INGGRIS, Musim Gugur.
Sebuah camp militer yang didirikan di barat daya Inggris, dipenuhi para abdi negara. Seorang Dokter tentara wanita hilir mudik sibuk memeriksa tentara yang terluka setelah gesekan senjata dengan pihak musuh, para penjahat militan yang menutup jalur persenjataan untuk militer.
Leandra, putri dari seorang Jendral. Wanita berbakat dengan pengobatan dan juga strategi berperang yang diturunkan dari sang Ayah. Meski pangkatnya Dokter milter, namun skill dalam bertarung dan keakraban Leandra dengan senjata apapun tidak perlu diragukan lagi.
Didikan sang Ayah, Jendral Reiner sangat berperan dalam kemampuan Leandra. Bertunangan sejak 6 bulan lalu, dengan seorang Mayor Jendral bernama Kenneth Garfield. Seseorang yang berpangkat tinggi di kemiliteran dan begitu berwibawa.
Leandra sedang menyiapkan obat-obatan saat seorang prajurit datang.
"Dok, seseorang mengirimkan surat kaleng." Prajurit itu memberikan sebuah surat kaleng pada Leandra.
Gegas Leandra membuka surat itu, menduga itu surat rahasia demi kepentingan kemiliteran.
Dear sayang, Lea...
Aku ingin memutuskan pertunangan kita, bisakah kamu menemui ku di camp-ku?
__KENNETH.
Leandra meremas surat kaleng menggenggam surat dalam kepalan tangan, tanpa berpikir panjang wanita yang diliputi amarah itu melangkah lebar ke arah camp sang tunangan.
Brakkk!
Pintu didorong dengan kasar, Leandra merengsek masuk semakin dalam ke arah ranjang dengan ukuran kecil yang disediakan di camp. Menyibak gorden penutup ambang pintu, di depannya di atas ranjang seorang wanita dan pria sedang berpelukan tanpa sehelai benang pun dengan mata terpejam.
"Bajinggann...!" teriakan Leandra membangunkan Kenneth dari ketidaksadaran nya, lelaki militer itu mengusap mata untuk memperjelas penglihatan.
"Sayang..." Kenneth bangun dari baringan, namun dia tersadar tubuhnya polos tanpa kain. Matanya menoleh ke samping, mata lelaki itu membelalakkan mata. "Shittttt...! Siapa kau?!"
"Umm," mata wanita di samping Kenneth membuka mata lalu mengedipkan mata dengan nakal. "Honey, aku kekasihmu. Jangan pura-pura lagi... bukankah kau memanggil tunanganmu untuk memutuskan hubungan kalian..."
"Brengseekk__" ucapan Mayor Kenneth terpotong sedang suara teriakan marah Leandra.
"Arrghttt! Tunangan siaalaann! Aku akan membunuhmu...!"
Leandra menarik senjata, membidik kepala Mayor Kenneth. "Dasar pengkhianat, mati saja!"
Cinta yang selalu di dengungkan Kenneth pada Leandra nyatanya harus tercoreng oleh busuknya sebuah pengkhianatan.
DORRRR
Brukkk
Tubuh Leandra perlahan jatuh ke bawah, mata wanita itu masih terbuka setetes airmata mengalir dari sudut matanya. Dalam rintih kesakitan, Leandra mengutuk Kenneth... Laki-laki yang sangat dicintainya.
"LEA....!!!"
Jeritan sang tunangan adalah hal terakhir yang di dengar Leandra sebelum wanita itu menjemput ajal.
.
.
.
INGGRIS, Britania Raya 1961.
Leandra merasa setiap persendian di tubuhnya sakit, apalagi di bagian kaki dan kepala terasa begitu menyiksa.
Perlahan wanita militer itu membuka kedua matanya, menelisik sekeliling.
Leandra terbangun...
Wanita tentara itu tidak mengenali sekelilingnya, namun seorang pria rupawan dengan wajah yang sama persis dengan tunangan pengkhianat nya menatap tajam dengan memakai pakaian kerajaan.
"Putri Clarence, kau sudah sadar?"
'Putri?!'
Leandra menatap dingin pria yang berdiri di samping tempat tidurnya, menatap dengan aura membunuh.
"Kenapa kau berani menatapku seperti itu?! Apa saat kepalamu terbentur kau dirasuki roh jahat?!" sindir lelaki yang ber-aura seorang Pangeran.
"Kau sendiri, kenapa berpura-pura menanyakan keadaanku?! Kau puas sudah mengkhianati ku dan menembak ku sampai mati!"
Eh! Mati? Tetapi aku masih bisa bicara dengan nya?
Dengan kebingungan Leandra memeriksa seisi ruangan, bagai terbangun di negeri dongeng ruangan itu adalah sebuah kamar megah bak kamar seorang putri yang sering dia lihat di dalam istana.
"Kapan kau mati? Apa kau tidak merasakan kau masih bernafas?!" bentak lelaki berwajah seorang Pangeran itu pada Leandra.
Heh?! Dia ada benarnya juga, coba aku taruh jari di bawah hidungku.
Leandra menaruh jari telunjuk di bawah hidung, benar saja nafasnya masih terasa hangat. Otaknya seketika berjalan, dia meraba wajah serta anggota tubuh lainnya yang bisa di jangkau dan semua memang masih terasa hangat.
"Apa saat aku tertembak, aku nggak mati?" gumamnya pada diri sendiri.
"Kau menggumamkan apa? Jangan bicara seorang diri, aku suamimu... dimana letak sopan santun mu yang harus kau tunjukkan di depan suami? Astaga! Waktuku terbuang percuma hanya untuk melihat kebodohan putri cengeng sepertimu...! Aku harus kembali ke tempat rapat para anggota kerajaan! Kau urus dirimu sendiri, kenapa ceroboh dan sampai terjatuh dari kuda!" ketusnya pada Leandra. Kemudian lelaki yang menyebut dirinya adalah suami dari Putri Clarence berlalu pergi keluar kamar.
"Putri, apa ada yang Anda inginkan?" seorang pelayan wanita jika diperkirakan sekitar usia 16 tahun mendekat.
"Kenapa kamu memanggil ku Putri?" tanya Leandra masih keheranan.
"Anda memang seorang Putri, Anda telah menikah dua minggu lalu dengan Pangeran Drake. Pangeran ke-5 dari Selir Ivory, selir ketiga."
'Astaga! Kepalaku pusing, apa maksud dari gadis muda ini?!'
"Bisa diperjelas?"
Sang pelayan muda mengernyitkan dahi, apa karena baru seminggu datang ke Istana sang Putri lupa kembali siapa saja anggota di Kerajaan? Pikir si pelayan.
"Anda adalah Putri Clarence dari Kerajaan East Angila, demi memperkuat dua kerajaan... Anda dan Pangeran Drake menikah karena perjodohan. Dua minggu lalu Putri dan Pangeran menikah, bahkan digelar di dua kerajaan."
"Maksudmu aku adalah seorang putri dari sebuah kerajaan?"
Si pelayan muda menganggukkan kepala.
"Apa aku berada di kerajaanku?"
"Bukan Putri. Anda berada di kerajaan Pangeran Drake, Kerajaan Mercia di teluk barat. Anda berasal dari Kerajaan di timur, dengan pernikahan Putri dan Pangeran dua kerajaan telah menyatukan wilayah timur dan barat."
What?!
"Untuk apa dua kerajaan disatukan?"
"Melawan Kerajaan kawasan teluk, seorang Raja tirani."
'Jadi aku tersesat kesini setelah mati ditembak! Di duniaku aku berada di camp karena perang dengan para militan, disini aku juga harus menghadapi seorang Raja Tirani! Belum lelaki yang berstatus suamiku, kenapa pula wajahnya sama dengan tunangan pengkhianat-ku! Bahkan Pangeran dingin itu sepertinya lebih parah dari Kenneth, karena dari sikap ketusnya... aku bisa merasakan dia belum bisa menerima pernikahannya dengan Putri yang ku rasuki ini!'
Sungguh Siaal...!!!
Di dunia sana dikhianati dan di dunia yang sekarang ditempati tidak dicintai.
___Kembali ke genre 'Time Travel' Ya... Seperti novel-novel ku sebelumnya ❤️ Dukung terus... terima kasih 🙏🥰
⏬DI BAWAH INI NOVEL-NOVEL TEMA 'TIME TRAVEL' KU ❤️ SEMOGA SYUKA 🫶
Pelayan muda membantu Leandra membersihkan tubuh di atas ranjang, sebab sebelah kaki Leandra dibalut gips dan belum boleh terkena air.
Leandra sudah bosan hanya duduk di atas ranjang, wanita super aktif seperti dirinya harus berdiam diri itu sungguh bukan kebiasaan-nya.
Ia berniat untuk semakin dekat dengan sang pelayan agar bisa terus mengorek lebih banyak informasi terkait keadaan tempat dia tinggal saat ini. "Siapa nama mu?"
"Daisy, Putri."
"Wow, nama yang sangat indah. Apa kau tahu apa arti dari nama mu?"
Daisy menggeleng.
"Artinya... Dewi cinta, kecantikan, dan kesuburan. Kau diberkati dengan semua itu, apa kau mau aku ajari menjadi wanita kuat dan pintar?"
Mata Daisy berbinar, dia tak mempercayai pendengaran nya. "Sungguh, Putri? Orang seperti saya bisa belajar? Ta-tapi..."
"Ada apa? Kenapa tidak boleh belajar?"
"Peraturan kerajaan tidak memperbolehkan rakyat jelata dan para pelayan seperti kami belajar, Putri. Hanya kalangan bangsawan dan rakyat menengah ke atas yang diperbolehkan."
Wajah Leandra tercengang, apa saat ini dia sedang berada di era sebelum Eman__sipasi?
Eman__sipasi adalah sebuah konsep yang berkaitan dengan pembebasan dan kesetaraan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Istilah ini sering dikaitkan dengan emansipasi wanita, tetapi penggunaannya juga dapat meluas ke kelompok lain yang mengalami ketidakadilan atau penindasan.
"Apa peraturan ini hanya untuk rakyat wanita?"
"Untuk rakyat laki-laki peraturan pun berlaku, Putri. Siapapun yang tidak mampu... tidak diperbolehkan belajar dan hanya diperintahkan menjadi pelayan atau budak. Namun terkadang... ada beberapa dari kalangan rendah seperti kami belajar dengan sembunyi-sembunyi. Ada seseorang yang berbaik hati menjadi Guru dan mengajari mereka membaca dan menulis, rumornya... sang Guru berasal dari kalangan Bangsawan."
"Menarik sekali, sepertinya aku tidak akan bosan disini. Hahaha..."
"Stttt! Putri... jangan tertawa keras, seorang Putri dilarang tertawa memperlihatkan giginya. Meski Anda seorang Putri, ada hukuman dari 'Atas'..."
"Atas? Maksudmu Raja atau Ratu?"
Daisy mengangguk. "Ratu Alexa... apalagi Ratu dan Selir Ivory saling membenci. Anda sebagai menantu dari Selir Ivory, akan menjadi sasaran empuk bagi Ratu Alexa untuk membuat masalah dengan Selir Ivory."
Ah... Jadi ada konflik juga di dalam Kerajaan bukan hanya tentang Raja Tirani dari kawasan teluk! Wah keren... Ini membuatku ingin menggila!
"Hahahaha... Ha... Ha..." Leandra kembali tertawa dengan keras, bukannya mendengar peringatan dari Daisy wanita militer itu malah semakin ingin membuat masalah.
Seseorang berdiri diluar pintu kamar besar yang ditempati Leandra, orang itu lalu berbalik pergi untuk menemui sang Ratu.
"Ah, aku bersemangat kembali. Dulu aku membenci pelajaran sejarah di sekolah, sekarang aku malah terjebak dalam sejarah itu sendiri. Lihatlah... mulai saat ini aku yang akan membawa perubahan pada dunia ini!" Leandra terkekeh, bahkan tak ada pikiran sedikit pun tenang kehidupan nya di masa depan. Apa dia sudah meninggal di dunia masa depan?
"Putri..." Daisy gelisah, sesekali melihat ke arah pintu kamar. Gadis pelayan itu ketakutan sang Ratu datang untuk menghukum.
"Jangan khawatir, apa ada tongkat? Aku ingin berjalan-jalan keluar kamar."
"Saya cari sebentar, Putri." Daisy keluar kamar untuk meminta tongkat ke bagian pelayanan penyedia barang di Istana.
Bosan menunggu Daisy yang pergi mencari tongkat, dengan susah payah Leandra tergopoh-gopoh menggunakan satu kaki yang sehat melompat-lompat ke arah Royal Istana set meja rias tak jauh dari ranjang besar. Bentuk meja rias dilapisi dengan pinggiran emas antik.
Cermin dengan ukuran lumayan besar memantulkan bayangan wajah Leandra.
"Arghhhhh!!! Dia... kau... wajah kita sama!" tunjuk Leandra pada pantulan wajahnya di dalam cermin, tangan nya meraba-raba setiap inci wajah Putri Clarence yang sangat mirip dengannya bahkan ada tahi lalat kecil di pelipis bagian kiri.
"Apa ini sebuah lelucon? Kenapa wajahku mirip dengan pemilik tubuhku ini? Apa yang sebenarnya terjadi, apa aku datang ke dunia pararel? Dunia berbeda namun dengan wajah-wajah yang sama? Oh... Tidak! Jangan katakan orang-orang di sekitarku pun berwajah sama dengan di duniaku. Aku sudah melihat dua wajah yang sama persis, ada kemungkinan pikiranku benar."
Leandra duduk di kursi rias dengan wajah yang nampak masih belum percaya, wanita itu berpikir keras.
Apa ada tujuan dia di datangkan ke dunia ini? Apa itu?
"Putri, ini tongkatnya. Saya bantu..."
"Tidak perlu, kamu hanya perlu menemani saya berkeliling. Pasti Istana ini luas, aku takut tersesat."
Leandra mengambil tongkat dari tangan Daisy, menekan alas tongkat ke atas lantai. Lalu dia memegang handle tongkat dan mulai berjalan. Bukan tidak ingin dibantu oleh Daisy, namun Leandra tidak ingin terlihat lemah oleh siapapun.
"Putri!"
"Putri!"
Setiap pelayan yang berpapasan dengan Leandra memberi hormat.
"Daisy, kata Drake... Aku terjatuh dari kuda. Saat itu siapa yang bersamaku?"
"Putri, panggil Pangeran dengan benar. Panggil Pangeran Drake..." sekali lagi Daisy mengingatkan.
"Yayaya... ternyata peraturan di kemiliteran tak seribet peraturan di Istana. Menyebalkan sekali aku harus memanggil lelaki kecut itu dengan sebutan Pangeran!"
"Hahaha... Lelaki kecut itu adalah suamimu, Putri Clarence. Salam, Putri!" seorang lelaki dengan jubah kerajaan mendekati Leandra.
"Salam... Pangeran Garrick," Daisy membungkuk memberi hormat, lalu memundurkan tubuh untuk memberi ruang bagi Pangeran Garrick dan Leandra untuk berbincang. Itu adalah bentuk kesopanan bagi seorang pelayan seperti Daisy.
"Kamu tidak memberi salam padaku, Putri?" satu alis tebal Pangeran Garrick terangkat, merasa heran dengan sikap tidak sopan Leandra.
"Ohya... Lalu, bagaimana caraku memberi salam?" Leandra malah bertanya dengan wajah datar tanpa ekspresi, dia juga mengenali wajah Pangeran Garrick. Di dunia aslinya, Pangeran Garrick adalah adik tiri dari Kenneth bernama Daniel.
Bola mata Daisy hampir keluar dari tempatnya mendengar pertanyaan tak masuk akal dari mulut Leandra, kenapa harus dirinya yang menjadi pelayan pribadi dari wanita yang sejak pagi tadi bersikap aneh? Cara memberi salam saja tidak tahu, padahal seorang Putri dari Kerajaan.
"Hahahaha... Kamu ternyata lucu, Putri. Aku mendengar kamu adalah Putri paling cengeng, lemah, penakut dari semua putri Ayahmu, Raja Arthur." Bibir Pangeran Garrick melengkung membentuk senyum menawan. "Aku tak menyangka kamu sangat menarik."
"Wah, terima kasih atas pujian nya Tuan. Eh... Pangeran.. siapa tadi namamu?" sekali lagi perkataan Leandra membuat Pangeran Garrick tertawa lepas.
"Perutku sakit, baiklah... Aku menyerah. Terserah kamu ingin memanggilku apa..."
Leandra mengangkat bahunya tak perduli.
"Kalau begitu, saya permisi." Leandra memberi kode pada Daisy dengan mata untuk segera pergi dari sana.
"Kami pergi, Pangeran." Ujar Daisy memberi hormat kembali, lalu mulai berjalan di belakang Leandra yang sudah melangkah terlebih dulu.
"Menarik, sungguh wanita menarik... dari sorot matanya aku bisa menebak dia adalah wanita pemberani dan pembangkang. Bahkan tidak terlihat cengeng seperti yang terdengar, dia berani membalas perkataan ku dan tidak tertunduk malu. Ternyata rumor itu salah... ck! Ibu Ratu sepertinya salah memilihkan istri bagi Pangeran Drake... menginginkan wanita lemah, nyatanya yang didapat wanita pemberani." Gumam Pangeran Garrick setelah kepergian Leandra.
Daisy membawa Leandra ke ruang teh, disana beberapa Putri dari Kerajaan Mercia sedang bergosip bersama beberapa wanita bangsawan muda.
Leandra meminta Daisy mempertemukan dirinya dengan orang-orang yang tengah bersama Putri Clarence si pemilik tubuh saat sang putri terjatuh dari kuda. Dugaan nya sebagai seorang abdi militer, mengarah pada kecurigaan diantara orang-orang itu ada yang ingin mencelakai Putri Clarence.
Ruang teh yang semula ramai dengan obrolan seketika hening dengan kedatangan Leandra.
"Wah, Putri Brigitta... adikmu yang bodoh itu ternyata sudah sadar!" celetuk seorang Putri tersenyum mengejek.
"Aku malu dengan sikap ceroboh nya, sudah tahu tidak bisa berkuda tapi ngeyel ingin ikut berkuda dengan kita. Aku sudah bilang 'kan... dia itu hanya beban di keluarga. Aku kasihan pada Pangeran Drake, harus mempunyai istri sepertinya. Harusnya aku yang menikah dengan nya... hffff!" Putri Brigitta, kakak dari Putri Clarence menghela nafas sedih. Selalu memperlihatkan kelembutan hatinya di depan semua orang.
Leandra berbisik pada telinga Daisy. "Siapa kedua perempuan itu?"
"Putri Brigitta adalah Kakak Anda, dia ikut datang kesini bersama Anda. Kabarnya, seharusnya Putri Brigitta lah yang menikah dengan suami Anda, Putri. Tapi, Ratu malah memilih Anda untuk menjadi istri Pangeran Drake."
"Ah, jadi kakakku tak suka padaku karena dia merasa aku telah merebut Drake. Lalu, satu lagi?"
"Itu Putri Anne, adik ipar Anda satu Ibu dengan Pangeran Drake. Dia putri Yang Mulia Raja dari selir Ivory."
Leandra mengerti, tapi di dunianya dia tidak mengenal wajah kedua wanita itu. Ternyata ada wajah yang berbeda, sebab di dunia sana dia adalah putri satu-satunya dari sang Jendral dan tidak mempunyai saudara perempuan.
"Bolehkah aku bergabung sebentar, atau putri bodoh sepertiku dilarang bersama para putri yang cantik dan cerdas seperti kalian?" sindir Leandra jika ada yang menyadari dia sedang menyindir.
"Clarence! Dimana sopan santun mu?! Beri hormat pada semuanya!" teriak Putri Brigitta.
Namun Leandra malah mengibaskan tangan benar-benar tidak memperdulikan ucapan serupa perintah dari Putri Brigitta.
"Begini... Sepertinya saat aku terjatuh dari kuda kepalaku jadi sedikit bermasalah. Bahkan cara memberi hormat saja, aku tidak tahu. Jadi Kakak... bisakah kamu memberiku contoh, bagaimana caranya memberi hormat?"
"Dasar bodoh!" gumam Putri Brigitta, namun dia menurut. Ia bangun dari sofa, lalu berdiri di hadapan Leandra.
Putri Brigitta mengangkat pinggiran gaun lebar ala kerajaan dengan anggun, menundukkan kepala sedikit.
"Kau ikuti caraku barusan...! Sekarang jangan membuatku terus malu dengan otak bodoh-mu! Jangan berikan alasan lagi jika kepalamu bermasalah...!" bentak Putri Brigitta.
"Hormat!" bukannya menurut, Leandra malah menaruh satu tangan di pelipis menghormat ala kemiliteran dengan tubuh timpang sebelah namun masih terlihat tegap.
"Apa yang kau lakukan?! Kau sedang mengejek kami? Gerakan apa itu! Memalukan...!"
Putri Brigitta berjalan mendekati Leandra, mengangkat tangan bersiap menampar seperti biasa.
Grep!
Pergelangan tangan Putri Brigitta dicekal dengan kuat oleh Leandra, wanita dari abad modern itu menatap dengan tatapan dingin sedangkan Brigitta melotot sempurna tidak menyangka adik yang selalu dia tindas akan melawan.
"Beraninya kau menahan tangan ku! Wajah mu pantas aku tampar..!" geram Brigitta.
"Ck! Sebenarnya kekuatan ku mungkin setara dengan 100 lelaki tanpa skill bertarung... aku merasa malu harus melawan wanita lemah sepertimu! Apalagi harus adu mulut dengan wanita cerewet seperti kau, mirip sekali dengan nenekku jika sedang mengomel...!" ledek Leandra namun omongan nya bukan hanya ucapan kosong.
Leandra memang tidak berminat bertarung melawan wanita yang standar kekuatannya dibawah dirinya yang seorang wanita militer yang kekuatan fisiknya sudah ditempa bertahun-tahun. Dalam hal bertarung dengan tangan kosong, jika lawannya 100 lelaki tanpa kemampuan bertarung yang mumpuni dia bisa melawan mereka semua.
Dengan sentakan kuat Leandra melepaskan cekalan pada pergelangan tangan Putri Brigitta, tubuh Brigitta sedikit terhuyung ke belakang.
"Aku muak berada disini...! Aku akan cari cara lain untuk memeriksa tentang jatuhnya Clarence dari kuda!" Leandra berbicara seolah itu masalah Putri Clarence, dia lupa jika dirinya sedang berada dalam tubuh sang Putri.
"Kau sudah gila rupanya! Berbicara tentang dirimu seolah membicarakan orang lain! Pantas saja kau berani melawanku..!" Brigitta geleng-geleng kepala. "Sebaiknya kau kembali ke kamar mu dan minum obat mu, Clarence! Aku akan memaafkan perilaku kurang ajarmu barusan."
Leandra malah tersenyum tipis, terkesan menghina sikap sok baik Brigitta. "Jangan memerintah ku! Harusnya kau yang minum obat... Kau sepertinya selalu berkata pedas dengan lidahmu untuk menyakiti orang lain dan merasa bangga selalu menindas saudari mu sendiri, Brigitta! Lalu... sekarang kau berpura-pura menjadi wanita lembut yang memaafkan, cih! Kau terkadang jahat lalu berubah sok baik... kau tau apa nama penyakitmu dalam medis? Penyakit-mu dinamakan rabies atau disebut juga penyakit anjinggg gila...! Hahaha! Anjinggggg gilaaa...!" Leandra tertawa sangat keras.
Matanya lalu menatap satu persatu para wanita disana, "Kalian sebaiknya jangan dekat-dekat dengan Kakakku, penyakit ini sangat menular."
Setelah sengaja menakut-nakuti Leandra kembali tertawa, dia gegas membalikkan tubuh menuju keluar ruang teh yang ditempati para gadis manja dan lemah yang bisanya hanya menindas dan bergosip saja.
"Clarence...! Kembali kemari! Tarik kembali ucapan mu! Arghhh..!!" Putri Brigitta menghentak kaki dia meradang telah dipermalukan, wajahnya memerah sempurna seperti tomat busuk.
Namun langkah Leandra tak berhenti terus menyeret kakinya keluar, hanya derai tawanya yang mulai menyurut.
"Putri ingin kemana lagi?" tanya Daisy ikut menahan senyum dengan kelakuan Leandra, awalnya gadis pelayan itu sedikit kesal harus menjadi pelayan pribadi Leandra namun melihat sang 'majikan' tidak mudah ditindas rasa kagum mulai memenuhi hatinya.
"Ke tempat aku terjatuh dari kuda dan panggil pengurus istal kudanya."
"Baik, Putri."
Daisy membawa Leandra melewati beberapa lorong besar, terpampang lukisan wajah-wajah anggota kerajaan dari generasi ke generasi. Leandra menghentikan langkahnya, menyorot satu persatu anggota kerajaan di lukisan yang sepertinya masih baru melihat dari wajah Pangeran Drake dan Pangeran Garrick juga wajah Putri Anne yang dikenalinya.
"Ini lukisan terbaru, kan?" tanyanya pada Daisy.
"Iya, Putri. Sekitar 5 bulan lalu, lukisan ini dibuat."
Leandra menelisik tahun di lukisan itu, ternyata tahun 1961. Pantas saja meski memakai gaun kerajaan sudah ada detail modern di rempelan gaun.
"Berarti sudah ada pembentukan tentara dan senjata api!" gumam Leandra.
"Tentara itu apa, Putri?" tanya Daisy penasaran.
"Orang-orang yang masuk militer untuk menjaga negara, jangan katakan kau tidak tahu apa itu milter?"
"Saya baru mendengarnya, Putri. Bahkan tidak ada yang namanya tentara, jika orang-orang yang menjaga Istana kami memangilnya Palace Guard."
"Hah?! Itu tidak mungkin! Meskipun aku tak suka pelajaran sejarah, tapi aku tahu sejarah tentang kemiliteran. Tahun 1961 masih dibentuk wajib militer, baru sekitar tahun 1963 wajib militer dihapuskan. Semua orang dibebaskan untuk memilih masuk militer atau tidak! Apa ini?"
"Putri, aku pusing mendengar Anda bicara..." jujur Daisy dengan wajah frustasi.
Leandra menghela nafas kasar, percuma berbicara apalagi menjelaskan jika semua tidak terjadi di era dunia yang dia tempati sekarang.
Fiks! Ia masuk ke dunia pararel, bukan dunia sama yang dia tinggali.
Secara konsep dunia Pararel adalah sesuatu yang berjalan atau berlangsung bersamaan, dalam jalur yang sejajar atau sejajar satu sama lain namun dalam poros yang berbeda.
...____...
Visual Halu 😆
Ada yang ingat visual ini mirip visual di novel othor yang mana? Hehe 😁
Kenneth/Drake.
Leandra/Clarence.
Guys... jangan melihat seragam tentaranya ya karena othor jg kurang tahu itu seragam negara mana 🫶🤣 Nikmati khayalan dalam tulisan othor yang terkadang nggak masuk logika seperti genre time travel or transmigrasi novel othor yang lainnya 😆🙆♀️ 🙌
Oke deh.... HAPPY MENGHALU semuanya 🫶😅
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!