NovelToon NovelToon

Bulan Pembantu Licik

Bab 1 BPL

...Sebelum membaca yuk follow dulu ...

...🙏Terima kasih sebelumnya 🙏...

...Karya baru dari Author mohon dukungannya dengan memberi like, komentar, vote, hadiah 🫶...

...Semua itu adalah bentuk semangat saya dalam berkarya dan mohon untuk tidak lompat bab ...

🙏

...****************...

“Wanita cantik sepertimu kenapa ingin bekerja sebagai pembantu di rumah ini?” Hana bertanya dengan senyum tipis yang tergurat di raut

wajahnya yang tegas.

Hana Olivia Johson istri dari Jeremy Herderson yang

mempunyai Perusahaan raksasa yang bernama PT Jaya Perkasa. Di seluruh kota Bandung tidak ada yang tidak mengenal nama mereka dengan kekayaannya dan anak Perusahaan yang tersebar di mana-mana. Sepasang suami istri ini sangatlah

harmonis di mata setiap orang hingga membuat iri, sampai-sampai mengikuti gaya mereka dalam merajut biduk rumah tangga.

Wanita itu yang saat ini berusia empat puluh dua tahun masih tampak segar dan belum nampak garis-garis halus pada kulit wajahnya. Hana

adalah wanita sosialita yang sangat di kenal dengan kemewahannya serta barang-barang branded yang melekat pada setiap inci tubuhnya.

Gadis cantik itu tersenyum manis menatap mata Hana dengan sorot mata datar.

“Karena Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk melanjutkan hidup,” jawabnya ringan.

Gadis itu tidak memperlihatkan ekspresi agar di kasihani ataupun memasang wajah memelas. Sorot matanya tertuju pada satu foto keluarga yang berada di atas nakas di mana ada Hana, Jeremy dan anak lelakinya lebih tepatnya anak tiri Jeremy Herderson yang saat ini masih belajar di luar negeri.

“Kebetulan sekali salah satu pembantuku ada yang keluar. Kamu bisa langsung bekerja mulai hari ini. Oh ya, bagaimana dengan ke dua orang tuamu?”

“Saya sudah tidak mempunyai orang tua, Nyonya. Terima kasih sudah menerima Saya ,” jawab gadis itu sembari menarik ke dua sudut bibirnya ke atas.

“Siapa nama Kamu?”

“Saya Bulan.”

Deg.

Bola mata Hana seketika terbelalak. Sikapnya yang ramah dalam sekejap berubah dengan tatapan tajam sembari menyilangkan kaki kanannya ke atas kaki kiri.

“Bulan Evania, nama lengkap Saya, Nyonya,” tambah Bulan dengan tersenyum manis.

Hana menarik  nafas lega setelah mendengar nama lengkap pembantu barunya. Nama Bulan jelas mengingatkan akan masa lalu yang sudah di kubur dalam-dalam. Wanita sosialita itu tidak ingin lagi berjumpa dengan semua kisah lamanya karena hanya akan membuat jantung copot dari tempatnya dan otaknya akan berputar seribu kali untuk menghindari masalah yang akan datang bertubi-tubi sehingga mengganggu kehidupannya yang sudah damai.

Bulan dengan sempurna masuk ke dalam mansion utama setelah beberapa hari mengamati rumah itu dari kejauhan. Rumah klasik bergaya eropa  ber cat putih dengan segudang fasilitas seperti moll di dalamnya yang terletak pada salah satu perumahan elit terkenal di Kota Bandung. Ya, hanya orang-orang kaya raya yang mampu memiliki

hunian rumah semegah ini bak Kerajaan di negeri dongeng.

Hana menganggukan kepala. “Hei Kamu. Berikan dia pakaian seragam pembantu dan suruh menggosok lantai, bathtup kamar Tuan Jeremy. Oh ya,

jangan lupa toiletnya harus sampai kinclong dan wangi,” Wanita itu memanggil salah satu pembantunya seraya dengan sorot mata dingin.

Gadis cantik itu ‘pun beranjak dari tempat duduknya lalu mengikuti pembantu itu dari belakang.

“Dari mana Kamu tahu di sini ada pekerjaan,” tanya pembantu itu.

Hana tersenyum manis. “Aku hanya mengadu nasib saja, kalau di terima berarti keberuntunganku dan jika tidak berarti Aku harus berusaha lebih keras agar bisa masuk ke mansion utama ini,” jawabnya sembari menekan nada bicara.

Pembantu itu tidak mengerti dengan jawaban Bulan, kenapa Bulan harus memaksakan diri bekerja di sini, padahal semua majikan mereka tidaklah sebaik dan seramah yang orang-orang bicarakan di luar sana terutama dengan orang yang tidak berkelas seperti mereka-mereka.

“Kamar tuan Jeremy ada di lantai dua pintu warna putih sedangkan kamar Nyonya di lantai tiga.”

“Kenapa mereka tidak tidur satu kamar? Apa mereka pisah ranjang?” tanya Bulan mengorek informasi dari pembantu itu.

“Tidak. Mereka biasanya memang tidur satu kamar di lantai tiga. Akan tetapi, terkadang Tuan bekerja di kamarnya sendiri sampai larut malam dan akhirnya tertidur di kamarnya,” jawab pembantu itu apa adanya.

Netra coklat  yang biasanya terlihat sangat bersahabat sekarang berubah menjadi sorot mata yang tenang seperti air yang sangat menenangkan, tetapi menghanyutkan. Bulan menyeringai sinis menatap dirinya di depan kaca seraya mengikat rambut panjangnya berwarna pirang agar tidak merasa terganggu saat bekerja.

Bulan melenggangkan tubuh seksinya naik ke atas seraya tangan kanannya menyentuh railing tangga. Bokongnya yang bulat serta tingginya bak model sekitar seratus tujuh puluh sentimeter membuat setiap kaum adam yang memandangnya terpana tak berkedip.

“Inikah kamar Tuan Jeremy,” ucap Bulan lembut lalu masuk ke dalam kamar majikannya. Sangat istimewa dan mewah.

Gadis cantik itu melangkahkan kakinya yang jenjang menuju kamar mandi. Dia menekuk kedua lututnya sampai roknya naik ke atas paha sembari

menggosok bathtap.

SREK.

“Kenapa Kamu ada di sini?” tanya pria itu saat membuka korden kamar mandi.

“Saya di suruh Nyonya, Tuan.” Bulan seketika menghentikan pekerjaannya. Dia berdiri dengan anggun lalu membetulkan pakaiannya yang naik

setengah paha sembari menunduk ke bawah. Paha yang putih mulus itu terpampang jelas di depan mata majikan laki-lakinya.

“Keluar Kamu,” gumam Jeremy sembari memalingkan tatapannya mengarah ke luar.

Bulan hanya diam sembari menganggukan kepalanya. Gadis itu berjalan pelan, dirinya dengan sengaja melangkahkan kaki seraya mengikis jarak dia antara mereka sampai tangan Bulan dan Jeremy bersentuhan. Aliran darah Jeremy mengalir lebih cepat, kulit lembut bak sutera membuat dadanya berdebar.

“Tunggu,” ucap Jeremy sembari merundukkan badannya mengambil perhiasan yang tertinggal di lantai.

Bulan seketika menghentikan langkahnya dengan tatapan sinis dirinya melirik ke belakang lalu membalikkan tubuhnya sampai berhadapan dengan

majikannya.

“Ini punya kamu tertinggal,” tambah Jeremy sembari

menyodorkan gelang tangan milik Bulan.

Gelang tangan Bulan terjatuh tanpa sengata saat menggosok kuat-kuat lantai.

“Terima kasih Tuan,” sahut Bulan sembari telapak tangannya menengadah ke atas menatap wajah Tuannya dengan tatapan sayu lalu pergi keluar.

Jeremy merebahkan tubuhnya yang kekar ke atas ranjang sembari melihat langit-langit atap kamarnya.

“Sayang,” panggil Hana yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.

“Kamu sudah pulang, ya? Kenapa tidak mencariku di kamar?” tambah Hana bertanya pada suaminya.

“Aku Lelah. Apakah ada pembantu baru di rumah ini?”

“Ada.”  Hana meraba lembut dada bidang dengan perut membentuk kotak-kotak bak seperti roti sobek lalu menciumnya dengan nafas yang memburu.

“Jangan sekarag. Aku sedang tidak menginginkannya,” tambah Jeremy.

Hana mengendus dingin lalu beranjak dari ranjang suaminya.

“Iya, namanya Bulan,” sahut Hana dingin kemudian melangkahkan kaki keluar sembari membanting pintu.

Begitulah sikap Hana. Saat sesuatu yang di inginkannya tidak terpenuhi Dia langsung naik pitam.

Bersambung 🍒

Tolong bantu vote ya, like, komen, follow. Salam bahagia semuanya 🫶🙏

Bab 2. BPL

Di tengah malam yang sepi dan gelap gulita. Gadis cantik itu menari dan berputar-putar sambil tertawa kecil di ruang utama sembari membawa lilin di tangannya, dia terduduk di salah satu sofa menghadap foto keluarga yang besar terpajang di dinding. Netranya tak berkedip menatap saat dirinya menyinari foto itu dengan lilin, hanya tarikan senyum sinis yang menyeringai kala sorot mata melihat wajah Hana.

“Hana, hana Tuan Jeremy terlalu baik untuk dirimu yang tidak layak menjadi Nyonya di rumah ini. Lihat saja nanti akan Aku buat dirimu merasakan penderitaan,” ringis Bulan. Sembari menarik salah satu sudut bibirnya ke atas.

Bulan mendengar langkah kaki turun dari tangga. Dirinya segera bersembunyi di balik sofa setelah mematikan lilin. Seseorang tinggi besar tengah turun, hanya memakai celana pendek dan bertelanjang dada. Jeremy, pria tampan berahang tegas, kulit sawo matang yang memilik tubuh atletis bak binaragawan tengah berjalan menuju dapur.

“Tuan Jeremy,” ucap Bulan pelan.

Melihat majikannya Bulan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu terlebih lagi tidak ada yang memperhatikannya di tengah malam seperti ini, semua orang sudah masuk ke dalam mimpi mereka masing-masing. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Bulan dengan cepat berjalan di belakang Jeremy seraya menyeringai sinis mengendap-ngendap lalu berdiri di belakang majikannya dan terdiam mengamati postur tubuh majikan dari atas sampai bawah.

Jeremy yang tengah mengulurkan tangan ke atas mengambil gelas membuat otot-otonya dari belakang terlihat kuat dan kekar, lalu membalikkan badannya.

“Kamu,” tandas Jeremy matanya terbelalak melihat Bulan di hadapannya sembari menarik nafas kesal.

Seketika Gadis itu merubah mimik muka,pupil matanya membulat sempurna, pancaran netra yang indah dengan senyum palsunya yang sangat ramah.

Bulan menjawab Jeremy. “Tuan, apa yang bisa Bulan bantu?”. Gadis itu menatap wajah Tuannya sembari mendongak ke atas sedikit mendekatkan wajah pada majikannya.

Netra Bulan tak melepaskan pandangan dari dada Jeremy yang sangat kekar. Jari telunjuknya bermain pada sebidang bongkahan roti sobek yang menggetarkan hasrat. Bulan semakin mendekat  mengikis jarak di antara mereka sampai tubuhnya

tak ada jarak di antara keduanya.

“Apa Kamu sedang menggodaku, Bulan?” Jeremy bertanya datar.

Pria itu masih belum terjerat dalam perangkap Bulan meskipun dadanya bergejolak, desiran aliran darahnya mengalir ke puncak sampai ke ubun-ubun sembari memainkan lidahnya di dalam rongga mulutnya menatap ke bawah wajah polos Bulan

yang penuh pesona menjerat dalam dengan tatapannya.

“Bulan tidak berani menggoda Tuan. Bulan hanya ingin menawarkan bantuan saja,” balas Bulan sembari menggigit bibir bawahnya.

Nada suaranya yang mendayu-dayu dan manja membuat Bulan seperti wanita nakal yang

sedang melayani pelanggan. “Badan Tuan Jeremy sangat kekar. Bulan menyukainya,” tambahnya sembari dengan sengaja mengeluarkan udara yang hangat dari dalam mulutnya dengan lembut sampai membuat bulu kuduk Jeremy berdiri.

SERR.

Majikannya menarik nafas pelan seraya menatap dua gundukan besar yang menonjol menyentuh dadanya. Bulan memang sangat seksi dan sempurna bagi kaum adam yang menatapnya.

Tangan Jeremy mengangkat dagu Bulan hingga mendongak lebih ke atas. Senyum getirnya menatap bibir mungil seakan tak sudi untuk melayani sikap

pembantunya yang terang-terangan merayunya.

“Berusahalah lebih keras lagi, agar Aku bisa tergoda sama Kamu,” gumam Jeremy sembari menghempaskan wajah Bulan ke samping lalu dengan begitu saja meninggalkan Bulan di dapur.

Bulan tersenyum miring seraya menatap punggung majikannya yang berlalu menghilang sampai masuk ke kamarnya.

“Tuan Jeremy. Kamu pasti akan memohon padaku suatu saat nanti,” batin Bulan sembari menyilangkan tangannya di depan dadanya.

Entah sejak kapan Hana terbangun menyaksikan dari latai tiga, adegan suami dan pembantunya sembari menarik ke dua sudut bibirnya ke atas, lalu masuk Kembali ke dalam kamarnya. Hana masih diam dan membiarkan Bulan mencoba merayu suaminya. Akan tetapi, entah apa yang akan di lakukan Hana di

balik sikap tenangnya. Wanita itu seperti menyimpan belati di balik senyumnya.

***

“Sayang, apa Kamu akan ke kantor sepagi ini?” Hana bertanya sembari memasukkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya.

“Iya, ada tamu yang harus Aku temui sebentar setelah itu Aku akan segera pulang lebih awal,” sahut suaminya.

“Tuan ini kopinya,” ucap Bulan sembari menyodorkan segelas kopi dengan lembut sampai Hana menatap dengan tajam tangan Bulan yang sangat dekat dengan tangan suaminya.

“Keluar kalian semua,” perintah hana sembari menekan nada bicaranya. Kedua pembantu itu ‘pun keluar dari dapur termasuk Bulan. “Bulan tunggu,” decak Hana sembari meletakkan dengan kasar sendok dan garpunya hingga tedengar bunyi yang nyaring di telinga.

“Iya Nyonya,” sahutnya sembari berbalik badan.

“Siang ini bersihkan kamarku di lantai tiga sampai sangat bersih. Aku tidak mau ada debu sedikit ‘pun yang menempel di dinding kamar,” perintah Hana dengan sorot mata dingin meskipun tak melihat langsung wajah Bulan.

“Baik Nyonya.”

Gadis cantik seperti namanya Bulan, bergegas naik ke lantai tiga. Dari balkon yang sangat luas, jarinya tidak berhenti mengetuk-ngetuk serambi.

Bulan memiringkan kepala, tatapan tajam adalah ciri khasnya, menatap ke bawah melihat Hana membetulkan jas hitam suaminya lalu melambaikan tangan saat mobil hitam itu melaju pelan keluar dari pekarangan rumah megah ini.

Hana mendongak ke atas melihat kamarnya dari bawah. Dengan sigap Bulan membalikkan badannya melanjutkan Kembali pekerjaannya.

“Bulan, Bulan!” teriak Hana dari lantai satu. Belum

mendapatkan jawaban dari pembantunya, Hana menyuruh pembantu yang lain untuk menyuruh Bulan agar segera turun ke bawah.

“Nyonya memanggil Saya,” ucap Bulan sembari menundukkan pandangannya.

“Aku ingin Kamu memotong rumput, membuang sampah membersihkan seluruh taman di halaman rumah ini,” decak Hana dingin.

“Tapi Nyonya, bukankah ada tukang kebun sendiri yang mengerjakannya,” tolak Bulan dengan halus.

“Aku ingin Kamu yang mengerjakannya!” geram Hana sembari memukul meja.

“Baik Nyonya,” jawabnya ringan.

Hana melihat punggung Bulan dengan tajam. Kamu hanya seorang pembantu. Tempat Kamu itu di bawah kakiku yang harus di injak-injak seperti sampah, batin Hana tersenyum sombong.

Sementara Bulan di bawah terik matahari, keringatnya mengucur deras dari dahinya hingga ke leher saar memotong rumput, menyapu dan

membuang sampah hingga kualahan sendiri. Sedangkan, Hana naik ke atas kamarnya. Hari ini majikan perempuannya akan pergi arisan dengan teman-teman sosialitanya buat adu ajang kemewahan.

Setelah selesai membersihkan dirinya. Hana memakai gaun yang sangat mewah dengan harga yang sangat fantastis. Satu tahun gaji pembantunya juga tidak akan bisa membelinya dengan satu set perhiasan berlian melekat pada kulitnya yang putih.

“Cincin berlian yang itu. Aku harus memakainya, karena itu adalah satu model dan hanya Aku yang memilikinya,” ucap Hana sembari menarik laci meja riasnya.

Bersambung 🍒

Terima kasih sudah memberi Vote, like dan kometar, oh ya jangan lupa follow akun author.

Salah bahagia semuanya 😊🫶

Bab 3. BPL

“Di mana?! Di mana cincinku?! Aku jelas-jelas meletakkannya di dalam laci ini,” geram Hana mengobrak-ngabrik semua barang-barang di atas

meja. "Aku tidak mungkin lupa dengan cincin semewah itu," tambahnya meracau sendirian.

Cincin bukan sembarang cincin. Cincin berkelas yang hanya ada satu di dunia. Di buat khusus dan juga di rancang oleh perancang ternama dari Swiss. Cincin yang terbuat dari batu Alexandrite merupakan jenis chrysoberyl dan pertama kali ditemukan di Pegunungan Ural, Rusia pada tahun 1830-an. Batu Alexandrite memiliki nilai yang sangat fantastis per karatnya yang tidak semua orang mampu membelinya.

ARGHHHHHHH…….

Hana berteriak sangat keras sampai terdengar semua para pembantunya.

BRAKK…

Wanita itu keluar dari kamar pribadinya sembari membanting pintu. Sorot matanya yang tajam bak kerasukan setan menatap tajam ke depan. Kakinya

dengan cepat melangkah turun menuruni anak tangga meskipun memakai high hells yang tingginya sepuluh sentimeter.

“Kalian semua ke sini!” pekik Hana sembari mengendus dingin.

Semua para pembantu laki-laki dan Perempuan tersentak majikannya memanggil dengan begitu sarkas. Di dalam rumah itu ada delapan pelayan termasuk Bulan dengan pekerjaannya masing-masing.

Hana mengamati setiap wajah pembantunya. Bola matanya membesar tajam seperti singa kelaparan yang sudah siap menerkam musuhnya.

 “Di mana Bulan?!” tanya Hana ketus.

“Bu-Bulan masih di pekarangan rumah Nyonya,” sahut salah satu pembantu itu terbata-bata. Wajahnya pucat pasi tak berani menatap majikannya yang tengah amarahnya memuncak.

“Bulan ke sini!” jerit Hana dari ruang tamu.

Semua pembantu yang berkumpul saling menoleh dan mengedipkan matanya. Sebagai tanda diam dan jangan banyak bicara.

“Iya, Nyonya,” sahutnya dari halaman. Bulan segera

meninggalkan semua alat-alat nya. Dirinya bergegas berlari menuju ruang tamu. Gadis itu melihat semua pelayan yang tertunduk, terlihat jelas raut wajah

ketakutan di mata mereka sembari memipil ujung roknya. “Ada apa Nyonya memanggil Saya?” Bulan bertanya di depan majikannya yang tengah duduk di sudut sofa.

Hana beranjak dari duduknya mendekati Bulan dengan sorot matanya yang tajam mengangkat dagu pembantunya hingga mendongak ke atas. Bulan

menelan ludahnya kasar seraya tatapan ke bawah menatap wajah majikan perempuannya.

“Nyonya, ada apa?”

Hana melepaskan tangannya. “Pegang ke dua tangannya,” perintah Hana pada pembantu yang lain.

Ke dua pembantu laki-laki itu memegang pergelangan tangan Bulan di sebelah kanan dan kiri.

“Nyonya, apa yang sedang Kamu lakukan. Aku melakukan kesalahan apa sama Nyonya?” Bulan bertanya sembari mencoba menarik tangannya dari cengkeraman.

“Kamu masih belum tahu ke salahan mu. Hei Kamu cari di atas cincinku!” titah Hana pada salah satu pembantu yang berdiri di belakang Bulan.

Hana mengendus dingin. Berulang kali dirinya menarik nafas kasar. “Bulan, Kamu ‘kan yang mencuri cincinku di laci?!” tuduh Hana sembari menekan nada bicaranya.

“Apa maksud Nyonya,” sanggah Bulan.

“Jangan berpura-pura tidak tahu Kamu. Kamu adalah pembantu yang membersihkan kamarku. Aku sangat jelas dan masih ingat meletakkan cincin itu di kotaknya lalu ku masukkan ke dalam laci sebelum sarapan pagi. Kalau bukan Kamu siapa lagi pelakunya!” gumam Hana mencecar gadus itu.

“Tidak Nyonya. Saya sungguh tidak tahu cincin yang Nyonya maksud dan Saya juga tidak mengambilnya,” kekeh Bulan seraya gerakannya melemah akibat terlalu kuat tangannya di cengkeram.

PLAKK…

Tamparan keras mendarat pada pipi merah merona Bulan. Tangan Hana seketika memegang rahang Bulan dengan kuat.

“Sa-sakit Nyonya,” ucap Bulan.

Hana menghempaskan tangannya ke samping dengan kasar hingga rambut Bulan berantakan. Bulan memainkan bibirnya lalu menatap wajah majikannya

datar. Diam, mendengarkan semua kata-kata kasar yang di lontarkan padanya.

“Lucuti semua pakaiannya,” titah majikan perempuannya.

Salah satu pembantu Perempuan itu mencoba membuka resleting belakang baju Bulan dengan tangan gemetar.

“Tidak Nyonya, jangan melakukan ini padaku,” ucap Bulan seraya menggerakkan tubuhnya agar pembantu itu tidak melanjutkannya.

“Cepat buka seluruh bajunya. Aku harus memeriksanya sampai ke dalam sekalipun. Apa Kamu tidak mendengarku?!” titah Hana seraya membentak

pembantu itu.

Resleting baju Bulan perlahan turun ke bawah. Akan tetapi atensi Gadis itu tertuju pada pekarangan rumah di mana Jeremy bersama beberapa staffnya dari kantor berjalan masuk menuju ke dalam rumah. Di dalam hati gadis cantik itu menyeringai sinis menarik kedua sudut bibirnya ke atas tipis.

“Hentikan. Biar Aku sendiri yang membukanya,” cetus Bulan dengan suara parau.

"Cepat buka,"

Hana berdiri di hadapan Bulan seraya mendongak ke atas. Tatapan angkuh dan meremehkan tak pernah lepas dari sorot matanya. Ke dua tangan Bulan terulur kebelakang perlahan gadis cantik itu menurunkan resleting bajunya sampai ke bawah.

Seragam pembantunya luruh hingga ke lantai hanya

pakaian dalam berwarna putih tipis yang membungkus tubuh seksinya lalu ke dua tangan Bulan memeluk dirinya sendiri menutup dadanya sembari menundukkan kepala.

“Hana, apa yang sedang Kamu lakukan padanya?” tanya Jeremy sembari menutupi tubuh Bulan dengan jasnya. Di depan semua pembantu dan staff kantor Jeremy membentak istrinya.

“Dia sudah mencuri cincinku,” jawab Hana. Matanya terbelalak sembari jari telunjuknya menunjuk ke arah Bulan. Tarikan nafasnya yang kasar lalu keluar terdengar jelas di telinga suaminya. Hana telah terbakar amarah sampai kehilangan akal sehat.

Bulan tertunduk lemah tak berdaya sembari menutupi tubuhnya dengan jas Tuan besarnya. Netranya melirik dengan tajam bak tikungan sembari

tersenyum licik.

“Apa Kamu punya bukti menuduhnya mencuri?” tanya Jeremy.

“Aku masih ingat dengan jelas menyimpan cincin itu di dalam lemari meja riasku, Jeremy.  Dia yang membersihkan kamarku. Pasti dia pelakunya,” kekeh Hana.

Jeremy menarik nafas Panjang menatap istrinya yang tengah kesetanan. “Kamu ingat-ingat lagi. Di mana Kamu meletakkan cincinmu itu, jangan sampai menuduh orang tanpa bukti,” tegas suaminya seraya menekan nada bicaranya.

“Nyonya, Nyonya lihatlah. Saya sudah menemukan cincin Anda,” tutur pembantu itu sembari menyodorkan cincin Hana di telapak tangannya. “Apakah ini yang Nyonya maksud?” tambahnya.

Hana seketika mengambil cincinnya lalu memeriksa dengan teliti. “Di mana Kamu menemukannya?” Hana bertanya seraya menoleh ke arah pembantu itu.

“Saya menemukannya di dalam saku kemeja Nyonya yang ada di dalam almari pakaian.”

“Lihatlah itu. Jelas-jelas Kamu sendiri yang lupa

menyimpannya. Minta maaf sama Bulan sekarang!” tandas Jeremy.

“Kamu menyuruhku meminta maaf sama seorang pembantu. Gila Kamu, Jeremy. Aku tidak akan pernah mau minta maaf padanya!” tampik Hana sembari menunjuk Bulan.

“Tuan, sudah tidak apa-apa kalau Nyonya tidak ingin meminta maaf. Yang penting cincinnya sudah ketemu,” sela Bulan dengan suara parau.

Hana mengernyitkan dahinya menatap Bulan. “Bisa-bisanya Kamu berkata seperti itu.”

“Sudah Hana, cukup,” bentak Jeremy.

Jeremy melingkarkan tangannya pada bahu Bulan lalu mengantarkannya sampi daun pintu kamar gadis itu. Melihat pemandangan itu, Hana menghentakkan

kakinya kesal melihat sikap suaminya yang baik pada seorang pembantu.

“Bulan, jangan pikir Kamu sudah menang,” batin Hana.

Bersambung 🍒✍️

Hayooo jempolnya di gerakin tekan Vote, Like, suscribe, follow, dll. Biar Author tambah semangat. Lovu You All ❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!