"Ini tidak masuk akal! Apa yang kau beritahu sungguh gila," cetus gadis bernama Lena Ortega merespon gelagapan seraya menggelengkan kepala, bergidik ngeri setelah mendengar penuturan pilu sahabatnya yang bernama Sofia Wilson. Sang sahabat baru saja menceritakan kisah hidup yang sangat pelik serta di luar dugaan.
"Kau sedang hamil sementara kau baru saja diceraikan?" lanjut Lena getir dengan suara yang nyaris terdengar semakin samar.
Sofia dan Lena merupakan dua orang sahabat pada masa kuliah hingga kelulusan. Sayangnya, mereka loss contact sekitar empat tahun yang lalu imbas Lena harus pindah domisili ke luar pulau. Keduanya berakhir sibuk dengan kehidupan masing-masing.
Tak disangka, bertepatan dengan Sofia yang baru saja kembali ke tanah air seusai bercerai dengan sang suami di Singapura, takdir tak sengaja mempertemukannya dengan Lena di bandara.
Keduanya senang bukan kepalang dan memutuskan untuk becengkrama lebih lama. Di sisi lain, Sofia memang tak berniat pulang ke kediamannya karena beberapa alasan termasuk salah satunya karena sedang berbadan dua.
"Kau tenang saja, Len. Mantan suamiku bukanlah ayah bayi yang kukandung." Sofia menimpali dengan santai, netra bulatnya masih larut menikmati luruhan hujan yang jatuh menyentuh kaca jendela rumah Lena.
"What!?" Lena kembali terkejut bukan main. "Kau selingkuh saat sedang dalam ranah pernikahan?" desaknya spontan.
Mendengar hal itu, Sofia merespon dengan ulasan senyum kecut sebelum mengeluarkan kalimat lebih lanjut. Senyuman yang tak lain dimaksudkan untuk menertawakan nasib mirisnya kini.
Hanya dua reaksi yang akan orang tunjukkan jika mereka mendengar kisah hidup yang telah dialami seorang Sofia. Antara rasa jijik atau iba, sama seperti yang Lena ungkapkan kepadanya saat ini. Sang sahabat terdengar sangat iba, akan tetapi Sofia benci dikasihani.
"Aku tidur dengan mantan kekasihku dua minggu sebelum suamiku melayangkan permintaan cerai." Sofia nampaknya sudah tak ragu mengungkapkan hal yang boleh dibilang aibnya sendiri.
Sofia lantas berbalik ke hadapan Lena dan menyebut bahwa pria bernama Crish Emanuel merupakan ayah dari bayi yang ia kandung.
Sebelum menikah dengan suaminya, Crish adalah kekasih Sofia. Mereka saling mencintai satu sama lain dan berakhir menjalin hubungan kekasih selama hampir dua tahun. Crish bahkan memiliki niat untuk melamar Sofia walaupun perbedaan status jelas terbentang nyata.
Sofia merupakan anak dari seorang pengusaha media elektronik ternama sedangkan Crish hanya seorang putra dari kepala pelayan sebuah keluarga konglomerat. Pria itu ikut bekerja sebagai salah satu koki di rumah konglomerat tempat sang ayah bekerja.
Namun, suatu hari Sofia terpaksa harus meninggalkan Crish secara sepihak untuk menikah dengan Kaivan Mahacara—suami kontraknya demi menyelamatkan perusahaan sang ayah yang berhutang dan diambang kebangkrutan.
Dalam pernikahan, tak ada cinta antara Sofia dan sang suami. Kaivan adalah pria berperangai dingin, berusia 10 tahun lebih tua dari Sofia. Bahkan, Kaivan tak pernah sekalipun menyentuh Sofia selama menjadi istrinya. Ia juga mempersilahkan Sofia bermain dengan pria lain asal tetap menjaga nama baik sebagai istri seorang konglomerat terpandang. Suatu hari, Sofia malah bermain dengan sang mantan hingga kebablasan dan berujung hamil.
"Saat aku menemani mantan suamiku dinas di Bali, saat itulah takdir mempertemukanku lagi dengan Crish." Tatapan normal kini berubah nanar. "Kupikir, dia sudah melupakanku, tapi nyatanya tidak. Hasrat kami bergelora di sana."
"Dan kalian melakukan hal yang lebih ...." Kalimat Lena terjeda seakan tak berani meneruskan.
Sofia spontan mengangguk singkat sembari kembali mengulas senyum. Wanita itu benar-benar terlihat santai untuk ukuran seorang yang tengah ditimpa nasib sial bertubi-tubi.
"Baiklah kalau begitu, besok kita mencari pria bernama Crish itu untuk meminta pertanggungjawaban kehamilanmu." Semangat Lena berapi-api membela sahabatnya.
"Hahahaha." Bukannya menanggapi serius, Sofia malah tertawa lepas.
"Kenapa kau malah tertawa? Apa yang lucu, Sof?"
"Terima kasih Len, tapi tak perlu. Crish sudah memutuskan untuk tak percaya pada bayi yang sedang kukandung adalah darah dagingnya. Lagipula, dia akan menikah lusa."
Setelah Sofia bertemu dengan Lena, takdir juga mempertemukan dirinya di hari yang sama dengan Crish saat sedang menunggu sahabatnya mengambil baju di Butik sebelum ke menuju Cafe untuk saling bertukar cerita.
Tak ingin menyia-nyiakan waktu, Sofia mencegat Crish dan menjelaskan perihal kehamilannya. Namun, reaksi sang mantan sungguh di luar dugaan. Pria itu mengelak bahwa bayi yang dikandung Sofia adalah hasil perbuatannya melainkan suami sang puan. Crish malah meminta wanita berhidung bangir itu melupakan semua kisah mereka di masa lalu karena dia akan segera menikah.
"APA?!" Lena kembali tercengang untuk ke sekian kali. Mulutnya terbuka lebar tak percaya. Pantas saja, Sofia langsung berhambur memeluk Lena usai gadis itu kembali dari mengambil baju di dalam butik. Nyatanya, sosok Crish lah yang telah membuat Sofia menumpahkan cairan bening di pelupuk mata.
Lena benar, seharusnya Sofia menangis sampai tak ada air mata tersisa. Seharusnya wanita itu frustrasi hingga putus asa. Bahkan, untuk seukuran orang normal yang tengah didera takdir pahit sepertinya, mengakhiri hidup biasanya menjadi solusi terbaik.
Namun, tidak bagi puan berusia dua puluh delapan itu. Hanya satu yang membuat Sofia tetap waras di tengah terpaan badai masalah yakni calon bayi yang sudah terlanjur hadir di dalam perut ratanya.
Sofia bertekad untuk melihat buah hatinya tumbuh bahagia agar tidak bernasib sama sepetinya walau tanpa seorang ayah. Wanita itu pun tak peduli dengan seisi dunia yang mencemoohnya saat menjalani proses itu.
"Aku akan membesarkan anak ini, Len. Akan kulakukan segala upaya untuk membuatnya tumbuh bahagia meskipun tanpa seorang ayah," tandas Sofia diiringi air muka tegar.
"Hikss ... kau adalah malaikat sesungguhnya, Sof." Lena tak dapat menahan isaknya, gadis itupun segera memeluk sang sahabat erat dan berkata, "Aku akan selalu mendukungmu, Sof."
"Terima kasih, Len." Tak sanggup menahan lagi, cairan bening kali ini turun membasahi pipi Sofia, terharu karena masih ada tempat mencurahkan beban hidup.
...***...
Terbiasa hidup glamor dan tiba-tiba harus meninggalkannya memang bukan perkara mudah. Di tambah, Sofia harus mencari pekerjaan dengan upaya sendiri. Beruntung, pengalaman magang enam bulan menjadi staf public relation di perusahaan sang ayah bisa dijadikan referensi pada CV miliknya.
Tak hanya itu, berhadapan beberapa kali dengan circle kolega sesama konglomerat mantan suaminya semakin menambah jam terbang wawasan public relation. Pasalnya, Kaivan secara tidak langsung mengajari Sofia bagaimana cara bersikap serta bernegosiasi dengan kolega bisnis penting.
Selain label seorang istri, paras cantik blasteran khas wanita timur tengah Sofia kerap Kaivan gunakan sebagai brand image kala menghadiri pertemuan-pertemuan penting. Dari pengalaman itu, Sofia banyak belajar mengenai kebiasaan para konglomerat dan cara meng-handle mereka.
Pagi ini Sofia memberanikan diri memasukan CV yang sudah didesain sedemikian rapi ke dalam beberapa laman lowongan kerja online .
"Kau yakin akan bekerja, Sof? Bagaimana kalau mereka tahu jika kau sedang hamil?" tanya Lena memastikan disertai air muka penuh kekhawatiran. Pasalnya jarang ada perusahaan yang mau memperkerjakan wanita yang tengah berbadan dua.
"Kau tenang saja, Len. Aku hanya bekerja sampai bentuk perutku mulai terlihat saja. Aku membutuhkannya untuk tambahan biaya lahiran nanti," timpal Sofia meyakinkan Lena. Wanita itu juga menegaskan bahwasanya dirinya akan berhati-hati dalam menjalani pekerjaannya apabila diterima nanti.
Walaupun sedikit ragu, Lena tetap mendukung penuh keputusan sang sahabat. Tak lama seusai berdiskusi, Sofia meminta Lena untuk mengantarnya ke beberapa tempat termasuk rumah sakit.
Beberapa saat kemudian.
"Janin Anda terlihat sehat. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Nyonya," jelas sosok dokter spesialis kandungan sembari meletakkan alat USG ke tempat semula seusai memeriksa perut rata Sofia.
Wanita itu lantas menghela napas lega saat mengetahui kondisi bayi yang dikandungnya tumbuh sehat. Ia segera menutup perutnya dan beranjak turun dari atas brankar periksa.
"Sudah kuresepkan beberapa vitamin untuk secara rutin kau minum." Sang dokter menyerahkan sebuah kertas resep sembari memberi wejangan mengenai informasi hamil muda kepada Sofia yang ditemani Lena di sebelahnya.
Meskipun kandungan Sofia terlihat baik-baik saja, dokter mewanti-wanti agar sang puan tetap waspada karena usia kandungan muda tergolong beresiko keguguran jika tidak dijaga dengan baik.
Semoga aku bisa menjagamu, Nak. Sofia membatin penuh harap seraya menyentuh bagian perut.
Setelah mengunjungi dokter, Sofia mengajak Lena ke sebuah butik tas bermerek dengan harga fantastis bahkan ada beberapa tas yang harganya setara satu rumah mewah. Bagi kalangan konglomerat, harga semahal itu bukanlah masalah. Begitupun dengan Sofia yang dulunya bisa dengan mudah membeli tas-tas mewah itu.
Sayangnya, kedatangan wanita hamil itu bukanlah untuk membeli melainkan sebaliknya yakni menjual satu-satunya tas original bermerek salah satu brand mewah. Tas yang ia dapatkan dari sang ayah saat ulang tahun terakhirnya.
"Kau yakin akan menjual tas ini, Sof? Kulihat, hanya tas ini yang kau pakai sedari kemarin?" tanya Lena mengkonfirmasi.
"Tak apa. Aku bisa membeli yang lebih murah. Aku tidak mungkin terus menyusahkanmu, Lena. Hanya ini benda berharga yang kupunya," ucap Sofia santai. "Dengan hasil penjualan ini, aku akan mencari tempat untuk tinggal dan keperluan calon bayiku sebelum mendapat pekerjaan," lanjutnya lagi menatap tak rela pada tas clutch dusty pink yang berada dalam genggaman.
Harta gono-gini yang Sofia dapatkan dari perceraian dengan Kaivan sebenarnya lebih dari cukup bahkan boleh dibilang berlimpah. Mantan suaminya memberikan sebuah rumah beserta deposito bernilai ratusan juta.
Namun, tak satupun yang Sofia gunakan. Hal itu dilakukan lantaran sang puan ingin memulai hidup baru dengan caranya dan tidak ingin ditemukan oleh siapapun. Berasal dari keluarga yang berada, baik dengan ayah dan mantan suaminya bisa saja melacak Sofia dari berbagai transaksi yang dilakukannya.
Oleh sebab itu, sang puan yang kini tengah berbadan dua benar-benar teliti mengganti seluruh data elektronik serta nomor ponselnya. Di samping itu, Sofia belum memiliki niat untuk mengabari ayahnya perihal perceraian yang baru saja ia alami.
"Hey, itu tidak benar." Mendengar perkataan sahabatnya, Lena sontak mengeluarkan argumen. Gadis yang masih betah melajang itu tidak merasa direpotkan sama sekali. Sofia bisa tinggal di rumahnya sampai kapanpun ia mau. Terlebih, Sofia tengah berbadan dua dan membutuhkan support dari orang terdekat.
...***...
"Tuan, maaf mengganggu. Ada panggilan penting dari Daniel Wilson."
Di Singapore, asisten pria bernama Bowie menginterupsi Kaivan yang baru saja menyelesaikan virtual meeting dengan investor dari Eropa.
"Berikan padaku." Tanpa basa-basi Kaivan mengulurkan tangan, meminta ponsel milik Bowie.
"Halo."
^^^"Maaf jika aku menghubungimu melalui asisten. Aku sudah mencoba menghubungi ponselmu tapi kau tidak mengangkatnya."^^^
"Aku sengaja mengabaikan siapapun karena sedang menghadiri meeting penting."
^^^"Ah, begitu rupanya."^^^
"Ada perlu apa menelponku?"
^^^"Aku ingin bertanya mengenai Sofia. Beberapa hari yang lalu dia menghubungiku bahwa akan pulang ke tanah air."^^^
"Lalu?"
^^^"Apa istrimu sedang bersamamu? Ponselnya sama sekali tak bisa dihubungi."^^^
Istri? Mengapa dia belum memberitahu ayahnya bahwa kami sudah bercerai? Kaivan membatin sesaat.
^^^"Halo?"^^^
"Aku belum bertemu lagi dengan Sofia. Akan segera kukabari nanti."
^^^"Baiklah. Terima kasih, Menantu."^^^
Panggilan pun berakhir dengan menyisakan teka-teki besar dalam benak pria keturunan sultan Asia itu. Sofia memang tak punya tempat spesial di hatinya. Namun, Kaivan cukup menaruh hormat pada sang mantan istri kontrak. Menurutnya, Sofia adalah wanita cerdas dan energik serta kerap menepati janjinya yakni menjaga nama baik keluarga besar Mahacara.
Pria berlabel CEO salah satu perusahaan multinasional di Negeri Singa itu menikahi putri tunggal keluarga Wilson untuk alasan yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Kaivan yang workaholic serta tidak terlalu memikirkan asmara, didesak keluarga besarnya untuk segera menikah karena usia yang sudah hampir memasuki kepala empat.
Sejurus itu, entah kebetulan atau tidak, Daniel Wilson—ayah Sofia datang padanya untuk meminjam uang dalam jumlah fantastis guna melunasi hutang. Dari sanalah, terlintas ide gila menikahi kontrak putri Daniel sebagai jaminan hutang sekaligus dimaksudkan agar keluarga besar sang konglomerat berhenti mendesak Kaivan untuk menikah.
"Bowie, segera lacak keberadaan Sofia dan langsung laporkan padaku," titah Kaivan kepada sang asisten yang langsung dibalas dengan anggukkan takzim.
"Dimana kau, Sofia?"
...***...
Ruang manajer HRD Baldwin Enterprise.
Sembari menyeruput secangkir latte, Azyla terlihat mengutak-atik tuts laptop kerja miliknya. Dari layar benda persegi itu, dengan saksama ia memeriksa beberapa kandidat untuk posisi public relation selanjutnya yang akan menggantikan staf yang dipecat sang bos beberapa hari yang lalu.
Jemari Azyla menghentikan pencarian data CV di sebuah folder nama kandidat seraya menyeringai licik.
"Hmm, wanita ini sudah berumur diambang batas syarat pekerja dan juga kurang jam terbang. Kurasa dia cocok untuk jadi korban kemarahan Jayden selanjutnya."
...CV...
...atas nama...
...Sofia Wilson...
Siapapun kandidat yang dipilihkan olehnya, kemungkinan akan terkena amuk badai dari sang CEO muda pecinta perfeksionis, Jayden Baldwind.
Dalam prinsipnya, tak boleh ada staf wanita yang terlihat sempurna di mata Jayden dari segi apapun selain dirinya.
Meski begitu, Jayden menginginkan gender wanita lah yang cocok untuk mengisi posisi public relation. Menurut filosofi sang CEO, wanita lebih mahir melakukan tugas sebagai 'penyambung lidah' sebuah perusahaan.
"Aku hamil dan kau seratus persen ayah dari bayi yang kukandung, Crish."
Kalimat Sofia beberapa hari lalu sukses mengendap dalam pikiran Crish bahkan sampai hari ini. Hari dimana ia akan segera mengucap janji suci pernikahan bersama sang kekasih yang bernama Ivy Blake.
Tidak mungkin Sofia hamil anakku, bukan? Kami hanya melakukannya satu kali, dia pun memiliki seorang suami. Ya, aku yakin bayi itu hasil Sofia dan suaminya.
Pria yang sudah mengenakan outfit tuxedo lengkap itu membatin sedang membatin gusar seraya mematut diri di depan cermin. Segala tentang Sofia memang selalu berhasil mengalihkan atensinya. Crish begitu mencintai Sofia dengan seluruh jiwa dan raganya. Namun, sayang. Sang pria harus mengalami kepedihan yang teramat menyesakkan sejak Sofia memutuskan untuk meninggalkannya secara sepihak dan menikah dengan pria lain.
"ARGH!"
Crish yang tengah berada di fitting room mengusak frustrasi rambutnya. Tanpa disadari, aksinya mengundang atensi sang make up artist yang merespon dengan raut keheranan. Crish lantas meminta maaf atas sikap dadakannya dan segera membenahi sikap serta penampilannya lagi.
Ini semua akibat ulahmu yang meninggalkanku tanpa sebab, Sof. Maaf, aku akan menghapus tentangmu untuk selamanya.
...***...
"Woah, Ini bukan mimpi, kan?" celetuk Sofia terkesiap, netranya bahkan berhenti berkedip sembari memandang ke layar ponsel.
"Kau kenapa, Sof?" tanya Lena yang tak kalah antusias.
"Lihat ini, Len!"
Sofia mengulurkan ponselnya kepada Lena. Gadis itu pun langsung menelaah dengan saksama apa yang terpampang di sana.
"Woah! Selamat, Sof. Kau berhasil mendapat pekerjaan, yeay!"
Lena spontan mengeluarkan teriakan euphoria, tangannya menggenggam tangan milik Sofia untuk mengajaknya melakukan gerakan melompat kegirangan.
"Tunggu, tunggu." Sofia terpaksa harus menjeda aksi kesenangan Lena. "Maaf, Len. Aku sedang hamil. Kau ingat apa yang dokter katakan mengenai larangan bergerak secara berlebihan, bukan?"
Seketika, Lena tersentak merasa bersalah. Diiringi air muka polosnya, sang sahabat segera meminta maaf seraya mengelus penuh hati-hati perut Sofia. "Maafkan tantemu ini ya, Adik Bayi." Lena menirukan suara bocah kecil saat mengelus perut Sofia. Aksinya sontak membuat wanita hamil itu tertawa gemas.
"Jadi, kapan kau akan diwawancara?" tanya Lena penuh binar di matanya.
"Lusa. Maukah kau meminjamkan baju untuk wawancara? Aku tidak memiliki baju formal," pinta Sofia sedikit canggung.
"Tentu saja. Kau boleh meminjam baju manapun yang kau suka."
Tanpa menyia-nyiakan waktu, kedua sahabat segera melakukan persiapan dari mulai mencari tahu perusahaan yang hendak mewawancarai Sofia.
Lena tak hentinya bercicit antusias sembari mengeluarkan seluruh koleksi lemari untuk dicoba oleh sahabatnya saat interview nanti. Bebeda dengan Lena, Sofia memilih fokus membaca profil tentang Baldwin Enterprise.
...Baldwin Enterprise merupakan Perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan penjualan perhiasan mewah dengan nama brand Taipun & Co. Perusahaan ini secara turun temurun dikelola oleh keturunan langsung salah satu pengusaha terkaya di tanah air yakni keluarga Baldwin. Saat ini, saham terbesar dipegang oleh putra bungsu Joseph Baldwin yang sekaligus adalah CEO Baldwin Enterprise, Jayden Baldwin [24 tahun]. Ia baru saja resmi diangkat menggantikan posisi sang ayah, CEO sebelumnya....
"Wow! Ceo Baldwin masih terlihat sangat muda. Aku berani menjamin bahwa dia dipaksa untuk segera menggantikan tahta ayahnya seperti kebanyakan konglomerat lainnya," celetuk Sofia sembari masih mengulir layar ponsel.
"Apa kau bilang? Baldwin?" Lena menghentikan sejenak kegiatannya. Netra gadis itu terperangah menatap Sofia.
"Ada apa, Len? Mengapa kau menatapku seperti itu?"
"Kau sebaiknya berhati-hati dengan pria bernama Jayden Baldwin, Sof. Jika perlu, kau tidak usah interview di sana." Air muka Lena mengkerut khawatir seraya menasehati Sofia.
Bukan tanpa alasan Lena memperingati sahabatnya itu. Ia bertutur bahwa ada dua orang temannya yang melamar pekerjaan di sana, akan tetapi keduanya berakhir dipecat serta dipermalukan. Dalam dunia kerja, Jayden Baldwin terkenal dengan sebutan CEO muda yang kejam. Meskipun begitu, Jayden juga dikenal CEO cerdas serta menorehkan prestasi yakni menaikkan profit perusahaan setiap tahunnya.
"Beruntungnya, temanku itu diterima masuk ke perusahaan tempat aku bekerja sekarang," tutur Lena lagi. Lena merupakan staf akuntansi sebuah perusahaan bernama Gas Alam Corp. yakni perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam berupa gas. Lena dimutasi dari luar pulau ke kantor pusat yang berada di ibu kota. Maka dari itu, ia bisa bertemu lagi dengan Sofia.
"Terima kasih atas peringatannya, Len. Tapi aku ingin mencobanya. Hanya Baldwin Enterprise yang memanggilku dari sekian CV yang kumasukan ke laman online." Sofia dengan sopan mengeluarkan beda pendapat sebagai respon atas peringatan sahabatnya itu.
Apa boleh buat, Lena hanya bisa pasrah dan mengikuti keputusan bulat Sofia. Ia berharap bahwa sahabatnya diperlakukan dengan baik oleh calon atasannya nanti.
...***...
Baldwin Enterprise.
Mengenakan atasan blouse garis salur hitam putih berlengan 7/8 serta celana panjang hitam yang dipinjam dari Lena, Sofia datang menghadiri panggilan interview.
Seorang staf wanita langsung mengarahkan Sofia ke sebuah ruangan cukup besar yang di dalamnya berisi meja membentuk huruf U lengkap dengan beberapa kursi mengitari layaknya sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk mengadakan meeting.
"Ekhem! Kau Sofia Wilson?" Seseorang melesat cepat masuk ke dalam ruangan sembari menyapa dingin Sofia. Sosok itu segera mengambil posisi duduk menghadap sang puan.
"Uhm, benar. Aku Sofia."
"Aku sudah membaca CV-mu. Kau tidak terlalu berpengalaman tapi berani memasukkan lamaran pekerjaan di perusahaanku," cecar Jayden terdengar mencemooh. Nyatanya, sang CEO sendiri yang secara langsung mewawancarai Sofia.
What! Apa dia sedang mencemoohku?
Netra Sofia berubah sengit menatap Jayden. Meskipun cukup tegar, Sofia nyatanya memiliki tabiat asli pemberontak dan boleh dibilang liar. Tipe manusia yang tak suka bila ranahnya diganggu tanpa sebab.
"Memangnya kenapa? Apa manusia sepertiku tidak boleh mencari pekerjaan?" sindir Sofia. Wanita itu sudah tak peduli apabila dirinya tidak lulus interview sekarang karena bagi Sofia harga diri di atas segalanya.
Berani sekali dia menimpaliku dengan sindiran. Tapi ... aku menyukai attitude-nya yang terlihat kuat. Hmm, kita lihat berapa hari kau akan bertahan di sini, Nona Wilson, Jayden membatin licik seraya mengamati Sofia dengan saksama.
"Baiklah, kau mendapatkan poin," cetus Jayden dengan nada tenang—berbeda dari beberapa detik yang lalu saat ia terang-terangan menyindir Sofia.
"A-pa maksudmu, Pak?"
"Selamat, kau diterima sebagai staf humas baru, Nona Wilson," tukas Jayden seraya menatap datar ke arah wanita bersurai cokelat tergerai indah.
"He?"
Sofia sontak tertohok dan tak percaya akan penerimaan dirinya begitu saja.
Ada apa dengan wawancara di perusahaan ini? Mengapa pria ini menerimaku begitu saja bahkan tanpa tes apapun selain pertanyaan basic?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!