NovelToon NovelToon

Pernikahan Terpaksa

Awal Kisah

Pagi-pagi sekali, Alwi menuju kamar putrinya untuk memastikan putrinya sudah bangun atau belum. Sebab, hari ini Yura sudah mulai masuk sekolah setelah libur kenaikan tingkat di kelas 4 SD.

Tiba di kamar, Alwi membuka pintu kamar Yura, dan ternyata Alwi tidak menemukan Yura di kamarnya. Alwi pun langsung menutup pintu kamar kembali dan memanggil putri kesayangannya.

“Yura… Yura… Yura,” panggil Alwi yang sedang mencari keberadaan putri sulung nya yang tidak ia jumpai di kamarnya.

“Iya Pak… Yura disini,” jawab Yura dengan sedikit berteriak karena berada di gudang untuk mengambil sepatu sekolahnya.

“Kamu sudah bangun nak?” Tanya Alwi sambil membawa secangkir teh hangat yang telah di siapkan oleh istri tercintanya lalu duduk di teras depan.

“Sudah Pak, sejak subuh tadi,” jawab Yura sambil membawa sepatunya ke depan.

“Owh, jangan sampai terlambat pergi sekolahnya ya nak, karena hari ini adalah hari pertama kamu duduk di kelas 4 SD.” Ucap Alwi sambil menyeruput teh hangatnya.

“Baik Pak, ini Yura mau pasang sepatu dulu ya Pak.” Jawab Yura sambil menghampiri Alwi yang sudah duduk santai di teras depan.

Setelah selesai memasang sepatu sekolahnya, Yura berkata dalam hati “Anak angkatan memang harus disiplin seperti ini.”

Yura pun menghampiri Bapak nya dan berpamitan untuk pergi sekolah.

“Pak, Yura berangkat sekolah dulu ya.” Sambil menyalami tangan Bapak nya dengan takzim.

“Iya Nak, hati-hati di jalan ya. Rajin-rajin sekolahnya,” pesan Alwi pada Yura, sambil mengelus kepala putri sulungnya.

“Siap Komandan.” Jawab Yura sambil memberikan tanda hormat kepada Bapak nya.

“Hahahaha… Dasar kamu ini.” Tawa Alwi melihat kelakuan putri kesayangannya yang memberikan tanda hormat kepadanya seperti anak buahnya.

“Sudah, sana pergi sekolah, nanti terlambat anak Bapak.” Usir Alwi yang tidak ingin anaknya tidak disiplin waktu.

“Iya Bapak, Yura pergi sekolah dulu ya… Assalamu’alaikum, da-da Bapak.” Pamit Yura sambil melambaikan tangannya kepada Bapak nya.

“Wa’alaikumussalam, iya hati-hati ya nak.” Teriak Alwi sambil membalas lambaian tangan putri nya.

Tidak lama kemudian, Ibunya Yura yaitu Lili keluar mengejar Yura sambil berteriak.

”Yura… Tunggu nak, bekal sekolahnya tinggal.”

“Astaghfirullah, owh iya lupa.” Ucap Yura sambil menepuk jidatnya, Yura pun segera menghampiri Ibunya.

“Iya Bu, maaf tadi Yura buru-buru jadi lupa bawa bekalnya,” jawab Yura sambil mengambil bekal yang berada di tangan Ibunya.

“Iya, ini bekalnya. Lain kali jangan sampai tertinggal lagi ya nak bekalnya.” Ucap Lili sambil memberikan bekal Yura.

“Iya Ibu, terimakasih ya Bu. Assalamu’alikum, Yura berangkat sekolah dulu ya Bu.” Pamit Yura sambil menyalami Ibunya dengan takzim.

“Iya nak, hati-hati di jalan ya. Wassalamu’alaikum.” Jawab Lili.

Setelah itu, Yura berangkat ke sekolahnya sambil bersenandung kecil. Begitulah keseharian Yura kecil yang penuh dengan kebahagiaan dan selalu disiplin waktu.

Sebab, Ayah Yura Kepala Polisi Angkatan Darat bertugas di Kepulauan Riau-Tanjung Batu, Ibunya tidak bekerja hanya ikut merantau sebagai ibu rumah tangga.

~ 8 tahun kemudian~

Yura pemberani beranjak dewasa, sekarang Yura sudah duduk dibangku SMA kelas akhir. Yura tumbuh menjadi gadis dewasa yang berkulit kuning langsat, tinggi, berambut ikal panjang, suka menyapa sehingga banyak lelaki seusianya yang memperhatikannya, termasuk Hamdan (anak Kepala Kampung di Tanjung Batu Kepulauan Riau) teman lelakinya yang berani mendekatinya.

Hamdan lelaki baik, senang berteman dengan Yura dan juga adiknya. Seiring berjalannya waktu, tiba saatnya hari ini Yura dan Hamdan mendengarkan kelulusan SMA.

“Yura… setelah kamu tamat SMA, kamu lanjut perguruan tinggi atau bekerja?” Tanya Hamdan saat mereka sedang menunggu pengumuman kelulusan.

“Aku ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi, mengambil jurusan hukum.” Jawab Yura, penuh dengan keyakinan.

“Kalau kamu gimana Hamdan?” Tanya Yura.

“Bagus itu, aku juga mau lanjut ke Perguruan Tinggi, dan mengambil jurusan hukum.” Terang Hamdan sambil tersenyum.

Tidak lama kemudian, akhirnya berita kelulusan di umumkan. Semua siswa berbondong-bondong menuju papan pengumuman.

“Alhamdulillah, akhirnya aku lulus.” Teriak Yura kegirangan.

“Alhamdulillah, aku juga lulus.” Teriak siswa yang lainnya serentak, tak kalah girang nya dengan Yura.

Hamdan pun menghampiri Yura.

“Yura…” Panggil Hamdan sambil berlari menghampiri Yura.

“Iya…” Yura pun menoleh karena merasa namanya di panggil, dan ternyata benar saja, teman baiknya Hamdan yang telah memanggilnya. Yura pun tersenyum memancarkan wajah gembiranya.

“Alhamdulillah ya, tahun ini kita lulus semua.” Ucap Hamdan, memberitahu Yura mengenai informasi yang dia dengar dari salah satu guru SMA mereka.

“Alhamdulillah…” Ucap Yura penuh rasa syukur.

“Ayo, kita bersalaman dengan guru-guru kita.” Ajak Hamdan.

“Ayo…” Jawab Yura sambil jalan beriringan dengan Hamdan menuju ruang Guru.

Seluruh siswa kelas XII pun bersalaman dengan kepala sekolah dan seluruh guru mereka. Setelah itu, seluruh siswa berkumpul di lapangan untuk saling memberi ucapan selamat dan ucapan selamat tinggal, karena setelah tamat mereka pasti akan jarang berjumpa.

~Beberapa bulan kemudian~

Pagi yang cerah, burung-burung berkicau riang, deburan ombak seakan menggambarkan betapa indahnya suasana pagi di pesisir pantai. Kini Yura sedang berada di ruang keluarga bersama Bapak nya.

“Yura… Kemarilah Nak.” Panggil Alwi sambil menepuk kursi disebelahnya.

“Iya Pak.” Yura langsung beranjak duduk disebelah Bapaknya.

“Kamu jadi mendaftar kuliah?” Tanya Alwi sambil menyeduh teh hangatnya.

“InsyaAllah jadi Pak.” Jawab Yura yakin.

“Jangan kuliah jauh-jauh ya, Bapak hanya mengizinkan kamu kuliah di Pekanbaru.” Ucap Alwi dengan tegas.

“Baik Pak, Yura akan mendaftar kuliah di Pekanbaru saja.” Jawab Yura yang selalu menuruti keinginan Bapaknya.

“Jadi, kapan kamu berangkat ke Pekanbaru untuk daftar kuliah?” Tanya Alwi lagi.

“InsyaAllah minggu depan Pak.” Jawab Yura mantap.

“Nanti kamu disana hati-hati ya, belajar dengan sungguh-sungguh. Dan kuliah itu gak cukup hanya pandai saja, tapi pandai-pandai.” Pesan Alwi.

Karena jujur dari lubuk hatinya paling dalam, Alwi masih berat hati mengizinkan putrinya untuk pergi jauh darinya. Tetapi demi menuntut ilmu dan mewujudkan cita-cita putrinya, maka Alwi harus ikhlas jauh dari putrinya.

“Baik Pak, InsyaAllah nasihat dari Bapak akan Yura ingat selalu.” Ucap Yura meyakinkan Bapaknya.

~Seminggu kemudian~

Pekanbaru, adalah tempat dimana Yura saat ini berada untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di kota ini, Yura telah menggantungkan harapannya agar bisa mewujudkan cita-cita nya.

“Alhamdulillah… Akhirnya sampai juga di kota Pekanbaru.” Ucap syukur Yura setelah tiba di kota Pekanbaru.

Drrrtttt… Drrrtttt… Astaghfirullah rabbal baroya… Astaghfirullah minal khotoya… (suara khas nada dering handphone Yura yang dinyanyikan oleh artis ibukota yaitu Marshanda).

Yura pun segera mengeluarkan Hp dari tas kecilnya, dan melihat siapa yang meneleponnya.

“Assalamu’alaikum Nak, kamu sudah dimana?” Tanya Alwi khawatir, sebab putrinya belum ada mengabarinya, padahal jika dilihat jam seharusnya putrinya sudah sampai.

“Wa’alaikummussalam Pak, ini Yura baru sampai. Tadi gelombang laut cukup tinggi, makanya Yura lama sampainya.” Terang Yura, agar orangtuanya tidak khawatir lagi.

“Oh… Syukurlah, Bapak takut kamu kenapa-kenapa.” Khawatir Alwi dengan nada lirih diseberang telpon sana.

“Bapak, tidak perlu khawatir lagi ya. Kan Yura sudah sampai dengan selamat, tanpa kekurangan satu apapun itu”. Jelas Yura meyakinkan Bapaknya.

“Iya, kalau begitu kamu hati-hati disana ya Nak, kalau ada apa-apa langsung kabari Bapak.” Pesan Alwi.

“Siap Komandan….” Ucap Yura sambil memberi tanda hormat seolah-olah Bapaknya sedang berada dihadapannya.

Alwi yang mendengar jawaban dari sang putri, tersenyum simpul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya diseberang sana.

“Ya sudah, Bapak tutup dulu ya teleponnya, Bapak mau bertugas lagi. Wassalamu’alaikum.” Akhiri Alwi.

“Baik Pak, wa’alaikumussalam.” Jawab Yura sambil mematikan sambungan teleponnya.

...Quotes...

“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”

Pembuktian Cinta

Setelah menerima telepon dari Bapaknya, Yura langsung menuju rumah saudaranya yang berada di Pekanbaru. Akhirnya Yura pun sampai dirumah saudaranya.

“Tok… tok…tok… Assalamu’alaikum.” Panggil Yura sembari terus mengetuk pintu rumah saudaranya.

“Wa’alaikumussalam,” jawab seseorang dari dalam rumah.

Tidak lama kemudian, pintu rumah pun terbuka. Menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah memasuki setengah abad.

“Maaf, ananda cari siapa?” Tanya wanita tersebut masih dengan senyum ramahnya.

“Apakah benar ini rumah ante Ina?” Tanya Yura, karena ini kali pertama Yura mengunjungi rumah saudara jauhnya.

“Iya, benar. Dengan saya sendiri.” Jawab Tante Ina yang masih belum mengenali Yura.

Yura segera menyalami ante Ina dengan takzim, setelah mengetahui ternyata wanita paruh baya itu adalah tante nya.

“Ante Ina, perkenalkan saya Yura anak Pak Alwi Kepala Polisi Tanjung Batu.” Beritahu Yura agar tante nya tidak semakin bingung.

“Owhhh… Yura, MasyaAllah ternyata kamu sudah tumbuh menjadi wanita cantik seperti ini, sampai pangling ante dengan kamu. Maaf ya ante tidak mengenali kamu, karena terakhir ketemu kamu saat kamu masih ingusan.” Ujar ante Ina sambil tersenyum geli mengingat keponakannya dulu yang masih ingusan.

“Isshhh… ante… kok ingat nya waktu Yura lagi ingusan sih.” Jawab Yura agak sedikit kesal dan mengerucutkan bibirnya.

“Hahahaha… sudah-sudah, ayo kita masuk. Pasti kamu capek banget habis perjalanan jauh.” Ajak Ina sambil menggandeng keponakannya.

Yura dan Ina pun masuk kedalam rumah. Ina langsung membawa Yura menuju kamar kosong yang akan di tempati Yura, Yura merasa sangat senang karena Ina memperlakukannya seperti anak sendiri.

“Yura, ini kamar yang akan kamu tempati, maaf ya kamarnya kecil. Nanti kalau kamu ada perlu apa-apa, jangan sungkan bilang ke ante ya.” Ucap Ina dan langsung diangguki oleh Yura.

“Terimakasih ya ante Ina, kamarnya nyaman kok.” Ujar Yura sambil melihat kamar yang bernuansa putih bersih, dengan fasilitas yang cukup memadai.

“Iya, sama-sama sayang. Semoga kamu betah ya tinggal di rumah gubuk ante.” Ucap ina merendah dan berlalu meninggalkan Yura yang masih menyusun pakaiannya.

(Padahal aslinya rumah ante Ina ini besar dan mewah loh guys. Wajar saja, karena ante Ina dan suaminya pengusaha textile terbesar di Pekanbaru).

Disini lah Yura tinggal selama di Pekanbaru yaitu dirumah ante Ina. Ante Ina memiliki 3 anak dimana anak sulung nya laki-laki yang sedang kuliah di UGM, anak kedua perempuan duduk dibangku SMA kelas X, dan terakhir laki-laki masih duduk dibangku SMP.

Keluarga ante Ina sangat senang atas kehadiran Yura, apalagi anak perempuannya dan si bungsu. Meskipun Yura tinggal dirumah mewah, tidak membuat Yura untuk bermalas-malasan.

Yura tetap mencuci baju sendiri, menyapu rumah dan sesekali membantu ART memasak, walaupun ante Ina sudah berulang kali melarang Yura untuk membantu pekerjaan rumah, tetapi Yura tidak pernah menghiraukan larangan ante Ina.

Yura dan Hamdan kuliah di Universitas swasta di Pekanbaru yaitu UIR (Universitas Islam Riau) fakultas yang sama, yaitu Fakultas Hukum. Selama kuliah mereka tetap selalu bersama sampai tamat.

Yura melamar pekerjaan ke kantor Pengadilan Tinggi kota Pekanbaru dan Hamdan melamar pekerjaan ke kantor Wali kota Pekanbaru. Yura dan Hamdan sama-sama diterima di tempat dimana mereka melamar pekerjaan.

Hubungan persahabatan mereka membentuk talian kasih yang ingin dibawa ke jenjang yang lebih serius.

Saat ini Yura dan Hamdan sedang duduk santai di taman kota, bercengkrama serta melihat indahnya kota Pekanbaru di sore hari.

“Sayang…” Panggil Hamdan pada pujaan hatinya.

“Iya…” Jawab Yura sambil menoleh melihat wajah tampan nan teduh sang kekasih.

“Saat ini kita sudah sama-sama bekerja, dan sudah lama menjalin kasih. Abang tidak mau lagi menunda waktu, abang ingin menghalalkan adek secepatnya, karena abang tidak mau mengikat adek dengan hubungan yang tidak di ridhoi oleh Allah SWT.” Ungkap Hamdan dengan tulus sambil menatap manik mata indah Yura.

“Apakah adek Yura bersedia jika di hari nan fitri nanti abang akan membawa orangtua abang untuk bersilaturahmi dan meminang dek Yura?” Tanya Hamdan menyampaikan niat baiknya pada Yura.

Dilihatnya Yura yang masih diam membisu, Hamdan memberikan pertanyaan lagi kepada sang pujaan hati “Kenapa adek diam? Diam nya adek tanda bersedia atau tidak? Abang tidak mau kita nanti menikah karena terpaksa. Jika adek belum siap, maka yakinkanlah hati adek dulu. Abang akan selalu menunggu adek.”

“Maaf bang, adek tidak bisa.” Ucap Yura dengan wajah sendu nya.

Mendengar pernyataan Yura, Hamdan langsung merubah raut wajah nya yang tadinya serius menjadi sedih seperti awan mendung.

“Adek tidak bisa menolak niat baik abang.” Jawab Yura sambil tersenyum menampakkan deretan gigi rapinya.

Jawaban Yura sontak membuat Hamdan tersenyum lebar sambil mencubit hidung mancung Yura.

“Sudah berani ya, buat abang spot jantung.” Ucap Hamdan.

“Abang sih, wajah nya serius amat, amat aja gak serius.” Kilah Yura dengan candaannya.

“Jadi, benar ni adek bersedia abang lamar?” Tanya Hamdan yang masih tidak menyangka Yura bersedia di lamarnya.

“Iya abang, adek bersedia membina rumah tangga bersama abang. Karena di hati adek hanya terukir nama abang seorang.” Terang Yura dengan penuh ketulusan dan keseriusan.

Hamdan menatap manik mata Yura, tidak ada kebohongan disana melainkan ketulusan dan pancaran cinta Yura untuk Hamdan.

“Baiklah, kalau begitu nanti abang beritahu orangtua abang untuk melamar adek disaat lebaran nanti.” Ucap Hamdan.

“Iya bang, makasih ya sudah memilih adek untuk menjadi pendamping hidup abang.” Ungkap Yura tulus.

“Iya sayang, kita sama-sama berdo’a ya, semoga Allah permudah segala niat baik kita.” Ajak Hamdan.

“Aamiin…. Iya bang.” Jawab Yura.

Tidak terasa, hari pun sudah gelap, tapi tak segelap hati Yura dan Hamdan. Karena hati dua sejoli ini sedang memancarkan cahaya cintanya. Wajah berseri-seri dan senyuman yang selalu mengembang, membuat dua insan yang sedang di mabuk cinta ini tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya.

“Hari sudah mulai gelap, ayo kita pulang sayang.” Ajak Hamdan dengan suara lembut dan senyuman yang masih setia bertengger di wajahnya.

“Ayo bang.” Jawab Yura sambil tersenyum lembut.

Hamdan dan Yura pun pulang bersama-sama. Hamdan mengantar Yura terlebih dahulu kerumah ante Ina. Tidak terasa akhirnya Yura tiba juga dirumah ante Ina.

“Terimakasih ya bang, sudah mengantarkan adek pulang.” Ucap tulus Yura.

“Iya adek, sama-sama. Buruan masuk, sebentar lagi adzan maghrib.” Pinta Hamdan.

“Iya abang, hati-hati di jalan ya bang. Kabari adek kalau sudah sampai.” Pinta Yura.

“Siap bos… Abang pulang dulu ya dek.” Pamit Hamdan.

“Kirim salam sama ante Ina dan keluaraga ya dek.” Pesan Hamdan.

“Iya bang, insyaallah nanti adek sampaikan kalau tidak lupa.” Ucap Yura yang masih sempat-sempatnya mencandai kekasihnya.

Hamdan hanya tersenyum manis merespon candaan pujaan hatinya. Kemudian Hamdan menghidupkan motornya, lalu pergi meninggalkan Yura.

~Dua bulan kemudian~

Saat hari raya Idul Fitri tiba, Hamdan dengan kesungguhan hati datang bersama orangtua nya ke rumah Yura untuk bersilaturahmi sekaligus menyampaikan niat baik hendak meminang Yura.

Apakah lamaran Hamdan diterima oleh Bapak Yura???

Nantikan terus kelanjutan ceritanya…

...Quotes...

...“Dia yang mencintaimu akan mengajak kamu ke jalan yang Allah ridhoi (Pernikahan), bukan menjerumuskan mu kedalam lembah kenistaan.”...

Lamaran

“Assalamu’alaikum.” Ucap Hamdan dan orangtuanya.

“Wa’alaikumussalam.” Jawab keluarga Yura serentak.

“Silahkan masuk Pak, Bu, dan nak Hamdan.” Ibu Yura mempersilahkan tamu nya untuk masuk kerumah.

“Terimakasih Bu.” Ucap Hamdan tulus.

Hamdan dan kedua orangtua nya pun masuk kedalam rumah Yura, lalu mereka saling bersalaman satu sama lain. Setelah itu mereka juga saling bercengkrama.

Hamdan pun melirik ke segala penjuru arah, mencari sosok sang pujaan hati yang tak kunjung tampak batang hidungnya.

Alwi yang melihat Hamdan seperti sedang mencari seseorang, lantas Alwi pun bertanya kepada Hamdan.

"Nak Hamdan sedang mencari siapa?" Tanya Alwi kepada Hamdan yang seperti mencari seseorang.

Hamdan seperti seorang pencuri yang ketahuan oleh pemilik rumah. Hamdan pun lantas menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Kedua orang tua Hamdan yang melihat tingkah laku putranya pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak... tidak... Pak tidak mencari siapa-siapa." Jawab Hamdan gugup.

Alwi pun hanya ber-oh ria saja.

Orang tua Hamdan yang tidak tahan melihat tingkah laku putranya yang sepertinya sudah tidak sabar lagi ingin segera meminang Yura, akhirnya pun angkat bicara.

"Maaf Pak Alwi, sebenarnya kedatangan kami sekeluarga di sini selain untuk bersilaturahmi, kami juga ingin menyampaikan niat baik putra saya yang bernama Hamdan untuk meminang Putri bapak yaitu nak Yura."

"Anak saya sudah lama menyukai putri Bapak, sejak mereka duduk di bangku SMA. Dan mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untuk anak saya membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius." Terang Pak Nugroho selaku ayah dari Hamdan.

Ibu Hamdan yang bernama Sarah segera mengeluarkan 10 set perhiasan lengkap yang bermatakan berlian untuk meminang Yura.

Alwi dan keluarga Yura yang lainnya pun hanya menyimak apa yang dibicarakan oleh orang tua Hamdan. Dan tidak tergiur dengan perhiasan yang akan diserahkan kepada Yura.

Alwi sebagai kepala keluarga sekaligus ayah dari Yura mulai angkat bicara.

"Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada bapak Nugroho dan sekeluarga yang sudi kiranya berkenan hadir di rumah saya untuk bersilaturahmi serta menyampaikan niat baiknya untuk meminang putri sulung saya yaitu Yura."

Alwi pun menarik nafas secara perlahan lalu melanjutkan ucapannya.

"Mohon maaf... saya selaku ayah dari Yura menolak pinangan putra bapak." Ucap Alwi tegas, tanpa mau mendengar apakah Yura menerima atau tidak pinangan Hamdan tersebut.

Duuuuaaaaaarrrrrrrrrr.........

Yura yang sedari tadi bersembunyi di balik pintu kamarnya, ketika mendengar pernyataan bapaknya, langsung luruh seperti tak bertulang dan tanpa disadari air matanya pun ikut membasahi pipinya yang mulus.

Sama halnya dengan Yura, Hamdan yang mendengar pernyataan dari ayah Yura, langsung menitikkan air matanya. Sirna lah semua harapan Hamdan dan Yura untuk bisa membina rumah tangga seperti yang mereka impikan.

Suasana yang tadinya penuh dengan canda tawa, kini berubah menjadi seperti tahanan tak berpenghuni. Masih larut dalam keheningan, tiba-tiba ayah Hamdan membuka suaranya.

"Baiklah Pak Alwi kalau seperti itu keputusan bapak, kami sekeluarga terima dengan lapang dada, meskipun kami sebenarnya sangat berat hati atas penolakan ini." Sesal Pak Nugroho.

"Kalau begitu kami pamit pulang dulu." Lanjut Pak Nugroho berpamitan kepada seluruh keluarga Yura.

Hamdan yang masih termenung dan belum bisa menerima kenyataan, tiba-tiba ayahnya menepuk pundak Hamdan.

"Ayo nak kita pulang, mungkin Allah belum mengizinkan kamu dan Yura untuk bersatu dalam ikatan suci pernikahan." Ucap Pak Nugroho sembari menguatkan hati putranya yang ia yakini saat ini telah hancur berkeping-keping.

Hamdan dengan langkah gontai mengikuti kedua orang tuanya untuk pulang ke rumah mereka, dan tak lupa pula Hamdan juga berpamitan kepada orang tua dan keluarga Yura yang berada di sana.

Meskipun pinangannya ditolak, tetapi Hamdan tetap memperlihatkan attitude yang baik kepada orang tua Yura.

"Baik Pak Alwi, saya dan keluarga saya pamit pulang dulu. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap Pak Nugroho.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab pihak keluarga Yura serentak.

Suasana rumah Yura saat ini masih hening, tidak ada satupun yang angkat bicara. Semua sedang berperang dengan pikirannya masing-masing.

Begitu juga dengan Yura, seharusnya hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi Yura dan Hamdan. Tetapi hari ini bagaikan momok yang menakutkan bagi Yura dan Hamdan.

Yura tidak habis pikir kenapa bapaknya menolak pinangan dari orang tua Hamdan. Padahal bapaknya tahu kalau Yura juga sudah menaruh hati pada Hamdan.

Saat ini, di ruang keluarga tempat mereka berkumpul tadi, ibu Yura memberanikan diri mendekati sang suami.

"Pak, apakah kamu yakin dengan keputusanmu menolak pinangan nak Hamdan tanpa kamu tanya terlebih dahulu kepada anak kita Yura?" Tanya Lili selaku Ibu Yura yang juga merasakan sedih dengan keputusan suaminya secara sepihak.

Alwi yang mendapatkan pertanyaan dari istri tercintanya itu hanya menatap tajam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Kenapa Bapak tidak menjawab pertanyaan ibu?" Tanya Lili lagi.

Alwi pun langsung beranjak dari tempat duduknya kemudian pergi ke kamarnya untuk menenangkan pikirannya.

Lily yang teringat akan putrinya Yura yang berada di kamar, lantas langsung saja menghampiri Yura di kamarnya.

"Tok...tok...tok... Yura sayang, buka pintunya nak." Pinta Lili.

Namun semua sia-sia karena tidak ada jawaban dari kamar Yura. Lili tetap berusaha menggedor pintu kamar putrinya dan memanggil Yura agar segera membuka pintu kamarnya.

Tetapi masih saja belum ada jawaban dari dalam kamar Yura. Lili pun mulai khawatir dengan kondisi Yura saat ini. Putrinya pasti sangat kecewa kepada bapaknya dan tentunya hati putrinya saat ini sedang tidak baik-baik saja.

"Yura sayang.... buka pintunya nak.... ibu mau berbicara." Bujuk Lili.

"Kalau kamu masih tidak mau membuka pintunya, ibu akan dobrak pintu kamar kamu." Ancam Lili.

"Satu... Dua... Ti..."

Belum sampai hitungan ketiga, Yura langsung membuka pintu kamarnya.

Lily yang melihat kondisi putrinya saat ini dengan mata sembabnya, langsung berhambur memeluk Putri tercintanya.

Dipeluknya Yura erat-erat guna memberikan kekuatan untuk putrinya. Tapi Yura tidak sekuat itu, se-erat apapun pelukan ibunya tidak akan mampu mengembalikan hatinya yang telah hancur, dan Yura saat ini tengah menangis tersedu-sedu di dalam pelukan ibunya.

"I...bu...." Panggil Yura dengan suara terputus-putus akibat menangis sampai sesenggukan.

"Iya sayang, kamu yang sabar ya. Pasti bapak punya alasan tersendiri kenapa Bapak menolak pinangan Hamdan dan alasan itu pasti yang terbaik untuk kita semua." Ucap Lili meskipun dia juga tidak yakin dengan apa yang disampaikannya.

"Tapi Yura sangat mencintai Abang Hamdan Bu." Ucap Yura lirih.

"Iya Ibu tau, ya sudah Ibu mau menjumpai bapak kamu dulu di kamar." Lili pun melepaskan pelukannya dari Yura sambil mengusap air mata yang masih jatuh di pipi Yura.

Yura hanya membalas dengan anggukan kepala saja.

Lili pun segera pergi ke kamarnya untuk menemui suaminya. Sampai di kamar, Lili melihat suaminya sedang menatap foto Yura saat masih kecil sambil menangis.

Alwi masih belum sadar akan kehadiran istrinya. Lili pun belum menyapa Alwi karena masih ingin memberikan ruang untuk suaminya menenangkan hati dan pikirannya.

Dirasa sudah mulai tenang, Lili pun memberanikan diri menghampiri suami tercintanya.

"Pak..." Panggil Lili yang sekarang sudah duduk di sebelah suaminya.

Alwi pun menoleh ke arah istrinya. Masih dengan air mata yang membasahi pipinya.

Lili segera menghapus air mata suaminya. Dan memberikan pelukan hangat untuk menenangkan suaminya.

"Jika Bapak sedih dengan keputusan bapak, kenapa Bapak menolak pinangan nak Hamdan?" Heran Lili.

Sontak Alwi langsung melepas pelukannya. Dipandanginya wajah istrinya yang penuh dengan tanda tanya. Mungkin saat ini istrinya sedang bingung atas keputusan yang ia ambil secara sepihak.

"Bapak tidak pernah bersedih atas keputusan yang Bapak ambil." Terang Alwi.

"Sampai kapanpun Bapak tidak akan pernah merestui Hamdan dengan Putri kita Yura." Kekeh Alwi.

"Lantas apa yang membuat bapak sesedih ini?" Tanya Lili masih dengan kebingungannya.

"Bapak sedih karena dengan adanya kejadian ini, pasti Yura tidak akan menganggap Bapak sebagai cinta pertamanya lagi, sebab bapak telah menolak pinangan lelaki yang sangat ia cintai. Tapi Bapak harus lakuin ini demi kebahagiaan putri kita." Terang Alwi yang tanpa dia sadari keputusannya itu adalah awal dari penderitaan putrinya kelak.

"Bapak juga ada alasan tersendiri kenapa menolak pinangan nak Hamdan." Lanjut Alwi.

"Apa alasannya Pak?" Tanya Lili penasaran.

"Alasannya........." Jeda Alwi yang membuat Lili dan para pembaca jadi tambah penasaran.

Hayoooo.... Kira-kira apa ya alasan Alwi menolak pinangan Hamdan???

Ada yang bisa tebak kira-kira apa alasannya???

...Quotes...

“Hakikat tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!