NovelToon NovelToon

Calon TUMBAL

EPS. 1. PEMAKAMAN.

JUMAT KLIWON, TANGGAL 19 BULAN MARET TAHUN 2015.

"SSSRRRAA.."

"SSSRRRAA.."

Angin berhembus meniup pohon bambu yang sangat rimbun dan rindang sore itu, akibat dari tiupan angin itu daun - daun pun bergesekan dan menimbulkan bebunyian, di tambah cuaca yang mendung menjadikan suasana di sana seakan suram.

Bersamaan dengan itu, suara isak tangis tampak terdengar tak jauh dari pepohonan yang rindang itu.

"Sabar ya nek, semoga almarhum pak Raden di terima di sisi Allah." Ujar seorang perempuan pada perempuan tua yang sedang menangis.

Sebuah pemakaman yang tak jauh dari dapuran pohon bambu itu sangat ramai oleh pelayat karena salah satu warga di desa itu meninggal dan di kuburkan sore itu juga. Jika meninggal nya wajar tentu tidak akan seramai itu, tapi almarhum meninggal dengan begitu banyak pertanyaan dan keganjilan.

Wajah almarhum anak nenek Rumi gosong bagai di bakar, dan separuh badan nya juga serupa. Yang misterius nya lagi ada seperti bekas ikatan tambang di leher almarhum dan di yakini bahwa almarhum meninggal karena di serang atau di incar Jin.

"Aku sudah setua ini, yang aku khawatirkan adalah nasib Jingga.." Ujar perempuan tua yang di panggil nenek Rumi, sambil memeluk cucu nya yang berusia 9 tahun.

"Pasti ini karena cucu nenek yang terkutuk itu, dia kan anak aneh yang lahir dari perut ibunya yang juga mati dengan aneh." Ujar tetangga nenek Rumi.

"Jangan sembarangan kau mengatai cucuku! dia anak baik - baik!" Nenek Rumi tidak terima cucu nya di katai aneh.

Mendengar nenek nya marah, gadis kecil di pelukan nenek Rumi pun semakin menangis sambil memeluk erat nenek Rumi.

"Huaaa! Huuaaa!" Suara tangisan nya terdengar memilukan.

"Shhh.. jangan nangis nak." Ujar nenek Rumi.

"Sudah.. ibu - ibu tolong jangan ribut.. Kita kan sedang di makam almarhum, jangan buat keributan. Kematian itu takdir Allah, bu.." Ujar Ustad yang memandu jalan nya pemakaman.

Ustad itu lalu menatap nenek Rumi dan berucap dengan lembut dan sopan.

"Nek, sekali lagi saya turut berduka cita, semoga almarhum di tempatkan di tempat terbaik bersama orang - orang beriman. " Ujar Ustad itu pada nenek Rumi.

"Terimakasih Ustad, terimakasih sudah membantu memakamkan Raden." Ujar nenek Rumi.

Ustad itu lantas mengusap kepala anak kecil yang merupakan cucu nenek Rumi, bernama Jingga yang sedang menangis. Gadis cilik itu sudah seperti keponakan dari Ustad itu sendiri karena ayah Jingga merupakan teman dari sang Ustad. Ustad itu berjongkok di depan gadis cilik itu dan berkata..

"Jingga, jangan terus menangisi ayah, ya nak? Biar ayah tenang di rumah Allah di Surga bersama bunda nya Jingga." Ujar Ustad itu pada gadis cilik yang terus memeluk pinggang nenek nya.

Gadis cilik itu perlahan menoleh sambil sesenggukan dan menatap ustad yang sedang mengajak nya bicara, tapi tatapan nya berpindah ke sisi kiri ustad itu yang rupanya ada wajah gosong mengerikan hitam legam berdarah - darah dan matanya menatap Jingga sambil melotot.

DEG!!

"AAAAAAA!!"

Jingga berteriak, ia pun spontan mengalihkan pandangan nya dan kembali memeluk nenek nya dengan nafas tersenggal - senggal karena takut, wajah itu terlalu mengerikan.

"Tuh, anak tidak punya sopan santun, di ajak Ustad bicara malah teriak." Ujar tetangga nenek Rumi.

Tetangga nya itu tidak tahu bahwa Jingga melihat hal mengerikan, bukan hanya tetangga nya saja, semua orang di sana tidak ada yang melihat apa yang Jingga lihat.

"Jingga, yang sopan dengan pak Ustad, nak." Ujar nenek Rumi.

"Tidak apa - apa nek, mungkin Jingga terkejut." Ujar sang Ustad, kemungkinan Ustad itu tahu apa yang Jingga lihat.

Pemakaman berjalan lancar dan akhirnya kini semua orang mendoakan almarhum ayah Jingga, Tapi Jingga bisa melihat bayangan hitam berada tepat di atas makam ayahnya. Bayangan hitam itu terus bergerak acak menyelimuti makam ayah nya. Ketika doa selesai, semua orang pun pergi dari makam itu karena hari sudah hampir Maghrib.

Hanya nenek Rumi dan Jingga yang masih berada di sana karena nenek Rumi masih menangisi kepergian putra semata wayang nya.

"Gimana nasib anakmu nanti, Den. Ibu sudah tua, kalau nanti ibu menyusulmu, Jingga dengan siapa.." Itu yang nenek Rumi terus gumam kan.

"Jinggaaaaa..."

DEG!!!

Tiba - tiba terdengar suara halus perempuan yang memanggil nama Jingga, suaranya lebih seperti bisikan tapi terdengar seram karena hanya seperti hembusan nafas, dan itu hanya Jingga yang mendengar nya.

Jingga melihat kesekeliling nya tapi tidak ada siapapun, dan hanya terdengar suara gesekan daun bambu yang tertiup angin. Jingga kembali menoleh pada nenek nya dan..

DEG!!

Jingga terkejut karena melihat sosok perempuan bergaun putih berwajah pucat pasi dengan mulut yang perlahan tersenyum mengerikan menatap kearah nya.

"Uti, ayo pulang!" Ujar Jingga, Jingga memanggil nenek nya dengan sebutan mbah putri, tapi karena dulu Jingga kecil kesulitan memanggil mbah putri, dia memanggil nya mbah uti dan keterusan menjadi uti.

"Iya nak." Ujar nenek Rumi lalu menghapus air matanya. Jingga kembali menatap perempuan mengerikan tadi tapi kini sudah tidak ada.

Nenek Rumi perlahan bangun dengan susah payah, karena tubuhnya bungkuk jadi dia agak kesusahan berdiri. Mereka lalu berjalan pergi dari makam ayah Jingga, dan setelah sudah lumayan jauh, Jingga kembali melihat bayangan hitam menyelimuti makam ayah nya, Jingga pun menghentikan langkah kakinya.

"Uti, kenapa kuburan ayah ada banyak asap hitam nya?" Tanya Jingga, nenek Rumi terkejut mendengarnya dan langsung menoleh.

Tapi nenek Rumi tidak melihat apapun, makam itu tidak terlihat asap apalagi asap hitam yang Jingga maksud. Yang terlihat hanya suasana pemakaman yang sudah gelap karena menjelang Maghrib.

"Apa asap nya masih ada, nak?" Tanya nenek Rumi.

"Masih, asap nya muter di atas kuburan ayah, ti.." Ujar Jingga.

Nenek Rumi seketika waspada dan melihat kesekeliling nya dengan ngeri, ia langsung merangkul Jingga kedalam pelukan nya. Seakan merasa ada yang tidak beres, nenek Rumi langsung menutup mata Jingga.

"Ayo pulang nak." Ujar nenek Rumi.

"Jingga jalan nya bagaimana? Uti nutup mata Jingga." Ujar Jingga.

"Hehe, tidak apa - apa.. Jingga jalan saja nanti uti yang arahkan." Ujar nenek Rumi.

"Ya sudah, uti jangan tinggal Jingga lari ya.. Jingga takut." Celetuk Jingga, nenek Rumi pun terkekeh.

"Uti saja kesulitan berjalan karena bungkuk, mustahil uti bisa lari, nak. Lagi pula uti paling sayang Jingga, tidak mungkin uti meninggalkan Jingga." Ujar nenek Rumi.

"Terimakasih uti." Ujar Jingga.

Kedua nya berjalan, nenek Rumi menutup mata Jingga agar Jingga tidak melihat hal - hal yang di takutkan oleh nenek Rumi. Tapi walau matanya di tutup Jingga merasa suara yang memanggil nama nya terus mengikuti kemana dia melangkah dan masih terus memanggil nya.

"Jinggaaaa.."

"Jinggaaaa.."

Hanya saja Jingga tidak menggubris suara itu dan terus berjalan bersama nenek Rumi.

Singkat cerita, akhirnya Jingga dan nenek Rumi sampai di rumah. Dan seperti yang kita tahu bahwa setelah kematian seseorang pastilah ada tahlilan untuk mendoakan almarhum/ almarhumah yang di laksanakan selama tujuh hari. Konon katanya jika seseorang telah meninggal, ruh nya masih berada di rumah selama tujuh hari itu, jadi anggota keluarga harus mendoakan agar ruh itu tenang.

Di rumah nenek Rumi, beberapa warga termasuk Jingga sendiri sedang membacakan Yasin dan tahlil untuk mendoakan mendiang ayah Jingga, di pimpin oleh ustad yang memimpin jalan nya pemakaman.

"KRRREETTT!!"

"BRAK!!"

Jingga menghentikan lantunan nya ketika ia mendengar suara jendela yang tak jauh dari tempat nya duduk terbuka dan tertutup sendiri, tidak hanya sekali tapi beberapa kali. Jendela rumah Jingga masih terbuat dari kayu, khas rumah - rumah jaman dulu yang belum memakai kaca.

Perlahan ia bangun dan berjalan menuju ke arah jendela untuk menutup jendela yang terus terbuka dan tertutup itu, dengan sedikit susah payah Jingga meraih ujung jendela dan menutup nya lalu menguncinya.

"Jingga." Panggil seseorang.

"Iya." Sahut Jingga, ia menengok kebelakang tapi lalu dia teriak dengan keras.

"AAAAAAAH!!!"

...BERSAMBUNG.....

EPS. 2. Setelah 7 Hari.

Jingga bangun dan membuka matanya, ia melihat wajah sang nenek yang sedang khawatir dan juga wajah Ustad yang sedang mengoles sesuatu pada tubuh Senja.

"Uti.." Panggil Jingga pada nenek nya.

"Nak, akhirnya kamu bangun juga. Uti sudah takut kamu pingsan nya lama sekali, kamu kenapa nak?" Tanya nenek Rumi sambil mengusap - usap kepala Jingga yang berkeringat.

"Tadi Jingga melihat kepala, Uti. Kepala nya di lantai situ dan melihat kearah Jingga." Ujar Jingga, baik Ustad dan nenek Rumi pun terkejut.

Untung nya tahlilan sudah selesai, hanya para pria - pria yang akan berjaga malam ( melek) yang ada di sana, jadi tak banyak yang mendengar itu hanya beberapa orang tetangga nenek Rumi saja. Para tetangga pun menjadi takut dengan yang Jingga ucapkan, karena Jingga memang terkenal aneh.

"Tadi Jingga juga melihat ayah, Uti." Ujar Jingga, nenek Rumi pun berkaca - kaca mendengar nya.

"Ayah nya Jingga sudah tenang di rumah Allah, nak." Ujar nenek Rumi.

"Tidak Uti, ayah sedang minta tolong. Ayah sedang menangis kesakitan di sana." Ujar Jingga.

"Apa maksud nya, nak.." Ujar nenek Rumi sambil menangis.

"Tidak apa - apa, Jingga tadi cuma mimpi. Mimpi itu bunga tidur, jadi jangan Jingga pikirkan ya.. Ayah nya Jingga sudah tenang." Ujar Ustad, Jingga pun mengangguk.

"Iya pak de." Ujar Jingga, Jingga selalu memanggil Ustad itu dengan sebutan pak de (paman).

Dan waktu pun berlalu, Jingga sudah tidur di kamar nya dan nenek Rumi pun kembali keluar menghampiri Ustad. Ustad itu melihat kearah nenek Rumi lalu bangun dari duduk nya menghampiri nenek Rumi.

"Kenapa nek?" Tanya Ustad.

"Pak Ustad, pak Ustad kan dekat dengan Raden sejak kecil, saya juga sudah anggap pak Ustad seperti keluarga. Tolong lah Jingga, pak Ustad." Ujar nenek Rumi.

"Kalau nenek sudah anggap saya keluarga, kenapa panggil saya pak Ustad? (sambil terkekeh) Panggil saja saya dengan nama kecil saya seperti dulu, nek." Ujar Ustad itu, nenek Rumi pun sedikit berat.

"Tak pantas rasanya, karena bagaimanapun kan kamu sudah menjadi Ustad." Ujar nenek Rumi.

"Ustad juga manusia, nek. Panggil saja saya dengan nama saya, saya lebih nyaman saat nenek memanggil saya dengan nama." Ujar Ustad, nenek Rumi tampak menghembuskan nafas nya lalu mengangguk.

"Baiklah.. Nak Ali." Ujar nenek, menyebut nama asli ustad itu.

"Tolonglah Jingga, nak. Saya rasa Jingga bisa melihat hal yang tidak bisa semua orang lihat." Ujar nenek Rumi, Ustad Ali tampak sejenak terdiam.

"Maksud nenek?" Tanya Ustad. Nenek Rumi mendekat dan berbisik pada Ustad Ali.

"Jingga.. dia sepertinya bisa melihat setan!" Bisik nenek Rumi. Mendengar itu sang Ustad pun tersenyum.

"Indigo, nek." Ujar Ustad Ali.

"Ya! Tolonglah Jingga Nak. Jingga masih kecil, dia selalu di anggap aneh dan terkutuk oleh semua orang karena kelahiran nya yang tidak lazim. Sekarang dia sering berkata aneh - aneh, saya takut Jingga sendirian sampai besar nanti." Ujar nenek Rumi.

"Itu adalah kelebihan yang Jingga miliki, nek. Allah memberikan itu pada Jingga pasti bukan tanpa sebab." Ujar Ustad.

"Tapi dia jadi tidak punya teman, semua orang tua melarang anak nya bermain dengan Jingga, karena sedari Jingga lahir selalu di katai terkutuk." Ujar nenek Rumi dengan sedih.

Ustad Ali tampak sedikit berpikir, lalu kembali menatap nenek Rumi.

"Sebenarnya Jingga memiliki kelebihan itu sejak dia lahir, nek. Dia bisa melihat mereka yang tak terlihat sejak Jingga mulai bisa melihat dunia, jadi Jingga tidak bisa membedakan yang mana manusia dan yang mana.. ghoib." Ujar Ustad.

"Ghoib? Kenapa saya tidak tahu?" Tanya nenek Rumi, dia terkejut.

"Almarhum Raden yang meminta agar tidak di beri tahukan pada siapapun, termasuk nenek. Karena Raden tidak mau nenek jadi takut juga, Jingga itu spesial nek, bukan aneh." Ujar Ustad itu.

"Mana mungkin saya takut, dia cucu saya. Tolonglah Jingga, nak Ali... Karena semakin besar dia semakin sering berteriak dan pingsan sendiri." Ujar nenek Rumi.

"Kalau begitu, saya akan mencoba menutup mata batin Jingga. Semoga setelah mata batin nya di tutup Jingga bisa hidup dengan damai." Ujar Ustad.

"Iya, tutup saja. Kasihan dia, selalu ketakutan." Ujar nenek Rumi, ustad pun mengangguk.

"Setelah tujuh hari nya Raden, kita akan menutup mata batin Jingga, nek." Ujar Ustad.

Lalu tujuh hari kemudian..

Jingga sedang duduk di teras rumah nya sore itu, rumah Jingga terletak memisah dari keramaian karena rumah itu berada ujung kampung yang sepi. Jarak dari rumah itu dengan tetangga nya pun lumayan jauh, karena masih jarang ada rumah di sana.

"Jingga." Panggil sebuah suara.

DEG!

Jingga langsung meremang, karena dia takut kejadian di malam tahlilan terulang.

"Jingga." Lagi suara itu memanggil, tapi Jingga tidak menoleh sama sekali.

Sampai tiba - tiba sebuah tangan menepuk pundaknya, Jingga pun terlonjak kaget.

"Kok melamun? Pak de panggil - panggil dari tadi." Ujar ustad Ali.

Ternyata yang memanggil Jingga adalah Ustad Ali, Jingga menghembuskan nafas nya lega lalu tersenyum sesaat kemudian. Ustad Ali lantas duduk di samping Jingga dan ikut melihat pemandangan di samping rumah itu.

"Pak de ngagetin, biasanya kan pak de ucap salam dulu." Ujar Jingga, ustad Ali hanya tersenyum.

"Kamu sedang apa? Kenapa duduk sendirian?" Tanya Ustad Ali.

"Sedang menunggu pak de, kata uti pak de mau bantu Jingga supaya sembuh, memang nya Jingga sakit apa, pak de?" Tanya Jingga.

"Assalamualaikum."

DEG!!

Tiba - tiba terdengar suara ustad Ali yang mengucap salam dari arah depan rumah, Jingga pun pias seketika setelah melihat ustad Ali yang berdiri di depan rumah nya, lalu siapa yang sebelumnya mengajak Jingga bicara??

Jingga perlahan melirik kesampingnya, di tempat ustad Ali yang dia ajak bicara itu duduk. Dengan ekor matanya, Jingga bisa melihat sosok yang duduk di samping nya itu kini berubah menjadi menjadi sosok yang mengerikan yang dia lihat di makam ayah nya.

Tiba - tiba nenek Rumi muncul dan sosok itu pun tidak terlihat lagi oleh Jingga, dengan cepat Jingga berlari menyusul nenek Rumi yang berjalan menuju keluar.

"Wa'alaikumsalam." Sahut nenek Rumi.

Ustad Ali melihat Jingga yang seakan ketakutan, Ustad Ali lalu melirik ke asal mula Jingga dan nenek Rumi muncul, tapi tidak ada apapun. Bahkan Ustad Ali juga melirik kesana kemari dan akhirnya ia melihat setengah wajah perempuan terbakar yang mengintip di jendela, yang juga menatap kearah nya.

'Apa sebenarnya yang terjadi, kenapa mereka terus mengikuti Jingga.' Batin Ustad Ali.

Dan singkat nya kini mereka sudah masuk kedalam rumah nenek Rumi dan duduk di ruang tamu. Rumah yang sederhana itu juga hanya memiliki kursi tua sebagai tempat duduk mereka.

"Pak de, katanya Jingga mau di sembuhin, ya? Memang nya Jingga sakit apa?" Tanya Jingga polos.

"Jingga tidak sakit, nak." Ujar Ustad Ali.

"Kalau tidak sakit, kenapa Jingga mau di obati?" Tanya Jingga lagi, Ustad Ali tersenyum dan mengusap kepala Jingga.

"Nanti kamu akan tahu, sekarang pak de mau tanya - tanya dulu, boleh?" Tanya Ustad Ali, Jingga pun mengangguk sambil tersenyum.

"Jingga, apa Jingga melihat makhluk dengan wajah terbakar?" Tanya Ustad, seketika Jingga tertegun.

"Jangan takut, pak de tahu kamu melihat nya. Apa dia mengganggumu?" Tanya Ustad Ali.

"Dia terus memanggil nama Jingga, pak de. Jingga baru kali ini melihat yang seram seperti itu, dulu tidak." Ujar Jingga.

"Ada berapa yang sudah Jingga lihat?" Tanya Ustad Ali.

"Banyak, Jingga tidak bisa menghitung nya. Mereka datang dan pergi, tapi yang dulu tidak seram. Ayah bilang.. mereka juga ciptaan Allah, Jingga bahkan berteman dengan bibi cantik." Ujar Jingga.

Nenek Rumi yang mendengar itu sangat terkejut, ia sama sekali tidak tahu apapun yang sudah Jingga lihat selama ini.

"Bibi cantik?" Tanya Ustad Ali.

"Iya, tapi bibi cantik tidak kelihatan lagi, sudah dua minggu bibi cantik tidak muncul. Sekarang yang muncul bibi jelek yang menyeramkan." Ujar Jingga. Yang Jingga maksud adalah wanita dengan wajah terbakar yang terus mengikutinya.

"Jingga juga melihat asap hitam di atas kuburan ayah, dan juga ada satu bibi lagi yang juga seram." Ujar Jingga.

Ustad Ali seakan mencerna ucapan Jingga, ia pun menghembuskan nafas nya lalu tersenyum pada Jingga.

"Jingga.. kalau pak de buat Jingga tidak melihat mereka lagi, Jingga mau?" Tanya ustad Ali.

"Mau.. tapi nanti Jingga tidak bisa melihat bibi cantik selamanya dong?" Ujar Jingga.

"Pak de panggil dia, mau? Yang Jingga lihat itu bukan rupa aslinya, Jingga harus melihat rupa asli bibi itu." Ujar ustad Ali.

"Mau, Jingga kangen bibi cantik." Ujar Jingga.

"Tunggu nanti selepas sholat isya, pak de datang lagi ya.." Ujar Ustad Ali.

"Iya pak de." Sahut Jingga.

'Raden, sebenarnya apa penyebabmu meninggal..' Batin Ustad Ali.

...BERSAMBUNG.....

EPS. 3. Menutup mata batin Jingga.

Ustad Ali sedang berada di rumah nya, ia tinggal sendirian di rumah itu karena kedua orang tua nya sudah meninggal. Ustad Ali juga merupakan anak tunggal, ia tidak memiliki sodara dan hanya kerabat saja. Sayang nya di usia nya yang sudah sangat matang, Ustad Ali masih belum mendapatkan jodoh.

Ustad Ali baru pulang dari mushola setelah menunaikan ibadah sholat isya berjamaah , dan seperti ucapan nya pada Jingga, ia akan membantu Jingga menutup mata batin nya. Dan sekarang dia sedang mempersiapkan apa yang harus dia bawa ke rumah Jingga.

"TOK! TOK! TOK!"

Tiba - tiba pintu rumah nya di ketuk. Ketukan nya terdengar seperti orang yang sedang terburu - buru, Ustad Ali pun berjalan menuju pintu utama.

"TOK! TOK! TOK! TOK!" Lagi, suara ketukan nya bertambah.

"Sebentar." Ujar Ustad Ali. Ia lantas membuka pintu rumah, tapi tak mendapati siapapun.

Ustad Ali kebingungan, ia melihat kesana kemari di depan rumah nya, tapi tiada seorang pun yang tampak di sana. Ustad Ali akhirnya menutup pintu nya lagi, tapi baru juga di tutup suara ketukan nya kembali.

"TOK! TOK! TOK!"

Langkah Ustad Ali terhenti. Ustad Ali diam di tempat dan ketukan itu semakin keras seperti orang yang sedang marah - marah.

"TOK! TOK! TOK!"

"TOK! TOK! TOK! TOK! TOK!"

Ustad Ali pun berbalik badan dan membuka pintu nya lagi, tapi masih saja tidak ada siapapun hanya angin yang berhembus menerpa wajah Ustad Ali. Tak mau menghiraukan apa yang mengganggu nya, Ustad Ali pun menutup pintu rumah nya lagi dan pergi dari ruang depan menuju kedalam.

Tapi saat sampai di ruang tengah, alangkah terkejutnya Ustad Ali melihat sosok mendiang teman nya, Raden. Raden terus menunduk sambil menangis dengan tubuh berguncang.

"Tolong aku, Ustad.." Ujar nya, dengan suara tersedu - sedu.

"Siapa kau?" Tanya Ustad Ali.

"Aku Raden, tolong Ustad.." Ujar Raden.

Ustad Ali diam - diam membaca doa di dalam hatinya, ia tak percaya bahwa itu adalah mendiang ayah Jingga. Sambil terus menatap sosok yang mengaku sebagai Raden, Ustad Ali tak sedikitpun mendekati Raden.

Dan tiba - tiba suara tangis nya hilang menjadi suara tawa yang menyeramkan, suara nya besar dan seperti gabungan antara laki - laki dan perempuan.

"HEHEHEHE."

"Kau pikir bisa menyingkirkan aku, iya!? Aku tidak akan bisa di singkirkan, anak itu adalah makananku!" Ujar Raden dengan kepala masih menunduk.

"Lalu kau pikir aku takut? Tidak." Ujar Ustad Ali.

Tiba - tiba sosok yang menyerupai Raden mendongak menatap ustad Ali, tapi kedua bola matanya tidak ada. Kedua matanya bolong dan mengalir darah dari kedua sisi nya.

"HAHAHAHA!"

"HAHAHAHA!"

Sosok yang menyerupai Raden tertawa dengan suara mengerikan, dan tiba - tiba ia melesat kearah Ustad Ali dan berdiri di hadapan nya.

"Yakin kau tidak takut!?" Ujar nya tepat di depan wajah Ustad Ali.

"Aku peringatkan kau! Jangan ikut campur dengan urusanku! Kau tak mau mati, kan!? Seperti temanmu." Ucap nya lagi, dengan nada mengancam.

"Sayang nya aku tidak takut padamu, Iblis laknat!" Ujar Ustad Ali, dan meniup sosok yang menyerupai Raden.

Sosok itu pun hilang, tapi setelah itu terdengar tawa yang menggelegar.

"HAHAHAHA!!"

"Kau tidak akan bisa menolong dia! Kau tidak akan bisa melawanku!" Ujar suara itu, Ustad Ali terus berdoa dalam hati dan tak lama suara itu pun hilang.

Ustad Ali menghembuskan nafasnya lalu ber istigfar.

"Astagfirullah.. sepertinya memang ada yang tidak beres." Ujar Ustad Ali.

Akhirnya setelah bersiap dan berdoa meminta perlindungan pada Allah, Ustad Ali pun pergi dari rumah nya menuju rumah Jingga dengan motor nya. Sepanjang jalanan itu tidak ada gangguan apapun, dan Ustad Ali sampai di rumah Jingga dengan selamat.

"Assalamualaikum." Ujar Ustad Ali.

"Wa'alaikumsalam." Sahut nenek Rumi, dia membuka pintu dan mendongak menatap Ustad Ali.

"Nak Ali, tadi setelah selesai adzan isya berkumandang, Jingga tiba - tiba kesurupan." Ujar nenek Rumi dengan panik.

"Astagfirullah, lalu bagaimana keadaan Jingga, nek?" Tanya Ustad Ali. Ustad Ali pun ikut panik dan langsung masuk kedalam.

"Jingga sekarang tidur, tadi saya juga terkejut saat Jingga kesurupan. Jingga membawa pisau dan hendak menyakiti dirinya sendiri tapi.." Ujar nenek Rumi menggantung.

"Tapi apa nek?" Tanya Ustad Ali. Kini mereka sudah berada di dalam kamar Jingga, dan Jingga masih tidur.

"Apa ibunya Jingga masih belum tenang, nak? Tadi saya sekilas melihat ada ibunya Jingga sebelum Jingga pingsan." Ujar nenek Rumi.

"Astagfirullah.. Itu pasti hanya halusinasi nenek saja." Ucap Ustad Ali.

"Kita bangunkan dulu Jingga ya, nek." Ujar Ustad Ali, nenek Rumi pun mengangguk.

Nenek Rumi perlahan membangunkan Jingga, dan Jingga pun terbangun. Jingga bingung karena dia tidak berniat tidur tapi rupanya dia tidur, ia tidak sadar sudah kerasukan.

"Jingga, sesuai yang pak de ucapkan sore tadi, kita akan menutup mata batinmu ya nak." Ujar Ustad Ali.

"Iya pak de, tapi Jingga ingin pamit dengan bibi cantik dulu." Ujar Jingga.

"Iya, pak de panggil dia dulu." Ujar Ustad Ali.

Ustad Ali memejamkan matanya sambil membaca doa, tangan nya lalu terangkat ke atas kemudian ia membuka mata nya menatap Jingga.

"Jingga tutup mata ya, setelah pak de bilang buka, baru Jingga buka." Ujar Ustad Ali, Jingga pun mengangguk patuh.

Ustad Ali melanjutkan membaca doa - doa, ia lalu menutup mata Jingga dengan tangan nya, lalu melepasnya.

"Jingga, di depan Jingga sekarang ada bibi yang Jingga maksud. Pak de sudah minta dia untuk menunjukan wujud aslinya, sekarang Jingga buka mata." Ujar Ustad Ali.

Perlahan Jingga membuka matanya dan terkejut dengan apa yang di lihat nya, Jingga langsung menyembunyikan wajah nya di pangkuan nenek Rumi karena ketakutan. Nenek Rumi yang tidak melihat apapun pun hanya kebingungan sambil memeluk Jingga.

Sosok yang Jingga namai bibi cantik ternyata adalah perempuan yang memiliki wajah mengerikan, kulit kepala nya terkelupas sampai menggantung di telinga kanan nya dengan berdarah - darah. Mata nya hilang sebelah dan di leher sebelah kiri nya ada luka parah yang menembus seperti di tombak dengan kayu berantakan.

Sosok itu sedih karena Jingga takut padanya, padahal biasanya Jingga sangat ramah padanya dan bahkan memanggilnya bibi cantik.

"Pak de! Itu bukan bibi cantik! Bibi cantik tidak mengerikan." Ujar Jingga.

"Itu adalah wujud aslinya, nak. Dia adalah korban kecelakaan sekaligus kejahatan yang meninggal dengan mengenaskan." Ujar Ustad Ali.

"Aku tidak mau lihat lagi pak de, aku tidak mau!" Ujar Jingga, dia ketakutan.

"Kalau begitu Jingga mau mata batin Jingga di tutup, ya?" Tanya Ustad Ali, Jingga langsung mengangguk.

"Iya, Jingga mau." Ujar Jingga.

Akhirnya sosok wanita yang Jingga panggil bibi cantik itu pun di hilangkan lagi oleh Ustad Ali, lalu dengan doa - doa yang Ustad Ali lafal kan pada Jingga, mata batin Jingga pun akhirnya di tutup.

Namun saat proses penutupan mata batin itu, ada kejadian yang terjadi, bingkai foto yang berada di ruang tengah jatuh dan pecah. Itu adalah satu - satunya foto Jingga bersama ayah dan nenek nya.

"Sekarang, Jingga sudah tidak bisa melihat mereka lagi.." Ujar Ustad Ali.

Setelah itu Ustad Ali me ruqyah rumah nenek Rumi dan air sumur yang biasa nenek Rumi dan Jingga pakai juga di bacakan doa. Ustad Ali lalu menebar garam kasar di sekeliling rumah nenek Rumi, garam kasar adalah media yang selalu ampuh untuk menangkal serangan ghoib.

Ustad Ali mengerjakan itu dengan waktu yang tidak lama, sampai jam dua belas malam lebih Ustad Ali baru selesai.

"Saya pulang dulu ya, nek? InshaAllah rumah ini sudah aman dan terlindungi dari hal ghoib." Ujar Ustad Ali.

"Apa tidak sekalian saja menginap, nak? Ini sudah larut." Ujar nenek Rumi.

"Tidak nek, terimakasih." Tolak ustad Ali halus.

"Ya sudah, hati - hati. Saya tidak bisa membalas kebaikan kamu, nak. Semoga Allah memberikan segala kemuliaan untukmu, kalau tidak ada kamu, saya pasti kebingungan." Ujar nenek Rumi.

"Kan saya juga keluarga nenek, saya hanya membantu sebisa saya. Saya pulang ya nek, Assalamualaikum." Ujar Ustad Ali.

"Wa'alaikumsalam." Sahut nenek Rumi.

Akhirnya Ustad Ali pun pulang dari rumah nenek Rumi, tapi saat di tengah perjalanan di jalanan yang sepi, tiba - tiba hujan deras mengguyur. Ustad Ali sedikit menaikan kecepatan nya karena jalanan menanjak..

Dan tiba - tiba dari arah depan nya ada truk yang melaju turun dan malah berbelok ke arah nya.

"CCKKIITT!!!"

"ALLAHU AKBAR!!" Teriak Ustad Ali.

"BRAK!!"

Tabrakan tak bisa di hindari, Ustad Ali terpental dengan keras sampai muncrat darah dari mulutnya, Ustad Ali sampai kesulitan bernafas dan melihat kesekelilingnya yang kini tampak berputar.

Tiba - tiba berdiri sosok yang Jingga lihat, sosok itu berdiri di atas tubuh Ustad Ali dengan wajah seram nya, lalu dari mulutnya memuntahkan cairan hitam seperti lendir yang berbau anyir.

"Kau kalah Ustad!" Ucap sosok itu.

Ustad Ali perlahan kehilangan detak jantung nya dan berhenti bernafas, dia meninggal di tempat.

BERSAMBUNG.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!