NovelToon NovelToon

Noda Red Pertama

Obat Perangsang

Bruk.

"Tolong aku."

Herman baru saja keluar dari ruang VIP, tapi tiba-tiba ia di tabrak seseorang sambil meminta tolong.

Seorang wanita, Herman mencium aroma Alkohol yang sangat menyengat dari tubuh perempuan itu.

"Minggir!"

Herman menepis dengan acuh tak acuh pada tangan yang mencengkram lengannya. Wanita itu adalah Monika.

"Sayang, kenapa kamu malah lari dari ku."

Liam datang dan berbicara manis pada Monika di depan Herman.

"Mr, maaf. Kekasih ku sedang mabuk berat," kata Liam meminta maaf sambil meraih pelan tangan Monika. Herman tidak peduli. Ia juga bisa melihat kalau Monika sedang sempoyongan dan menghindari pacarnya tersebut.

"Tidak! Tolong.... Aku akan di lecehkan."

Salah satu tangan Monika kembali menarik tangan Herman sebelum Liam benar-benar membawanya.

Monika memohon dengan sangat bersama mata yang di penuhi air mata. Herman terpaku melihat mata itu, ia teringat pada sosok wanita yang sudah sangat di rindui nya.

"Tuan. Dia kalau mabuk suka mengatakan yang tidak-tidak."

Liam pelan-pelan melepaskan tangan Monika yang tergenggam erat di lengan Herman.

"Tidak.... Jangan paksa aku, ah," kata Monika yang sudah sangat keras menahan perasaan panas yang merasuki tubuhnya.

Liam berhasil membawa Monika dalam dekapannya dan membawa wanita itu pergi dengan susah payah karena Monika sudah setengah sadar.

Monika sedang dalam pengaruh obat perangsang, wanita itu dari tadi sudah tidak kuasa dengan perasaan aneh yang menghinggapi seluruh badan nya. Sedangkan Liam sudah tidak sabar ingin segera membawa Monika, pria itulah yang mencampur kan sesuatu ke dalam gelas minuman Monika tadi.

Monika sempat menghindari Liam saat mereka berada di toilet, wanita itu berlari di lorong-lorong Club dan tidak sengaja menabrak Herman.

"Tunggu."

Liam menghentikan langkah sejenak lalu kembali melanjutkan nya, Ia tidak mau ketahuan jika kembali ke belakang.

Herman berjalan cepat mendekati dua orang yang katanya kekasih itu, tapi entah mengapa dia seperti penasaran dan dari mana muncul rasa ingin tahu itu, Herman sendiri juga tidak mengerti.

"Berhenti kataku."

Herman sudah menghadang dua orang itu untuk pergi.

"Tuan, kenapa menghalangi jalan kami. Minggir," usir Liam dan memilih berjalan ke sisi Herman lainnya.

"Kau bukan kekasih wanita itu," ujar Herman mulai yakin. Wajah Herman saat ini juga mengeras menahan sesuatu namun tetap berusaha tenang.

Ia baru saja di kelabui oleh rekan bisnisnya yang ingin mengambil ke untungan lebih, dan berusaha menjebak Herman agar bisa meniduri anak lelaki tua itu. Herman tentu tidak sudi dan memberi pelajaran pada orang-orang tidak tau diri itu, namun obat yang mereka berikan belum bisa hilang.

Herman bisa melihat kalau perempuan itu mungkin telah di beri sesuatu oleh pria yang mau membawanya ini. Tangan Monika mulai kemana-mana dan tak menentu.

"Bukan urusan mu," kata Liam tidak tahu berbicara dengan siapa.

Herman yang sudah sangat panas dan rasanya ingin meledak, memberikan pukulan keras pada Liam. Begitu kuat dan Liam tidak menyadari akan mendapatkan tinjuan itu, gigi nya yang kuat sampai terpental jauh beriringan dengan tubuhnya yang ikut terbang terhempas.

Lelaki brengsek itu langsung tidak sadarkan diri dalam sekali pukulan.

"Pergilah," kata Herman pada Monika yang sudah berlagak seperti kera. Wanita itu justru mendekati Herman setelah di suruh untuk segera pergi.

"Tolong aku," ucap Monika dengan suara lemah dan tubuh yang sudah lunglai.

"Kau sudah ku tolong. Menyingkir dari ku."

Monika malah tidak mendengar perkataan Herman, dirinya sudah sangat kepanasan dan ingin meledak.

"Badan ku sangat panas."

Tanpa sadar Monika langsung menggantungkan kedua tangannya ke leher Herman dan menarik paksa tengkuk pria itu.

Perasaan yang sedari dalam Ruangan VIP tadi Herman tahan, melonjak keluar seperti sengatan listrik di seluruh tubuhnya.

Pria itu dengan cepat menarik badan Monika agar semakin lekat dengan dirinya. Di bawah sana seperti ingin meledak saat tubuh Monika menyentuhnya.

"Shit!"

Herman berteriak kencang dan mendorong tubuh Monika menjauh. Namun Monika yang merasakan saat posisi tadi sangat terasa nikmat. wanita itu kembali menarik Herman dengan kuat tanpa memiliki kesadaran. Sepenuhnya pikiran waras Monika telah hilang, perasaan aneh seakan menguasai dirinya.

"Tolong.... Tolong Aku," lirih Monika saat Herman masih mencoba untuk menjauhkan dirinya.

"Bukan aku yang memintanya."

Herman yang memang juga sedang di bakar hasrat birahi, tidak memikirkan hal lainnya lagi. Monika juga meminta sendiri walau Herman sudah mengusir wanita itu.

Badan Monika terangkat, tepatnya pinggang wanita tersebut. Herman mengarahkan agar Monika melingkar kan kedua kakinya pada pinggang lelaki itu

Pria yang memiliki kekuatan ekstra tersebut tanpa beban berjalan dengan Monika, mereka menikmati perjalanan menyusuri lorong. Herman membawa Monika keluar tanpa memedulikan keadaan sekitar, yang sejujurnya tidak peduli dengan perbuatan-perbuatan mereka. Karena sejatinya hal itu sudah wajar di tempat terkutuk itu.

Saat ini Monika mendesah tidak karuan dan terus saja mengganggu Herman yang sedang fokus menyetir. Wanita itu bahkan tidak bisa duduk dengan tenang dan terus saja me lengket pada Herman yang saat ini mulai menambah laju kendaraan nya.

Tujuan mereka adalah sebuah hotel, hal yang ingin keluar harus di tuntaskan dengan nyaman di tempat sana.

Monika tidak membiarkan Herman keluar dari mobil saat kendaraan mereka sudah berada di parkiran gedung mewah itu. Herman juga yang sudah di penuhi gairah segera menyambar bibir menggoda yang dari tadi mengganggu pendengaran nya.

Pria itu membuka pintu mobilnya sambil fokus pada Monika, mereka perlahan keluar tanpa peduli beberapa orang yang sekilas melihat tingkah mereka yang terlalu menampakkan diri di tempat umum.

"Cepat beri kami kuncinya!" bentak Herman pada salah seorang resepsionis yang sedang bertugas melayani pemesanan kamar mereka.

Resepsionis itu awalnya memperhatikan mereka, apalagi Monika yang terlihat sudah sangat tidak sabar dan tidak hentinya menempeli pria yang bernama Herman tersebut.

"Ini Mr, silahkan. Tempatnya ada di lantai tiga," ujar resepsionis cantik itu sambil menyerahkan kunci pada Herman. Ia sedikit menelan Saliva nya sendiri saat melihat kedua orang itu sempat-sempatnya bercumbu di depannya sebelum mengambil kunci.

Setelah Herman mengambil benda itu, mereka segera menuju lift dan tiba dalam kamar. Pria itu segera mengunci pintu dan mereka memulai aksi yang lebih gila dari sebelumnya.

Herman mengangkat tubuh ideal Monika di atas meja, benda-benda di atas situ berjatuhan tanpa mereka pedulikan. Gerakan mereka terus berlanjut cukup lama sampai akhirnya mereka sudah berada di atas ranjang. Tidak ada lagi penghalang di tubuh kedua insan yang terbakar hasrat itu.

Noda Merah

Ssss....

Monika tersadar dan merasakan sakit yang teramat berat pada kepalanya, matanya menyipit memperhatikan keadaan sekitar.

"Ini di mana?" tanyanya bergumam pada diri sendiri dan melihat kondisi badannya yang terasa berbeda.

"Hah!" 

Monika sangat kaget karena saat menyibak selimut putih itu, di badannya tidak mengenakkan apapun. Monika tersentak dan bangun dengan cepat dari tidurnya.

Di bawah sana juga terasa sangat sakit dan nyeri saat dirinya bergerak kuat.

Ia menoleh ke samping dan melihat punggung pria yang badannya tengah di tutupi selimut, sama persis seperti dirinya sebelum bangun tadi.

Monika mengingat lagi apa yang semalam dia lakukan pada pria itu, tapi Monika tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang sudah terjadi.

Ingatan nya hanya berakhir pada bagian Liam yang memaksa untuk berbuat mesum pada Monika di toilet, dia sempat menendang selangkangan pria itu dan berhasil lari darinya. Tetapi kenapa malah berakhir seperti ini...?

"Apa yang ku lakukan?!"

Monika mengigit kuat jari tangan nya, ketakutan tergambar jelas di wajah cantik wanita itu yang saat ini sudah nampak acak-acakan. Dirinya tidak bisa mengingat dengan jelas kejadian semalam, semua hanya terlintas dengan samar dalam pikirannya.

Saat Ia berlari dan tidak sengaja menyenggol seseorang. Monika masih ingat sempat meminta tolong pada orang itu, namun semua gambaran nya terlihat samar-samar.

Dengan pelan Monika menuruni ranjang dan mencari pakaian nya yang telah berhamburan seperti daun kering. Dengan cepat Ia mengenakan pakaian itu sambil mencari keberadaan tas hitam nya.

"Itu dia," katanya dengan pelan dan mengecek isi di dalamnya.

Monika juga mencari keberadaan heels nya yang entah berada di mana.

Perempuan itu sudah mencari di semua sudut namun tidak mendapatkan apa yang Ia cari. Monika memutuskan untuk pergi dengan kaki telanjang dan tidak mau berlama-lama lagi. Wanita itu pergi dengan cepat tanpa melihat siapa yang sudah menghabiskan malam dengan nya.

Setelah berada di luar hotel, ponsel Monika berdering. Wanita itu mengeluarkan nya dan tertera nama Naina di sana. 

Monika sangat marah, Naina masih berani menghubungi nya setelah apa yang sudah terjadi pada Monika.

Naina adalah teman Monika, dialah yang mengajak Monika ke Club malam dan berakhir  berada di atas ranjang bersama pria asing.

"Monika, kenapa kamu tidak menjawab panggilan ku. Sudah puluhan kali aku menghubungi mu. Aku mencari mu di mana-mana."

Suara Naina terdengar sangat cemas, Monika ingin marah namun hanya bisa menghela nafas dengan berat.

Semua ini bukan sepenuhnya salah Naina, kalau saja Monika tidak meminta Naina untuk mengajaknya jalan-jalan, semua tidak akan berakhir seperti ini.

"Monika? Halo, kamu masih di sana. Kamu ada di mana, Monika?"

Naina tidak mendengar suara Monika namun panggilan masih terhubung dengan wanita itu.

"Cepat jemput aku di jalan...."

Monika pun menyebut kan lokasi keberadaan nya sekarang. Ia hanya bisa terduduk lemas menunggu kedatangan Naina. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa sekarang, semua terjadi tanpa dirinya sadari.

Liburan yang niatnya ingin menghilangkan stres, malah harus berujung seperti ini. Sepertinya Monika harus kembali ke Indonesia, dia tidak mau berlama-lama lagi berada di kota itu, New York.

Drrtttt....

Seorang pria yang sedang tidur, terganggu dengan dering ponsel yang berbunyi nyaring.

Pria tersebut meraba dengan mata tertutup di atas nakas tempat benda itu berdering.

"Herman, kamu dimana? Kenapa semalam tidak pulang. Apakah lembur lagi. Bukankah Mommy sudah bilang untuk beristirahat di malam hari. Jangan kerja terus!"

Herman menjauh kan benda pipih itu dari telinga nya saat Mia, Mommy nya berkicau seperti suara burung.

"Iya, Mom. Aku ketiduran di Kantor. Sudah ya."

Herman langsung mematikan sambungan telepon agar tidak mendengar semburan panjang lagi.

Pria itu meletakkan asal ponselnya dan kembali menutup mata. Namun jiwa nya mengatakan untuk segera bangun. Herman pun bangun dan langsung menoleh ke samping.

"Di mana wanita itu."

Herman tidak melihat keberadaan Monika yang telah pergi diam-diam. Pandangan pria itu tertuju pada sedikit bercak merah yang tertutup selimut. Herman menyibak benda itu dan noda merah di atas kasur putih terlihat jelas di matanya.

"Untuk pertama kali," ujarnya agak tidak percaya.

Club Malam, di negara ini? Apalagi usia Monika juga sepertinya tidak muda lagi yang masih di lindungi oleh negara.

Mario mengambil lagi ponsel nya dan menghubungi seseorang.

"Carikan data lengkap seseorang untuk ku," katanya dan setelah memberikan perintah, Herman segera pergi untuk membersihkan badan.

__________________________

"Kakak, Aku ikut ke Indonesia, ya."

Olivia, seorang gadis kecil yang masih berusia dua belas tahun. Gadis itu meminta ikut pada Herman yang saat ini sudah bersiap-siap untuk pergi.

"Tidak, kamu di sini saja. Belajar yang baik. Kakak tidak pergi lama."

Herman hanya mengacak kepala gadis itu lalu melanjutkan kegiatannya mengemas beberapa lembar pakaiannya untuk di bawa.

"Tapi kak, Aku pengen melihat Kakak ipar."

Olivia tidak membiarkan Herman selesai dengan kegiatan nya. Gadis itu tetap ngotot ingin ikut pergi.

"Kalau Oliv ikut, bagaimana dengan sekolah? Kakak tidak mau mendengar ada yang ketinggalan pelajaran."

Olivia menunduk sedih.

"Herman, jam berapa kamu mau berangkat?"

Mia datang bersama Nadia.

Nadia adalah adik Herman juga, pria itu memiliki 3 saudara, semuanya perempuan, dia seorang yang berjenis laki-laki.

"Mom.... Kak Herman melarang ku ikut."

Olivia berlari mengadu kepada Mia setelah Herman tidak mengizinkannya untuk ikut.

"Oliv kan harus sekolah. Tunggu di sini saja ya. Kakak tidak akan pergi lama."

Mia memberikan pengertian pada anak gadis kecilnya itu.

"Tapi Oliv mau lihat Kakak Ipar."

Oliv sangat ingin bertemu dengan sosok yang katanya akan menjadi kakak Iparnya itu. Seluruh anggota keluarga tidak ada yang tidak memuji atau menyebutkan namanya setiap hari.

Oliv sangat penasaran dan ingin segera bertemu. Karena hanya Olivia saja yang tidak mengenal jelas seperti apa wanita itu.

"Nanti ya, Kak Herman akan membawa Kakak Ipar ke sini."

Nadia ikut menimpali sambil tersenyum, terlihat jelas bahwa dia juga sangat ingin bertemu dengan yang mereka sebut Kakak Ipar tersebut.

"Iya kan, kak?" 

Nadia beralih untuk bertanya langsung pada Herman selaku orang yang akan mewujudkan hal tersebut.

"Tentu saja," jawab Herman yang saat ini sudah siap untuk pergi.

"Segera lah bawa menantu ku."

Herman mengangguk mendengar permintaan Mia, Mommy nya itu sudah lama meminta Herman untuk segera menjadikan Ananda Istrinya.

Namun Herman masih melebarkan sayap usaha yang dia rintis tanpa sambungan dari siapa pun. Atas kerja kerasnya selama ini, Herman bisa berdiri dengan nama besar dengan tangannya sendiri.

Maka sekarang, Herman akan dengan bangga untuk pergi menjemput pujaan hati dan di jadikannya seorang ratu. Ya..., Ini adalah perjalanan nya ke Indonesia setelah sekian lama meninggalkan negara itu.

.

.

.

Semoga berkenan memberikan dukungan kepada penulis berupa like 👍 kalian

Author sangat mengharapkan nya 🤗

Sebelum nya terimakasih pada teman-teman semua 🙏🙏🙏

Setelah Sekian Lama

Ciiittttt....

Decitan roda pesawat yang mendarat sempurna di sebuah bandara internasional yang ada di Indonesia. Matahari belum memunculkan sinar nya untuk menyinari bumi. Di dalamnya salah seorang pria duduk dengan dada berdebar namun tidak memperlihatkannya ke permukaan.

"Bawa barang-barang saya di rumah," perintah Herman pada Mang Ujang yang menanti kedatangan nya di bandara.

"Aden Herman mau ke mana? Biar Mang antar?" tanya Ujang yang memang di perintahkan oleh Kurniawan untuk mengawasi anaknya itu selama di Indonesia.

Lebih tepatnya bukan mengawasi, karena Herman bukan lagi anak kecil yang masih harus di awasi, tapi Kurniawan meminta pada Ujang agar bisa membantu anaknya itu selama di sana.

Kurniawan adalah Deddy Herman, pria yang mempunyai jodoh dari Amerika itu memutuskan untuk menetap di negara sang Istri. Ia menjadi salah satu pengusaha ternama di sana, sang anak juga mengikuti jejaknya di dunia bisnis.

Kurniawan sangat bangga pada putranya tersebut, karena bisa berdiri kokoh tanpa sambung tangan darinya selaku orang tua. Namun, dia juga tidak tenang jika Herman akan pergi di Indonesia dan entah kapan kembali. Karena itulah dia meminta bantuan kepada Mang Ujang.

"Tidak usah. Mang pulang saja, tapi tinggalkan mobilnya."

Herman mengeluarkan dompet dari saku dan memberikan beberapa lembar uang kepada Ujang.

"Ini, untuk ongkos. Nain taksi atau apa," lanjut Herman menyodorkan uang tersebut.

"Tidak usah Den, saya masih ada uang," tolak Ujang.

Dengan wajah dingin Herman memasukkan uang itu dengan paksa dalam kantung baju Ujang.

"Berikan kuncinya."

Herman mengambil kunci mobil dan meninggalkan Ujang bersama barang Herman yang akan pria itu bawa pulang.

Herman menyusuri kota tersebut dengan perasaan tegang, dia tidak tahu Ananda sekarang sudah seperti apa kabarnya. Herman terakhir kali menghubungi wanita itu melalui sebuah pesan singkat.

Entah mengapa dia selalu merasa deg-degan jika mau berbicara dengan perempuan itu, yang membuat Herman tidak bisa menaruh hati pada wanita lain.

"Herman, kamu itu tidak boleh terlihat bodoh seperti ini."

Herman berbicara sendiri di dalam mobil, masih di bilang cukup pagi jika dia harus bertamu sekarang.

Akhirnya Herman memutuskan untuk termenung sejenak di depan kemudi, pria itu membayangkan jika bertemu dengan Ananda setelah sekian lama.

Sudah tujuh tahun Herman pergi di Amerika, saat itu Ananda masih menempuh pendidikan di sebuah Universitas. Herman memutuskan ikut ke Amerika agar dirinya lebih matang dan siap untuk memperistri Ananda. Sekarang dia kembali untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Tok

Tok

"Assalamualaikum."

Herman mengetuk pintu dan bersalam, itu kebiasaannya setiap kali datang ke rumah sederhana milik Ananda bersama Ibunya.

Beberapa saat Herman berdiri menunggu di sambut.

Tik

Ceklek

Mata Herman menatap pintu dan berharap Ananda lah yang membuka pintu itu untuk nya.

"Waalaikumussalam."

Matan Herman dengan lembut dan tersenyum menawan saat tahu Ananda lah orang nya.

"Hallo Anna," sapa Herman.

Gadis itu terdiam dan terpaku dengan pupil melebar. Entah mengapa, saat melihat mata itu, Herman teringat akan kejadian bulan lalu di Amerika.

Herman membeku dengan wajah yang masih sama, Ia bingung kenapa kilasan malam itu muncul di benaknya. Mungkin kah itu karena Herman merasa bersalah karena telah mengkhianati Ananda secara tidak langsung?

"Herman!"

Pekikan nyaring menyambut pria itu, ia juga langsung mendapatkan pelukan dari wanita pemilik hati. Herman menyambut pelukan itu dengan sangat bahagia, Ia seakan ingin menahan wanita itu saat Ananda melepaskan pelukan mereka.

"Kamu kapan pulang dari Amerika?" tanya Ananda nampak sangat senang melihat kehadiran Herman.

"Ayolah Nona Anna yang cantik, apa kita harus berbicara di sini?" tanya Herman kembali melayangkan senyum menawan dan meneduhkan miliknya untuk Ananda. Hal tersebut membuat sang wanita malu dan mengajak Herman untuk memasuki rumah kecil sederhana mereka.

Cukup lama Herman berada di sana, bahkan sampai hari telah menjelang siang, dirinya belum juga pergi.

"Herman, ini sudah hampir siang. Apa kamu belum mau pulang?"

Herman tertawa saat mendengar pertanyaan tersebut, apakah dirinya sekarang sedang di usir?

\*\*Sebenarnya itu bukan usiran ya, Herman aja yang bertamu kelamaan\*\*

"Lihatlah Bibi, Aku di usir," kata Herman berbicara pada Ibu Ananda yang menemani mereka.

Herman juga sudah dari tadi pagi bercakap-cakap dengan wanita baya tersebut.

"Tidak Herman, aku bukan mengusir mu. Hanya saja, ini sudah mau siang," ucap Ananda cepat.

Wanita cantik dengan kulit putih itu terlihat merasa bersalah akan kata-kata yang dia ucapkan untuk Herman tadi.

"Anna, aku cuma bercanda."

Herman mengacak rambut Ananda yang indah. Wanita itu juga memberikan cengiran saat mendapat perlakuan manis tersebut. Rona malu juga terlihat di wajahnya.

Tok

Tok

Ketukan pintu terdengar, karena daun pintu itu memang terbuka dari pagi tadi, sehingga yang berada dalam rumah bisa melihat siapa gerangan orang tersebut.

"Pak!"

Ananda langsung berdiri kaget melihat kedatangan seorang pria. Herman melihat pria yang menurut nya lebih tampan Herman sendiri ketimbang orang tersebut.

Walau Herman bisa melihat kalau Aura pria itu bisa Herman tebak seorang yang suka memerintah. Namun Herman tidak peduli, dia cuma sedikit ter cubit saat melihat reaksi Ananda.

"Anna, dia siapa?" tanya Salma.

Salma adalah nama Ibu Ananda.

Herman sangat penasaran, apalagi melihat pria itu menatap nya dengan pandangan yang tidak biasa. Herman yang seorang pria tentu tahu apa maksud dari mata tersebut.

"Siapa, Nak?" sekali lagi Salma bertanya karena Ananda terlihat ragu untuk mengatakan siapa orang yang datang tersebut.

"Biar saya yang menjawab. Saya adalah suam\_"

Herman dan Salma kaget melihat Ananda segera mendekap mulut pria tersebut dan menariknya keluar rumah.

Terlihat tangan Ananda di hempasan oleh pria itu dan terlihat mereka seperti berbicara sesuatu dengan suara kecil. Lalu berakhir mereka pergi dari penglihatan Salma dan Herman.

"Siapa pria itu?" gumam Herman berdiri ingin melangkah mengikuti mereka tapi di urungkan nya.

"Mungkinkah aku terlambat," lanjutnya bergumam dengan dada yang seperti telah retak hati yang bersemayam di dalam nya.

"Nak Herman, tunggu sebentar ya. Ibu mau panggil Anna dulu."

Salma tahu bahwa Herman seperti memiliki perasaan pada putrinya.

Dia juga sudah sangat menyukai pria itu sejak dulu dan tidak percaya Herman kembali hadir di kehidupan Ananda. Salma tidak mau membuat Herman bersalah sangka pada Ananda. Putrinya itu tidak memiliki hubungan dengan siapapun selama ini.

"Tidak usah, Bu. Aku pulang saja. Besok-besok aku datang lagi untuk berkunjung," kata Herman dengan sopan.

"Baiklah."

"Bu, kalau bisa. Besok aku ingin mengajak Ananda keluar. Jika boleh, tolong sampaikan kepada nya," pesan Herman tidak memperlihatkan perasaan rapuh nya.

"Boleh. Ibu izinin, nanti Ibu sampaikan ke Anna, ya," ucap Salma sambil tersenyum.

Herman berterima kasih dan segera meninggalkan kediaman kecil dan sederhana itu.

**Yang pernah baca kisah cerita "KONTRAK 5 TAHUN" pasti tahu apa yang terjadi pada Ananda dan pria yang datang itu😁**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!