...Peringatan!...
^^^Mohon jangan lakukan bom like, loncat bab dan mengutarakan komentar yang tidak panas.^^^
^^^Pembaca sopan, penulis segan. Hargailah karya Author amatir ini. Happy reading...^^^
...----------------...
...The Gladiator...
...Nuah...
Dia terlahir bukan berasal dari rahim seorang ibu, dia terlahir dari sebuah wadah hasil perombakan manusia yang mengatur genetika.
Namanya XF 001, hidup sebagai salah satu manuisa yang tercipta untuk menjadi robot. Sejak dia bangun hingga kembali menutup mata dia di program oleh sistem.
Apa dia tidak memiliki keinginan? Sebagai seorang manusia, tentulah dia memiliki keinginan, ingin di cintai, ingin di sayangi dan jelas ingin merasakan hidup layaknya manusia pada umumnya.
Dia tak bisa menangis, karena tak ada program menangis. Dia hanya bisa melakukan sesuatu yang dia inginkan dengan sembunyi-sembunyi yang tertera dalam sistem dan tidak melanggar aturan.
Seperti membaca buku, bernyanyi dan melukis. Mereka boleh melakukan itu, namun tidak di pakai sebagai pekerjaan. Memiliki otak yang jauh lebih mempuni dari manusia dan tugas mulia sepanjang hidupnya.
XF 001 tak pernah merasakan belaian orang tua, dia tak pernah merasakan cinta dari pasangan ataupun memiliki ikatan persahabatan. Dia adalah sosok yang harus melakukan itu pada manusia bukan sosok yang bisa merasakannya.
Merawat bayi, dan membantu lansia sudah jadi bagian biasa bagi para XF. Namun suatu ketika, sebuah bencana tiba-tiba saja di perkirakan akan terjadi di muka bumi.
Sebuah Meteor berukuran raksasa siap meluluh lantahkan seluruh isi bumi, ada satu cara untuk menyelamatkan manusia dari kepunahan. Yaitu menghancurkan meteor itu jauh dari bumi, namun siapa yang akan menjadi awaknya?
Di sinilah para XF menjadi harapan besar umat manusia, di antara XF yang paling cerdas XF 001 adalah XF paling cerdas di atas muka bumi. Itulah mengapa, dalam misi ini dia di turunkan sebagai penyelamat umat manusia.
Melakukan tugas mulia memang sudah menjadi bagian dari XF, kemampuannya akan menyelamatkan seluruh umat manusia dari kepunahan.
Sebuah roket raksasa telah siap untuk terbang, dengan nuklir yang siap meledak kapan saja, harus di bawa XF 001 ke luar dari bumi. Wajahnya tanpa ekspresi, tak ada senyum ataupun sedih, namun bila boleh bicara XF ingin mengutarakan sesuatu.
"Aku ingin jadi bagian dari manusia yang memiliki kebebasan, aku ingin di sayangi." Setidaknya satu kalimat itu yang ingin di ucapkan XF 001, namun tidak. Roket telah menantinya untuk membawanya dalam misi bunuh diri.
Suara gemuruh terdengar luar biasa, XF 001 telah siap meluncur dari bumi. Pertentangan antara roket yang meluncur ke atas dan gravitasi bumi yang menariknya ke bawah membuat dia merasakan seolah udara menariknya ke bawah dengan kecepatan yang sangat luar biasa, XF 001 melihat banyaknya rambu di tangannya.
Tangan yang selalu di program itu kini merasakan sesuatu, XF 001 bisa bergerak leluasa tanpa hambatan. Sebuah suara terdengar saat XF meninggalkan Atmosfer bumi.
"Anda adalah manusia layaknya seperti kami, maafkan keegoisan kami yang mengorbankan anda untuk misi ini. Kami memberikan kebebasan untuk anda dapat memilih, terima kasih XF 001." Mendengar suara itu membuat XF 001 memejamkan matanya sejenak.
Bukan egois, manusia melakukan itu karena tak memiliki pilihan lain. Satu manusia di korbankan untuk menyelamatkan manusia yang jumlahnya lebih banyak, itu adalah hal paling mulia yang bisa di dapatkan oleh XF 001.
Seluruh bumi dapat melihat XF 001 karena hal itu bukan sesuatu yang rahasia, semua menanti jawaban XF 001. Rasa takut kini menghantui seluruh umat manusia, beberapa menyalahkan keputusan otoritas yang memberikan kebebasan. Namun beberapa lagi merasa bila yang di lakukan otoritas adalah kemanusiaan yang selama ini mereka junjung.
"Aku XF 001 menerima tugas mulia ini. Namun, bila ada kehidupan lain setelah hari ini, aku ingin jadi bagian dari manusia yang memiliki kebebasan, aku ingin di sayangi." Haru manusia mendengar ucapan XF 001, semua orang berteriak dan bersorak.
Banyak orang yang berdo'a agar keinginan XF 001 dapat terwujud, banyak pula yang merasa bila keputusan XF 001 adalah sesuatu yang amatlah luar biasa. Bagaimanapun juga manusia memiliki keegoisan, bagaimana bisa ada manusia yang selapang itu? Sedangkan otoritas akhirnya memberikan perintah untuk membebaskan semua XF dari sistem yang ada.
Meski demikian, kemampuan XF yang sungguh luar biasa harus tetap bersama sistem dan tidak boleh melanggar hukum dasar manusia. Seperti menyakiti sesama manusia, kecuali untuk membela diri. Di perbolehkan memiliki pasangan, orang tua angkat dan menikmati pendidikan layaknya manusia pada umumnya.
Sedangkan XF 001 kini telah meninggalkan orbit bumi, dia meluncur dengan kecepatan yang sungguh luar biasa. Di akhir hidupnya XF tersenyum mengaktifkan bom nuklir yang dia bawa dan menabrakkan pesawatnya pada meteor itu.
Api bergelora membakar tubuh XF, serpihan meteor itu tertarik oleh kutub utara dan selatan membentuk siluet indah yang di sebut Aurora. Keindahan yang sangat jarang di lihat manuisa dan akhirnya menjadi nama lain dari XF 001.
XF 001 memiliki nama lain sebagai seorang manusia, dia di beri julukan sebagai Aurora. Kemuliaan di berikan oleh seluruh manusia, dan Aurora di nobatkan sebagai pahlawan dunia.
.
.
.
Di sebuah pedesaan yang rindang akan pepohonan, sepasang mata mengerjap menyadarkannya dari lelap. Kedua bola matanya bergulir ke sekeliling seolah dia merasa bingung dengan apa yang terjadi.
Sebuah ingatan menghantam pikirannya, rasa yang begitu sakit seolah menyiksanya begitu saja. Pusing dan pandangannya yang semula mengabur akhirnya dapat terlihat jelas.
"Ssst, kepala ku. Aku di mana?" Ingatan yang masuk ke dalam kepalanya kian terlihat jelas, serpihan-serpihan dari runtuyan kejadian yang menimpanya kian membuatnya linglung.
"Aurora?" Ya itulah nama yang teringat dalam ingatannya, wanita itu melihat tangannya yang nampak putih bersih. Pakaiannya nampak indah sedangkan rambut peraknya nampak luar biasa.
Wanita itu meraba wajahnya, dan melihat dirinya yang berada di dalam sangkar besi, hal gila macam apa yang telah membuatnya terjebak dalam bencana semacam itu? Namun ingatan mengenai dirinya di culik membuatnya sangat yakin bila dia telah berpindah dunia.
XF 001 kini menjadi manusia yang bernama Aurora, dia mulai mengingat sebuah kisah yang pernah dia baca secara sembunyi-sembunyi. Sebuah novel lama yang sangat menggugah karena mungkin itu adalah novel dewasa.
Kisah seorang wanita yang melakukan perjalanan waktu ke sebuah dunia yang baru, di mana pemeran utama wanita itu memiliki hubungan dengan banyak pria tanpa ikatan yang jelas.
Aurora menatap lengannya yang putih bersih itu sekali lagi, dia ingat dengan seorang tokoh yang sangat tidak kompeten dan lemah dalam novel tersebut. Dia bernama Aurora, memiliki paras yang cantik layaknya dewi bahkan mengalahkan kecantikan pemeran utama wanita.
Namun dia adalah gadis polos yang sangat di manja oleh kedua orang tuanya, mungkin karena anak tunggal. Namun para musuh orang tuanya berhasil menyergap Aurora, saat dia hendak pergi menuju Istana. Aurora akan di jual menjadi wanita penghibur dan hidup dalam kesulitan hingga akhirnya mati bunuh diri.
Sedangkan posisi Aurora yang kosong membuat kesedihan kedua orang tuanya kian menjadi, sehingga membuat para musuh mereka dapat menyerang dengan mudah. Dalam perang internal, akhirnya keluarganya ikut musnah juga.
"Hal sial macam apa yang terjadi pada ku sekarang!" Umpat Aurora, dia tersenyum sekilas. Sangat menyenangkan mengumpat seperti itu agaknya, karena di kehidupan sebelumnya dia hanya di ajarkan untuk bertutur kata dengan baik dan sopan.
Seseorang membuka kain penutup di mana keranda besi tempat Aurora di sekap. Sinar matahari menyilaukan langsung menyentuh kulit putihnya yang indah.
"Kita jual saja dia ke rumah hiburan!" Ucap seorang pria yang tersenyum licik, Aurora menggertakkan giginya.
'Aku sangat ingat, bila Aurora akan di jual pada seorang pria jahat yang mengerikan. Meski di jelaskan dalam novel itu bila wajahnya sangat tampan, ah padahal dia tipe ideal ku. Tapi sayang dia malah mengurung Aurora dalam istananya hingga akhirnya membuat Aurora frustasi dan bunuh diri. Padahal menurut ku pria itu baik hati, hanya caranya saja yang terlalu mengerikan.' Gumam Aurora dalam hati, dia bergidik mengingat bertapa posesifnya pria itu.
'Setelah kematian Aurora, pria itu berubah menjadi ganas. Bahkan dia membunuh seluruh pelayan yang ada di istananya, sampai pemeran utama wanita juga hampir tewas di tangannya. Namun protagonis pria ternyata berhasil menyelamatkan Protagonis wanita dan membawanya ke istana. Pria itu pada akhirnya akan memberontak dan menjadi pembunuh yang mengincar Protagonis pria, tapi sayang siasat licik Protagonis pria malah membuat pria itu tewas keracunan.' Aurora bergidik ngeri, bila dia mengambil jalur yang sama seperti pada novel maka akan di pastikan bila nasibnya tidak akan baik.
'Aku tidak boleh masuk ke wilayah singa itu, aku harus memilih cara lain karena bila aku tidak kembali pada keluarga ku. Maka mereka akan dalam kesulitan, bahkan kedua orang tua ku akan mati akibat perang internal.' Gumam Aurora, dia memperhatikan tingkah orang-orang yang membawanya.
'Aku harus mencari cara agar bisa lepas dari keadaan ini!' Aurora celingukan hingga menemukan sebuah gerombolan para pria yang mengenakan pakaian budak.
'Sepertinya mereka akan di jadikan petarung di arena Gladiator.' Gumam Aurora, senyum terukir si bibirnya.
'Dari pada aku mati sia-sia, setidaknya aku bisa mati lebih cepat sebelum tersiksa. Dari pada jadi wanita penghibur yang hanya akan jadi pemuas setiap malamnya, aku lebih baik bertarung di arena Gladiator!' Pikir Aurora, dia harus mencari cara agar dapat bertukar tempat dengan seseorang di sana.
"Cepat pindahkan mereka!" Teriak seorang pria berbaju hitam, Aurora menatap seorang pria yang memiliki postur ramping dengan kulit putih.
"Akh! Perut ku sakit sekali!" Aurora menggenggam perutnya yang sakit. Semua orang nampak kesal dan akhirnya menyeret Aurora ke area istirahat.
Kedua tangan Aurora di borgol bersama denan kakinya, dia menatap pria yang saat ini berada di sampingnya. Aurora tersenyum dan mulai membuat siasat agar dapat masuk bersama orang-orang yang akan di bawa ke arena Gladiator.
"Shut! Kau tidak mau mati bukan?" Bisik Aurora pada pria itu, pria itu mengangkat wajahnya hingga terlihat adanya bekas luka bakar yang mengerikan di wajahnya.
"Ayo kita tukar tempat!" Ajak Aurora pria itu tak merespon apapun, Aurora berdecak kesal.
"Sekarang kamu punya keluarga di luar sana bukan? Setidaknya, bila kamu bisa tukar tempat dengan ku, kamu masih memiliki kesempatan untuk melarikan diri bodoh!" Umpat Aurora, pria itu menatap Aurora sekali lagi.
Aurora menatap pria itu lagi hingga pria itu akhirnya mengangguk, Aurora tersenyum dan membuka kerudung yang menutupi wajahnya. Dia memindahkan kerudung dan membuka rok miliknya hingga tubuh indahnya terlihat.
"Buka baju mu!" Gertak Aurora memperhatikan sekeliling karena takut ada yang memperhatikan mereka. Pria itu membuka pakaiannya dan mereka bertukar tempat.
Aurora mengambil tanah yang nampak basah dan lumpur untuk menutupi kulit putihnya, pria yang kini bertukar tempat dengan Aurora nampak terkesima dengan kemampuan kamuflase yang di miliki oleh Aurora.
"Saat kau berada di arena penjualan budak, jangan buka penutup wajah mu dan kabur saat ada kesempatan." Ucap Aurora, pria itu mengangguk setuju.
"Cepat mana lagi budaknya!" Teriak seorang pria berbaju hitam. Dia menarik lengan Aurora dan memakaikan rantai di kedua tangannya, senyum terukir di bibir Aurora.
Aurora di suruh berjalan kaki di bawah terik matahari, dia di bawa pada sebuah tempat yang begitu ramai. Ada banyak bangsawan dan rakyat biasa di sana.
Arena Gladiator memang menjadi arena paling ramai dan sangat di minati oleh banyak orang di tempat tersebut. Aurora memperhatikan orang yang di bawa bersamanya, hampir semua bertubuh besar dan berotot.
"Hei Nak, kenapa kau di jadikan budak seperti ini?" Tanya serang pria di hadapan Aurora.
Aurora diam, dia tak menyahut ucapan pria itu. Aurora pada akhirnya di bawa pada perkumpulan Gladiator, semuanya nampak di rantai seperti mereka, ada beberapa pria bertubuh besar yang tidak di rantai. Aurora sangat yakin bila mereka telah menang dalam turnamen sebelumnya.
Sebuah sorak terdengar menggema di bangku penonton, Aurora tak bergeming. Dia tak gentar sedikitpun untuk mati atau melawan kematian.
"Hanya akan ada satu orang yang bisa selamat di arena ini, siapapun yang terakhir masih hidup maka dia akan mendapatkan pilihan lain." Ucap seorang pria yang nampak berpakaian rapi.
"Meski kalian tidak akan bebas dari tempat ini, tapi kalian akan memiliki kesempatan untuk dapat menjadi pengawal bangsawan." Ucap pria itu lagi, Aurora hanya diam.
Seorang pria mendorong tubuh Aurora masuk ke dalam arena, bersama dengan beberapa pria besar lainnya. Aurora menatap orang-orang yang saat ini tengah bersorak.
"Hadirin sekalian, saat ini para pemain baru telah tiba. Kita akan menyaksikan pertandingan seru yang sebentar lagi akan di lakukan. Keluarkan senjatanya!" Sorak pemandu acara, hingga beberapa senjata dalam jumlah yang begitu banyak di keluarkan.
Aurora dan para pria yang di rantai tertegun, borgol di tangan mereka di lepaskan. Namun sayang, borgol yang di tangan Aurora memang berbeda dengan yang lainnya hingga membuat petugas itu kebingungan.
"Menyusahkan saja, tubuh mu kecil! Meski kau di lepas juga pada akhirnya akan mati!" Ucap pria itu tak melepaskan borgol Aurora, Aurora berdecak kesal namun agaknya hal itu juga adalah sesuatu yang menguntungkan untuknya.
Para pria besar itu tak mewaspadai Aurora, mereka mengincar para pria lain yang bertubuh besar. Aurora menyeringai dan menatap banyaknya senjata di sana.
Semua senjata itu berukuran sangat besar, bahkan Aurora sepertinya tidak akan sanggup untuk mengangkat satu pedang itu dengan lengannya yang kecil.
Pandangan Aurora tertuju pada sebuah pisau berukuran kecil, senyum terukir di bibir Aurora. Pisau kecil itu pasti tidak akan di ambil oleh para pria bertubuh besar yang akan saling menyerang itu.
Aurora memperhatikan para penonton yang nampak bersorak, sungguh para manusia yang tidak memanusiakan sesama manusia itu telah membuatnya muak setengah mati.
"Pertandingan di mulai!" Sorak pemandu acara, hingga para penonton akhirnya ikut bersorak juga.
Para pria bertubuh besar mulai berlari mengambil senjata yang akan mereka gunakan, namun tidak dengan Aurora. Aurora justru berdiri dan enggan ikut bertarung.
Para pemain gladiator seolah tak melihatnya sama sekali, mereka mulai membunuh satu sama lain. Aurora berjalan santai menuju ke arah pisau kecil itu. Para penonton juga tak berfokus padanya.
Aurora juga mendapati kawat kecil di sana, dia mengambil kawat itu dan menyembunyikannya ke dalam pakian. Dia tak bisa membuka borgol di tangannya sekarang, karena itu akan membuat para pengawas mewaspadainya.
Aurora mengambil pisau kecil yang berada di antara tumpukan senjata, dia memotong sedikit kawat lainnya, Aurora mengasahnya dengan santai hingga membentuk seperti jarum.
Para pemain Gladiator nampak telah tumbang satu demi satu, kini tersisa dua orang pria bertubuh besar yang tengah bertarung sengit dan Aurora. Para penonton kini dapat melihat Aurora yang hanya diam mematung memperhatikan dua orang pria besar yang tengah bertarung dasyat.
"Lihatlah budak berambut perak panjang itu, dia hanya diam memperhatikan!" Ucap salah seorang penonton yang menyadari keberadaan Aurora.
"Tubuhnya kecil, bahkan tangannya masih di borgol. Aku yakin dia sudah pasrah untuk mati!" Ucap yang lainnya menimpali.
"Dia memegang pisau, apa kau yakin dia hanya akan menonton?" Pria itu ragu, melihat mata Aurora yang nampak dingin membuatnya merasa ragu.
"Aku ingin melakukan taruhan untuk anak itu!" Ucapnya kemudian, dia mengambil dua keping emas dari kantong celananya dan lansung berlari menuju tempat taruhan.
Banyak yang menertawakan kegilaan dari pria tersebut, namun dia yakin bila Aurora tidak sesederhana itu. Dia kembali pada tempat duduknya semula.
Hingga salah satu pria yang bertarung itu akhirnya mati. Aurora menghela nafas dan pria yang telah usai bertarung itu juga nampak menyeringai pada Aurora.
Dia nampak berlari pada Aurora dengan pedang berukuran besar yang dia bawa, Aurora terkekeh dan ikut berlari menuju pria besar itu. Para penonton nampaknya sudah dapat menebak bila pria besar itu akan langsung membunuh Aurora dengan satu kali tebasan.
Aurora berlari dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya pria besar itu nampak siap menebas tubuh Aurora, Aurora tersenyum dan menunduk hingga kakinya bergesekan dengan tanah di arena tersebut.
Aurora yang memiliki peluang langsung menggoreskan pisau di tangannya pada urat kaki di belakang mata kaki pria itu. Darah nampak keluar dengan derasnya.
"Argh!" Pekik pria besar nampak marah, rasa sakit di kakinya juga begitu menyiksa, melihat hal tersebut memudahkan Aurora untuk kembali bertindak.
Pria itu kembali akan menyerang Aurora, Aurora langsung menendang tengkuk kaki pria itu hingga dia kehilangan keseimbangan, Aurora dengan lincah berputar mengitari pria itu dan memotong urat nadinya.
"Argh!" Kembali suara terikan pria itu membuat para penonton tertegun, mereka tak menyangka bila budak yang memiliki tubuh ramping itu akan memiliki kecepatan yang luar biasa.
Aurora tersenyum dan menginjak pundak pria itu mengeluarkan tenaganya dan langsung menggoreskan pisau di tangannya pada leher pria itu.
Seketika arena menjadi sepi saat pria bertubuh besar itu tumbang begitu saja, Aurora menatap para penonton yang hening. Aurora berjalan menuju ke luar arena hingga suasana tak terduga itu membuat para bangsawan tak dapat berkata-kata.
"Lepaskan borgol di tangan ku!" Ucap Aurora pada salah seorang petugas. Petugas itu menggelengkan kepalanya, dia masih belum dapat menerima kenyataan bila yang dia lihat saat itu adalah kenyataan.
Aurora nampak kesal dan akhirnya duduk di tempat para Gladiator yang telah menang. Wajah mereka di liputi dengan rasa ketidak percayaan. Mereka tak menyangka bila tubuh kecil itu akan membunuh seorang pria bertubuh besar dengan keadaan lengan di borgol.
"Kalian para pemenang, sekarang para bangsawan akan memilih kalian." Ucap salah seorang pria yang merupakan petugas di sana.
"Kecuali kau! Kau akan kembali bertarung." Ucap petugas itu menunjuk Aurora, Aurora tak perduli dan hanya diam.
.
.
.
Sedangkan di tempat lain, seorang pria nampak memperhatikan kurungan seorang budak yang telah dia pesan. Mata coklatnya yang tajam seolah dapat membelah lautan.
"Kemana orang yang berada di dalamnya?" Tanya seorang pria berpakaian hitam, beberapa orang yang menjadi pengawas nampak saling berpandangan.
"Kami tadi melihat dia ada di dalam, dia seorang wanita berambut perak dengan mata biru. Seperti yang anda inginkan tadi," Ungkapnya, namun ternyata wanita itu tidak ada di sana.
Sedangkan seorang pria yang mengenakan pakian Aurora turun menuju sawah penduduk dan berjalan menuju ke arah pemukiman, dia berlari terengah-engah sampai akhirnya dapat meloloskan diri.
Untung saja para petugas itu tak memperhatikannya saat dia mengambil kunci dan melarikan diri dari sana, sudah sangat sering dia di jadikan budak dan dia juga sangat sering dapat melarikan diri.
"Wanita itu sudah menyelamatkan ku sekarang, hampir saja aku di masukan pada arena Gladiator. Bila sampai itu terjadi, aku tidak tahu harus dengan cara apa aku bertahan." Gumamnya, dia berlari menuju hutan dan membuang pakaian Aurora di sungai.
Sedangkan di sisi lain, pria berambut hitam itu kini menatap tajam pada para bandar penjual manusia itu. Dia mengambil pedangnya dengan kecepatan tinggi, dan langsung menebas salah satu kepala dari orang-orang itu.
"Bunuh mereka semua, terutama orang-orang yang sudah menyentuh gadis ku!" Umpat pria itu, dia langsung berdiri dan berbalik. Para bawahannya langsung melakukan apa yang di perintahkan oleh tuan mereka.
Sedangkan wajah suram saat ini tertera nyata dalam wajahnya, susana terasa dingin dan mencekam. Tak ada seorangpun yang bisa angkat bicara, dan tak ada seorangpun yang bisa mengutarakan unek-unek mereka.
Sedangkan di sisi lain, Aurora melihat bagaimana para Gladiator itu di jual. Kesal juga rasanya hati Aurora. Bila dia tahu pada akhirnya dia akan di jual juga, dia tak akan mau bertarung di area tersebut.
Aurora memperhatikan seorang pria yang nampak memegang banyak koin emas, Aurora terkekeh dan mulai merencanakan sebuah siasat licik.
Di arena Gladiator, para pria besar itu nampak sudah terjual secara keseluruhan. Sedangkan sorak riuh penonton kembali bergemuruh tak kala seekor singa di keluarkan dari kandang.
"Hadirin sekalian, saat ini kita akan menyaksikan secara langsung bagaimana seorang Gladiator akan berhadapan dengan seorang raja hutan. Apa kalian bersedia menyaksikannya?" Suara pemandu acara terdengar menggelegar.
"Hei kau! Cepat masuk ke dalam!" Ucap seorang pria bertubuh tinggi besar, Aurora terkesiap.
"Apa maksud mu?" Aurora menatap dingin orang tersebut.
Plak!
Sebuah tamparan menghantam pipi Aurora yang di penuhi debu, pria itu nampak terengah-engah dengan amarah yang luar biasa.
"Kau berani menatap ku?" Ucap pria itu kesal, Aurora mengangkat bahunya. Sedangkan pria itu langsung menyeret Aurora masuk ke dalam arena Gladiator.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!