NovelToon NovelToon

Kuntilanak Warrior

Prolog

Rutinitas menjadi lebih sibuk dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Memasuki minggu terakhir bulan puasa Ramadhan beberapa hari menjelang hari raya Idul Fitri.

Begitulah suasana yang selalu terjadi mengalahkan hari-hari besar lainnya. Terlebih di sebuah Supermarket yang menjadi tempat utama diserbu oleh para pembeli terutama ibu-ibu rumah tangga demi memenuhi isi rumah mereka.

Padatnya para pengunjung berarti juga kerja keras untuk Wati. Wati adalah seorang kasir. Perempuan muda ini sudah memasuki masa kontrak kerja tahun kedua di sebuah Supermarket ternama yang selalu ramai konsumen itu.

Apalagi mendekati hari raya seperti ini. Banyaknya orang-orang yang datang untuk berbelanja menjadikan kesibukan kasir-kasir di sana bertambah berkali-kali lipat. Wajib bagi mereka untuk tetap menampilkan pelayanan prima yang ramah tamah.

Artinya bersikap baik dan murah senyum. Dan juga teliti supaya barang yang dibeli sama inputnya dengan barang yang dikeluarkan demi keuntungan perusahaan dan demi karir para kasir sendiri supaya bisa terus bekerja serta tidak kena potong gaji.

Wati masuk sif pagi. Pukul 12 waktu istirahat sudah dimulai. Delapan kasir yang bertugas di bagian kasir utama secara bergantian memanfaatkan jam istirahat mereka.

Dengan padatnya arus pembeli maka waktu istirahat pun menjadi tidak seleluasa seperti hari-hari biasanya.

Wati yang mendapatkan giliran jam istirahat di awal waktu lebih memilih menggunakannya untuk merokok. Otak untuk pikirannya butuh relaksasi di saat ramai pengunjung seperti ini.

“Wati nggak makan siang? Nanti lemes kamu”, tanya kasir lain.

“Sebat aja mbak sama kopi. Tadi pagi sarapan sudah sengaja porsi kuli”, kata Wati.

“Ini aku ada pisang. Gede lagi. Kamu pasti suka kan?”, gurau teman Wati yang melihat kawannya itu seperti sedang suntuk sekaligus berbagi bekal yang dibawanya.

“Makasih mbak. Tapi beneran aku masih kenyang mbak”, jawab Wati menolak pisang berwarna kuning matang berukuran besar yang ditawarkan kepadanya.

“Aku masih segel ya mbak. Mbak kali yang suka makan pisang”, jawab Wati membalas gurauan temannya.

Sebenarnya Wati bukanlah seorang perokok. Baru beberapa bulan terakhir ini ia memutuskan untuk merokok yang dijadikan sebagai pelariannya karena banyaknya masalah yang sedang terjadi di dalam hidupnya.

Anak semata wayang itu baru saja ditinggal pergi oleh ibunya. Ibu Wati pergi dengan menyisakan berjuta pertanyaan.

Beliau yang selalu berupaya untuk hidup sehat tidak pernah sakit parah tiba-tiba mengalami demam tinggi selama beberapa jam sebelum kemudian dinyatakan meninggal.

Masih dalam keadaan berduka perempuan yang baru lulus sekolah langsung memilih untuk bekerja itu juga dipusingkan dengan masalah yang datang dari kerabat ibunya sendiri yang ditawarkan kepadanya. Wati yang hanya tinggal seorang diri stres dibuatnya. Ayah Wati sendiri sudah pergi meninggalkannya entah kemana sejak usianya masih kecil.

Jika karyawan yang lain hari lebaran berebutan untuk memperoleh libur guna bisa berkumpul menghabiskan waktu bersama dengan keluarga di hari yang suci itu, maka tidak dengan Wati yang di lebaran keduanya sebagai seorang kasir kali ini memilih untuk tidak mengambil libur sama sekali. Justru di hari lebaran kali ini ia malah mengambil lembur.

Wati lebih memilih kesibukan yang akan menguras tenaga dan pikirannya serta menghabiskan waktunya dalam bekerja di hari lebaran di tempat kerjanya dari pada harus pulang ke rumah yang sudah tidak ada siapa-siapa lagi yang benar-benar menunggu kepulangannya.

Untuk saat ini pulang kampung hanya akan membuang-buang energinya saja secara percuma pada sesuatu yang tidak begitu penting yang sudah pasti akan melelahkannya.

40 Hari Setelah Meninggalnya Ibu

Hari pertama lebaran.

Pagi harinya Wati sholat idul fitri di masjid di lingkungan tempatnya kos.

Selesai sholat berjamaah ia terlebih dahulu bermaaf-maafan dengan penghuni kos yang hanya tersisa sedikit karena kebanyakan dari mereka pada mudik.

Setelah itu Wati langsung berangkat ke Supermarket tempatnya bekerja yang tidak jauh dari tempat kosnya. Setiap harinya ia hanya perlu berjalan kaki kurang dari 10 menit untuk berangkat kerja.

Status pengunjung di hari itu berbanding terbalik jika dibandingkan dengan ramainya pembeli beberapa hari menjelang lebaran. Kasir utama pun hanya separuh yang beroperasi.

Wati menikmati jam-jam itu. Konsumen yang membayar melalui dirinya kini menjadi seorang teman yang ditunggu-tunggu sebagai pembunuh waktu atau sekedar untuk menjadi lawan bicara sementara. Di tempatnya bekerja peraturannya memang super ketat. Kasir dilarang main handphone saat kerja. Apalagi jika harus ambil dua sif sekaligus. Bisa seharian mati gaya.

Tahun ini adalah untuk pertama kalinya Wati merayakan lebaran tidak berada di rumah. Jika tahun lalu ia masih bisa sholat id berjamaah di kampungnya kemudian di malam sebelumnya ia bisa bersama-sama melewati malam takbiran bersama sang ibu tapi kali ini ia hanya seorang diri.

Semenjak kematian ibunya ia lebih sering menghabiskan waktu sendiri dengan mengurung diri di dalam kamar kosnya. Ia hanya keluar untuk bekerja atau pun jikalau ada perlu saja.

Dan yang paling miris kini anak perempuan itu tidak bisa lagi untuk mengucap maaf kepada ibu. Ia tidak bisa lagi memeluk dan mengucap berbalas rasa terimakasih dan kasih kepada perempuan yang telah melahirkannya. Yang telah merawatnya sejak ia masih berada di kandung badan. Kini Wati hanya bisa melakukan itu semua melalui pintaan doa.

Malam harinya ia pulang dalam keadaan yang begitu penat. Lelah luar biasa setelah seharian penuh bekerja.

Setelah sampai di kos yang sudah sepi dengan lampu-lampu kamar yang sudah pada mati Wati pun langsung masuk ke dalam kamarnya.

Tidak pakai cuci tangan dan cuci kaki perempuan dengan rambut lurus sebahu yang diwarnai cokelat karamel itu langsung membuang tubuhnya ke tempat tidur.

Tak mengapa dengan kondisi badannya yang sudah lengket sekaligus bau bercampur keringat. Muka ayunya yang sudah kucel dengan riasannya yang sudah luntur. Karena yang paling dibutuhkan untuknya saat ini ialah tidur.

Baru sebentar tertidur. Hari baru saja berganti beberapa menit melewati tengah malam. Wati yang masih dalam kondisi cape berada di ambang antara sadar dan tidak sadar.

Tubuhnya seperti sudah terbangun. Tapi ia melihat sekeliling ruang kamarnya dalam keadaan yang serba memudar. Dan di dalam pandangannya itu ia melihat sosok yang membuatnya bergidik ketakutan. Seumur hidupnya ia belum pernah mengalami kengerian seperti apa yang ia rasakan sekarang.

Sosok itu adalah perempuan berambut hitam panjang tergerai sedang berdiri di dalam kamar memunggunginya. Tubuh Wati seketika menjadi kaku. Ia juga kesulitan untuk menggerakkan mulutnya.

Dalam posisi yang membuatnya susah bergerak itu Wati mau tidak mau harus menyaksikan penampakan yang mengerikan itu.

Ia semakin ketakutan ketika sosok perempuan bergaun putih panjang itu perlahan mulai menggerakkan kepalanya ke arah kanan. Wajah perempuan itu tampak mengintip di balik rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Matanya menatap tajam ke arah Wati.

Dengan bersusah payah mengeluarkan daya seluruh tenaganya akhirnya Wati bisa benar-benar terbangun. Mulutnya mengucap takbir yang berhasil membebaskannya dari belenggu itu.

Untuk pertama kalinya dalam seumur hidupnya Wati mengalami ketindihan atau rep-repan atau bahasa medisnya sleep paralysis disebut juga dengan kelumpuhan tidur.

Wati memeriksa kamarnya. Kini ia sudah bangun terduduk di tempat tidurnya. Di dalam kamarnya tidak ada siapa-siapa.

Tadi malam sewaktu pulang kerja ia juga sudah mengunci pintu. Ia pun menyimpulkan apa yang baru saja dialaminya ini tidaklah lebih dari sebuah mimpi buruk belaka.

Terlihat dari dalam kamarnya melalui celah jendela yang tidak tertutup rapat oleh gorden rupanya hari sudah mulai pagi.

Wati harus segera bangun dari tempat tidurnya dan mempersiapkan diri untuk mengulang hari yang sama seperti kemarin.

***

Tidak ada yang berbeda dengan harinya di tempatnya bekerja sebagai seorang kasir. Ia pun pulang di waktu malam yang sama setelah selesai bekerja sama seperti malam kemarin.

Masih terbayang kejadian mimpi buruknya semalam Wati pun terlebih dahulu bersih-bersih diri setelah sampai di kos sebelum pergi tidur. Ia sama sekali tidak ingin mengulang mimpi kemarin malam.

Wati terjaga dari tidurnya. Tapi ia sadar kalau dirinya belumlah sepenuhnya terbangun. Penglihatannya samar seperti kejadian kemarin malam. Ia kembali mengalami sleep paralysis.

Ia memandangi sekeliling kamarnya. Bedanya kali ini ia tidak menemui sosok yang kemarin dilihatnya. Syukurlah batin Wati.

Terperanjat. Tiba-tiba sosok itu hadir lebih dekat kepadanya.

Sosok perempuan berbaju putih dengan rambut panjang yang menutupi punggungnya itu duduk di tempat tidur Wati.

Sosok itu duduk di ujung tempat tidur. Rambutnya yang panjang sampai menyentuh menyelimuti jari-jari kaki Wati yang keluar dari dalam selimutnya.

Sosok perempuan itu terlihat dengan jelas. Sosok itu kembali menolehkan kepalanya ke sebelah kanan.

Kini sosok itu memperlihatkan wajahnya. Seketika itu juga Wati yang sangat terkejut langsung lemas sampai tertidur kembali.

Wajah Yang Tidak Asing

Semenjak sering mengalami rep-repan dunia Wati mulai berubah.

Bahkan di hari-hari biasa ia merasa ada yang selalu mengawasinya. Perasaan itu selalu terbawa bahkan tidak hanya di kamar kosnya saja, bahkan sampai di tempat kerja pun juga demikian.

Semenjak sering mengalami sleep paralysis diri Wati sendiri mengalami perubahan. Ia menjadi lebih peka, sensitif terhadap hal-hal berbau mistis.

Supaya tidak stres dipikir sendiri akhirnya Wati pun bercerita kepada salah satu rekannya di tempat kerja. Karena tidak mungkin juga kalau ia bercerita kepada para penghuni kos. Bisa jadi satu kos yang tadinya adem ayem malah jadi pada parno semua.

“Sekarang masih suka rep-repan?”, tanya teman Wati sesama kasir.

“Sekarang masih sih mbak. Tapi tidak setiap malam juga”, jawab Wati.

“Sosok perempuan itu masih suka datang di mimpi kamu?”, tanya teman Wati bisik-bisik.

“Masih”, kata Wati pelan sambil mengangguk.

“Tidak salah lagi itu pasti kuntilanak”, kata teman Wati.

“Sebaiknya kamu tanya sama orang pinter atau ustadz saja sana biar segera diselesaikan masalah kamu itu. Kalau kelamaan nanti takutnya bisa lebih parah”, saran teman Wati.

“Masa sampai segitunya mbak? Bisa separah apa?”, tanya Wati yang memang tidak pernah menaruh perhatian dan mengalami persoalan tentang dunia alamnya setan sebelumnya.

“Ya kamu sendiri bagaimana? Kamu terganggu tidak? Apa jangan-jangan kamu malah nyaman? Ih amit-amit Wati”, kata teman Wati.

“Paling badanku jadi capek banget mbak kalau habis rep-repan”, jawab Wati.

“Tu kan. Paling tidak kalau tidak mau ke orang pinter kamu pindah kos saja”, kata teman Wati.

***

Wati terbangun di ruang store manager tempatnya bekerja.

Ia bingung dirinya sudah berada di sana dikerumuni pula oleh rekan-rekannya. Ada juga Pak Manager yang tampak gelisah di sana.

“Ini minum dulu”, salah seorang memberi Wati segelas air putih.

“Wati kamu tidak apa-apa?”, tanya Pak Manager mendekati Wati yang masih berbaring di kursi.

“Saya kenapa bisa di sini Pak?”, tanya Wati bingung.

“Kamu tadi pingsan”, jawab Pak Manager.

“Bukan pingsan Pak namanya. Kesurupan”, celetuk seorang laki-laki di sana.

“Kesurupan?”, tanya Wati tajam sembari menatap salah satu karyawan yang barusan mengatakannya.

“Iya Wati tadi sepertinya kamu kesurupan. Tapi cuma sebentar”, kata Pak Manager coba menenangkan Wati.

Seyogianya seorang wanita Wati pun merengek lalu menangis.

“Serius Pak?”, tanya Wati mewek. Seumur hidupnya baru pertama kali ini ia mengalami kerasukan.

“Terus gimana Pak?”, tanya Wati.

“Sudah kamu tenang dulu Wati. Hari ini kamu pulang dulu saja istirahat. Sama besok kamu saya kasih libur untuk periksa ke dokter”, jawab Pak Manager.

Sebelum meninggalkan tempat Supermarket yang super besar itu Wati ngotot ingin melihat tayangan ulang dirinya yang terekam kamera CCTV saat kesurupan tadi. Karena memang Wati sama sekali tidak ingat apa-apa tentang kejadian yang menimpanya itu. Terlebih riuhnya suara-suara karyawan yang lain yang didengarnya sedang membicarakan kejadian itu. Wati menjadi semakin penasaran.

Didampingi oleh Pak Manager bersama petugas keamanan Wati pun melihat rekaman CCTV di detik-detik saat kejadian dirinya mengalami kesurupan.

Wati sedang melayani seorang ibu-ibu yang hendak membayar barang belanjaannya.

Terlihat di rekaman itu semuanya berjalan dengan normal tidak ada kejanggalan atau sesuatu yang mencurigakan sama sekali.

Tiba-tiba di tengah saat Wati sedang menginput barang-barang belanjaan ibu-ibu itu ia membuat gerakan mendadak yang mengejutkan.

Dari posisi berdirinya ia merentangkan kedua tangannya lebar-lebar hingga terangkat sejajar dengan kepalanya.

Terlihat dari zoom CCTV wajah Wati mengerang mengubah mimik mukanya menjadi menakutkan.

Tidak hanya itu menurut penuturan para saksi yang berada di sana yang tidak jauh dari kasa kasir Wati perempuan itu juga menjerit mengeluarkan suara lengkingan yang tinggi lagi nyaring. Setelah itu Wati ambruk jatuh pingsan.

Melihat tayangan itu Wati menjadi bertambah sedih dan merasa bersalah. Ia juga bingung tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi pada dirinya.

“Ibu-ibu yang belanja itu terus bagaimana Pak?”, tanya Wati kepada Pak Manager.

“Wati minta maaf ya Pak”, Wati merasa bersalah sudah membuat pelanggan tidak nyaman.

“Sudah tidak apa-apa. Untungnya ibu itu bisa mengerti dan tidak menuntut”, kata Pak Manager.

Wati pun menyudahi hari itu dengan pulang lebih awal. Ia meninggalkan tempatnya bekerja menuju ke kosnya melalui jalan yang biasa ia lewati dengan langkah gontai yang lemas.

“Wati”, salah satu teman kerjanya mengejar dan menghampirinya.

“Wati sebaiknya kamu dirukiah saja. Dari kemarin ada yang selalu mengikuti mu”, kata pemuda itu yang mengaku dirinya bisa melihat makhluk tak kasat mata.

“Maksud kamu?”, tanya Wati tidak paham.

“Dibersihkan biar tidak diikuti makhluk halus apalagi sampai ketempelan seperti tadi”, jelas pemuda itu.

“Oh iya. Makasih ya”, jawab Wati meninggalkan pemuda itu pergi.

“Sosoknya perempuan rambut panjang baju putih”, terang pemuda itu yang kata-katanya sudah tidak lagi digubris oleh Wati yang melanjutkan perjalanan pulangnya.

Sudah kepala pusing. Banyak pikiran. Badan lemas. Ini malah ada yang nambah-nambah suruh ritual pikir Wati kesal.

Wati pun jadi teringat saran dari teman kasirnya untuk setidaknya mencari tempat kos baru supaya tidak lagi diganggu oleh makhluk halus itu. Sembari jalan ia juga browsing mencari informasi di internet tentang apa itu perkara kesurupan, setan, kuntilanak, rep-repan dan lain sebagainya.

Wati berpikir ada alasan perbuatan apa sampai dirinya bisa terus diikuti oleh makhluk dari beda alam tersebut. Berawal di alam mimpi sampai bisa dirasuki.

***

Sesampainya di kos Wati pun memilih untuk tidur. Beristirahat guna memulihkan kondisinya. Ia pun tertidur dengan lelap.

Wati terbangun di waktu magrib dari tidur yang telah kembali menyegarkan badannya.

Untuk menghilangkan sisa-sisa penat dari tubuhnya ia pun berkeinginan mandi air hangat. Ia keluar dari kamar menuju dapur yang ada di tempat kosnya yang digunakan sebagai dapur bersama.

Wati memasak air menggunakan panci berukuran sedang untuk membuat air panas. Ia sengaja memanaskan air dengan jumlah yang sedikit karena hanya dibutuhkan untuk mengguyur badannya saja tanpa keramas.

Sambil menunggu air itu panas Wati kembali ke kamarnya untuk mengambil HP.

Perempuan yang dikenal memiliki senyuman manis dengan lesung pipi yang tidak terlalu dalam itu terdiam memaku di depan pintu kamar kosnya sendiri.

Ia melihat HPnya yang tergeletak di kasur tempat tidurnya. Tapi bukan itu yang membuatnya bungkam.

Di tempat tidurnya ia kedatangan tamu. Tapi siapakah perempuan yang mengenakan baju putih lengan panjang dengan rambut yang lurus tergerai menutupi punggungnya yang tengah duduk membelakangi di ranjangnya itu?

Sosok itu bukanlah salah satu dari penghuni kos. Sosok itu juga bukan teman Wati dari tempat kerja. Sosok itu adalah kuntilanak yang selama beberapa minggu terakhir ini selalu mendatangi Wati di dalam mimpi dan rep-repannya.

“Siapa kamu?”, tanya Wati gemetar setelah berhasil menguasai dirinya meski masih dalam keadaan takut.

Sosok perempuan kuntilanak itu lalu menjawab pertanyaan itu dengan menoleh ke arah Wati. Sosok itu kembali memperlihatkan wajahnya yang tidaklah asing bagi penghuni kamar kos yang selalu didatanginya itu.

Wati pun terkejut untuk sekian kalinya melihat wajah dari sosok kuntilanak yang kini telah hadir dalam penampakannya di dunia nyata secara langsung tidak melalui mimpi lagi.

“Wati”, sebuah suara memanggil namanya yang berasal dari dapur.

“Kamu masak air panas? Ini sudah mendidih”, panggil suara itu yang ternyata adalah teman satu kos Wati.

“Iya mbak”, jawab Wati.

Bersamaan dengan itu sosok kuntilanak yang berada di hadapannya seketika lenyap menghilang begitu saja. Wati pun lantas bergegas ke dapur tidak jadi mengambil HP.

“Makasih ya mbak”, ucap Wati sesampainya di dapur.

“Aku minta segelas ya sekalian buat bikin kopi”, kata teman Wati.

“Iya mbak ambil saja”, kata Wati.

“Wati. Kamu kok sekarang jarang kelihatan?”, tanya teman kos Wati.

“Iya mbak. Kemarin-kemarin ambil lembur”, jawab Wati.

“Kamu sehatkan? Pucet banget kamu. Lihat”,

Teman Wati memegang pundak Wati lalu mengarahkannya ke depan cermin yang berada di dapur.

“Iya mbak. Kecapekan kayaknya. Ini besok juga mau periksa”, kata Wati.

***

Malam itu Wati jadi mandi dengan air hangat tanpa keramas.

Mandi air hangat memang bisa meredakan lelah. Otot-otot tegang menjadi lebih rileks, mengurangi rasa nyeri serta meningkatkan sirkulasi peredaran darah di dalam tubuh.

Sedang enak-enaknya mandi Wati untuk pertama kalinya mengalami sebuah gangguan seperti apa yang pernah ia baca di laman-laman cerita kisah-kisah horor.

Di dalam kamar mandi kos yang berjajar tiga buah itu Wati yang saat itu memilih kamar mandi yang di tengah mendengar sayup-sayup suara wanita tertawa. Meski terdengar mengerikan ia pun berpikir positif mungkin suara itu berasal dari para penghuni kos yang lain yang sedang pada kumpul di ruang tengah untuk menonton TV.

“Mbak. Jangan bercanda mbak”, kata Wati.

Wati berkata demikian setelah beberapa selang waktu kemudian suara tawa itu sudah tidak lagi terdengar.

Yang didengarnya kini telah berbeda. Yaitu suara rintihan perempuan yang menangis dengan penuh kepedihan. Tidak hanya takut Wati pun juga merasa pilu mendengarnya.

Wati pun kabur meninggalkan kamar mandi. Ia mempercepat dan menyingkat proses mandinya.

Ia berlari kecil keluar dari sana. Ia pun mempercepat lajunya ketika sadar melihat bahwa dua kamar mandi di sampingnya dalam keadaan kosong dengan lampu yang mati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!