa yang kamu tahu selanjutnya...setelah kita resmi bercerai, aku akan menikah dengannya."

Deg!

Begitu mudahnya Juno mengatakan kata cerai pada Indira. Tanpa memikirkan perasaan wanita itu yang sudah jelas-jelas mencintainya.

"A-apa wanita ini sedang mengandung anakmu?" tanya Indira dengan suara yang bergetar.

"Jadi kamu sudah dengar semuanya? Ya, seperti yang kamu dengar. Sheila memang sedang mengandung anak kami," ucap Juno sambil mengusap perut datar Sheila, dia berkata dengan bangga tanpa peduli pada hati yang dia sakiti.

Mendengar kebenaran dari bibir suaminya, membuat Indira terdiam terpaku. Lidahnya mendadak kelu, tanpa sadar dia melihat ke arah perut Sheila yang masih datar dan mengingat bayi yang saat ini juga ada di rahimnya. Bagaimana nasibnya nanti?

'Seharusnya aku tahu sejak awal, kalau kamu hanya menganggap pernikahan kita adalah pernikahan kontrak tanpa ada perasaan didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku, Mas?'

"Kamu sudah dengar kan, penjelasan dariku. Sekarang pergi!" usir Juno sambil mendorong Indira dengan kasar. Lalu dia pun menutup pintu itu dengan keras, tepat didepan wajah Indira.

"Astaghfirullahaladzim..." lirih Indira sambil mengusap dadanya yang terasa sesak. Buliran hangat kesedihan yang menyiratkan betapa hancur hatinya, terus mengalir deras.

Dia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya sendiri, karena selama ini ia dan Juno tidur di kamar yang terpisah. Kecuali ada kakek Juno atau keluarga Juno yang datang, barulah mereka tidur satu kamar. Itupun Indira harus tidur di sofa.

Sementara itu, Sheila dan Juno kembali bermesraan didalam kamar. Mereka tertawa bahagia, sedangkan Indira berada dikamarnya, tengah meratapi nasib.

Lama terdiam dalam kesedihan, sebuah telpon membuat Indira terpaksa harus mengangkatnya. Karena telpon itu berasal dari orang yang tidak bisa dia tolak.

"Apa? Kakek masuk rumah sakit!"

****

Hai guys jangan lupa dong dukungan vote, like ,komen atau gift dari kalian agar author semangat menulis 😍😍

Bab 3. Mana suamimu?

****

Indira terkejut begitu dia mendapatkan kabar kurang menyenangkan dari adik suaminya, bahwa kakek dari suaminya yang sudah dianggapnya sebagai kakek sendiri, masuk rumah sakit.

"Cepetan lo kesini sama Kak Juno. Kakek nungguin lo," suara seorang wanita terdengar judes dan tidak sopan kepada Indira yang merupakan kakak iparnya.

"Iya, kakak dan kak Juno akan segera kesana. Kamu kirimkan alamat rumah sakit dan ruangannya ya, Jen." Indira berkata dengan lembut, meskipun Jenny berkata tak sopan padanya.

"Iya gue kirim," jawab Jenny dengan malas.

"Kalau gitu kakak siap-siap dulu ya. Assalamu-"

Tut... tut... tut...

Belum sempat Indira menyelesaikan salamnya, telpon itu sudah ditutup lebih dulu oleh Jenny. Indira sendiri hanya bisa menggelengkan kepalanya, karena dia sudah terbiasa dengan sikap Jenny padanya. Karena tidak hanya Juno saja yang tidak suka dengan pernikahan ini, melainkan Jenny dan ibu mertuanya. Mereka tidak menyukai Indira yang berasal dari kampung dan merasa Indira tidak setara dengan keluarga Bastian. Indira hanya beruntung saja, karena kakek Juno menjodohkannya. Jika bukan karena persahabatan kakek Juno dan mendiang kakek Indira, perjodohan bahkan pernikahan ini tidak akan terjadi. Namun, kakek Juno sangat menyayangi Indira, sehingga dia tetap bertahan didalam keluarga Bastian.

"Aku harus kasih tahu mas Juno."

Suara adzan yang berkumandang membuat Indira terdiam ditempatnya, niatnya urung sementara untuk memberitahu suaminya. Dia pun memutuskan untuk melaksanakan shalat magrib terlebih dahulu. Indira pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, lantas setelah itu dia melaksanakan shalat magrib sendiri di kamarnya yang cukup luas.

Sedangkan di kamar lain, Sheila dan Juno tampak bergumul untuk ke sekian kalinya diatas ranjang. Namun, kali ini Juno lebih berhati-hati, karena takut calon bayinya kenapa-kenapa. Jangankan untuk shalat magrib, Juno dan Sheila bahkan tak ingat ini jam berapa.

"Sayang, apa kamu serius mau bercerai dengan wanita itu?" tanya Sheila yang saat ini posisinya berada diatas tubuh polos Juno. Dia menatap kekasihnya dengan manja.

"Iya, tentu saja. Dua bulan lagi, aku akan menceraikannya."

"Hem, begitu ya."

"Kenapa kamu menanyakan hal yang sudah kamu tahu jawabannya, sayang?" ucap Juno seraya membelai pipi Sheila dengan lembut.

"Nggak apa-apa. Aku cuma kepikiran aja, selama dua tahun ini...kalian kan hidup bersama. Apa kamu nggak ada rasa sama wanita itu?" tanya Sheila sambil memalingkan wajahnya menghindari Juno. Kata-katanya menyiratkan kesedihan.

"Sayang, apa kamu cemburu pada wanita kampung itu? Jangan mengada-ada, aku tidak mungkin jatuh cinta sama dia. Ada rasa pun tidak. Selama ini aku selalu menjaganya buat kamu, percayalah padaku sayang?" bujuk Juno dengan tatapan lembut dan suara hangatnya pada Sheila, wanita yang dia cintai.

"Apa benar begitu? Selama dua tahun, kamu nggak pernah ada rasa sama dia? Atau... apa kamu pernah tidur sama dia?" tanya Sheila dengan tatapan mata yang menaruh curiga pada Juno. "Nggak mungkin dua tahun nikah, kamu nggak ngelakuin apapun sama dia, Jun!" imbuh Sheila lagi yang kali ini membuat Juno terdiam seribu bahasa.

Tiba-tiba saja potongan bayangan dirinya tidur dengan Indira satu bulan yang lalu, kembali terlintas di kepalanya. Segera, dia menyingkirkan hal itu dari kepalanya dan menganggapnya tak pernah terjadi.

"Sayang, kenapa kamu malah ngelamun? Apa jangan-jangan benar kalau kamu sama dia udah-"

Bibir Juno segera menyambar bibir Sheila, sebelum wanita cantik itu berbicara lebih banyak.

"Nggak sayang! Nggak ada apa-apa diantara aku sama dia. Lagian mana mungkin aku ada apa-apa sama cewek kampung itu, sedangkan aku memiliki semuanya yang ada pada diri kamu. Wanita kampung itu nggak ada seujung kuku pun dibandingkan dengan kamu. Jangankan tidur sama dia, untuk melihat wajahnya saja aku jijik!"

"Aku cinta kamu sayang, selama dua tahun ini aku bahkan menjaga keperjakaan aku buat kamu," tutur Juno yang tidak sepenuhnya jujur. Dia mungkin menjaga hatinya, tapi tidak dengan tubuhnya. Dia pertama kali melakukan hubungan dengan Indira, istri sahnya dan itu pun karena tidak disengaja.

'Jangan sampai Sheila tau kalau aku pernah berhubungan sama wanita kampung itu'

"Ya sudah, aku percaya sama kamu Jun. Lagian kamu bener juga sih, mana mungkin kamu tergoda sama istri kamu yang kampungan itu," ucap Sheila yang tampaknya percaya dengan perkataan Juno. Pria itu merasa lega karena Sheila percaya pada perkataannya.

"Ya udah, kita mandi yuk? Badanku udah lengket, sayang."

"Mandiin." Sheila berkata dengan manja.

"Iya, ayo!"

Juno menggendong tubuh Sheila yang polos itu, lalu membawanya ke kamar mandi. Dia memperlakukan Sheila dengan lembut dan hangat. Berbeda sekali dengannya, saat dia memperlakukan Indira.

"Ya Allah... rasanya sakit sekali... dadaku sesak," ucap Indira sambil memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Rupanya wanita itu mendengar semuanya dari balik pintu, saat dia akan memberitahu Juno tentang kakeknya.

Dia mendengar dan melihat semuanya, dimana suaminya mengatakan jijik padanya. Padahal dia sekarang sedang mengandung benihnya.

"Mama harus bagaimana nak? Kalau papamu tau tentang kehadiran kamu, apa yang akan papamu katakan? Apa dia akan menolakmu? Atau dia akan menerimamu? Karena kamu punya saudara lain juga," gumam Indira dengan pikiran yang berat dan hati yang berkecamuk. Dia jadi ragu untuk memberitahu Juno tentang keberadaan anak mereka. Bagaimana juga nasib bayinya kelak?

Sesak rasanya, ketika Indira memikirkan Sheila yang juga sedang hamil anak suaminya.

Selang beberapa menit, Indira terpaksa menggedor pintu kamar suaminya dan memberitahu suaminya tentang kondisi sang kakek. Dia tidak bisa berlama-lama lagi, karena katanya kakek Juno sedang menunggunya. Tidak ada jawaban dari Juno di dalam kamarnya, hingga membuat Indira pun menyerah dan memilih pergi seorang diri.

"Oke, aku pergi sendiri Mas. Jangan bilang kalau aku tidak memberitahu kamu. Silahkan kamu bersenang-senang, berzina dengan wanita itu!" teriak Indira kesal, tapi sayangnya Juno tidak mendengarnya, karena dia masih melakukan sesi panasnya bersama Sheila dikamar mandi. Bahkan panggilan telepon yang beberapa kali bergetar pun dia abaikan. Saat ini fokusnya adalah Sheila.

Hati Indira sakit, membayangkan apa yang terjadi di antara suaminya dan wanita itu didalam sana. Ingin sekali dia masuk ke dalam sana dan menghentikan perbuatan nista yang mereka lakukan, tapi dia tidak kuat melihatnya lagi.

Hatinya tak sekuat itu.

Indira pergi ke rumah sakit seorang diri tanpa Juno. Dia terpaksa naik ojeg agar lebih cepat sampai ke sana. Beberapa menit kemudian, Indira sampai di rumah sakit, dia bergegas pergi ke tempat Kakek Juno (Pak Edwin) dirawat. Didepan sebuah ruangan, terlihat seorang wanita berambut pendek berdiri dan menatapnya sinis.

"Lo darimana aja sih! Dari tadi kakek nunggu lo!" sentak gadis muda itu kepada Indira. Dia adalah Jenny, adik perempuan Juno yang baru menginjak kelas 3 SMA.

Indira terlihat khawatir, "Ma-maaf tadi jalanan macet. Kakek dimana?"

"Kakek didalam sama Mama," jawab Jenny ketus.

Indira pun masuk ke dalam ruang rawat itu, hatinya remuk redam melihat pria tua dengan rambutnya yang sudah memutih terbaring diatas ranjang dan terpasang beberapa alat medis disampingnya. Disana sang kakek tak sendiri, dia bersama dengan ibu mertua Indira yaitu bu Winda.

"Assalamu'alaikum," ucap Indira sembari berjalan mendekati ranjang kakeknya.

"Waalaikumsalam... Indi," jawab pria tua itu lemah. Sementara Bu Winda sama sekali tidak menjawab salamnya dan menunjukkan wajah tidak bersahabat.

Saat Indira akan mencium tangannya, Bu Winda menarik tangannya.

"Indi, mana suamimu nak?" pertanyaan Pak Edwin, membuat Indira tersentak kaget dan tak tahu harus menjawab apa. Haruskah ia menjawab bahwa suaminya sedang bersama kekasihnya yang sedang hamil?

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!