Di dalam sebuah klub malam. Terlihat dua orang wanita yang tengah duduk berhadapan. Salah satu wanita itu terus menghembuskan napasnya, turut prihatin dengan wanita di depannya yang terus menerus minum dan mulai berkata kasar.
Untung saja kondisi klub sedang sepi. Jika tidak, mereka pasti akan menjadi pusat perhatian. Tiba-tiba wanita mabuk itu menangis, membuat wanita di depannya yang tidak lain adalah sahabatnya, menghembuskan napas. Tidak tahu harus berbuat apa.
"Hiks! Hiks! Hiks!"
"Kamu jahat, Vin."
Beberapa jam yang lalu.
Kim Ana atau kerap kali disapa Ana oleh teman-temannya. Putri dari pengusaha sukses yang menduduki posisi ke 4 dari 3 perusahaan terbesar se-Asia.
Satu-satunya putri dari Kim Young dan Kim Yana atau kerap disapa Liyana.
Hari ini Ana sangat bahagia. Karena hari ini tepat 1 tahun ia berpacaran dengan Kevin Liu.
Saat ini Ana berada di salah satu mall. Melihat hadiah apa yg bagus untuk kekasihnya.
"Hadiah apa yang sosok untuknya, ya?" guman Ana.
Di saat Ana tengah asik melihat-lihat, tanpa sengaja ia melihat seseorang yang sangat ia kenal.
"Kevin? Ngapain dia di sini?" tanya Ana dengan tatapan yang fokus menatap sosok kekasihnya itu.
Kening Ana mengerut melihat Kevin yang tengah bersama Melinda, sahabat Ana.
Ana masih terus mengikuti mereka, hingga tiba sebuah hotel dan memesan kamar. Ana masih setia mengendap mengikuti langkah kaki sahabat dan kekasihnya itu, hingga keduanya memasuki sebuah kamar.
Karenarasa penasarannya, Ana membuka pintu kamar yang ternyata tidak terkunci itu.
BRAK!
"Apa yg kalian lakukan?" ucap Ana dengan kedua mata terbelalak.
Kedua orang itu mendekat ke arah Ana. Saat Kevin ingin berbicara, sebuah tamparan keras sudah lebih dulu mendarat di pipinya.
PLAK!
Seketika Melinda membelalakkan mata dan segera menolong Kevin.
"Kevin!" teriak Melinda.
"Apa yang kamu lakukan, Ana?" bentak.
"Kenapa, Mel? Kenapa kamu lakuin ini sama aku?! Kamu tau kalau aku adalah pacar Kevin. Kenapa?!" teriak Ana dengan mata berkaca-kaca.
"Ana ... Ana. Kamu harus tau kalau aku dan Kevin akan segera menikah." ucap Melinda.
"Apa?!"
"Kamu itu nggak pantas buat Kevin. Kamu cuma mantan pacar sekarang. Jadi Ana sayang, kamu lebih baik pergi dari sini. Karena kamu nggak pantas berada di sini! Ganggu orang aja." ucap Melinda dengan tersenyum sinis.
"Aku belum putus sama Kevin," ucap Ana masih menahan tangisnya.
"Kita putus!" ucap kevin dengan lantangnya.
Ana terkejut mendengar perkataan Kevin.
"Maksud kamu apa, Vin?" tanya Ana lirih.
"Aku udah nggak cinta sama kamu. Jadi kita putus. Lagipula aku nggak bisa nikah sama orang miskin kayak kamu Ana." ucap Kevin tanpa rasa bersalah sama sekali.
Ana memang tidak pernah memberitahu Kevin. Bahwa dia adalah anak orang kaya.
Yang mereka tahu hanyalah Ana masuk ke dalam universitas mengunakan beasiswa dan dia juga hanya tinggal di kontrakan yang seadanya. Sang Ayah pernah memberinya sebuah apartemen, tapi Ana menolak. Ia mengatakan ingin hidup mandiri, Ayahnya pun tidak bisa menentang keinginan Ana.
Ana juga sudah memberi tahu Ayahnya. Jika dia baru akan pulang saat dia merasa dirinya sudah dewasa dan mau tidak mau Ayahnya menyetujui hal itu. Mengatakan rumah ini akan selalu terbuka jika Ana sudah siap untuk pulang.
Seketika Ana berlari keluar hotel sambil menangis.
***
Sekarang Ana tengah berada di sebuah Club bersama teman masa kecilnya. Sarah Fang atau sering di panggil Sasa.
Ana yang memang sudah mabuk mulai berbicara ngawur. Mulai dari mengutuk Kevin, mencaci maki dan masih banyak lagi.
"Dasar buaya darat. Aku berharap kau ditabrak mobil dan mati bersama dengan jalangmu itu. Hiks!" ucap Ana setengah berteriak.
Sarah yang mendengar hal itu pun, hanya bisa mengelengkan kepala.
Sarah masih setia menemani Ana, hingga Ana tertidur di meja. Sarah berniat untuk mengantarkan Ana pulang.
Ketika sarah hendak merangkul Ana. Tiba-tiba ponselnya berdering.
"Halo," jawab Sarah dengan posisi berdiri.
"Halo, Nona. Bisakah anda segera kembali?" ucap seseorang di seberang.
"Simon. Ada apa? Kenapa suaramu terdengar khawatir?" tanya Sarah pada Simon yang tak lain adalah Kepala pelayan di rumahnya.
"Tuan masuk rumah sakit, Nona!" ucap Simon dengan suara bergetar.
"APA?!"
"Aku akan segera ke sana. Kirim alamatnya lewat pesan, oke." lanjutnya.
"Baik, Nona." jawab Simon.
Sarah mulai bingung. Dia harus segera ke rumah sakit untuk melihat keadaan ayahnya, tapi ia juga tidak bisa meninggalkan Ana sendirian di tempat ini dalam keadaan mabuk. Hingga terlintas di dalam fikirannya untuk menyewa kamar.
Sarah mencari pelayan Di klub itu untuk menyewa kamar agar dia tidak perlu takut meninggalkan Ana sendiri.
"Permisi!" panggil Sarah pada seorang pelayan pria.
"Iya, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" jawab pelayan pria itu.
"Apakah masih ada kamar yang kosong?"
"Maaf, Nona. Sepertinya sudah tidak ada lagi kamar yang kosong." jawabnya
"Apakah tidak ada walau hanya satu?" tanya Sarah dengan wajah yang mulai gelisah. Dia harus segera ke rumah sakit untuk melihat keadaan ayahnya.
"Sudah tidak ada lagi, Nona." jawab pelayan pria itu.
"Saya mohon bantu saya, Tuan. Saya harus segera ke rumah sakit untuk melihat keadaan ayah saya, tapi saya tidak tega meninggalkan teman saya sendiri. Saya ingin mengantarnya pulang, tapi arah rumah sakit dengan rumahnya berlawan. Saya mohon bantu saya, Tuan." ucap sarah sambil mengatupkan tangannya.
Pelayan itu menghembuskan napasnya.
"Baiklah, Nona. Saya akan membantu Anda, tapi Anda harus menjemput teman anda pada pukul 6 pagi. Apakah Anda mengerti?" tanyanya pada Sarah yang dibalas anggukan oleh wanita itu.
"Saya mengerti. Terima kasih, Tuan. Terima kasih banyak." ucap Sarah sambil membungkukkan setengah badannya.
"Baiklah. Mari saya antar," ucap pelayan itu. Mengambil alih tubuh mungil Ana dan menggendongnya ala bridel style diikuti oleh Sarah di belakang.
Setelah sampai di kamar. Pelayan itu meletakkan Ana di ranjang dan Sarah pun menyelimuti Ana, lalu segera keluar dari kamar.
"Baiklah, Nona. Anda harus ingat untuk menjemput teman anda besok pagi," ucap pelayan itu mengingatkan Sarah dan berbalik untuk pergi.
Belum sampai tiga langkah pelayan itu melangkahkan kakinya, tiba-tiba Sarah memanggilnya.
"Tuan." panggil Sarah dan pelayan itu pun berbalik menghadap Sarah.
"Iya. Apa masih ada yang lain, Nona?" tanyanya.
"Siapa nama Anda?"
"Nama saya Kimso." jawab pelayan pria itu.
"Ini adalah kartu debit milik saya. Bayaran untuk sewa kamarnya. Kalau begitu saya permisi. Saya titip teman saya." ucap Sarah sambil berlalu pergi setelah meletakkan kartu debitnya di tangan Kimso.
Tiba-tiba, terdengar suara Kimso memanggil nama Sarah, membuat wanita itu menghentikan langkahnya.
"Nona Sarah." panggil Kimso
Sarah berbalik. Terkejut saat Kimso menarik tangannya dan meletakkan Kartu kredit itu di telapak tangan Sarah.
"Anda tidak perlu membayarnya. Saya hanya berniat membantu dan jangan lupa untuk menjemput teman Anda tepat waktu. Soal biaya tidak perlu." jelas Kimso panjang lebar.
Sarah pun mengerti, alu berterimah kasih dan pergi.
'Aku berharap Tuan tidak tau. Jika dia tau, saat itu juga pasti aku akan mati' batin Kimso. Berharap tidak akan ketahuan pada Tuannya.
***
Pukul 02:00 dini hari.
Suara pintu terbuka memperlihatkan seorang pria memasuki sebuah kamar. Sosok iru menyadari bahwa, jika di dalam ruangan itu ada orang lain selain dirinya.
Pria itu membuka pakainnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di saat selesai mandi. Pria itu dan mendekat pada tempat tidur. Keningnya mengerut kala melihat sosok wanita yang tertidur pulas di atas ranjangnya. Pria itu semakin mendekat dan dilihatnya dengan seksama wajah wanita itu.
Pria itu membungkukkan kepalanya dan kini wajahnya hanya berjarak 15 centi saja dari wajah Ana. Ditatapnya lama wajah Ana, lalu menghembuskan napasnya pelan.
'Sepertinya aku tidak bisa tidur di sini'.
Di saat Pria itu hendak mengangkat kepalanya. Namun kejadian tak terduga terjadi, membuat kedua bola mata pria itu seolah ingin keluar dari tempatnya.
Perlahan Ana membuka kedua matanya yang terasa begitu berat akibat terlalu banyak minum.
Seketika Ana meringis pelan saat merasakan sakit di bagian bawahnya.
"Auw!"
Ana mengigit bibir bawahnya. Terdiam saat mengetahui, jika dirinya tidak mengenwkan sehelai kain di tubuhnya.
Kedua mata Ana terbelalak. Ia menelan kasar salivanya. Mencoba untuk mengingat hal apa yang terjadi.
Ana menyentuh kepalanya saat memori kejadian yang terjadi semalam berputar di benaknya, membuat wajahnya merona bak tomat.
Hal itu terus berputar di benaknya, membuat Ana tak henti-hentinya menelan kasar salivanya.
Seketika lamunan Ana terhenti saat mendengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. Tiba-tiba Ana bangkit dan memungut pakaiannya, lalu memakainya. Dia tak lagi peduli soal rasa sakit yang ia rasakan pada bagian bawahnya. Di dalam fikirannya sekarang hanya satu. Dia harus segera meninggalkan tempat itu.
Setelah Ana selesai mengenakan pakaiannya. Ia bergegas keluar dari kamar itu tanpa melihat ke belakang. Meski ia menabrak seseorang, Ana hanya meminta maaf lalu pergi.
"Bukankah itu wanita yang tadi malam mabuk, ya? Kenapa dia berlari seperti itu?" Kimso mengedikkan bahu acuh. Tak ingin memusingkan hal itu. Kimso bergegas untuk membersihkan ruangan Tuannya, takut jika Sang Tuan mengetahui dirinya memberikan kamar tersebut pada orang lain. Dirinya pasti akan dipecat saat itu juga.
Sementara di sisi lain. Seorang pria sedang membersihkan diri di kamar mandi. Pria itu belum mengetahui, jika seseorang telah pergi tanpa berpamitan padanya. Sosok pria itu bernama Arian Li.
Tanpa henti Arian terus mengingat kejadian panas yang ia lakukan bersama seorang wanita tadi malam.
***
Arian Li satu-satunya penerus perusahaan terbesar se-Asia yang menduduki posisi pertama dari 5 besar perusahaan dengan penghasilan miliaran perbulan.
Arian juga memiliki perusahaan miliknya sendiri.
H&G GROUP adalah Sebuah Club ternama yang didirikan oleh Arian diusianya yang baru menginjak 16 tahun saat itu, dan sekarang usia Arian sudah 24 tahun. Sudah 8 tahun sejak berdirinya perusahaannya itu. Perusahaan yang hampir menyaingi perusahaan Ayahnya sendiri.
Sosok Arian adalah tipikal pria yang tidak terlalu tertarik dengan wanita. Bukan berarti dia gay, ia hanya malas meladeni para wanita yang menurutnya menyebalkan.
***
Beberapa jam sebelumnya.
Kedua bola mata Arian terbelalak saat merasakan kecupan di bibirnya.
Ana yang dalam keadaan setengah sadar menarik leher Arian, hingga bibir mereka kembali bertemu. Sebelum kewarasan Arian hilang. Ia segara menarik kapalanya dan ciuman mereka pun terlepas.
Belum sempat Arian melangkah menjauh. Ana menarik tangan Arian secara tiba-tiba, membuat bibir mereka kembali menyatu. Arian tidak tahu kenapa tiba-tiba dirijya seperti tidak memiliki tenaga saat mencoba menghindari wanita itu.
Setelah beberapa kali gagal, akhirnya Arian menyerah dan mulai menikmati perlakuan Ana yang sedari tadi tidak berhenti untuk menciumnya.
Arian mulai mengakses setiap inci dari tubuh Ana. Di mulai dari bibir, hingga perlahan turun ke leher jenjang Ana. Meninggalkan tanda kemerahan di sana. Tangan Arian tidak tinggal diam. Ia mulai melepaskan satu persatu pakaian Ana dan kini Ana pun tidak mengenakan satu kain pun di tubuhnya.
Melihat Ana yang tanpa busana, membuat Arian menegang. Arian menarik handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya, hingga kini ia tidak memakai sehelai kain di tubuhnya.
Arian kembali mencium setiap inci tubuh Ana, hingga Ana mulai mengeluarkan suara ******* yang membuat Arian semakin menegang.
"Ah!" desah Ana saat Arian menciumi lehernya.
Tanpa pikir panjang Arian mulai bersiap di posisi.
Saat milik memulai aksinya, secara tiba-tiba Ana meringgis kesakitan.
Arian mendogak. Menatap wajah Ana yang kini meringis sambil terisak saat ia mulai mengerakkan tubuhnya.
Seketika Arian terdiam saat melihat ada bercak darah di sepreinya. Tidak kama kemudian, seutas senyum terukir di wajah tampannya.
Arian sedikit menunduk. Membisikkan sesuatu di telinga Ana.
"Aku akan bertanggung jawab," bisik Arian di sela-sela kegiatannya.
******* demi ******* keluar dari bibir Ana, membuat Arian semakin mempercepat tempo gerakannya. Entah sudah berapa kali Arian mencapai kenikmatannya dan membuang cairannya di rahim Ana.
***
Arian keluar dari kamar mandi setelah selesai dengan kegiatan mandinya. Betapa terkejutnya Arian saat melihat sudah tidak ada siapa pun di dalam kamar itu. Arian mulai mencari keberadaan Ana, hingga tiba-tiba pintu terbuka.
Seketika Kimso terdiam dengan mata terbelalak saat membuka pintu kamar bosnya. Ia menelan kasar salivanya melihat sang Bos yang kini berdiri di samping tempat tidur dengan memakai handuk dan menatapnya dingin.
'Matilah aku. Tuan sudah pulang. Bagaimana ini?' batin Kimso yang mulai menelan salivanya dengan susah payah.
"Tuan ... Anda sudah pulang?" ucap Kimso yang masih berdiri di ambang pintu.
Arian hanya diam dan mulai berjalan mendekati sofa, lalu duduk sambil menyilang tangannya di depan dada.
"Duduk." ucap Arian, membuat Kimso gemetar ketakutan.
Tanpa mau membuat Atasannya marah. Kimso pun duduk berhadapan dengan Arian yang masih memasang wajah tanpa ekspres.
'Matilah aku. Tuan benar-benar sudah marah.' batin Kimso tak berani menatap mata Arian.
Ruangan itu di penuhi oleh hawa dingin yang membuat Kimso seperti ingin mati kedinginan.
Tanpa menunggu lama Kimso pun mulai membuka suara.
"Saya bisa jelaskan, Tuan."
"Baiklah, katakan." Ucap Arian yang mulai membuat Kimso mengangkat kepalanya dan menatap iris mata biru Arian.
Kimso mulai menceritakan semua pada Arian. Mulai dari awal hingga akhir, membuat raut wajah Arian perlahan berubah menjadi lebih tenang.
"Saya benar-benar minta maaf, Tuan. Saya tidak akan mengulanginya lagi." ucap Kimso sambil membungkukkan badannya.
"Tidak apa-apa. Semuanya sudah terjadi, lagi pula tidak ada yang bisa disesali."
"Oh, iya. Bisa kau cari tahu tentang wanita itu?" ucap Arian di saat ia mulai memakai kemejanya.
Kimso mengeryitkan alisnya, "Wanita yang mana?" tanyanya.
Seketika Arian menghentikan kegiatannya. Menoleh dengan tatapan malas ke arah Kimso.
"Kimso ... ada berapa wanita yang tidur di kamarku?" tanya Arian sambil memasang senyum yang membuat Kimso merinding.
"Baik, Tuan. Segera saya laksanakan." Kimso bergegas berjalan keluar dari kamar.
Arian mengelengkan kepalanya mendapati tingkah tangan kanannya itu. Saat Arian kembali memasang kancing kemejanya. Tanpa sengaja ia melihat bercak darah yang ada pada seprei, membuat seutas senyum terukir di wajah tampannya.
Di tempat lain. Ana terus berlari keluar, hingga akhirnya bertemu dengan Sarah yang baru saja tiba untuk menjemputnya.
Sarah tersenyum melihat Ana yang sudah berdiri di hadapannya. Sarah ingin melangkah untuk memeluk Ana. Namun, tanpa diduga Ana berlari menuju pintu mobil dan masuk.
Kening Sarah mengeryit. Menatap sahabatnya dengan tatapan aneh. Wanita itu tersentak saat Ana tiba-tiba berbicara.
"Kita pulang sekarang." ucap Ana, membuat Sarah segera masuk ke dalam mobil.
Di tengah perjalanan Sarah terus memperhatikan Ana yang hanya diam tanpa suara.
Di dalam hati Sarah tak hentinya bertanya. Kenapa temannya ini hanya diam tidak seperti biasanya? Dan lagi pakaiannya berantakan. Bahkan sampai memakai syal di lehernya. Apakah dia kedinginan? Itulah yang terlintas dalam pikiran Sarah.
Sarah tersentak saat Ana membuka suara, membuat ia semakin mengerutkan keningnya bingung.
"Bisakah kita ke apartemenmu?" tanya Ana.
Tanpa pikir panjang Sarah melajukan mobil itu ke apartemen miliknya.
Sesampainya mereka di apartemen. Ana bergegas berlari menuju kamar dan membersihkan diri.
Ana sering menginap di Apartemen Sarah dan Ana juga menyimpan separuh pakaiannya. Agar ketika dia datang kembali ke apartemen itu, ia tidak perlu lagi meminjam pakaian milik Sarah.
Saat berada di dalam kamar mandi. Ana menatap pantulan dirinya di cermin, di mana lehernya memiliki beberapa tanda kemerahan.
Ana memejamkan mata. Menarik napas dalam untuk mengusir semua hal yang hinggap di benaknya. Wanita itu bergegas untuk segera menyelesaikan mandinya dan keluar.
Ana berniat memberi tahu pada Sarah soal kejadian yang menimpanya. Bagi Ana,
Sarah sudah seperti saudarinya. Setiap Ana memiliki masalah, ia selalu menceritakannya pada Sarah dan Sarah pun mendengarkannya atau bahkan memberi saran untuknya.
Saat Ana selesai mengenakan pakaiannya, ia pun keluar dan mendapati Sarah yang tengah mempersiapkan sarapan.
"Sarah." panggil Ana.
Sarah menoleh. Betapa terkejutnya ia saat melihat ada bekas kemerahan di leher Ana, membuat ia seketika berteriak.
"ASTAGA!" Teriak Sarah menghampiri Ana.
"Astaga, Ana! Bagaimana ini bisa terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?" teriak Sarah dan terus bertanya tanpa henti pada Ana.
Melihat sahabatnya terdiam. Sarah meminta Ana untuk duduk terlebih dahulu.
"Kamu duduk dulu." ucap Sarah agar Ana duduk di kursi dan melanjutkan perkataannya. "Bagaimana ini bisa terjadi, Na? Apa jangan-jangan ini ulah pelayan yang tadi malam?" tanyanya pada Ana, tapi tidak mendapatkan jawaban apapun.
"Brengsek! Berani banget dia ngelakuin ini sama kamu. Padahal tadi malam aku udah minta buat jagain kamu malah jadi kayak gini!" kesal Sarah yang mulai emosi melihat kondisi sahabatnya.
Mendengar hal tersebut, Ana dengan ragu membuka suara dan berusaha untuk menjelaskan semuanya pada sahabatnya itu.
"Itu bukan salah dia, Sa."
"Lalu siapa?" tanya Sarah.
Perlahan Ana mulai menceritakan pada Sarah. Awalnya Ana hanya setengah sadar, tapi saat ia merasakan sakit di bagian bawahnya. Kesadarannya pun kembali.
Ana mulai menceritakan semuanya perlahan pada Sarah. Di mana ia lari karena ketakutan, hingga akhirnya bertemu dengan Sarah.
Sarah tiba-tiba berdiri dari duduknya, membuat Ana mengarahkan pandangannya pada sahabatnya itu.
"Kita harus minta pertanggung jawabannya."
"Tapi Sa--" ucap Ana sambil menundukkan kepalanya.
"Na ... dia harus tanggung jawab. Dia udah ambil hal yang udah kamu jaga selama ini, jadi dia harus bertanggung jawab. Dia harus nikahin kamu!"
Ana terbelalak mendengar ucapan Sarah.
"Tapi Sa--"
"Tidak, Na! Kita harus segera ke sana sebelum pria itu pergi. Kamu tenang aja ada aku, kok." ucap Sarah menyakinkan Ana.
Setelah mendapatkan anggukan dari Ana, mereka pun bergegas kembali ke club' tersebut.
Mereka tiba di H&G Group. Sarah dan Ana bergegas untuk masuk. Sesaat setelah mereka masuk kondisi dari tempat itu masih sangat sepi, jadi mereka dengan muda bisa menemukan Kimso yang tengah membantu para pelayan untuk membereskan tempat itu.
Semua pelayan di H&G Group sedang melakukan pembersihan dadakan atas perintah bos besar mereka. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh Arian, hingga ia memerintahkan pegawainya untuk melakukan perbaikan pada club.
Kimso berbalik. Ia terkejut melihat Sarah dan juga Ana tengah menatapnya sedari tadi. Kimso tahu apa yang harus dia lakukan, hingga akhirnya menghampiri dua wanita itu.
"Selamat pagi, Nona." sapa Kimso sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Bisa kita bicara di tempat lain?" tanya Sarah yang diangguki oleh Kimso.
Setelah mereka pergi ke sudut ruangan. Di mana berada cukup jauh dari para pegawai yang sedang bekerja.
"Aku ingin tau siapa yang berani melakukan hal itu kepada sahabatku." ucap Sarah yang langsung dimengerti oleh Kimso.
"Begini, Nona. Saya sangat minta maaf soal hal yang menimpa teman Anda. Tapi itu tidak sengaja. Saya benar-benar minta maaf soal hal itu." ucap Kimso. Membungkukkan badannya kepada Ana dan Sarah.
Ana yang ingin memalingkan pandangan tanpa sengaja melihat Arian yang tengah membantu para pelayan pria untuk mengangkat meja. Entah mengapa tiba-tiba jantung Ana berdetak dengan cepat.
Sementara itu Arian tengah membantu karyawannya mengankat meja dan menyusunnya. Saat Arian mengangkat kepala, tatapan mata keduanya bertemu.
Arian yang melihat Ana. Berinisiatif untuk pergi menemuinya wanita itu.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Arian. Setelah tiba di hadapan Ana, membuat wajah Ana memerah.
Sarah yang mendengar suara menolehkan kepalanya, begitu pun dengan Kimso.
Seketika Kimso terbelalak melihat Bosnya tengah berdiri di hadapan seorang wanita dengan menunjukkan raut wajah khawatir.
"Anda siapa?" tanya Sarah.
Arian berniat menjawab pertanyaan Sarah, tetapi Ana sudah mendahuluinya membuka suara.
"Dia adalah pria itu." jawab Ana dengan menundukkan kepala.
Sarah yang mendengar hal itu menjadi marah.
"Jadi kamu yang udah buat sahabatku jadi kayak gini?!"
"Saya tidak mau tahu. Anda harus bertanggung jawab atas apa yang sudah Anda lakukan?!" teriak Sarah pada Arian.
Seketika membuat mereka menjadi pusat perhatian oleh para pegawai yang tengah bekerja. Untung saja kondisi club saat itu sepi jika tidak mereka pasti akan berada di surat kabar besok.
Ana dan Kimso terkejut mendengar teriakan Sarah.
Kimso menelan kasar salivanya melihat Sang Bos. Mengapa takut? Karena tidak ada orang yang pernah berani meneriaki Arian seperti itu. Jangankan teriak, bahkan hanya sekedar memberi tatapan benci saja mereka tidak pernah berani melakukannya.
Karena jika sampai itu mereka lakukan, satu kata yang cocok untuk mereka, yaitu mati.
Arian bukan hanya seorang pengusaha dan pewaris tunggal keluarga Li. Tetapi ia juga adalah seorang Mafia.
Arian dan kedua sahabatnya yang juga berasal dari keluarga besar adalah pemimpin Mafia yang sangat ditakuti di Negara itu. Bukan hanya di satu Negara, bahkan sudah tersebar di beberapa Negara tetangga.
Dragon Night. Begitulah orang menyebutnya. Arian dan kedua sahabatnya--Carlson Sia dan Rafael Sang--adalah mantan Jendral militer yang mengundurkan diri, lalu membentuk kelompok Mafia. Di mana pemimpinnya adalah mereka bertiga.
Arian sudah menjadi ketua mafia saat usianya 20 tahun. Sudah 4 tahun sejak berdirinya Kelompok mafia yang mereka pimpin dan sekarang kelompok mafia itu sudah sangat di takuti di seluruh Negara tempat mereka menetap.
"Baiklah. Saya memang ingin bertanggung jawab tadi, tapi saat saya selesai mandi. Saya sudah tidak melihat seseorang di dalam kamar. Saya berniat untuk mencarinya, tapi saya tidak tahu harus kemana. Jadi saya menunggu di sini saja." jawab Arian, membuat Sarah mulai mengerti bahwa pria yang ada di hadapannya sekarang adalah pria yang baik.
Berbeda dengan Sarah. Kimso terbelalak melihat Bosnya yang berkata panjang lebar seperti itu, bahkan mulut Kimso sedikit dibuatnya.
"Baiklah. Sekarang kamu harus menikahi sahabatku." ucap Sarah yang berhasil membuat Kimso tersadar dari lamunannya.
"Oke. Kita akan menikah, jadi kamu ingin pernikahan yang seperti apa?" tanya Arian pada Ana yang mulai mendogak menatapnya.
Ana mengigit bibir bawahnya. Ragu untuk mengatakan hal yang ada di benaknya.
"Aku ingin kita menikah di kantor catatan sipil saja dulu. Soal hal lainnya ... mungkin setelah aku memberi tahukan pada orang tuaku." jawab Ana.
Arian menganggukkan kepala. Tersenyum kecil di bibirnya, menatap sosok wanita di hadapannya. Ia memang tidak salah dalam memilih wanitanya.
"Tapi Na--" Sarah yang ingin protes pilihan Sahabatnya itu, tapi di hentikan oleh Ana.
"Aku masih perlu bicara dengan orang tuaku, Sa. Saat ini asalkan kami sudah terikat itu lebih dari cukup untuk sekarang." ucap Ana yang hanya bisa diterima dengan pasrah oleh Sarah.
Mendengar hal itu Kimso menatap bosnya yang hanya dibalas senyuman oleh Arian.
Mendapati Bosnya tersenyum membuat Kimso hanya bisa menghembuskan napas pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya.
Sesampai di kantor catatan Sipil, Ana dan Arian pun masuk beserta Sarah dan Kimso yang datang untuk menjadi saksi.
Setelah mengurus segalanya Arian dan Ana kini sudah menandatangani buku nikah mereka.
'Aku tidak percaya. Aku menikah dengan seseorang yang baru aku kenal, tapi sudahlah semuanya juga sudah terjadi. Aku hanya bisa pasrah saja. Sekarang dia suamiku, meskipun pekerjaannya hanya seorang pelayan tapi tidak apa yang penting dia bukan pria jahat.' batin Ana yang mengira jika Arian adalah seorang pelayan.
Setelah selesai meraka berdua keluar dan sekarang tengah berada di parkiran.
Sarah sudah pergi karena menerima telepon dari rumah sakit yang mengatakan, jika Ayahnya telah siuman.
Sedangkan Kimso kembali ke H&G Group untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kini hanya tinggal Ana dan Arian di parkiran.
"Masuklah." ucap Arian memecah keheningan di antara dirinya dan Ana.
"Ke mana?" tanya Ana sambil memiringkan kepala.
"Tentu saja pulang ke rumah." Arian membuka pintu mobil untuk Ana.
Di tengah perjalan hanya ada keheningan di antara kedua orang itu, hingga Arian tiba-tiba berbicara.
"Siapa namamu?" tanya Arian, membuat Ana menoleh. Menatap Arian dengan mata terbelalak. Memang benar, mereka berdua belum berkenalan. Bahkan belum mengetahui nama satu sama lain.
"Kim Ana. Kamuau bisa memanggilku Ana." ucap Ana malu-malu dengan pipi merona.
Arian tersenyum, menoleh sekilas ke arah Ana.
"Arian Li. Kamu bisa memanggilku Arian atau Ran."
Ana masih setia menunduk mendengarkan ucapan pria di sampingnya itu.
"Apa aku boleh memanggilmu Kakak?" tanya Ana.
Arian menoleh kemudian kembali fokus pada jalan.
"Tentu saja, boleh. Bahkan kamu juga boleh memanggilku sayang," goda Arian yang berhasil, membuat wajah Ana memerah seperti tomat.
Tiga puluh menit kemudian.
Mereka tiba di sebuah bangunan apartemen milik Arian. Ana keluar dari mobil. Menatap bangunan apartemen yang cukup sederhana.
Ana memasuki sebuah pintu apartemen setelah tiba di lantai tujuan mereka. Melihat setiap sudut ruangan dan setiap inci tempat itu. Tempat yang benar-benar membuatnya nyaman.
"Kita akan tinggal di sini."
Mendengar ucapan Arian, membuat Ana bingung dan memberanikan diri untuk bertanya.
"Apa maksudnya dengan kita akan tinggal di sini?" tanya Ana.
"Tentu saja. Kita akan tinggal di sini, lagi pula kita 'kan suami istri." jawab Arian yang membuat wajah Ana memerah.
Arian sangat suka jika melihat Ana malu, oleh karena itu dia sangat suka mengodanya. Entah mengapa hal yang tidak pernah ia lakukan, seperti mengoda seseorang. Malah ia lakukan sekarang.
Saat Arian ingin kembali mengoda wanita yang kini berstatus sebagai istrinya. Tiba-tiba ponselnya berdering.
"Halo?" jawab Arian.
"Kamu di mana? Kita lagi di Clubmu." ucap seseorang di seberang telepon.
"Aku akan segera ke sana." ucap Arian menghembuskan napas, membuat Ana menoleh menatapnya.
"Aku akan pergi sebentar. Itu adalah kamar yang sudah aku siapkan. Jika kamu butuh sesuatu, telepon saja aku." ucap Arian menunjuk ke arah sebuah pintu, lalu memberikan sebuah ponsel pada Ana.
"Tapi aku sudah punya ponsel." Ana memperlihatkan ponselnya pada Arian.
"Baiklah. Ini nomor teleponku, jika ada sesuatu segera telepon aku. Oke," ucap Arian berniat untuk pergi.
Tiba-tiba Arian kembali dan mengecup puncuk kepala Ana, lalu pergi tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Seketika Ana mematung saat sebuah kecupan mendarat di puncuk kepalanya, membuat wajah Ana memerah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!