Malam itu hujan deras mengguyur sebuah kota. Di perempatan jalan terjadi tabrakan mobil yang diduga terjadi akibat jalanan licin.
Dua korban dari arah berlawanan tersebut kini dilarikan kerumah sakit terdekat.
Foto yang terbingkai indah diatas dinding seketika jatuh , ruang tamu yang tadi hening kini berisik karena kaca foto itu hancur lebur Tiwi merasakan perasaan gelisah tak karuan
Dia dengan cepat menyelamatkan foto tersebut.
Darahnya menetes tatkala beling mengenai tangannya saat menyentuh foto tersebut hatinya kini makin gelisah foto yang terjatuh adalah satu-satunya foto keluarga mereka diruangan itu
"Ada apa? Kenapa kamu gelisah begitu Ma?" Abra bertanya tatkala menatap istrinya mondar-mandir
Abra tadinya tidak ingin turun kelantai satu rumah mereka karena pekerjaannya sangat banyak hingga harus diurus hari ini juga tapi suara benda jatuh dari lantai bawah membuatnya khawatir
Setiba disana dia lebih dibuat khawatir karena Tiwi istri tercintanya mondar-mandir dengan gelisah bahkan luka ditangan pun tidak dia pedulikan
"Kemarilah biar aku obati lukamu dahulu" Abra membawa Tiwi duduk disofa
"Perasaan Mama gak enak Pa" Tiwi mengatakan kekhawatirannya
Abra berjalan menuju laci mengambil kotak p3k untuk mengobati Tiwi sambil mengobrol dengan wanita itu dia menenangkannya , Abra tahu betul siapa yang dikhawatirkan Tiwi sudah pasti Ghama putra kedua mereka
Tidak ada satu haripun kelakuan Ghama yang tidak membuat khawatir. Lelaki yang sudah hampir berkepala tiga itu masih saja bersikap seenaknya dan tidak mencerminkan sikap dewasa sedikit pun.
Kring!
Ponsel Abra berdering melihat nama didalam hp tersebut adalah Ghama, tangan Tiwi dengan sigapnya merampas dari tangan Abra
"Ghama kamu dimana? Kamu baik-baik saja kan?" Tiwi langsung menghujani pertanyaan seperti itu ketika mengangkat telfon
Kekhawatirannya memuncak tanpa sebab padahal jelas Ghama yang menelfon tapi hatinya masih terus saja gelisah
"Apa ini dengan keluarga pasien atas nama Ghama? kami dari pihak rumah sakit ingin mengabarkan jika putra anda mengalami tabrakan mobil dan kini berada dirumah sakit kami"!
Tangan Tiwi gemetar atas apa yang baru saja dia dengar , Abra langsung mendudukkan kembali Tiwi disofa lalu merampas ponselnya dan lanjut berbincang dengan suster tersebut
Keduanya bergegas menuju rumah sakit yang disebutkan suster tadi. Sesampainya disana Abra langsung menghampiri pemilik rumah sakit untuk bertanya perihal kondisi putranya dan ingin tahu kronologis kejadiannya seperti apa
Dokter pemilik rumah sakit itu menjelaskan apa yang terjadi , kecelakaan yang dialami Ghama murni hanya kecelakaan akibat jalanan licin yang membuat dua mobil mereka tertabrak . Abra menonton ulang rekaman CCTV jalanan saat itu agar lebih percaya dengan penjelasan dokter.
Disana memang terjadi seperti apa yang dikatakan dokter tersebut.
Kembali pada masalah utama yaitu keselamatan Ghama putranya. "Bagaimana Kondisi Ghama saat ini dok?" tanya Abra
"Kondisi pasien tidak parah karena tabrakan itu hanya ada sedikit benturan di kepala korban membuatnya pingsan dan tidak sadarkan diri , demi untuk mencegah adanya kontraksi pada ginjal korban kami akan melakukan pemeriksaan menyeluruh" jelas dokter itu
"Saya mohon lakukan yang terbaik untuk Ghama" Tiwi tak kuasa menahan tangisnya
Ghama memiliki kelainan ginjal bawaan sejak lahir meski sudah pernah dioperasi tapi Ghama harus tetap rutin kontrol kedokter . Penyakit ginjal bawaan itu adalah turunan dari kakeknya padahal Abra saat lahir tidak mengalami penyakit ginjal bahkan dia sangat sehat
Setelah keajaiban itu dianggaplah penyakit ginjal bawaan itu telah hilang tapi mereka tidak menyangka jika sanya penyakit tersebut menurun langsung pada Ghama putra kedua Abra
Sejak lahir Ghama sudah harus beradaptasi dengan perlengkapan medis hingga umurnya cukup matang untuk menjalani operasi ginjal.
"Dokter hasil tesnya sudah keluar dokter Ibnu meminta anda keruangan laboratorium" seorang suster baru saja tiba
Dokter senior itu pergi menuju laboratorium kemudian di susul Abra dan Tiwi. Abra dan Tiwi hanya bisa menunggu di depan pintu kaca
Didalam sana terdapat Ghama yang didalam tabung pemeriksaan menyeluruh.
Hanya hitungan menit dokter Ibnu dan ayahnya pemilik rumah sakit itu keluar dari sana Tiwi dan Abra mendekat
"Bagaimana dok? Hasilnya?" Abra bersiap untuk hal terburuknya
"Kondisi pasien sangat normal anda berdua tidak perlu khawatir setelah ini Ghama akan dipindahkan keruangan naratama" dokter Ibnu menjelaskan
Mendengar pernyataan tersebut Abra dan Tiwi akhirnya bisa bernafas lega.
Sehabis dari sana dokter Ibnu langsung menuju ruangan pasien atas nama Alvino Antara bocah lelaki yang mengidap kelainan ginjal bawaan.
Sejak lahir Vino sudah ditangani oleh Ibnu yang merupakan dokter spesialis ginjal dan paru-paru.
"Kamu gak kerja?" dia menyapa wanita disebelah Vino
"Om nunu gendong" anak perempuan disebelahnya berhambus kepelukan Ibnu
Ibnu pun menuruti keinginan anak manis tersebut , gadis kecil berambut pirang itu adalah saudara kembar Vino
"Vina ribut ingin ketemu kamu , jadi aku bawa dia kemari" wanita ibu dua anak itu menjelaskan keadaannya saat ini
Ibnu dan dirinya adalah teman saat masa-masa kuliah mereka . Meski keduanya beda fakultas saat itu Safira Annisa Trihapsari berada di jurusan manajemen sedangkan Ibnu adalah mahasiswa kedokteran.
Keduanya sangat dekat bahkan pernah ada kejadian dimana Ibnu menyatakan perasaannya tapi Fira hanya menganggap pernyataan itu candaan belaka , baginya Ibnu adalah teman yang sangat baik dan dapat ia percayai .
Seperti saat ini saja anak lelaki Fira yang mengidap kelainan ginjal bawaan itu dia percayakan pada Ibnu.
"Ibnu bagaimana kondisi Vino saat ini"
"Kondisinya sangat stabil nyaris tanpa gangguan, dia anak yang sangat kuat" tuturnya memuji bocah tersebut
"Berarti bang Vino bisa sembuh dong Om" Vina antusias
Dahinya disentil pelan oleh Fira karena suara Vina bisa saja membangunkan Abang kembarnya bukannya menyadari apa salah dirinya gadis cilik itu berpura-pura kesakitan hingga terpaksa Ibnu membawa keduanya keluar agar tidak menggangu istirahat Vino.
Mata Vino terbuka , dia dari tadi sebenarnya sudah sadar hanya saja enggan membuka mata alhasil dia jadi tidak memiliki waktu yang tepat untuk membuka matanya.
Vino tidak masalah jika menahan gejala sakit ginjalnya tapi melihat Fira begitu berharap banyak padanya bocah itu berusaha agar operasi ginjal dilakukan secepat mungkin.
Dia tidak ingin menjadi beban ibunya lagi.
Pintu kembali terbuka , Fira hanya masuk seorang diri.
"Kamu sudah bangun nak" Fira mengusap lembut kepala hingga pipi anak itu
"Ibu baik-baik saja?" Vino bertanya
Fira berlinang air mata ketika mengusap pipinya membuat Vino jadi semakin khawatir apa terjadi sesuatu pada ibunya atau ada yang menyakiti ibunya
"Ibu kenapa?" tanya dia lagi
"Nak akhirnya jadwal operasi kamu dimajukan" Fira tidak bisa mengendalikan ekspresi wajahnya dia bimbang antara harus bahagia atau bersedih disatu sisi dia berharap putranya sembuh dari penyakitnya tapi disisi lain dia tidak ingin anak sekecil Vino harus melakukan operasi yang pastinya itu menyakitkan , jika ada sedikit saja kesalahan maka keselamatan Vino dipertaruhkan.
...[1]...
Ghama Dian Haryadi putra kedua pak Abra adalah seseorang yang sangat populer. Ghama terkenal dengan sikap playboy nya setiap 1 bulan sekali Ghama selalu saja menggandeng wanita lain untuk berjalan bersamanya.
Alasan setiap kali Ghama mengganti wanitanya adalah dia terlalu cepat bosan.
Tidak ada satupun wanita yang dia kencani berhasil menarik perhatiannya dari yang artis sampai wanita populer pun tidak ada yang menarik baginya .
Ketenaran Ghama juga bukan hanya sebatas itu saja ada juga saat dimana masalah penyakitnya menjadi populer bukan penyakit kelainan ginjalnya tapi masalah keturunan. Gosib mudah sekali menyebar hanya karena Ghama sampai saat ini melajang dia dianggap tidak bisa memiliki keturunan.
Sebenarnya masalah itu adalah masalah internal keluarga jadi hanya Abra, Tiwi dan putra sulung mereka yang tahu jika Ghama tidak tertarik kepada wanita. Entah darimana dimulainya kabar tersebut hingga menjadi seheboh sekarang.
"Bagaimana keadaan Ghama sus , kenapa belum sadarkan diri juga?" Tiwi bertanya
Sudah 1 jam berlalu sejak Ghama dipindahkan keruangan itu mengingat kata dokter Ibnu tadi Ghama akan sadarkan diri tapi sampai kini belum sadar juga , sebagai seorang ibu jelas saja Tiwi mengkhawatirkan kondisi putranya
Suster yang bertugas merawat Ghama hanya menjelaskan singkat benturan dikepala Ghama membuatnya tidak sadarkan diri untuk sementara tapi tidak akan lama jelas suster itu pada Tiwi
Ruangan itu kini hanya tersisa Tiwi dan pasien yang disebut Ghama itu.
Di luar kamar naratama ada banyak suster dan perawat lain yang penasaran dengan wajah ganteng Ghama. Mereka kaget saat mendapati korban kecelakaan tadi adalah Ghama Dian Haryadi semuanya berebutan ingin merawat Ghama kapan lagi mereka semua bisa melihat wajah Ghama dari dekat jika tidak saat ini
"Apa yang kalian lakukan!" tegur seseorang dibelakang mereka
Suara dengan bariton berat itu membuat kerumunan perawat itu serentak menoleh dilihatnya lelaki yang tidak kalah tampan dari Ghama hingga mereka terlena dan tidak menyahuti perkataannya
"Apa yang kalian lakukan didepan kamar adikku?" lelaki pemilik paras tampan tersebut kembali bertanya pada mereka
Lamunan mereka akhirnya runyam dan sebagian dari mereka berhamburan pergi kini yang tersisa hanyalah perawat yang bertugas di ruangan Ghama
"Apa kamu perawat yang bertugas dikamar ini"
Perawat tersebut langsung mengangguk
"Bagaimana kondisi adik saya?" tanya dia lagi
Perawat itu menjelaskan kondisi Ghama masih sama saja seperti sebelumnya kemungkinan dia akan sadar tidak lama lagi , setelah dirasa keperluannya sudah tidak dibutuhkan lagi perawat itu ijin kembali bekerja
Lelaki itu mendorong pintu kamar naratama tempat Ghama dirawat
Tiwi langsung menyambutnya dengan tersenyum.
"Ma bagaimana Ghama bisa seperti ini" lelaki bernama Bisma itu menghampiri Tiwi
Sudah lebih dari 3 bulan Bisma keluar kota mengurusi masalah anak perusahaan Haryadi Group . Bisma Adriano Haryadi putra sulung pak Abra itu kembali setelah mendengar kabar jika adiknya si pembuat onar itu kecelakaan.
Abra menghubungi Bisma untuk kembali menemani Tiwi dirumah sakit karena Abra mendadak ada panggilan bisnis jadi akan sulit jika harus dirumah sakit terus , dia takut jika Tiwi akan memaksakan diri menjaga Ghama hingga meminta Bisma menemani ibunya.
"Dia kecelakaan entah bagaimana kondisi orang yang bertabrakan dengannya saat ini" Tiwi membahas orang dimobil lain yang bertabrakan dengan putranya
"Tadi aku sudah menjenguknya dia baik-baik saja dan sudah siuman" tutur Bisma
"Syukurlah jika dia baik-baik saja"
Ketika tiba dirumah sakit Bisma langsung bertanya dimana korban kecelakaan yang bersamaan dengan adiknya dikabarkan jika dia sudah sadarkan diri jadi Bisma menjenguknya sebentar baru pergi keruangan Ghama
Ketika menuju ruangan Ghama, tidak sengaja Bisma bertemu dokter Ibnu mantan adik kelasnya dahulu dikelas manajemen tapi hanya satu tahun setelah itu Ibnu pindah universitas dan tersirat kabar katanya Ibnu pindah fakultas kedokteran dan itu adalah kenyataan
"Apa dia putrimu" Bisma menegur Vina yang masih di gendongan Ibnu
Anak kecil itu jika sudah di gendongan Ibnu tidak mau turun apalagi Ibnu juga sangat memanjakannya tidak heran jika ada yang salah paham dengan hal tersebut
"Nana anaknya bubu bukan om nunu"
Begitulah bahasa Vina yang sulit dimengerti dia memanggil Ibnu dengan sebutan nunu lalu ibunya dia sebut bubu . Agar Bisma mengerti maksud Vina Ibnu pun menjelaskannya
Bisma mengangguk paham ketika Ibnu menceritakan kebenarannya
"Jadi dia wanita yang kamu sukai itu" Bisma langsung mengerti saat melihat wajah Ibnu yang bahagia jika membahas Fira
"Bisa dibilang gitu" Ibnu hanya berkata singkat
Setelah itu mereka berdua berpisah jalan Bisma menuju ruangan adiknya sedangkan Ibnu membawa kembali Vina bertemu ibunya
Didepan ruangan Vino, Fira tengah berdiri dengan raut wajah gelisah
"Bubu kenapa diluar" Vina beranjak turun dari gendongan Ibnu
"Vina temani Abang Vino dulu ya bubu mau ngomong sama om Ibnu" Fira membujuk anak gadisnya untuk masuk kedalam kamar Vino
Vina hanya mengikuti arahan Fira tanpa bantahan , gadis itu kini sudah memasuki ruangan Vino. Fira menutup pintu ruangan rawat Vino itu dari luar dia menarik Ibnu sedikit agak menjauh dari sana untuk berbicara.
"Ada apa Fira?" wajah Ibnu bingung tidak biasanya wanita itu bersikap sangat aneh seperti saat ini
"Kapan jadwal operasi Vino dilaksanakan"
"Mungkin .... Satu Minggu lagi karena Vino baru berumur 5 tahun jadi operasi ini sedikit sulit dilakukan umumnya operasi kelainan ginjal dilakukan saat anak itu berumur sekitar 8-9 th tapi bukan berarti tidak mungkin"
Fira terdiam
"Kamu harus terus berdo'a" Ibnu menepuk bahunya
"Apa ada kemungkinan jika operasi itu gagal" mata mereka bertatapan terlihat kekhawatiran Fira melonjak naik hingga puncaknya
Tidak lama kemudian ia menangis karena sudah tidak kuasa menahannya.
Disaat-saat seperti itu Ibnu mendekapnya baik sebagai teman dekat atau sebagai wanita yang dicintainya Ibnu menenangkan fira seperti biasa.
"Apa kita batalkan saja operasinya?"
Fira menghapus air matanya , dia meminta operasi itu tetap dilakukan sesuai apa yang di ungkapkan oleh Ibnu sebelumnya operasi tidak ditangani oleh Ibnu tapi dokter yang sudah berpengalaman.
Dokter itu sudah pernah melakukan hal serupa jadi Ibnu yakin operasi ini akan berjalan dengan sukses.
Begitulah akhir percakapan mereka.
"Dokter Ibnu pasien diruang naratama sudah sadar keluarga korban ingin bertemu anda" perawat di bagian depan menghampirinya
"Pergilah , aku baik-baik saja" Fira meminta Ibnu pergi menemui pasien tersebut.
Dia merasa terlalu banyak membebani temannya itu bukan hanya masalah Vino tapijuga banyak hal lainnya padahal tahu jika Ibnu menyukainya tapi Fira tetap merasa dirinya tidak pantas untuk lelaki sebaik Ibnu.
"Aku tidak cocok untukmu" gumamnya menatap kepergian Ibnu
...[2]...
Ruangan naratama
Seperti yang dikatakan suster tadi Ghama sudah siuman dan sedang duduk sambil menikmati semangkuk bubur. Terlihat Tiwi menyuapinya dengan sepenuh hati. Ibnu mulai memeriksa kondisi Ghama menurutnya tidak ada masalah dengan Ghama, kondisinya sangat normal jika perlu Ghama sudah bisa dibawa pulang.
Tiwi menolak membawa pulang Ghama karena dia ingin anaknya dirawat dirumah sakit itu sampai benar-benar pulih.
Ibnu hanya mengangguk lalu pergi disusul Bisma mungkin ada yang ingin mereka bicarakan jadi Tiwi tidak menanyai Bisma. Tiwi juga tahu betul jika Ibnu dan putra sulungnya adalah teman sekolah.
"Ma , aku sudah kenyang" Ghama menolak ketika tangan Tiwi ingin menyuapinya sesendok bubur lagi
"Sedikit lagi Ghama" wanita itu memperlihatkan mangkuk bubur yang hanya tersisa sedikit
Tapi perut Ghama benar-benar menolak bubur itu. "Ayolah ma , Ghama bukan anak kecil lagi" bantah dia ketika sang ibu ingin tetap menyuapinya
Tiwi pun menghela nafasnya pelan, tangannya sudah menaruh kembali mangkuk bubur itu diatas nakas.
"Jujur sama Mama kamu kenapa kebut-kebutan dijalanan?" Tiwi mulai menginterupsi putranya itu
Ghama mengingat-ingat apa yang terjadi. Diapun mulai menceritakan keadaan dimana sebelum tabrakan terjadi dia menerima sebuah telfon dari beberapa orang suruhannya.
Orang-orang yang dia suruh untuk mencari gadis yang tidur bersama dengannya malam lima tahun silam.
"Jadi mereka menemukannya" Tiwi seketika menjadi sangat antusias.
Kondisi Ghama yang tidak tertarik pada wanita membuat pusing keluarganya tetapi kejadian lima tahun yang lalu membuktikan jika Ghama bukanlah lelaki impoten
"Tidak" Ghama menggelengkan kepalanya, dia tidak berniat untuk berbohong tapi kabar yang diberikan Jihan hanyalah dugaan semata . Tiwi dan Abra juga sedang mengupayakan agar gadis lima tahun yang lalu cepat ditemukan.
"Bocah bagaimana kondisi kamu sekarang?" Bisma masuk dengan dua orang yang tidak asing bagi Tiwi dan Ghama
Mereka adalah asisten dan juga sekretaris Ghama.
"Halo tante" sapa Rio ketika melihat Tiwi duduk dikursi samping Ghama
Ridho Mahendra, lelaki yang akrab disapa Rio ini adalah sekretaris pribadi Ghama. Lalu yang datang bersamanya adalah Jihan asisten pribadi Ghama.
"Kalian akhirnya datang, tante mau ke toilet dulu kalian silahkan mengobrol" Tiwi bangkit dari kursinya
"Mama mau dianter?" tanya Bisma
"Gak , gak usah Bisma mama bisa pergi sendiri. Kalian silahkan mengobrol saja"
Tiwi menghiraukan Bisma lalu pergi begitu saja. Pintu ruangan sudah tertutup rapat keempat bujangan tampan itu duduk dengan raut wajah yang serius.
"Jadi? kalian bertiga, apa yang kalian sembunyikan dariku" Bisma mengintrogasi ketiga lelaki itu termasuk adiknya Ghama
"Bisma, jangan paksa mereka. Aku yang menyuruh mereka untuk tutup mulut"
Rio dan Jihan hanya mengangguk keduanya memang tidak bersalah mereka hanya menuruti perintah Ghama untuk mencari keberadaan gadis malam itu tanpa sepengetahuan Bisma.
"Jadi, apa yang kamu temukan" Bisma memijat keningnya padahal tidak pening
Dia sudah lama tahu jika adiknya itu tidak waras tapi mencari gadis malam lima tahun lalu? itu benar-benar tidak masuk diakal.
Ghama sendiri tidak tahu bagaimana parasnya bahkan nama gadis itupun Ghama tidak tahu bagaimana bisa dia meminta dua bawahannya mencari keberadaan gadis yang seperti ilusi tersebut.
"Tidak ada" sahut Ghama.
Ghama malu mengaku jika dirinya gagal menemukan wanita yang dia cari. Hingga kini titik terang sedikit pun tidak dia dapatkan.
"Aku akan membantumu tapi kamu harus berjanji apapun yang kalian temukan nanti kalian bertiga harus berkomunikasi denganku jangan langsung bertindak sendiri" Bisma memberi mereka peringatan.
Setelah dirasa cukup baginya menceramahi Ghama dia langsung meninggalkan mereka untuk pergi mencari makanan, Bisma benar-benar sangat lapar saat ini. Tidak lupa dia bertanya pada mereka tapi ketiganya menolak serentak.
"Tidak kami tidak lapar"! seru ketiganya bersamaan.
"Benarkah?" mata tajam Bisma menatapi mereka dengan penuh selidik seperti ada yang disembunyikan lagi oleh mereka dari dirinya.
Akhirnya ketegangan mereka berakhir Bisma sudah menjauh dari ruangan saat Rio memantau kepergiannya
"Dimana flashdisknya" Ghama menadah tangannya didepan Jihan
Tepat sebelum kecelakaan terjadi Ghama menerima telfon dari Jihan asisten pribadinya lelaki itu menemukan beberapa vidio hotel ketika malam itu terjadi.
Jihan memberikan flashdisk tersebut beserta iPadnya.
Mereka bertiga menonton vidio yang ada didalam diska itu tapi hanya beberapa vidio yang dirasa penting tapi tidak ada yang benar-benar menunjukkan wajah gadis itu.
Ketiganya memutar terus vidio itu tapi tetap hasilnya nihil wajah gadis itu tidak terlihat sama sekali.
"Apa hanya ini? Kenapa tidak ada satupun wajahnya yang terlihat jelas" Ghama memutarkan ulang vidio itu berkali-kali hasilnya tetap sama.
"Jika kita menemukan gadis ini mungkin kita bisa tahu siapa yang bersamanya" Rio menunjuk salah seorang gadis yang bersamanya didalam vidio itu.
Jihan dan Ghama memperhatikan wajah yang ditunjukkan Rio wajah gadis itu memang terlihat tidak asing tapi Ghama tidak bisa mengingat dimana dia pernah melihatnya.
"Cari tahu wanita itu , aku ingin menginterogasinya sendiri" ucap Ghama membuat mereka pergi.
Tidak lama setelah kepergian Jihan dan Rio, Bisma kembali "Kenapa mereka buru-buru sekali?" dia bertanya karena tadi tidak sengaja tersumpuk dengan keduanya didepan pintu kamar Ghama.
Ghama angkat bahu dia beranggapan tidaktahu apa yang terjadi padahal dia yang memberi perintah keduanya untuk pergi menyelidiki gadis yang bersama Fira.
Keesokan paginya
Fira sudah terbiasa tidur dirumah sakit menemani putranya karena rumah sakit itu milik ayah Ibnu dia jadi bisa meminta ranjang Vino sedikit lebih besar agar bisa ditiduri tiga orang.
"Kamu tidur disini lagi" tegur Ibnu ketika melihat Fira keluar dari ruangan Vino
"Aku hanya merasa bahagia jika berada didekat mereka, kamu tahukan mereka segalanya bagiku" Fira menatap sikembar dari kaca pintu
"Dan kamu adalah segalanya bagiku" batin Ibnu
"Ada apa? kenapa menatapku seperti itu" Fira menegurnya
Ketika menoleh kearah Ibnu Fira melihat dokter tampan itu menatap lekat dirinya. Tatapan lembutnya itu membuat Fira sedikit tidak nyaman.
"Apa kamu sudah sarapan" tanya Ibnu setelah sadar dari lamunannya
"Belum" Fira menggeleng
"Mau sarapan bareng?" Ibnu menawarkan bekal yang dia masak sendiri.
Tidak ada alasan untuk Fira menolak makanan yang ditawarkan penyelamat hidupnya.
Setelah kepergian mereka Vino dan Vina bangun bersamaan , keduanya ternyata berpura-pura tidur.
"Vina menurut kamu ibu dan om Ibnu bagaimana?"
"Om Nunu baik sama ibu, terus perhatian juga, suka ajakin nana main, beliin nana jajan" gadis itu menceritakan segalanya dengan jujur dan polos
"Jika dia jadi ayah kita?" hati Vino terasa berat melontarkan pertanyaan itu . Dia takut jika Vina setuju.
Vino tahu jika Ibnu adalah orang yang baik bahkan sangat baik padanya tapi Vino bisa melihat dari tatapan wajah ibu nya jika dia tidak ada sedikitpun perasaan suka untuk Ibnu .
Sedangkan Vina gadis kecil polos itu mudah saja menyukai seseorang.
"Gak mau, nana tahu nana egois tapi Nana mau ayah kandung bukan ayah tiri" sendu Vina
Vino pun memeluknya erat , dia tidak pernah memikirkan perasaan Vina makanya melontarkan pertanyaan itu. Ternyata Vina membutuhkan sosok seorang ayah tapi bukan ayah sambung gadis cilik itu ingin ayah kandungnya. Vino merasa sangat bersalah telah berfikir aneh tentang adiknya.
...[3]...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!