Selamat datang di novel perdana aku.
Mohon dukungannya dan jangan lupa tinggalkan jejak.
Terimakasih everyone.
...Happy Reading...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
Seorang wanita bertubuh gemuk dengan paras yang biasa, tampak membuka pintu sambil menenteng kantong belanjaan berisi roti-rotian dan buah-buahan, memasuki kediaman megah warisan mending ayah ibunya.
Ia menoleh ke arah rak sepatu dan tersentak kala menemukan bahwa leathers work sang suami tertaruh asal disana.
"Mas? Tumben dia pulang cepat?" Gumam Adinda menyipitkan mata keheranan, setelah tak lama kemudian kembali mengalihkan perhatian ke sepasang high heels berwarna kuning keemasan entah milik siapa.
Adinda membuntangkan mata dan menganga. Perasaannya tak enak. Sebab selain dia dan sang suami yang tinggal mendiami rumahnya ini, hanya seekor kucing saja yang berlalu-larang disekitar mereka setiap hari.
Sudah pasti Adinda merasa ada yang mengganjal dan tidak tak beres. Apalagi disaat suara gelak tawa wanita lain terdengar samar di telinganya, Adinda semakin gundah gulana dan segera bergegas berlari menaiki tangga menuju kamar.
Tak... Tak... Tak.
Alunan cekikikan yang didengarnya kian mendekat. Perasaan Adinda bertambah gelisah. Pelan-pelan ia menempelkan sebelah telinga menguping apa hal yang terjadi didalam kamarnya dan suami.
"Mas, kapan kamu mau nikahin aku? Aku lelah menunggu. Kamu selalu saja mengulur-ulur waktu." Rengek Susi si pelakor yang ternyata merupakan sepupu Adinda. Ia mengalungi tengkuk leher Bram seraya bertingkah manja dan kecentilan.
Adinda ternanap. Walau tak melihat wujud secara langsung, tetapi ia mengenal betul suara perempuan itu. Pikirannya pun berkecamuk. Ia lantas menutup mulutnya rapat-rapat dan lanjut mendengarkan perbincangan tersebut.
"Iya sabar ya sayang. Aku pasti akan menikahimu secepatnya kok. Soalnya aku sedang menyusun strategi bagaimana caranya menyingkirkan Adinda gentong yang wajahnya dipenuhi jerawat itu. Aku tak tahan lagi bila berada disisinya terus. Bisa-bisa remuk semua tulang-tulangku ditimpa olehnya saat tidur, hehehe." Balas Bram menarik tubuh Susi menempel padanya.
"Janji ya?" Sahut Susi menunjukkan jari kelingkingnya seraya berjinjit kaki, memajukan wajah ke Bram.
"Janji. Pokoknya dalam waktu dekat, Adinda wajib dilenyapkan agar harta kekayaannya jadi milik kita berdua! Bwahahahaha." Bram tergelak kegirangan, membayangkan impiannya. Sesudahnya ia mengeratkan rengkuhannya lalu mencium lekat bibir Susi penuh gairah.
Chuuuupp.
Susi tersenyum samar dan membalas buas perlakuan selingkuhannya. Ia menunggang naik ke bopongan Bram dan mereka saling mel'umat, meraba hingga bercumbu mesra.
Amarah Adinda yang berada diluar kamar meluap-luap. Tanpa berpikir panjang ia sontak menghempas barang bawaannya hingga berseliweran menyebar kemana-mana. Iapun menggebrak pintu dan menerobos, menciduk Bram bersama selingkuhannya yang kini berada di atas ranjang hendak melaksanakan perzinahan.
"Dasar suami kurang ajar! Berani-beraninya kau bermain dibelakangku!" Sembur Adinda, disusul lemparan tatapan tajam menyoroti Susi.
Deggg.
Adinda tercengang tak menduga, "Su__Susi?!! Kau!!"
Bram dan Susi memperbaiki posisi.
"Sa__Sayang aku bisa jelaskan," Bram secepat kilat membenarkan bajunya, mendekat dan meraih tangan Adinda yang kemudian digenggamnya dengan wajah memelas. "Apa yang kamu lihat tidak seperti yang dikira."
Adinda shock berat. Kemudian menjeling ke Susi yang justru kelihatan santai seraya memain-mainkan helaian rambut, tanpa peduli terhadap apapun yang terjadi.
"Pembohong! Aku tidak percaya padamu!! Dasar tidak tau malu!!" Adinda menepis genggaman Bram diikuti oleh satu tamparan yang kuat.
Plakkk!
Wajah Bram terhempas. Susi terlonjak.
Sementara Adinda terengah-engah akibat ledakan emosinya.
"Katakan! Apa kurangnya aku Mas?! Apa?!" Adinda berderai air mata.
"Semenjak resmi menjadi suamiku segala kekurangan yang kau miliki, aku tutupi!"
"Pekerjaan, mobil, rumah dan kasih sayang pun aku beri!"
"Mengapa kau malah membalas cintaku, dengan cara begini?! Hiks."
Kekecewaan dan kesedihan Adinda mengalir tiada henti, "Aku sungguh salah memilihmu sebagai suami!"
"Aku pengen kita cerai!"
Duaaarrr!!
Bram dan Susi tergemap bersamaan.
Bram yang tidak terima berkata, "sa__sayang? Kamu barusan bilang...."
"Ya! Aku ingin cerai! Cepat kemasi seluruh pakaianmu dan bawa pergi selingkuhanmu darisini! Aku tidak mau melihat kalian lagi." Tegas Adinda mengiblatkan telunjukknya, mengusir Bram dan Susi.
Bram seketima naik pitam. Begitupun Susi.
"Tidak mau! Ini adalah rumahku! Pemberian mertuaku! Aku juga punya hak untuk tetap tinggal ataupun minggat! Kau jangan sembarangan menghardikku wahai perempuan sialan!!" Tolak Bram mentah-mentah.
"Heh mbak! Kau tidak boleh asal-asalan mengambil keputusan ya! Harusnya kau berterimakasih karena mas Bram mau menerimamu yang buruk rupa ini! Coba kalau aku ya yang jadi laki-laki? Cih, mana mau aku dengan wanita gemuk, jelek, dekil, bodoh, tidak tahu apa-apa dan compang-camping sepertimu! Kau cuman menang kaya saja dariku. Selebihnya nol!" Timbrung Susi memasang badan melindungi Bram dan melesatkan kekesalannya.
"Lagipula tanpa bantuan Mas Bram, bisnis keluarga kalian pasti sudah hancur dan bangkrut sekarang!" Tambah Susi kepedean.
Adinda menyengir menahan sakit hati, "oh ya? Kau pikir aku peduli? Heh! Hei para pemimpi! Ingatlah jikalau akulah ahli waris sekaligus pemilik sah rumah beserta harta kekayaan keluargaku yang ada disini. Ditambah, jauh sebelum mengenal Bram akulah yang memegang kendali bisnis keluargaku sendiri tanpa bantuan siapapun. Jadi terserah apa yang kalian katakan, aku tetap takkan gencar apalagi ambil pusing!"
"Dan kau Susi! Berhentilah berlagak! Kau kan cuma anak kuli! Dan ibumu seorang wanita malam. Sadar dan mengacalah sedikit. Untukmu Mas Bram, kurang-kurangi mengkhayalnya. Jangan pernah lupakan jika kau bukan siapa-siapa tanpa mengenal Adinda dan keluarga Alexander." Ucap Adinda yang makin mendidihkan darah Bram khususnya Susi.
"ADINDA!! DASAR WANITA SIALAN! LEBIH BAIK KAU MATI SAJA!! "
Bram yang dikuasai kemurkaan, langsung menendang kuat pinggul Adinda sampai terjungkal.
Bughhh!!
Adinda memekau kesakitan dan terpental menghantam dinding.
"Aku sampai di titik sekarang bukan karena kau melainkan usahaku yang berhasil mengelabuimu!"
"Aku tidak mencintaimu! Aku lebih tertarik pada hartamu! Itulah mengapa aku mati-matian mendekatimu!"
Bram yang kurang puas, menghampiri tubuh tergeletak Adinda dan meninju-ninjunya brutal.
Bugh.. Bugh... Bugh.
"Lenyaplah dari dunia wahai wanita jelek!! Aku muak melihatmu yang bagaikan sapi sembelih!!" Celoteh Bram terus menggempur Adinda habis-habisan.
"Akk! Ampun mas!" Adinda memohon-memohon tetapi Bram tidak menggubrisnya.
Malahan, "mengapa kau malah diam disana? Cepat ambil pisau, tali dan karung!"
Bram memerintahkan hal nyeleneh ke Susi yang tengah gemetar menahan takutnya terhadap perbuatan sang selingkuhan.
"Cepat!! Kau mau kaya tidak?!!"
Bram membentak, menyadarkan Susi. Sedangkan tangan Bram beralih mencekik leher Adinda yang meronta-ronta hampir kehabisan nafas.
Secepat kilat, Susi berlalu mengambil barang-barang yang dibutuhkan Bram.
Selang beberapa menit, ia muncul membawa benda-benda tersebut dan menyodorkannya dengan ekspresi terheran-heran karena Adinda sudah tak bergerak, "Mas? Jangan bilang kalau mbak Adinda....,"
"Ya. Sepertinya dia telah mati." Ujar Bram menatap dingin ke karung goni, "Kita harus memindahkannya darisini."
Sejam berselang.
Bruughhhh.
Sebuah karung bergelicir ke jurang tepatnya dekat jembatan yang sepi pengendara. Dimana dari atasnya terlihat sosok Bram dan Susi.
"Mas, kamu yakin kita tidak bakal kenapa-napa?" Susi bertanya penuh kecemasan kepada Bram yang menatap jenuh ke arah jurang.
Bram merangkulnya sembari mengujarkan, "kamu tidak perlu khawatir. Semua baik-baik saja. Sebentar lagi kita akan bahagia. Sebab sudah tak ada lagi yang menghalangi kita."
...****************...
...****************...
Mohon dukungannya para readers tercinta~❤️
Jangan lupa like, coment, gift and vote sebanyak-banyaknya~❤️
Terimakasiwww~❤️
𝘗𝘰𝘷 𝘈𝘥𝘪𝘯𝘥𝘢.
Banyak yang bilang bahwa kamu akan dihargai dan memiliki segalanya ketika berparas cantik serta bertubuh seksi.
Begitulah kekejaman dunia. Dimana manusia-manusia didalamnya, suka menghakimi dan selalu memandang rendah insan yang dianggap fisiknya tidak sempurna.
Namaku Adinda Alexander berasal dari keluarga yang old money. Kakekku seorang pebisnis handal. Ia berhasil mendirikan satu perusahaan bernama Simsung Group, yang berkecimpung di bidang eletronik.
Setelah Kakek wafat, Papiku lah yang kemudian melanjutkan karir Simsung Group tersebut.
Disisi lain pihak keluarga Mamiku juga tak kalah kayanya. Harta warisan mereka tiada habisnya. Ayah mami adalah mantan panglima jenderal tentara, dan ibunya merupakan pensiunan aktris senior papan atas.
Kiranya ada sekitar 70 Trilliun jumlah kekayaan bersih keluarga kami, yang tidak lama setelahnya diwariskan kepadaku sebagai pewaris tunggal satu-satunya.
Papi dan mami meninggal akibat kecelakaan pesawat di sepuluh tahun yang lalu ketika aku masih berusia 17 tahun. Aku pun jadi sebatang kara. Namun hartaku berseliweran.
Dengan segala usaha serta kerja keras dan bantuan orang-orangnya Papi sebelumnya, aku lantas bangkit dari keterpurukan. Meneruskan bisnis keluarga yang telah dipercayakan sambil menempuh pendidikan demi sebuah gelar. Keuangan aku kontrol sebaik mungkin agar tetap stabil.
Meski mempunyai semua kemakmuran yang didamba-dambakan orang, namun aku ada beberapa kekurangan. Salah satunya bobot tubuhku yang tergolong gemukan.
Wajahku pun tidak cantik. Dipenuhi oleh jerawat dan noda hitam. Aku terlalu fokus mengurus bisnis sampai lupa mengupgrade diri. Sehingga membuatku seringkali jadi bahan tertawaan dan olokan oknum-oknum tertentu.
'Lihatlah dia! Bahkan seekor babi pun takkan tertarik padanya. Hahaha.'
'Hei bukannya dia kaya? Harusnya dia pandai merawat dirinya. Toh uangnya banyak. Apa dia pelit terhadap dirinya sendiri?'
'Aku benci mengakui ini, tapi dia benar-benar seperti sapi. Mukanya juga tidak seglowing independen woman yang lain.'
'Mana ada laki-laki yang mau menikahi gentong? Hahaha. Semoga khayalannya tidak sampai kesitu.'
Aku tidak peduli atas hardikan-hardikan serta penindasan tersebut. Lagipula mereka tidak setara denganku. Aku ingin hidup sesuai selera dan pilihanku.
Menginjak umur yang ke dua puluh lima tahun, akupun dipertemukan kepada sesosok pria tampan yakni Bram.
Awalnya dia adalah salah seorang karyawan di perusahaanku.
Tak tahu kenapa sedari pertemuan pertama, dia tiada henti-hentinya memepet dan mengejar-ngejarku.
Aku jelas terganggu. Perlahan-lahan aku membuka pintu hati untuk menerimanya masuk kedalam kehidupanku yang kosong.
Dia mengaku kalau dirinya seorang yatim piatu yang sama sepertiku.
Dia menggemaskan dan lucu. Bram seringkali menggodaku.
Ditambah tingkah lakunya sangat manja terhadapku setiap kali kami bertemu.
Aku seketika tertarik padanya. Selain bernasib sama, ia juga begitu lemah lembut dan perhatian kepadaku.
Aku tentu terlena dan luluh. Mana pernah aku diperlakukan seperti itu?
Jadi tak peduli darimana pun dia berasal dan bagaimana asal-usulnya, aku telah jatuh cinta.
Sesudah setahun menjalin asmara walau tidak sedikit yang menghujat, kami melangsungkan pernikahan.
Kami mempererat hubungan lewat janji suci yang diuntaikan di atas altar, dibubuhi oleh kemegahan dan kemewahan acara.
Mula-mula kehidupan rumah tangga yang kami bina, terlihat baik-baik saja.
Dia yang resmi jadi suamiku, aku beri jabatan tinggi untuk mendampingi posisiku di perusahaan. Agar dia lebih banyak belajar dan mengumpulkan pengalaman. Aku sengaja menguji kinerjanya.
Alhasil dalam waktu beberapa bulan, dia sukses menstabilkan proyeksi dan koneksi perusahaan. Aku selaku pimpinan/ CEO lantas mempercayakan hampir sepenuhnya kendali Simsung Group ke tangannya.
Sementara pelan-pelan aku beralih ke pekerjaan rumah tangga.
Tetapi pada satu hari yang kelam, keteguhan hati dan cintaku dirusaknya.
Aku menemukan dia bermesraan dengan sepupu jauhku Susi Anastasia. Seorang pemandu karaoke di salah satu club malam.
Tak tahu sejak bila mereka menjalin asmara. Intinya aku amat terluka dan kecewa.
Padahal aku sudah menganggap Susi seperti adik sekaligus sahabat, yang acapkali jadi tempatku mencurahkan isi perasaan. Memperlakukannya dengan baik dan sering menolongnya disaat kesusahan.
Aku langsung tertampar realita dan tersadar jika nyatanya, penyebab Bram tidak pernah menyentuhku sedari awal pernikahan adalah karena dia punya simpanan. Yakni sepupuku sendiri.
Gambaran suami yang penuh kasih, serta sesosok sepupu yang bagaikan adik seketika sirna dari lubuk hati kecilku ini.
Ragaku lunglai lemas dan dadaku bagai ditimpa batu besar. Sungguh sakitnya pengkhianatan. Terlebih bila orang yang kita percaya adalah pelakunya.
Amarah dan kemurkaanku tatkala meledak-ledak dan segera mengambil tindakan mengusir mereka berdua.
Bram yang tidak terima melakukan penolakan keras. Aku melawan tanpa rasa takut dan was-was.
Sehingga tanpa berpikir panjang, Bram yang tak kuasa menahan amukannya langsung menghabisiku.
Ia menyepakkan kakinya kuat ke arahku dan berkali-kali tangannya menghantam buas diriku, sembari melontarkan cacian, makian serta pengakuan bahwa sesungguhnya dia tidak mencintaiku.
Bram lebih peduli terhadap kekayaanku yang merupakan tujuan awalnya mendekatiku.
Sungguh terlukanya hatiku.
Bram mengeroyokku secara membabi-buta tanpa pengampunan.
Aku yang telah kehilangan separuh tenaga, terkulai tak berdaya. Perlahan mataku tertutup rapat dan nafasku seolah tak lagi menderu.
Detak jantungku terhenti.
Sesaat aku merasa, tubuhku telah mati.
Namun tidak berselang lama sesudahnya, mataku mendadak mencelek. Jiwa yang keluar dari dalam raga, seakan ditarik masuk kembali oleh sang ilahi.
Aku sadar betul disaat tubuhku berada dalam sebuah karung yang terguling-guling jatuh.
Kepalaku puyeng dan isi perutku seakan bertempur-tempur, yang ingin sekali membuatku memuntahkannya.
Bruuukkk.
Perputaran yang menyakitkan itu terhenti.
Aku meronta-ronta hingga mencabik-cabik karung yang membungkusku ketat, berusaha mengeluarkan tubuhku dari bungkusannya.
Sraaaakkk.
Aku menongol keluar dari dalam karung dan secepat mungkin menghirup oksigen untuk mempertahankan nyawaku. Syukurlah aku terselamatkan. Meskipun banyak luka-luka yang berjejeran di badan.
Kulihat sekitar tidak ada siapa-siapa.
Lingkungan kuberada nampak sepi tanpa pengendara atau seorang pun yang lewat.
Apa yang terlintas jelas di mata hanyalah mobil milik Bram. Melaju pergi jauh meninggalkanku sendiri, yang dikira telah menjadi mayat.
Aku menarik langkahku untuk berlari berharap dia akan aku gapai. Namun sayang, usahaku mengkhianati hasil.
Aku sempoyongan dan nafasku tertatih-tatih.
Aku terhenyak lemas di jalanan, menatap langit yang kian menggelap sambil menangis sesenggukan disertai memukul-mukul dada.
Benarkah dia Bram lelaki tampan yang katanya mencintaiku apa adanya?
Mengapa hidupku setragis ini? Ini tidak adil! Bukankah setelah kehilangan keluarga-keluargaku yang tersayang, aku harusnya mendapat kebahagiaan?
Kenapa begitu banyak sekali cobaan yang membantaiku silih berganti?
Apa karena aku gemuk dan tidak cantik? Sehingga itulah yang menyebabkanku dipandang sebelah mata serta tidak dihargai?
Tidak!
Aku tidak boleh lengah dan patah semangat begini!
Aku harus membalaskan dendamku!
Aku mesti kembali menjadi orang lain untuk memberi mereka pelajaran penting!!
Batinku seraya mengepalkan tanganku dan menajamkan sorot mataku yang merah menyala.
Dendam membaraku yang begitu kuat, meluap-luap.
Bruuuk.
Tetapi tanda tersadar, tubuhku malah ambruk dan mataku kembali tertutup.
Ditengah kegelapan malam dan dibawah guyuran gerimis yang menghantam, sebuah mobil alphard hitam berkilauan, tampak melewati jalanan sepi tanpa pengendara. Dimana kiri kanan hanya pohon-pohon rindang nan lebat yang berjejeran.
𝗕𝗿𝘂𝘂𝘂𝘂𝗺𝗺𝗺.
"Tuan apa anda baik-baik saja? Saya lihat anda kelihatan lelah." Ucap Yoga si asisten pribadi, kepada tuannya yang seorang konglomerat.
"Ya. I'm okay." Balas Hendrik menyangga dagu, menatap datar ke arah kaca mobil. Mengamati jalanan yang dilewatinya sambil memikirkan banyak hal.
𝘏𝘢𝘢𝘢𝘢𝘢𝘢𝘩.
Hendrik menghela nafas panjang. Entah beban berat apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin itulah yang membuatnya seperti kelelahan.
Padahal sebenarnya, tidak begitu banyak pekerjaan yang dilakukannnya di perusahaan dari pagi sampai sore tadi. Hanya mengikuti beberapa rapat dan memonitoring kinerja bawahan.
Sisanya dia berbuat sesukanya. Toh dia yang empunya 𝘗𝘛. 𝘏𝘦𝘯 𝘍𝘶𝘵𝘶𝘳𝘦𝘴. Sebuah perusahaan besar yang mengelola hasil bumi, diantaranya timah, minyak, gas dan lain sebagainya.
Melalui bisnis tersebut, tentu dia mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit. Apalagi dia menekuninya dengan teliti, jujur dan full rasa tanggung jawab. Sehingga per tahunnya, PT. Hen Future meraup sekitar 20 Trilliun.
Jadi dapat dipastikan bahwa Hendrik Xavier bukanlah konglomerat abal-abal atau orang kaya hasil nyolong uang rakyat. Melainkan Miliarder yang punya segalanya.
Ditambah, dibelakangnya ada komplotan mafia yang bertugas melindunginya dibalik bayang-bayang.
Itulah mengapa Hendrik sungguh disegani dan ditakuti dimanapun dia berada. Bahkan desas-desus mengatakan jikalau dirinya lah ketua mafia, yang memimpin kelompok-kelompok menyeramkan tersebut.
Hanya saja ia enggan menunjukkannya demi kenyamanannya dalam bekerja. Benarkah demikian?
Yang terpenting, kini Hendrik dan Yoga asistennya terlihat menyusuri jalan hendak pulang ke kediaman.
Tetapi tiba-tiba, Yoga yang sekedar mengedar pandangan memantau sekelilingnya sambil mengemudi, menemukan ada satu tubuh tergeletak lemah tak berdaya tersorot oleh pantulan cahaya mobil.
𝗖𝗸𝗶𝘁𝘁𝘁𝘁!!
Yoga mengerem dadakan. Dan membuat dia maupun Hendrik terjungkal kencang ke depan.
𝗕𝗿𝘂𝘂𝘂𝗸𝗸.
"Yoga!! Ada apa ini?! Kenapa berhenti?!!" Sembur Hendrik, memanjuskan ekspresi.
"Tu__Tuan, coba lihat ke__kesana? Apa itu mayat? Atau kerbau yang mati kelaparan?" Yoga mengarahkan telunjuknya, ke arah sebuah tubuh wanita gemuk yang berlumuran darah. Yoga pucat dan menganga. Perasaannya tidak enak.
Hendrik pun demikian. Dia mengerutkan kening, memprediksi. Tak berselang lama____
𝗦𝗿𝗲𝗲𝗽𝗽𝗽.
Hendrik membuka pintu mobil dan menongol keluar memastikan siapakah gerangan.
𝗧𝗮𝗸.. 𝗧𝗮𝗸... 𝗧𝗮𝗸.. Hendrik memajukan langkah perlahan, diselimuti rasa was-was. Ia menghampiri tubuh si wanita misterius yang posisinya membelakangi.
"Hati-hati tuan," Yoga memperingatkan dan gemetar.
"Hei nona___," Hendrik membalik tubuh wanita misterius yang ternyata adalah Adinda.
Hendrik membuntangkan mata dan melanjutkan mengguncang-guncang tubuh Adinda, "hei hei, apa kau masih hidup?"
Hendrik mendekatkan telinga, mendeteksi aliran nafas Adinda seraya memeriksa pembuluh nadinya.
𝗗𝗲𝗴𝗴𝗴𝗵!!
Hendrik tercengang dan seketika, "Yoga kemari dan cepat bawa masuk perempuan ini ke mobil!"
"Dia masih hidup!!" Perintah Hendrik yang secepat kilat membuat Yoga buru-buru berlari mematuhi kehendak Hendrik.
𝗧𝗮𝗽... 𝗧𝗮𝗽... 𝗧𝗮𝗽. Cekatan, Yoga mengangkat tubuh berat Adinda dengan penuh kekuatan walau hampir meretakkan tulang-tulangnya.
Yoga membopong Adinda ke mobil. Diekori oleh hendrik, yang menilik ke kanan dan kiri. Kira-kira oknum mana yang berani sekali bertindak begini.
Firasat Hendrik tidak pernah meleset. Ia yakin betul jika wanita gemuk yang diselamatkannya itu, pasti korban perampokan ataupun kekerasan.
...****************...
...****************...
𝗕𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗽𝗮 𝗵𝗮𝗿𝗶 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴___
Satu berita heboh, mencengangkan jagat dunia maya khususnya para pebisnis yang menyebar di seluruh penjuru bumi.
Di layar monitor televisi, sang reporter menuturi, "kabar berikutnya datang dari keluarga Alexander. Putri sekaligus pewaris tunggal Simsung Group yang 𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘥𝘢𝘯 wajahnya tidak pernah terekspos media, dinyatakan menghilang, setelah tiga hari tidak pulang-pulang ke 𝘬𝘦𝘥𝘪𝘢𝘮𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢."
"Sang suami Bram Alexander menyampaikan bahwa, sebelum menghilang Ny. Alexander diketahui healing ke suatu tempat wisata. Karena tidak kunjung mendapat kabar, Pak Bram 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 melaporkan peristiwa ini ke pihak berwajib untuk diselidiki. 𝘉𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘴𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪, 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪."
"𝘚𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘢𝘥𝘢 𝘪𝘯𝘧𝘰𝘳𝘮𝘢𝘴𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘴𝘰𝘢𝘭 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘕𝘺. 𝘈𝘭𝘦𝘹𝘢𝘯𝘥𝘦𝘳. 𝘑𝘢𝘥𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘦𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶, 𝘬𝘦𝘯𝘥𝘢𝘭𝘪 𝘚𝘪𝘮𝘴𝘶𝘯𝘨 𝘎𝘳𝘰𝘶𝘱 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘨𝘢𝘯𝘨 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢 𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘈𝘭𝘦𝘹𝘢𝘯𝘥𝘦𝘳 𝘺𝘢𝘬𝘯𝘪 𝘗𝘢𝘬 𝘌𝘳𝘯𝘢𝘯𝘥𝘰, 𝘨𝘶𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘯𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘤𝘢𝘮 𝘨𝘰𝘯𝘤𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘪𝘮𝘱𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘥𝘪𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘩𝘢𝘢𝘯. 𝘚𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘣𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘬𝘪𝘭 𝘱𝘳𝘦𝘴𝘥𝘪𝘳 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘥𝘪𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘗𝘢𝘬 𝘉𝘳𝘢𝘮."
𝗧𝗶𝘁𝘁𝘁𝘁. Bram memantikan layar televisi dan menggerang kesal, "aghh! Mau selama mana sih aku harus menunggu, harta warisan Adinda beralih kepadaku?!!"
Bram mengacak-acak rambut frustasi.
Susi yang ada disebelahnya, menempelinya dan bersender kepala di pundak Bram, "Mas yang sabar ya. Kita kan sedang bersandiwara alih-alih mengikuti prosedur kuasa hukum keluarganya mbak Adinda."
"Bila seminggu Adinda belum ada kabar, maka otomatis separuh lebih kekayaannya akan menjadi milik kita. Kita cuma tinggal menunggu. Lalu setelahnya menuai tanpa ampun." Susi melebarkan senyum liciknya yang samar.
"Haaaiighh. Lagian kuasa hukum Adinda keras kepala banget! Tidak bisa diajak kerjasama. Emang apa yang bakal dia dapatkan dari seorang arwah gentayangan? Tck!" Gerutu Bram, mendengus kasar.
"Iya iya. Stay calm down. Yang penting, kita udah mastiin sendiri kalau Adinda tlah mati. Aku yakin tidak bakal ada yang menemukannya disana. Pasti sekarang, sebadan-badannya habis dimakan belatung. Hihihi. So, jangan khawatir." Susi menepuk-nepuk paha Bram menenangkan, "oh ya. Bukankah sejam lagi kamu ada jadwal wawancara di stasiun berita tv?"
Susi mengingatkan.
"Iya." Balas Bram singkat.
"Nah ayo dong kamu semangat! Dan perbanyak sandiwaranya, biar dalam waktu dekat kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Pokoknya Mas harus akting sebaik mungkin. Okay?" Susi menangkup wajah Bram dan tersenyum lebar.
Bram menarik nafas dalam-dalam dan kemudian mengeluarkannya perlahan, "haaaah. Baiklah. Makasih ya."
Raut Bram yang tadinya masam, akhirnya berubah senyuman. Tanpa berlama-lama, ia lantas menarik tengkuk leher Susi dan menciumnya lekat.
𝗖𝗵𝘂𝗽𝗽𝗽𝗽.
"Aku mencintaimu, Susi~"
Wajah Susi merah merona. Jantungnya berdegup kencang dan hasratnya melonjak-lonjak, "me too Mas. Ummmmuuah."
Susi mencium sekilas Bram dengan penuh kehangatan. Kemudian ia naik ke atas pangkuan Bram dan merangkulnya, "sebelum berangkat, kamu mau kita olahraga tiga ronde dulu enggak?"
Susi yang tak kuasa menahan denyutan serta gelitikan dibagian bawahnya, berbisik manis menggoda Bram.
Perkutut Bram mulai menegang.
Terlebih dikala terlena atas rayuan maut Susi yang nampak mengenakan pakaian mini, Bram kian terpancing, "tentu saja!"
𝗕𝗿𝘂𝘂𝗸𝗸.
Bram membaringkan tubuh Susi di sofa, "ayo kita bermain sebentar."
Bram melonggarkan dasinya dan ikat pinggangnya secepat kilat. Membuka satu per satu kancing kemejanya, lalu merobek pakaian Susi dengan buas.
𝗖𝗿𝗮𝗮𝗮𝗸𝗸.
"Auhhh, Mas. Kamu buas~ Tapi aku suka~" Pipi susi memerah panas dan Bram langsung menimpanya.
"Love you sayang~ Chuppp~" Pelan-pelan Bram mengarahkan ciuman-ciuman nakalnya ke bibir, pipi, dan leher Susi yang kini mengangkanginya.
Tangan Bram meliar ke segala arah. Meraba-raba tubuh menggoda milik Susi dan meremas-remas bola kenyalnya yang menggunung besar.
"Auhhh~" Susi mengigit bibir dan menengadahkan kepala, menikmati tindakan Bram. Matanya terbuka lalu tertutup secara bergantian, mengikuti irama kebuasan Bram.
Selepasnya, Bram menurunkan jemarinya masuk ke bagian dalam cd Susi. Tepatnya ke lobang gelap licin dan berbulu tipis.
Bram mencolok-colokkan ketiga jarinya brutal. Sementara mulutnya mengkenyot buah semangka Susi silih berganti.
𝗕𝗹𝘂𝗽... 𝗦𝗿𝘂𝘂𝘂𝗽𝗽.... 𝗕𝗹𝘂𝗽.
"Ahhh, sayang~Kamu nakal auuhhh, enak sekali~" Susi menggeliat dan melepaskan des'ahannya yang lembut.
Pergulatan itu terus berlanjut seiring berjalannya waktu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!