NovelToon NovelToon

TA'ARUF KELUAR JALUR

BAB 1 PERTAMA BERTEMU

"Bu, Amy berangkat dulu ya," teriak seorang gadis terburu-buru.

"Sarapan dulu, nduk. Ini ibu sudah masak kan," sahut seorang wanita paruh baya dari arah dapur.

"Huhhh, sudah gak keburu, Bu. Amy sudah sangat terlambat."

Mendengar sang anak akan berangkat tanpa berniat untuk sarapan, buru-buru Bu Dona menghampirinya, dengan masih memakai celemek dan sutil di tangannya, mulutnya bersiap untuk mengomel.

"Ibu, sudah bilang jangan tidur larut-larut, kamu ini ngeyel banget dibilangin. Kalau ada tugas itu langsung dikerjakan. Jangan nunggu nanti-nanti. Giliran ibu bangunin bilangnya sebentar-sebentar terus. Lihat sekarang jadi telat kan. Ibu bawakan bekal saja ya, nduk."

Meski terkesan cerewet, masih tersimpan perhatian terhadap satu-satunya anak gadisnya.

"Gausah, buuu... Amy langsung berangkat. Nanti Amy makan di kantin saja. Mas Ical ada di depan kan?"

"Mas mu, sudah pergi dari tadi. Ibu menyuruhnya ke rumah Bu Ida tadi,, nganter pesenan kue kering. Ada apa, tumben kok kamu nyariin."

"Lohh, Buuu. Terus Amy berangkat ke sekolah nya gimana ini!?"

"Loh, iya-ya ibu lupa hehe."

"Ah, ibu mah,,terus gimana dong. Mana motor satunya lagi rusak juga. Duhh, Amy udah telat banget ini."

"Tungguin, bentar lagi juga dateng."

Brmmmmmmmmm srekkk srekkkk

"Nah, tu dia dateng anaknya!"

 

...----------------...

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam,, eh nak Adrian. Pagi-pagi sudah kesini saja."

"Hehehe, ya Bude sekalian berangkat ke kantor nih."

"Bentar ya, Bude ambilkan dulu uangnya."

Ibu melewatiku begitu saja, tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Tak tahukah dia jantungku yang rasanya sudah mau copot. Karena debarannya bukan main kencangnya. Bukan-bukan, bukan karena pria tampan di depanku, yang sejak tadi tersenyum ramah ke arahku. Tapi jam yang telah menunjukkan pukul 06.45. Yang tandanya tinggal 15 menit lagi bell sekolah akan berbunyi. Mau ngebut sekencang apapun, tetap saja aku akan terlambat, mengingat jarak rumahku dengan sekolah yang cukup jauh. "Huh, dimana pula mas ical ini. Kok gak dateng-dateng sih," gerutuku pelan.

"Mau berangkat sekolah, dik?" Sebuah suara menyentak ku. Rupanya pria tampan yang baru saja bicara dengan ibuku. Jika hari biasa aku akan sibuk mengagumi parasnya. Tapi naasnya dia hadir di waktu yang tidak tepat. Mendengar pertanyaannya hanya membuatku semakin jengkel saja.

"Iya," jawabku ketus.

"Sekolah dimana?" tanyanya lagi.

"Bakti Usada 2."

"Ohh, lumayan jauh juga ya. Berangkatnya di anter jemput atau d-"

"Anter," potongku cepat. Aku benar-benar dibuat jengkel dengan pertanyaan yang tiada habisnya.

Berbanding dengan kata-kataku yang teramat singkat. Batinku penuh dengan keluhan-keluhan kekesalan. "Memang ya cowok itu sama sekali tidak peka. Sudah melihat raut muka ku yang jutek tuh, harusnya diam gitu loh. Ini juga ibu, dimana sih, kok gak keluar-keluar. Katanya cuma mau ngambil uang, kok lamanya minta ampun."

"Nah, ini untuk bulan ini ya, nak. Berarti Budhe sisa 3 bulan lagi kan."

Pucuk dicinta, sang ibu yang ia tunggu-tunggu akhirnya keluar juga. Kulihat ia menyerahkan beberapa lembar uang kepada mas Adrian. Yang ku tak tahu untuk apa itu.

"Iya, Bude betul. Setelah 3 bulan semuanya lunas. Atau Bude mau nambah lagi juga boleh. Tidak perlu langsung dilunasi. Bisa pengajuan pinjaman baru. Nanti saya bantu mengurus semuanya. Bude tinggal nerima uangnya saja."

"Memangnya bisa begitu ya. Bude gak harus ke kantor gitu."

"Iya bisa saja, khusus buat Bude mah. Rian usahain."

"Aduh, kamu ini ngerayu nya loh. Tapi kalau bisa boleh deh. Bude butuh modal buat usa-"

"Buuuu," potongku merengek.

 

...----------------...

Bu Dona menoleh saat mendengar rengekan sang anak gadis.

"Loh, belum berangkat juga. Tadi katanya sudah telat," tanya Bu Dona.

"Mas Ical," kata Ameera dengan mulut cemberut.

"Belum datang juga mas mu itu. Haduh, gimana dong terus. Apa mau bolos saja."

Jika saja Ameera tak ada ulangan matematika di jam terakhir. Gadis itu pasti akan dengan cepat mengangguk setuju. Sayangnya, sang ibu berlaku baik di saat yang tidak tepat.

"Ya, jangan! Nanti aku ada ulangan di jam terakhir."

"Ya gpp, kan bisa susulan. Apa masalahnya," kata Bu Dona tak mengerti.

"Masalahnya nanti gak ada yang bisa aku contek," batin Ameera. Tapi mulutnya berkata lain. "Gamau, ah. Amy udah susah-susah belajar semalam. Pokoknya mau masuk."

Bu Dona juga jadi sakit kepala memikirkan masalah anaknya. Saat itulah Adrian yang sejak tadi hanya diam memperhatikan pertengkaran pasangan ibu dan anak, tiba-tiba bicara.

"Gimana kalau saya yang anter saja, Bude. Kebetulan satu arah juga dengan kantor saya. Sekalian saja bareng, daripada terlambat kan."

"Udah telat juga sih," sela Ameera dalam hati.

"Gak ngerepotin kamu, nak Rian," kata Bu Dona tak enak.

"Tidak kok, kan satu arah," jawab Adrian ramah.

"Yasudah, makasih sekali loh nak sudah mau direpotin,,... Nah kamu bareng sama nak Rian saja sana."

Ameera merenggut hendak tak setuju. Tapi karena tak ada jalan lainnya. Dengan berat hati dia mengangguk.

"Amy, pamit assalamu'alaikum," kata Ameera mencium tangan ibunya.

"Wa'alaikumussalam, belajar yang bener."

Tak menunggu waktu lama setelah bersaliman dengan sang Ibu. Ameera langsung naik ke atas motor.

"Berangkat dulu Budhe, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, hati-hati ya nak bawa motornya."

Keduanya pun melenggang memecah keramaian jalanan.

"Nama kamu Amy ya?" tanya Adrian dengan masih fokus pada jalanan di depannya. Beberapa kali ia menyalip kendaraan lain, mengingat ini jam sibuk, jalanan memang cukup ramai.

"Hah?" sahut Ameera tak mendengar.

Meski tak memakai helm, kencangnya angin dan gemuruh suara mesin. Memang bisa meredam suara untuk sampai ke gendang telinga.

"NAMA KAMU AMY KAN?" ulang Adrian sedikit kencang.

"IYA!"

"SALAM KENAL, AKU ADRIAN. Aku mau ngebut, biar kita gak telat, kamu pegangan yaa..."

Tinn Tinnnnn tinnnnn

Karena banyaknya bunyi klakson kendaraan, perkataan Adrian hanya diterima setengahnya oleh Ameera.

"IYA," jawab Ameera meski tak mendengar perkataan Adrian yang kedua. Alhasil saat motor tiba-tiba kencang, Amy hampir saja terjengkang. Untung refleknya masih sangat bagus, dengan langsung memeluk Adrian.

"KAMU MAU bunuh aku YAA!!" teriak Ameera.

"HAH, YAA....kamu bilang apa?" balas Adrian tak begitu mengerti. Tapi Ameera menangkapnya, Adrian mengiyakan perkataannya.

"GILA," umpat Ameera kesal.

"Lah bocah, malah mengataiku gila," batin Adrian. Tak ingin ambil pusing dengan gadis aneh di belakangnya. Melihat jalanan yang kosong didepannya. Adrian kembali tancap gas.

Brruuuuuuummmmmmm

"ASTAGFIRULLAH,, MAMAKK AMY MASIH MAU IDUPPP....." teriak Ameera penuh keputusasaan.

"BERHENTI WOYYY,, KALAU MAU MATI JANGAN SENDIRI AJA, EHHH, MAKSUDNYA JANGAN AJAK-AJAK."

Tapi motor sama sekali tidak mau memelan sedikitpun. Adrian seolah tutup telinga dengan teriakan Ameera. Karena sebenarnya bukan hanya Ameera saja yang saat ini tengah terlambat. Dirinya juga sudah hampir telat masuk kantor.

Pastinya alasan keterlambatannya bukan karena Ameera. Adrian sendiri memang biasa berangkat di menit-menit terakhir. Hanya saja biasanya ia kebut-kebutan sendiri.

"Menyesal aku mengajak berangkat bareng,, tau begitu ku tinggal saja tadi," bisik Adrian pada dirinya sendiri. Dengan sengaja ia menutup kaca helm, agar tak ada yang mengenali wajahnya. Yahh, dia cukup merasa malu.

BAB 2 TERLAMBAT

Nasib sial memang tengah menimpa Ameera pagi ini. Sudah susah-susah ia harus dibuat ketakutan sepanjang jalan. Ujung-ujungnya dia tetap terlambat juga.

Nampak barisan rapi murid-murid yang juga sama-sama terlambat seperti dirinya, sedang diberi arahan oleh guru BK.

"Baris yang bener, diajari baris gak sih. Baris aja loh ga bisa, kalah sama anak TK,..."

"Mati aku," rutuk Ameera menelan ludah gugup.

Ngomong-ngomong soal Adrian yang telah mengantar Ameera. Tanpa mengucap sepatah kata apapun pria itu langsung pergi begitu saja, sesaat setelah menurunkan Ameera.

"...Yang tinggi di kiri sendiri,, kamu!! Kamu tuh tinggi ngapain disini, dilihat dong sampingnya itu. Masak bandingin tinggi sendiri aja ga bisa. Kamu juga yang disampinya! Kasih tau kalau temannya salah. Seneng ya temennya dimarahi...."

Bapak Mukhtar, guru Fisika, wakil kepala sekolah, sekaligus pimpinan guru BK. Beliau ini memang salah satu orang penting di sekolah. Terkenal sebagai guru paling killer dan ditakuti, di kalangan murid ('berbisik' dan juga para guru^^).

"Hehh, itu ngapain berdiri diam di sana. Mau jadi patung pancoran. Cepat sini!" teriak pak Mukhtar menunjuk ke arah Ameera.

Dengan cepat Ameera berlari mendekat masuk ke dalam barisan. Kehadirannya nampak sangat menonjol. Karena dia satu-satunya murid perempuan yang terlambat.

"Ini juga perempuan kok telat,, mau jadi apa kamu!"

"Yang pasti jadi orang, pak," jawab Ameera berani.

"Wahh, pinter. Berani jawab ya, sopan kah!.... Yang lain denger,, jangan dicontoh yang begini. Udah cewek kelakuannya serampangan, enggak sopan lagi sama guru."

Jika gadis lain di begitu kan sudah pasti akan langsung menangis. Tapi beda dengan Ameera yang gaada takut-takutnya.

"Yaelah, jawab salah gak dijawab juga salah," gerutu Ameera pelan tanpa di dengar oleh pak Mukhtar. Tapi beberapa orang didekat Ameera tentu saja mendengarnya.

Para pria itu sama-sama memiliki pikiran yang sama, yaitu tertarik pada Ameera.

"Berani juga ni cewek, menarik."

"Cantik, tapi beda dari cewek-cewek lain."

"Adek kelas ya.. boleh-boleh."

Usai menghadapi keganasan omelan Pak Mukhtar, kini tiba giliran mereka menjalani hukuman. Hukumannya tak tanggung-tanggung. Pak Mukhtar langsung meminta untuk lari keliling lapangan 25 kali untuk para pria dan 20 kali untuk Ameera seorang.

Dengan luas lapangan indoor yang cukup lumayan. Berdoa saja, kaki mereka tak reyot.

TING TONG TING TONG WAKTU PELAJARAN KEDUA (2X)

Ameera yang baru saja menyelesaikan hukumannya pun kembali ke kelas. Keringat bercucuran dari dahinya. Tapi tak sempat ia untuk mengelapnya.

"Ameera? bukannya kamu ijin ya?" celetuk seseorang yang melihat kedatangan Ameera.

Kelas masih ramai, karena guru untuk jam pelajaran kedua masih belum datang.

Dua orang gadis yang duduk di pojok depan, sang pelaku pembuat surat izin palsu, langsung meringsut ke dekat Ameera dan berbisik.

"Kukira kamu nggak akan masuk Ra. Telponku gak kamu angkat, di chat juga kamunya off. Daripada entar kamu di Alpha, yaudah kusuruh Ratu buatin surat aja deh," kata salah seorang gadis.

Keduanya adalah sahabat baik Ameera. Yang baru saja bicara Cherry namanya, adalah yang paling tua diantara ketiganya. Bisa dibilang dia seperti sosok ibu di kelompok mereka. Si pendengar yang baik, penasehat yang bijak, dan pembuat keputusan paling dipatuhi. Bisa dipastikan kalau ada agenda, tanpa dia gak akan jalan. Untung anaknya juga yang paling religius diantara ketiganya. Jadi gak akan sampai menyimpang jauh.

Yang bungsu namanya Ratu, enggak seperti namanya, anaknya polos abissss. Kalau soal pelajaran jangan diadu, paling rajin diantara ketiganya. Tapi kalau soal kehidupan, dibilangin cinta itu makanan, dia bakalan percaya. Beruntung sebelum ketemu orang jahat, langsung diadopsi sama Ameera dan Cherry. 

Udah polos penurut lagi, alhasil yang paling suka disuruh-suruh di kelompok mereka. Tapi pastinya bukan dengan niat yang jahat. Karena satu sama lain saling melengkapi saja.

...----------------...

"Lohh kok mati,,, sorry baterai ku habis, Cher," kataku setelah melihat ponsel yang mati di tas ku. "Soal aku telat,, salahkan mas Ical yang gak pulang-pulang. Alhasil aku jadi telat, karena kelamaan nungguin dia. Mana hari ini yang jaga Pak Mukhtar. Habislah aku, harus lari 20 putaran dulu baru dibolehin ke kelas."

"Pasti bukan salah mas sepenuhnya kan, bilang saja kamunya juga kesiangan Ra. Pasti semalam begadang lagi kan. Oppa mana lagi yang kamu pantengin," kata Cherry menatapku dengan mata menyelidik.

Aku memang paling tak bisa menyembunyikan apapun dari Cherry. Satu-satunya orang paling peka yang pernah kutemui. Tanyakan padanya siapa yang menyukai atau membenci. Dia bisa langsung menyebutnya dengan sangat tepat.

"Aku makin curiga kamu keturunan cenayang, Cherr. Meskipun emang bener aku kesiangan gara-gara oppa ku comeback. Tetep semua biang kesalahannya mas Ical yang gak dateng-dateng." Mataku beralih pada Ratu yang senantiasa terdiam. Raut mukanya tak enak seperti menahan kencing. "Ratu kok diem aja dari tadi?"

"Paling dia lagi takut," sahut Chery.

"Takut apaan?" tanyaku tak mengerti. Perasaan gak ada penampakan makhluk apapun di dalam kelas ini. Kecuali yang ada di kamar mandi dan di gudang belakang. Semuanya aman kok.

"Nasib suratnya itu gimana? Udah dicatet loh kamunya ijin. Apa kita ngaku kalau bohong aja. Tapi kalau gitu anak-anak lain pasti langsung gak terima," kata Ratu dengan lugunya.

"Gpp, kamu aman kok. Kalau ada apa-apa urusannya si Meera di depan," kata Cherry tanpa rasa bersalah.

"Heh, mentang-mentang aku paling tomboy. Terus aku yang disuruh maju duluan," sewot ku tak terima. "Aku yang tadinya mau terharu, langsung gak jadi kan."

"Udah, gak usah banyak protes. Tuhh, ketua kelas udah natap kita dari tadi. Samperin, gihh. Bilang aja tadinya kamu gak ada yang nganter. Jadi emang mau ijin,, tapi tiba-tiba ada yang nganter gitu. Dijamin deh, masalah bakal langsung kelar," kata Cherry.

"Ya kelar sih kelar, aku yang jadi korban," keluhku.

"Enggak, percaya deh," kata Cherry meyakinkan ku.

Untung saja aku sudah sangat mengenal baik Cherry. Karena jika tidak tentu saja aku tak akan mau percaya begitu saja.

"Yasudah," kataku pasrah.

Akupun berjalan sendiri menghampiri bangku ketua kelas. Bangkunya berada di area belakang sendiri. Jadi aku harus melewati beberapa meja. Masih kudengar samar-samar obrolan sahabatku.

"Emang gpp ya Cher?" tanya Ratu.

"Apa-apa sih," jawab Cherry.

Ingin rasanya aku berbalik, lalu mencekek leher Cherry. Tapi di depanku ada si ketua kelas yang menjadi tujuanku. Walau tidak sedang mengawasiku secara langsung. Aku cukup peka akan lirikan matanya. Pantas saja Chery berkata, ketua kelas telah memperhatikan kita sedari tadi.

...----------------...

"Ehem, Jor," panggil Ameera pelan.

"Kenapa?" tanya Jordi. Pandangannya mendongak menatap wajah Ameera.

Berbeda dengan gadis lain yang sudah langsung tersipu-sipu malu. Ameera hanya sedikit gugup karena merasa bersalah.

"Gini nih, soal surat ijin. Tadinya aku emang rencana gak masuk, soalnya gak ada yang nganter. Tau sendiri kan rumahku jauh. Ojek pun gak ada, angkot apalagi, satu-satunya yang bisa nganter cuma mas ku. Tapi tadi di-"

BAB 3 KEDUA KALINYA

"Yaudah," potong Jordi cepat.

"Hah?"

"Yaudah," ulang Jordi.

"Yaudah apa?" tanya Ameera masih tak mengerti.

Jordi memejamkan mata sejenak, merasa sedikit lelah. Tapi dengan sabar ia masih menjelaskan. "Yaudah, nanti aku yang mengurusnya."

"Beneran, nih. Aman kan tapi," seru Ameera masih tak percaya. Dia benar-benar tak menduga akan semudah itu.

"Hmm, aman."

"Ah, makasih Jordi."

"Sama-sama. Nanti kalau memang ga ada yang nganter kamu bisa hubungin aku. Biar aku jemput."

"Hehe, gak perlulah ngerepotin entar."

"Enggak kok. Sudah, aku gamau denger penolakan, duduk sana. Nanti keburu guru datang."

"Hehe, okey siap."

Sebelum Ameera kembali ke tempat duduknya. Tak lupa ia sempatkan menoleh ke tempat kedua sahabatnya. Matanya berkedip dengan senyum memberikan kode.

Ratu yang menangkapnya langsung menepuk-nepuk tangan Cherry.

"Kenapa?" tanya Cherry.

"Ituu Meera."

Cherry langsung menoleh, ia hanya melihat Ameera yang telah duduk dibangkunya dengan nyaman. Ameera bahkan telah asik mengobrol dengan teman sebangku nya tanpa menoleh ke arah mereka.

"Aman kok, tadi kan aku sudah bilang. Cuma rasanyaa,, firasat ku kok kayak ada sesuatu hal buruk yang bakal terjadi yaa.."

"Firasat buruk apa Cher."

"Sayangnya aku juga gatau."

"...."

...----------------...

Di suatu sore, sehabis hujan. Udara nampak begitu sejuk dengan diselingi aroma tanah yang khas.

Ameera baru saja pulang dari sekolah. Belum sempat ia mengganti bajunya. Lantaran sang kakak iparnya itu ingin membersihkan diri. Dia harus membantu sang kakak ipar menjaga anaknya sejenak.  Beruntung gadis itu juga sangat menyukai anak kecil. Jadi tentu saja dengan senang hati dia menolong.

Takut ponakan nya itu akan rewel mencari mamanya. Ameera pun menggendongnya dan membawanya ke depan rumah.

"Ehh, apa itu,, kucing yaaa. Kucingnya ciapaa coba."

"Aaa aaa aa."

"Iyaa, kucingnya adekk. Phuss phhusss sinii,, adek mau main, ayo panggil phuss nya."

"Aaaaa aaa aaaaa."

Meowwwng meeooongg

Seolah mengerti dirinya tengah dipanggil oleh sang majikan. Kucing berwarna putih dengan bulu lebat itu, mendekati Ameera, dan menggosokkan tubuhnya ke kali Ameera. Bayi dalam gendongan Ameera tertawa kesenangan melihatnya.

Dan pemandangan hangat itu disaksikan oleh seseorang yang baru saja tiba.

Ameera menoleh mendengar suara motor berhenti di dekatnya.

"Assalamu'alaikum," salam Adrian.

"Wa'alaikumussalam," jawab Ameera.

Adrian lalu turun dari motornya, dan melepas helm di kepalanya, sambil berkata, "Masih ingat dengan saya?"

Pertemuan keduanya memang hanya sekali di hari itu, itupun sudah berbulan-bulan yang lalu.

"Gimana gak inget coba sama kenangan terburuk di hidupku," kata Ameera jutek. Dalam hatinya jelas masih menyimpan dendam akan tindakan Adrian yang ugal-ugalan saat memboncengnya.

"Masih marah rupanya. Yasudah saya minta maaf deh. Maaf ya waktu itu saya juga terburu untuk ke kantor."

"Hmm."

"Jadi dimaafin gak."

"Iya iya dimaafin," kata Ameera masih dengan nada ketus.

"Uuuu huuuu aammaa maaaa maaaa."

Menghadapi bayi di gendongannya, sikap Ameera langsung berubah 180°. Kata-katanya begitu lembut dan penuh kasih. "Ututuu, iya-iya gak aku cuekin kok,, mau ketemu mama,, bentar yaa. Bentar lagi selesai kok,, tuh lihat phuss nya lagi bobok,, kita samperin yukkk."

Adrian yang diabaikan tak merasa marah. Dia malah memandang pemandangan itu dengan penuh arti. Hatinya terasa bergetar saat membayangkan jika saja anak di gendongan Ameera itu adalah anaknya.

"Duhh, apasih yang kamu pikirin. Yan. Masa iya kamu suka sama bocil SMA," batinnya mengelak. Tapi pikirannya tak bisa berhenti mengembara.

"Rian, sejak kapan disini, kok nggak masuk,,,, Ini juga Amy ada tamu kok gak disuruh masuk, sih."

Mendengar itu Adrian langsung kembali ke kenyataan. "Eh, ya. Aku baru dateng kok Zal."

Ameera yang mendengar tuduhan kakaknya tak memperdulikannya. Dia masih asik menggoda kucing bersama sang ponakan.

"Oh, yasudah ayo masuk dulu ke dalem. Ibu masih ke warung, kamu tunggu di dalam saja sambil ngopi-ngopi," kata Reizal.

"Gausah repot-repot, mas Zal."

"Alah, gak repot. Kayak sama siapa saja. Kan kita sudah kenal lama."

"Kalau begitu rezeki gak boleh di tolak."

"Haha, ya ya. Bentar kuminta istriku membuatkan kopi. Mau kopi hitam atau susu."

"Kopi hitam boleh mas, biar gak ngantuk."

"Boleh-boleh bentar yaa...."

Meski telah masuk ke dalam rumah. Adrian masih tak bisa meninggalkan matanya untuk mencari keberadaan Ameera. Padahal ini hanya pertemuan kedua mereka. Entah bagaimana Adrian sudah jatuh hati.

Reizal tak pergi terlalu lama, dia langsung kembali setelah meminta istrinya untuk membuatkan kopi. "Lagi merhatiin apa sih. Kok serius amat."

"Ah, enggak mas," jawab Adrian sedikit gugup

"Itu adikku Ameera, kamu sudah kenal kan. Nah, yang digendongnya itu putriku, namanya Kelly, baru berusia satu tahun," kata Reizal memperkenalkan.

"Iya, sebelumnya memang sudah berkenalan."

"Aku dengar dari ibu kamu sempat mengantarnya ke sekolah, karena aku belum datang ya."

"Kebetulan satu arah sama kantor. Jadi ya saya ajak aja bareng."

"Hmmm,, suka yaa? Kalau iya tak comblangin. Masih jomblo juga kok anaknya."

"...."

...----------------...

Di tempat lainnya. Karena waktu sudah berlalu terlalu lama dan Kelly mulai rewel kembali mencari mamanya. Ameera membawa keponakannya itu mencari keberadaan ibunya. Benar saja dia menemukan sang kakak ipar telah selesai mandi, tengah duduk sambil memainkan ponsel.

"Nih, mbak anaknya. Amy mau ganti baju dulu yaa," kata Ameera menyerahkan bayi dalam gendongannya.

"Eh-eh, tunggu dulu. Bisa bantu mbak satu lagi."

Ameera mengernyitkan dahi sedikit tak setuju. Dalam hati ia mengeluh, "Tak mengerti kah kakak iparnya itu bahwa adik iparnya ini lelah, huffhh."

"Bantu apa lagi?"

"Nih,,, anterin kopi ini ya kedepan. Mbak mau mandiin si Kelly dulu. Keburu kesorean, nanti dia masuk angin lagi. Tadinya ibu bilang mau mandiin, sekalian diurut katanya, tapi sampe sekarang gak pulang-pulang tuh," kata mbak Sarah.

"Uh, yasudah. Cuma nganterin aja kan."

"Iya kok."

Dengan berat hati Ameera membawa nampan berisi dua gelas kopi hitam. Meski dalam hati ogah-ogahan, langkah nya masih mantap, gerakannya halus tak terburu-buru.

"Kopinya mas," kata Ameera pelan.

"Makasih," balas Adrian.

"Sama-sama."

Saat Ameera hendak pergi, Reizal lantas menghentikannya.

"Duduk dulu sini," kata Reizal menepuk tempat di sebelahnya.

"Enggak, aku mau kebelakang saja."

Reizal langsung menatap adiknya dengan mata peringatan. "Bentar doang."

Dengan berat hati Ameera pun hanya bisa duduk dengan patuh.

Melihat muka tidak senang adiknya, Reizal pun angkat bicara, "Ini loh, Adrian katanya pengen kenal kamu. Gimana menurutmu?"

Sayangnya sang adik sibuk dengan pikirannya. Sehingga tak mendengar apa yang Dia katakan.

"Enggak suami, enggak istrinya sama aja. Nyuruh itu,, nyuruh ini, gak ada abisnya. Pada buta kali ya matanya. Gak bisa lihat apa,,, seragam dari yang licin sampek semut nemplok aja bakalan jatuh. Jadi kusut, sekusut kain lap. Mana rambut udah kayak ditabrak badai gara-gara ditarik-tarik sama Kelly. Nih, muka juga. Yakin deh udah kucel banget kayak cucian kemarin. Minimal biarin adekknya cuci muka dulu gitu kek. Ini nggak, satu-satu pada gantian nyiksanya...."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!