Awal
Prang...prang...prang... Suara piring melayang dari dapur ke ruang tengah dan percikan pecahan sampai ke kaki Nur, Nur hanya diam dan sesegukan melihat tingkah sang suami yang bernama Jhon.
Nur merasakan perih dibetis akibat kena lemparan suaminya, tapi Nur hanya diam seakan akan tidak merasakan sakit padahal darah sudah mengalir dari betis kakinya.
Nur melirik kearah pintu kamar, anak sudah meringkuk ketakutan dan menangis tergugu melihat pertengkaran orantuanya. "Sungguh malang nasib anak anakku", batin Nur. "Sttttt jangan nangis" ucap Nur pada anak anaknya hanya gerak bibir saja.
"Nur..... Mana duit? Nuuuuuurrrr", teriak Jhon dengan tidak malunya meminta uang kepada istrinya. Nur memandang Jhon dan mengerutkan dahi Nur merasa suaminya tidak pernah memberi nafkah sepeserpun, selama ini Nur yang banting tulang jualan dipasar untuk memenuhi kebutuhan dirumah, "maaf, duit tidak ada bang", Nur menjawabnya suaminya dengan pelan seakan hanya bisikan saja.
"Apa gunanya kamu jualan kepasar? Kalau tidak menghasilkan duit? Sama siapa kamu kasih hasil jualanmu Nur? dengan kasarnya Jhon berbicara tanpa peduli kalau sudah larut malam.
Jhon menghampiri Nur yang sedang berdiri dipojokan "plaaaakkkk" Nur merasa perih Tamparan Jhon dipipi sebelah kiri, Nur meraba bekas tamparan Jhon, air mata mengalir mambasahi pipi Nur, merasa tidak bersalahnya Jhon menampar istrinya karena tidak dapat apa yang dia minta.
Padahal anak anak Jhon dan Nur ada tiga, Nendo, Zuldo, dan sibungsu Rose, butuh biaya untuk sekolah. Dan sudah menunggak uang sekolah 3 bulan.
"Kamu tidak ada gunanya", teriak Jhon dengan lantangnya. Jhon pergi meninggalkan rumah dengan entengnya tanpa perduli keadaan rumah yang sudah berantakan dan pecahan beling dimana mana.
Nur melangkah pelan dan hati hati agar kakinya tidak kena pecahan piring. Dibukanya pintu kamar dimana anaknya berada.
Langsung dipeluknya anak anaknya untuk memberikan kekuatan dan kenyamanan pada Nendo, Zuldo dan Rose. "Sudah sudah jangan menangis lagi, ada mama disini", ucap Nur pada anak anaknya. "mama kita pergi ke tempat oppung aja ma", ucap Nendo. (oppung \=kakek/nenek)
Nendo merasa ketakutan kepada papanya yang seharusnya melindungi, menjaganya, dan membimbingnya, tetapi itu semua tidak mereka rasakan. Yang mereka rasakan hanya kasih sayang mamanya.
Nendo lebih ke cenderung penyayang seperti mamanya, Zuldo hanya diam mendengar ucapan sang Abang, sedangkan Rose hanya menangis sesegukan sambil memeluk sang ibu.
Nur merasakan perih yang dalam melihat anak anaknya. "Aku harus kuat demi anak anakku", batin Nur.
"Ayok nak kita tidur, besok kesekolahkan? Ucap Nur, "Iya mama", jawab Zuldo, Nendo, Rose. Beranjak menuju kasur yang ada dikamar tersebut.
Nur mengusap usap punggung anaknya satu persatu, hembusan nafas anak anaknya sdh teratur menandakan anaknya sdh tidur dengan pulasnya.
Nur bangkit dan menuju ruang tengah, merapikan pecahan kaca yang berserakan, dikumpulkan satu persatu sambil menahan tangis dan perih.
Setelah rapi seperti semula, Nur merapikan dagangannya yang berada didapur. dengan telatennya Nur mengikat sayur pucuk ubi, kangkung potong, daun pisang dan berharap dagangannya besok habis tanpa sisa.
Nur merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur yang tipis, untuk mengistirahatkan tubuhnya yang kurus kering. setelah mengunci pintu rumah.
"Nak.... Anakku... Ayok bangun sayang, sudah jam 05.00 wib subuh", ucap Nur. "iya mama" jawab Zuldo langsung mengucek ucek matanya. "Bangunkan adek adekmu ya nak", ucap Nur. "Iya mama", Zuldo langsung membangunkan adek adeknya. "Nendo...Nendo.. Ayok bangun, mama mau kepasar", ucap Nendo. "Iya Abang", sahutan Nendo sambil duduk dan mata masih terpejam.
Zuldo beranjak ke kasur sebelah yang ditempati Rose tidur, karena mereka tidur dalam satu kamar, tetapi dengan kasur yang berbeda. "Dek..Dek Rose bangun, mama mau kepasar", ucap Zuldo. "hmmmm bentar lagi Abang, masih ngantuk", ucap Rose.
Zuldo dan Nendo menghampiri mamanya. "Mama berangkat kepasar ya nak, anak anak mama langsung mandi, serapan dan berangkat ke sekolah ya anakku, uang saku sudah mama letakkan ditas sekolah masing masing ya", ucap Nur. Zuldo dan Nendo langsung mengiyakan perkataan mamanya. "Jangan lupa bangunkan adek ya bang", ucap Nur pada Zuldo, "iya mama, mama hati hati berangkat kepasar ya ma", ucap Zuldo. "Iya nak", sahut Nur. Zuldo dan Nendo langsung salam mamanya seperti biasa.
Tint...tint...tint...suara klakson angkot pasar telah tiba didepan rumah Nur, dan Nur bergegas mengangkat dagangannya ke angkot satu persatu karung yang telah diisi dengan sayur dagangannya. Walau berat Nur harus mengangkat dagangannya. "Demi anak anak harus kuat", batin Nur, sambil mendada anak anaknya. Angkot pasar berjalan pelan pelan karena sang supir melihat Nur mendada anaknya.
Zuldo langsung membangunkan Rose. "Dek.. Ayok bangun, kita harus sekolah", ucap Zuldo, "Iya Abang", jawab Rose dan langsung duduk sambil kucek kucek mata. "Abang Nendo mana bang", tanya Rose, "sudah mandi dek, lagi siap siap mau serapan", sahut Zuldo. Dan beriringan keluar dari kamar setelah merapikan tempat tidur.
Zuldo sudah kelas 5 SD, Nendo kelas 3 SD, Rose kelas 1 SD. kebetulan sekolah tempat mereka sekolah dekat dengan rumah. Jadi hanya jalan kaki saja sudah sampai. Sebelum berangkat Zuldo tidak lupa mengunci rumah
"seperti biasa ya dek, tungguin Abang pulang, kita sama sama pulang kerumah", ucap Zuldo pada adik adiknya, "iya Abang", sahut Nendo dan Rose berbarengan, karena mereka sudah sampai disekolah tempat menuntut ilmu.
Jam 11.00 siang Nur sudah pulang dari pasar, Nur tidak melihat ada tanda tanda suaminya pulang kerumah mulai dari pertengkaran mereka kemarin malam. Karena sudah kebiasaan suaminya tidak pulang kerumah. Sebetulnya Nur merasa kuatir akan suaminya. Bagaimanapun jahatnya suaminya, Nur masih sayang pada suaminya, tidak dipungkiri Nur masih ada rasa cinta pada Jhon suaminya.
Nur hari ini sangat bersyukur karena dagangannya habis, berarti bisa disisihkan untuk uang sekolah anak anaknya. Nur langsung beres beres rumah, memasak, dan membersihkan dirinya sendiri. Setelah siap siap Nur berangkat ke sekolah anak anaknya
Nur berjalan kaki ke sekolah. Sampai di depan Sekolah Nur melihat Rose duduk menyendiri dan termenung. Dada Nur merasakan sesak melihat Rose yang duduk sendiri memandangi jajanan yanga ada didepan sekolah. Air mata menetes tak terasa jatuh dipipinya, dan cepat cepat dihapusnya, agar Rose tidak melihatnya. Nur menghampiri anaknya,
"Dek.....", panggil Nur, Rose langsung berdiri dan tersenyum melihat mamanya ada didepannya, "mama mau jemput adek ya ma?" Tanya Rose dengan wajah yang cerah secerah mentari menyinari bumi. "Iya nak, sekalian mama ada perlu ke kepala sekolah dek, adek ikut mama atau disini dulu duduk?" tanya Nur, tangan nur meraih wajah Rose dengan penuh kasih sayang dan mencium kening Rose. "Adek disini aja ma duduk, karena Abang Nendo jg sdh mau keluar?" jawab Rose sambil menatap mamanya yang kurus.
"Mama kedalam dulu ya dek, dan tunggu disini ya", ucap Nur langsung diangguki Rose.
"Tok...Tok...Tok... Permisi pak, apakah bapak kepala sekolah ada?" tanya Nur pada salah satu guru piket. "ada Bu, kalau boleh tau ada keperluan apa ya Bu?" tanya guru piket.
"saya, orang tua dari Zendo, Nendo dan Rose buk?", sahut Nur, "oh silahkan buk", ucap guru piket.
Nur masuk keruangan kepala sekolah dengan guru piket. "Selamat siang pak, Ibu ini orangtua dari Zuldo, Nendo dan Rose", ucap guru piket yang bernama Yusuf memperkenalkan Nur kepada kepala sekolah. Kepala sekolah menegakkan kepalanya dan memandang Nur. "Oh... Silahkan duduk Ibu, kebetulan Ibu datang hari ini, saya juga ada mau saya sampaikan kepada Ibu, wali dari ananda Zuldo, Nendo dan Rose", ucap Kepala Sekolah.
"Mohon maaf pak Saya undur diri, mau keruangan guru piket", ucap Yusuf memang berniat undur diri, kembali keruang guru piket karena tidak berapa lama lagi sudah waktunya anak anak didik selasai belajar hari ini, dan pulang kerumah masing masing.
Nur duduk di kursi yang telah tersedia diruangan Kepala Sekolah, yaitu Kursi yang menghadap meja Kepala Sekolah. bertanya tanya dalam hati, Nur merasa ketakutan jika anaknya dikeluarkan dari sekolah. "Bagaimana nasib anak anakku kelak jika dikeluarkan dari sekolah ini, Oh Tuhan Tolong anak anak hambaMU ini, supaya tidak dikeluarkan dari sekolah ini", Doa Nur dalam hati.
"hmmm..... Begini Ibu, tunggakan sekolah Zuldo, Nendo dan Rose sudah tiga bulan" , ucap Kelapa Sekolah. Jantung Nur sudah berdebar debar tak karuan mendengar ucapan Kepala Sekolah dan sudah bisa ditebak Nur kearah mana pembicaraan Kepala sekolah. "Biasanya jika anak didik menunggak sampai 4 bulan maka anak tersebut wajib dikeluarkan sesuai peraturan sekolah yang berlaku", lanjut kepala sekolah.
"Tak terkecuali.... Anak anak Ibu juga akan dikeluarkan bila uang sekolah tidak dibayarkan bulan ini", Kepala Nur menunduk melihat tangannya yang mulai keringatan setelah mendengar ucapan Kepala Sekolah. Nur mengangkat kepalanya dan menatap Kepala Sekolah dengan tatapan belas kasihan.
"Begini pak, kedatangan saya ke sekolah memang mau mencicil uang sekolah anak anak saya, tapi saya mohon pengertian Bapak Kepala Sekolah, Saya mencicil hanya sebulan. "Saya akan berusaha untuk mencicil tunggakan yang ada Pak", ujar Nur dengan kepala menunduk.
"Ok... Bu, akan kami pertimbangkan kembali jika ibu membayar satu bulan hari ini, untuk selanjutnya tolong ibu cicil tunggakan seperti yang ibu janjikan tadi", ucap Kepala Sekolah. "Jika tidak ada yang dibicarakan lagi, langsung saja jumpai bendahara Sekolah untuk cicilan yang ibu sampaikan tadi", lanjut Kepala sekolah.
Dengan lemasnya Nur berdiri tegak, sambil menyalami Bapak Kepala Sekolah lalu mengatakan "Terimakasih atas waktu dan kesempatan yang Bapak berikan, saya mohon undur diri Pak", Nur melangkah keluar dari ruangan Kepala sekolah dan menuju meja Bendahara Sekolah.
" Bu Melati, saya mau mencicil tunggakan uang sekolah anak saya", ucap Nur kepada Bendahara sekolah. "Silahkan duduk ibu, dan berapa bulan cicilannya ibu?, tanya Bu melati.
"Sebulan saja Bu", jawab Nur. Dan langsung menyerahkan sejumlah uang kepada Bu Melati.
"Untuk Selanjutnya tolong Ibu usahakan pembayaran yang tertunggak, karena akan berakibat fatal jika Ibu tidak membayarnya atau mencicil", Bu Melati menerangkan kembali apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kepala Sekolah. "Iya Bu, akan saya usahakan, Saya mohon undur diri Bu", jawab Nur langsung berdiri dan menyalam Bu Melati. "Silahkan", sahut Bu Melati.
Nur melangkah keluar dari Ruangan Guru. Berjalan gontai menuju tempat duduk anak bungsu kesayangan. Nur duduk disamping Rose dan melirik apa yang dilihat Rose. Nur merasa sedih melihat Rose karena Rose melirik anak anak yang makan jajanan disekolah.
Nur meraih wajah Rose " Bukannya Mama menaruh uang jajan ditas adek tadi pagi?, tanya Nur, "Mau jajan anak cantik mama?, tanya Nur lagi, Rose menggelengkan kepala dan menjawab mamanya "Adek sudah serapan tadi pagi mama, uang jajan yang mama kasih, lebih bagus adek simpan aja untuk bayar cicil uang sekolah Abang sama adek" jleb.... Menusuk didada Nur perkataan anak gadisnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!