Maret 2024.
Hampir lima tahun berlalu, apakah sudah banyak perubahan pada Ajeng? Lihatlah sekarang dia berdiri di mana! Tidak mudah berada di posisi sekarang ini. Terlalu banyak keringat dan air mata keluar. Masa lalu yang menyakitkan membuatnya memiliki alasan kuat agar bisa menunjukkan kekuatannya saat ini.
Kehilangan ayah di masa remaja, dan bunda di saat dirinya membutuhkan. Bahkan kehilangan calon bayi dan suaminya di lima tahun lalu. Tak ada orang yang merasa hancur seperti dirinya. Dihina dan direndahkan oleh keluarga mantan suaminya sendiri.
Ajeng Agustina, di usianya yang hampir 28 tahun, kini menjelma sebagai salah satu dari 100 wanita yang berpengaruh di dunia. Terkadang sampai saat ini, Ajeng masih tidak percaya kalau dia adalah seorang aktris dunia yang mulai diperhitungkan di dunia perfilman dan entertainment. Andai saja orang yang mengenalnya sekarang mengetahui apa yang sudah ia alami di masa lampau.
“Jaggiya (Sayang)!”
Sebuah panggilan mesra membuat lamunan Ajeng terputus. Dia segera tersenyum ketika seorang pria berusia tiga puluh tahunan menghampirinya sambil memberikannya sebuah buket bunga mawar merah dalam ukuran sedang.
“Hmm, kamu sudah datang.” Ajeng menyambut kedatangan pria campuran Korea Inggris itu dengan senyuman semringah.
“Maaf aku datang sedikit terlambat karena tadi di kantor ada sedikit masalah,” lirih pria bernama Kim Beomsik itu.
“Tidak apa-apa Sayang. Seharusnya kalau kamu sibuk, kita batalkan saja makan malam ini,” jawab Ajeng berusaha untuk memberikan pengertian pada tunangannya itu.
Beomsik adalah orang yang paling sibuk karena dia adalah seorang pekerja keras. Meskipun dia adalah seorang penerus perusahaan Daehan Grup yang memiliki jaringan bisnis di berbagai negara, dia tetap kesulitan untuk menyempatkan waktu untuk kehidupan pribadinya.
“Tetapi aku sangat merindukanmu Ajeng. Bagaimana bisa kamu menyuruhku membatalkan pertemuan kita yang berharga ini,” ucap Beomsik merajuk.
Ajeng tertawa gemas menatap Beomsik yang sudah mode bucin.
“Terimakasih Tuan Beomsik karena kamu sudah meluangkan waktu berhargamu untuk bertemu denganku,” jawab Ajeng tersenyum sambil menyentuh tangan kanan Beomsik dengan lembut.
“Hei, berhentilah untuk terlihat menggemaskan. Aku tidak bisa menahan untuk tidak memelukmu,” ucap Beomsik dengan tatapan memelas.
Ajeng tertawa kecil menanggapinya. “Lebih baik kita pesan dulu makan. Kamu pasti belum makan saking sibuknya!” ucap Ajeng mengalihkan suasana berbahaya itu.
Beomsik hanya menghela napas dalam sejenak dan terlihat untuk biasa saja menghadapi Ajeng yang memang sangat susah untuk disentuh apalagi didekati.
Selanjutnya mereka memesan makanan dan mengobrol ringan sambil menunggu pesanan makan malam mereka datang.
Restoran yang mereka datangi, adalah restoran hotel bintang enam di Los Angeles yang sengaja disewa privat oleh Beomsik untuk makan malam spesial mereka.
Tidak ada pengunjung lain maupun karyawan restoran lain. Hanya beberapa chef dan anak buahnya yang melayani mereka serta satu orang pramusaji.
Bukan tanpa alasan Beomsik menyewa privat satu restoran itu. Ajeng adalah aktris pendatang baru yang sedang naik daun, serta dirinya yang memang seorang pengusaha sukses tentu saja menjadi makanan empuk untuk para pencari berita.
Mereka akhirnya makan malam dengan tenang tanpa khawatir. Sebenarnya hubungan mereka sudah tercium media. Tetapi, mereka berdua belum secara resmi mengumumkan hubungan mereka.
Setelah makan, Beomsik tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Wajah Ajeng dibuat terkejut, karena mendadak saja Beomsik berlutut sambil membuka kotak berisi sebuah cincin berlian yang indah.
“Will you marry me Ajeng?”
Ajeng menjadi gugup karena dia tidak mengira kalau ini akan terjadi. Dia tidak tahu kalau Beomsik akan serius melamarnya.
“Beomsik, kenapa kamu cepat melamarku. Apa kamu yakin akan menikah denganku?” tanya Ajeng dengan wajah yang serius.
Jujur, dia sama sekali belum siap menikah lagi. Bayangan masa lalunya masih membuat dirinya takut kalau pengalaman pahitnya akan terulang lagi. Apalagi, keluarga mantan suaminya dulu sangat tega dan berbuat buruk padanya. Ajeng tidak ingin mengalami hal itu lagi.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu. Tentu saja aku sangat mencintaimu. Aku ingin kamu menjadi istri dan calon ibu untuk anak-anakku nanti.”
Mendengar itu Ajeng terhenyak. Kembali terputar memori yang sering menghantuinya selama lima tahun terakhir ini. Seorang anak. Rasanya masih seperti kemarin saja Ajeng kehilangan Baby R. Lamaran Beomsik membuat memorinya kembali lagi berputar.
Kehilangan bayi yang sedang dikandungnya membuat Ajeng sedikit trauma. Ajeng belum siap ke arah sana.
“Beomsik, aku — sebenarnya ini terlalu cepat kamu melamarku,” ucap Ajeng sedikit gugup. Dia bingung, karena takut kalau dia akan mengecewakan pria itu.
“Kenapa harus menunggu lama, usia kita sudah bukan untuk berlama-lama lagi pacaran,” lirih Beomsik. Sorot matanya sedikit meredup karena mungkin Ajeng tidak segera mengiyakan lamarannya.
“Aku masih belum yakin kalau kita harus menikah,” jawab Ajeng dengan nada sedikit menyesal.
“Jadi kamu tidak ingin menjadi istriku?” tanya Beomsik dengan wajah yang kecewa.
“Siapa yang tidak mau menjadi istrimu. Tapi kalau menikah dengan waktu dekat aku masih belum siap,” jawab Ajeng beralasan.
“Tentu saja, aku akan menunggumu sampai kamu siap Sayang,” ucap Beomsik sedikit bersemangat kembali.
Ajeng tersenyum lirih. Meskipun dalam hatinya belum bisa memastikan entah sampai kapan dia siap menikah lagi. Karena Ajeng tidak segera menjawab, Beomsik menyematkan cincin itu di jari manis Ajeng. Hati Ajeng menjadi kalut, entah kenapa dia menjadi ragu seperti ini. Padahal, Beomsik adalah orang yang paling bisa ia andalkan saat ini. Dialah sosok pria yang sangat mencintainya dan membuatnya menjadi wanita yang berharga.
Meski Ajeng tidak memberikan jawaban pasti untuk lamarannya. Beomsik berusaha untuk tetap tenang dan yakin kalau Ajeng hanya butuh waktu untuk menikah kembali. Dirinya juga sudah mengetahui seperti apa masa lalu Ajeng sebelum mereka berpacaran dan berhubungan serius.
“Beomsik, terima kasih kamu sudah mencintaiku seperti ini,” ucap Ajeng dengan hati yang tulus.
“Tentu saja, kamu gadis yang layak dicintai dan diperjuangkan!”
“Oh ya, bagaimana dengan keluarga besarmu. Apa mereka tidak marah kalau nanti kamu menikahiku?” tanya Ajeng.
“Kenapa harus marah, mereka itu tidak menganut paham yang kuno. Mereka membebaskan anggota keluarganya untuk menikahi siapapun.”
Ajeng menarik napas lega. Itu adalah jawaban yang sangat membuat dirinya puas. Bukan tanpa alasan, pernikahannya yang dulu kandas karena campur tangan keluarga mantan suaminya. Mereka tidak merestui pernikahannya, dan menghancurkan pernikahannya dengan berbagai cara. Ajeng tidak mau itu terulang lagi.
Ajeng beberapa kali memang sempat diundang makan malam bersama keluarga Beomsik. Respon mereka padanya cukup baik dan sampai saat ini Ajeng tidak mendapatkan tekanan apapun dari pihak keluarga Beomsik.
Justru permasalahannya sekarang berada di keluarga Ajeng sendiri. Kakak kandungnya, Bang Arya atau Bang Gor sangat menentang hubungannya dengan Beomsik.
Ajeng tiba di apartemen mewahnya di LA hampir jam sebelas malam. Setelah makan malam romantis bersama Beomsik, ia diajak terlebih dahulu menyaksikan acara kembang api di atap gedung hotel. Sungguh pengalaman yang menyenangkan. Ajeng baru pertama kalinya merasa diperlakukan seperti pemeran wanita dalam drama Korea yang sesungguhnya.
Setelah mandi dan menghapus riasan wajahnya. Ajeng melakukan ritual skincare-an sebelum ia beranjak ke tempat tidur. Tapi baru saja dia hendak menuju kasur, suara ponselnya berdering keras. Ajeng segera mengambil ponsel dari atas nakas samping tempat tidurnya. Ternyata Bang Arya.
“Halo Bang!”
“Nyetttt! Kenapa lu gak ada kabar seharian??” teriak Bang Arya sampai membuat Ajeng menjauhkan ponsel dari telinganya.
“Apaaan sih Bang? Kan Ajeng sibuk,” jawab Ajeng berdalih.
“Sibuk apaan lu? Pasti lu sibuk pacaran sama Oppa Korea mu itu ya?” tuduh Bang Arya.
“Ya ampun Bang. Ajeng kan udah gede dan dewasa. Lagian dia itu super sibuk. Kita ketemuan dan pacaran aja paling dua minggu sekali. “
“Awas aja ya lu. Mentang-mentang di luar negeri dan di luar pengawasan Abang jangan sampai lu udah serumah di sana!” ancam Bang Arya tanpa basa basi.
“Bang Arya, memangnya Ajeng anak kecil yang kudu dikasih tahu. Ajeng juga masih punya iman lah Bang. Kalau Ajeng gak kuat mending Ajeng nikah aja. Beomsik Oppa aja udah ngelamar tadi.”
“Apa lu bilang Nyet? Dia ngelamar lu? Terus lu terima?” cecar Bang Arya.
“Menurut Abang gimana?” tanya Ajeng dengan cengengesan.
“Nyet denger ya! Lu jangan gegabah. Gue gak mau kalo lu kena masalah lagi dengan keluarga kaya. Gue heran sama lu. Kenapa yang naksir lu orang-orang yang gak sembarangan!”
Ajeng tertawa kecil mendengar ocehan kakaknya itu Dia juga tidak bisa menjawabnya.
“Mungkin Ajeng ini masih punya darah keturunan putri kerajaan Bang, jadinya banyak pangeran tampan dan kaya yang ngejar.”
“Pokoknya Abang belum setuju ya Jeng! Lagian Abang belum pernah ketemu sama dia!”
Ajeng menghela napas panjang. Sudah ia duga, kalau abangnya itu tidak akan menerima Beomsik dengan mudah. Ajeng bisa mengerti kenapa. Bang Arya adalah keluarga satu-satunya yang ia miliki. Dia adalah pengganti ayah dan bundanya yang sudah meninggal. Jadi wajar kalau Bang Arya begitu protektif padanya.
“Jeng kapan kamu balik ke Indonesia. Gue, Mbak Merry sama Shanum udah kangen sama lu?” tanya Bang Arya di setiap kali ia menelepon.
Ajeng memijit keningnya karena bingung. Sudah lima tahun berlalu, dia belum pernah menginjakkan kakinya lagi di Indonesia setelah resmi berpisah dengan Raka Mahesa. Dia pergi ke LA, menimba ilmu akting dan keberuntungan mengikutinya. Dia mengikuti casting film dan berhasil debut sebagai aktris pendukung. Tak lama setelah debut film, tawaran lain pun datang. Pepatah mengatakan habis gelap terbitlah terang, habis hujan terbitlah pelangi. Setelah terpuruk dengan perceraiannya dengan Raka, nasib Ajeng pun berubah drastis.
“Sekarang keluarga Mahesa tidak akan menganggu lagi. Raka juga sudah tidak pernah datang lagi!”
Mendengar nama Raka disebut, entah kenapa ada sedikit goresan di hatinya yang terkorek lagi.
“Bukan begitu Bang. Jadwal Ajeng masih sibuk. Masih banyak job Ajeng yang mesti selesaikan dulu.”
“Sampai kapan Nyet? Lu emang gak kangen sama Abang lu?” tanya Bang Arya terdengar menahan isak.
Wajar sudah lima tahun Ajeng tidak pulang dan tidak bertemu langsung. Hanya lewat video call dan telepon saja mereka berkomunikasi.
“Nanti Ajeng kabari lagi kalau sudah punya waktu.”
“Pokoknya lu jaga diri baik-baik di negeri orang!”
“Baik Bang.”
“Abang gak perlu uang kiriman lu! Abang pengen adik Abang satu-satunya pulang!”
Ajeng menahan airmatanya supaya tidak jatuh. Dia juga kangen dengan abangnya itu. Orangtua satu-satunya yang peduli dengannya. Pelindung dirinya dan penguat hatinya sampai sekarang.
“Ya Bang. Salam sama Mbak Merry dan Shanum ya!” ucap Ajeng menghapus bulir air mata di sudut matanya.
Ajeng menghela napas berat karena dia tahu kalau abangnya itu mengkhawatirkannya setiap hari. Seperti seorang ayah yang gelisah kalau anak putrinya tidak ada kabar seharian. Ajeng kemudian menelepon Celia manajernya.
“Celia, maaf menelepon tengah malam begini.”
“Ya Jeng. Ada apa?”
“Kapan kira-kira jadwalku kosong ?”
“Kenapa? Apa kamu ada acara lagi dengan Tuan Beomsik?”
“Bukan, bukan sehari dua hari. Tapi jadwal kosong yang lama. Aku ingin pulang ke Indonesia.”
“Sepertinya belum ada jadwal kosong yang lama Jeng. Sampai tiga bulan ke depan saja jadwal kita benar-benar padat.”
“Oh begitu rupanya. Baiklah!”
Ajeng menutup teleponnya dengan kecewa. Ternyata dia masih belum bisa pulang ke Indonesia. Sebenarnya kalau abangnya bukan seorang polisi, mungkin dia bisa saja datang ke sini bersama keluarga kecilnya. Tapi sama saja dengan dirinya, tugasnya tidak bisa ditinggalkan. Apalagi sekarang ia sudah mendapat jabatan penting di kantornya. Jadi kalau dia pergi ke luar negeri akan susah sekali izin atau cutinya.
Tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering. Ternyata yang menelponnya adalah Beomsik. Ajeng segera mengangkat telepon kekasihnya itu.
“Hallo Jaggiya!”
“Hallo, kamu belum tidur?” tanya Ajeng.
“Ini sambil mau tidur.”
Suara lembut Beomsik membuat hati Ajeng nyaman.
“Oppa! Kenapa kamu meneleponku. Bukankah tadi kita sudah bertemu?” tanya Ajeng.
“Aku sudah merindukanmu lagi Ajeng. Makanya kalau kita menikah, aku tidak akan meneleponmu malam-malam seperti ini lagi,” ucap Beomsik dengan suara manja.
Ajeng tertawa kecil mendengarnya. Ada sisi Beomsik yang sangat menggemaskan jika sudah manja seperti itu. Meskipun usianya lebih tua tujuh tahun, Beomsik terkadang suka manja padanya.
“Kenapa Oppa ingin aku menjadi istrimu? Bukankah banyak wanita yang pantas menjadi istrimu?” tanya Ajeng.
“Kamu mulai lagi Ajeng. Sudah kukatakan beberapa kali. Aku hanya ingin kamu jadi istriku. Karena kamu cantik dan baik. Yang terpenting adalah kamu membuat aku nyaman jika aku bersamamu,” jawab Beomsik.
“Tapi kalau Abangku tidak setuju bagaimana?” tanya Ajeng.
“Aku akan meminta restunya secara langsung.”
“Hah! Benarkah? Abangku itu orangnya tidak mudah,” ucap Ajeng memberi tahu.
“Aku pasti bisa meyakinkannya,” jawab Beomsik dengan nada percaya diri.
“Semoga berhasil!” Ajeng menyemangati.
“Yang terpenting adalah jawabanmu. Selama kamu bersedia menjadi istriku. Aku akan menghadapi segalanya untukmu,” sambung Beomsik.
“Ya Tuan Beomsik. ini sudah malam. Besok kamu juga harus kembali bekerja. Istirahatlah!”
“Ya, kamu juga tidur! Jangan begadang! I love you!”
“I love you too Oppa!”
Ajeng menutup sambungan telepon itu dengan perasaan bahagia. Dia berharap kalau jalannya untuk bahagia tidak akan ada halangan. Bukankah sudah waktunya dia melepas semua beban hatinya dan memulai kembali dengan pria yang tepat. Semoga kebahagiaan yang sudah berada di depan mata tidak pergi atau tidak terebut orang lain.
Mahesa Hotel.
“Sudah waktunya makan siang Pak Raka!” Seorang pria jangkung berkacamata mengetuk meja kerja
untuk menyadarkan Raka yang sedang bekerja penuh konsentrasi.
“Tidak ada waktu untuk makan siang,” jawab Raka tetap dengan konsentrasinya.
“Tapi kalau Anda melewatkan makan siang lagi, Anda bisa pingsan lagi!”
Raka menoleh ke arah sekretarisnya itu.
“Daniel, memangnya aku selemah itu, gara-gara tidak makan siang terus pingsan?” tanya Raka dengan tatapan mata yang tajam.
“Bukan seperti itu Pak. Tapi nanti asam lambung Bapak naik lagi. Apa saya pesankan gofud aja ya?” tanya Daniel bersiap dengan ponselnya untuk memesan.
“Tidak usah. Kamu saja yang makan!” ucap Raka keras kepala.
Daniel menarik napas panjang menahan sabar menghadapi bosnya itu. Tidak ada cara lain lagi selain dia melaporkan ini pada orang yang ditakuti Raka.
“Saya akan menelepon Nyonya Sarah!” ancam Daniel.
Raka menggebrak mejanya dengan keras ketika mendengar perkataan Daniel.
“Daripada kamu menelepon nenek, kamu pesankan makan siang yang tidak mengandung santan!” ucap Raka. Daniel terkejut karena mengira kalau Raka akan memarahinya.
“Oke Bos!” sahut Daniel sambil tersenyum.
Daniel kemudian segera memesan gofud di aplikasi hijau. Ternyata membawa nama keramat itu berhasil membuat Raka patuh untuk mengisi perutnya.
Sebagai sekretarisnya, sudah menjadi tanggung jawabnya mengatur jadwal pekerjaan dan juga jadwal makannya selama bekerja. Sudah hampir lima tahun dia bekerja dengannya. Artinya Daniel sudah sangat paham watak dan karakter Raka. Apalagi Raka juga adalah teman sekampusnya dulu ketika di LA.
Pesanan gofud akhirnya datang. Daniel dengan cekatan mengaturnya di meja kemudian memanggil Raka.
“Pak Raka, makanannya sudah siap!”
Raka kemudian menghentikan pekerjaannya. Dia berjalan mendekat ke meja. Daniel sangat hapal apa yang menjadi makanan favorit Raka. Tetapi, sejak Raka sering pingsan karena kurang nutrisi dan gizi, Daniel harus ekstra memilih makanan untuk Raka.
“Kamu sudah seperti istriku saja!” ucap Raka sambil mengunyah makanannya tanpa selera.
“Jangan bikin aku mual Pak. Sejak kapan ada istri yang punya jakun gini,” sahut Daniel mengusap jakunnya yang seksi.
“Nasibku begini amat ya! Kerja bagai kuda buat keluarga tapi aku cuma duda,” keluh Raka.
“Makanya Pak, cari istri lagi!”
“Kamu pikir gampang cari istri!”
“Padahal kan ada Nona Arabella Pak,” ucap Daniel.
Raka kemudian menatap Daniel dengan sorot mata tajam. Dia paling benci dengan nama itu. Kenapa pula Daniel menyebut namanya.
“Maaf Pak! Saya cuma bercanda.”
Daniel menjadi gelagapan dan merasa bersalah karena dia sudah melupakan hal yang tabu selama dia bekerja dengan Raka.
“Aku sudah tidak punya urusan lagi dengan wanita itu. Kamu lupa kalau dia adalah orang yang menyebabkan Ajeng pergi ninggalin aku?”
“Iya Pak. Maaf. Aku kan tadi cuma becanda!” Daniel berusaha tertawa untuk menyembunyikan perasaaan bersalahnya.
Untungnya makanannya sudah separuhnya habis. Raka sepertinya sudah kenyang dan tidak berselera untuk menghabiskan makananya. Raka kemudian kembali lagi meja kerja dan melanjutkan pekerjaannya. Daniel menghela napas dan segera membersihkan bekas makan siangnya Raka.
“Punya mulut kenapa gak bisa disaring!” gumam Daniel sambil memukul mulutnya sendiri. Dia memang kurang peka. Padahal dia sudah cukup lama bekerja untuk Raka. Tetapi dia sering lupa dan tidak sengaja membuka kembali ingatan Raka.
***
Bandara Soekarno Hatta.
Beomsik berada di Jakarta setelah menempuh penerbangan selama berjam-jam dari LA. Kedatangannya ke Indonesia adalah untuk urusan bisnis dan sekalian ada sesuatu yang ingin ia lakukan di sini. Apalagi kalau bukan berniat untuk menemui Arya, abangnya Ajeng.
Dia pergi sendiri dan sempat memberi tahu Ajeng. Tentu saja awalnya Ajeng keberatan karena dia berangkat tanpa dirinya. Jadwal syuting Ajeng yang padat tidak bisa menemani Beomsik pergi ke Jakarta. Beomsik pun tidak keberatan jika ia harus pergi sendiri. Lagipula, ada sesuatu yang ingin dia pastikan di Jakarta tanpa sepengetahuan Ajeng.
Dari bandara, Beomsik menuju sebuah hotel diantar oleh taksi. Sampai di depan hotel, ia turun dan menatap lobi hotel dengan tatapan serius. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya ketika dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam hotel.
Sebagai orang yang berpengaruh, bukan pekerjaan sulit untuk mencari latar belakang Ajeng Agustina. Beomsik penasaran bagaimana kehidupan Ajeng sebelum bertemu dengannya. Maka sampailah ia di hotel Mahesa. Hotel yang dimiliki oleh mantan suaminya Ajeng.
Ajeng tidak pernah terbuka dan bercerita panjang lebar tentang mantan suaminya. Dia hanya bercerita kalau mantan suaminya itu adalah anak dari pengusaha hotel. Ajeng sangat enggan untuk menceritakan sosok mantan suaminya itu pada dirinya. Beomsik pun menghargai apa yang menjadi pilihan Ajeng. Mungkin ada alasan lain kenapa Ajeng tidak sepenuhnya menceritakan siapa sosok mantan suaminya itu.
Sampai di lobi hotel, Beomsik mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut lobi hotel. Hotel yang unik, tetapi Beomsik menilai kalau hotel Mahesa tidak lebih dari hotel Daehan milik keluarganya di Seoul Korea. Ia menebak kalau hotel Mahesa tidak akan bisa bertahan lama selama beberapa tahun ke depan. Secara diam-diam, Beomsik memang sudah menyelidiki sampai jauh.
“Selamat siang Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis hotel menyapa Beomsik.
“Suite room atas nama Kim Beomsik!”
Resepsionis kemudian dengan cekatan mengecek data di komputernya untuk memastikan reservasinya. Sambil menunggu kunci kamarnya, Beomsik mengawasi situasi lobi hotel. Tak lama kemudian, dia mendengar seseorang memanggil Raka.
“Pak Raka, tunggu!”
Beomsik kemudian melihat ke arah suara. Dia melihat dua orang pria berjalan menuju keluar lobi hotel. Beomsik memperhatikan pria yang berjalan paling depan. Dia lah Raka Mahesa. Pria yang memang hanya pernah ia lihat di foto yang anak buahnya kirim.
Beomsik menatapnya dari kejauhan dengan tatapan sinis. Mantan suami Ajeng itu memang terlihat menawan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sekilas ia juga melihat wajah Raka yang terlihat berbicara serius dengan pria yang bersamanya. Wajahnya memang sangat tampan seperti seorang idol. Rahangnya begitu tajam serta perawakan badan nya yang tinggi atletis. Tetapi Beomsik merasa dirinya lebih kekar dan berotot. Raka terlihat kurus dan tidak meyakinkan kalau dirinya adalah pria yang kuat.
“Silakan Tuan Kim. Ini kunci kamar Anda!”
Beomsik menerima kuncinya dan segera menuju pintu lift. Seorang bellboy membawakan koper-kopernya. Beomsik belum menghubungi Ajeng. Tetapi karena perbedaan waktu di Jakarta dan LA, Beomsik lebih memilih mengirim chat mengabarkan kalau dia sudah sampai di Jakarta.
Sampai di kamarnya, Beomsik menelisik setiap sudut kamarnya. Dia seperti mencari celah kekurangan yang ada di hotel itu. Beomsik hanya manggut-manggut melihat isi kamarnya yang cukup lumayan untuk ukuran suite room.
Dia merapihkan pakaiannya ke dalam lemari. Dan menata barang-barangnya di kamar. Rencananya dia akan menginap selama beberapa hari di sini. Tentu saja, banyak hal yang ia rencanakan di sini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!