NovelToon NovelToon

REKHA

Bab 1

"Pak stoooooooop." teriakku kepada pak satpam, agar tidak menutup gerbangnya dulu sebelum aku masuk.

“Eeeh eeh, tolong dong pak jangan di tutup dulu.”

“Telat lagi Rekha.” Aku yang mendengar ucapan pak satpam hanya tersenyum.

“Gak capek apa kamu telat mulu?” aku refleks menggeleng.

“Eh capek pak, saya telat bangunnya soalnya bunda gak bangunin.” Ucapku berusaha menyangkal.

“Kamu itu sudah besar, bangun sendiri lah, lain kali cari alasan lain jangan itu terus.”

“Iya pak.”

“Tulis nama kamu disini.” Ucap pak satpam sambil menyodorkan buku daftar nama anak-anak yang telat.

“Ayok lah pak, jangan hari ini.” Ucapku membujuk pak satpam.

“Tulis namamu lalu masuk atau gak usah tulis namamu tapi pulang.”

Aku lalu mengambil bukunya dan menulis namaku, setelahnya langsung berlari menuju kelas, untungnya belum ada guru yang masuk untuk mengajar.

Pada saat aku masuk ke dalam kelas, seketika teman-temanku bersorak seperti baru saja melihat keajaiban dunia.

“Woooooh tumben sekali kamu cepat dateng?” tanya Farhan ketua kelasku yang duduk di dekat pintu.

“Ini juga aku udah telat di pos.” Ucapku sambil berjalan ke tempat dudukku.

“Tumben, dimarahin bunda ya?” tanya Aini teman sebangku ku, mendengar itu aku langsung mengangguk.

“Pantesan biasanya juga kamu baru dateng di pelajaran kedua, ini tumbenan pelajaran pertama belum di mulai tapi kamu udah datang.” Aku langsung memberikan isyarat untuk diam kepada temanku itu, saat melihat guru yang akan mengajar di kelas kami datang.

Selama pelajaran berlangsung aku tidak bisa fokus karena sangat mengantuk, semalam aku begadang membaca sebuah buku baru yang di belikan oleh bunda.

“Ibu saya izin ke toilet.” Ucapku sambil mengangkat tangan saat meminta izin ke toilet.

“Tidak boleh.” Ucap sang guru, lalu beliau membagikan permen kepada kami semua.

Tak lama Kia meminta izin ke toilet dan guru mengizinkannya, berbeda dengan dirinya yang tidak diizinkan untuk keluar kelas.

Melihat itu aku sangat ingin protes, tapi dengan cepat Aini memberikan isyarat untuk menyuruhku tetap diam.

Setelah pelajaran berakhir aku tidak berhenti mengomel, karena sikap pilih kasih sang guru terhadapnya dengan teman sekelasnya.

“Heh kamu pikir gak diizinin keluar kelas karena apa?” tanya Aini.

“Mana aku tau.”

“Itu karena kamu izin kemana tapi tembusnya kemana.” Ucap Aini.

“Tapi ka….” Aini dengan cepat menaruh jari telunjuknya di bibirku lalu menyuruhku untuk diam.

Pelajaran berjalan dengan biasanya, di menit-menit terakhir aku baru bisa fokus dengan pelajaran karena sebentar lagi jam pulang.

Setelah bel pulang berbunyi, aku bahkan tidak merasakan ngantuk sama sekali sedangkan selama pembelajaran tadi di mulai aku tidak berhenti menguap sampai-sampai air mataku keluar.

“Aku duluan ya.” Ucapku kepada Aini, ia pun menganggukkan kepalanya.

Sesampainya aku di panti, aku melihat sebuah mobil mewah terparkir.

“Oh bunda lagi ada tamu, lewat belakang aja aah.” Ucapku lalu berlari kecil menuju pintu belakang gedung asrama.

Anak-anak panti yang lain sedang bermain di taman belakang, aku menyempatkan untuk menyapa dan melihat apa yang sedang mereka lakukan.

Ternyata mereka sedang mengerjakan tugas dan ada juga yang bermain, setelah melihat mereka aku pun berjalan memasuki asrama.

Saat melewati salah satu kamar anak panti, aku mendengar suara tangisan, suaranya tidak begitu besar tapi aku mampu mendengar suara tangisan itu.

“Ini kamar kak Lita.” Ucapku dalam hari, aku mengetuk pintu kamarnya dan meminta izin untuk masuk tapi tidak ada respon, lalu aku membuka pintunya dan melihat ia sedang meringkuk di samping ranjangnya sambil menangis.

“Kakak kenapa?” tanyaku kepadanya sambil mengelus-elus punggungnya.

Kak Lita lebih tua dua bulan dari ku, bisa di bilang kami masih seumuran tapi aku lebih nyaman memanggilnya kakak.

Kak Lita hanya diam saat aku bertanya, dia terus menangis aku tetap menemaninya sampai ia benar-benar selesai menangis.

Setelah tangisannya mereda, ia beranjak naik ke atas ranjangnya, “Aku akan menceritakannya nanti, jangan bilang sama bunda.” Aku mengangguk lalu keluar dari kamar kak Lita.

Aku sangat penasaran dengan apa yang terjadi, tapi ya sudahlah nanti juga kak Lita cerita.

Baru saja aku merebahkan tubuhku di atas kasur, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku.

Aku beranjak dari kasur dan membukanya ternyata itu bunda.

"Kenapa bun?"

"Tadi kamu ke kamar Lita?" mendengar pertanyaan dari bunda aku pun mengangguk.

"Dia ada cerita sesuatu?" aku langsung menggelengkan kepalanya.

"Gak ada bun, soalnya kak Lita lagi tidur, memang ada apa sama kak Lita bun?"

"Bunda juga gak tau nak, tadi pas pulang dia keliatan murung."

"Nanti kalau ada apa-apa, aku kasih tau bunda."

"Ya sudah kamu istirahat aja."

Bunda pun keluar dari kamar, aku kembali merebahkan tubuhku. Tak butuh waktu yang lama aku pun terlelap, aku memang orang yang sangat gampang tertidur, dimana pun aku bisa tidur dengan cepat.

Saat aku bangun ternyata sudah menunjukkan pukul lima sore, aku mendengar suara sorakan dari anak-anak lain.

Aku pun beranjak keluar kamar, untuk ke dapur karena perutku sudah berbunyi seperti bunyi bel sangat nyaring.

Saat menuruni tangga menuju lantai bawah, aku melihat anak-anak panti sedang bermain bola basket.

Aku menonton sebentar permainan mereka, walaupun masih SMP tapi cara bermainnya sudah bagus, aku pun sesekali berteriak untuk memberikan semangat kepada mereka.

Setelah puas menonton aku melangkahkan kaki ku menuju dapur, disana ada para ibu-ibu yang sedang menyiapkan bahan untuk memasak makan malam.

"Baru bangun ya Rekha." ucap bu Siti, aku yang mendengar itu hanya senyam senyum.

Aku mengambil makanan yang akan aku makan, lalu duduk di bangku dekat dengan jendela.

Saat melahap makananku, aku mendengar ibu-ibu sedang bercerita tentang kak Lita.

Aku tidak bermaksud untuk menguping tapi mereka yang berbicara sangat nyaring, aku mendengar bahwa kak Lita di jodohkan oleh Ayah, mendengar itu aku justru lebih menajamkan pendengaranku.

"Apa karena ini, kak Lita nangis ya." ucap ku dalam hati.

Salah satu di antara ibu-ibu itu mengatakan bahwa, "Lita itu melakukan hubungan suami istri bersama kekasihnya terus hamil, makanya mau di jodohkan sama si Bapak."

"Ah iya iya kalau dilihat-lihat perutnya juga membuncit." sahut ibu yang lain.

"Porsi makannya juga lebih banyak dari biasanya."

"Jangan ngomong sembarangan kalau gak ada buktinya, jatuhnya fitnah." ucap bu Siti yang baru masuk ke dapur, bu Siti adalah yang tertua diantara mereka dan juga paling lama bekerja di panti asuhan.

"Wajar toh dia makannya banyak, dia kan baru sembuh kemarin-kemarin nafsu makannya kurang." ucap bu Siti lagi.

Ibu-ibu yang lain tidak mengeluarkan suara sedikit pun, mereka hanya diam saat bu Siti mulai berbicara.

Selesai makan aku langsung mencuci piring, dan meninggalkan ibu-ibu yang sedang bergosip ria itu.

Bab 2

Aku tengah duduk di dekat lapangan, sambil melihat anak-anak panti main basket. Tiba-tiba saja Ayah memanggil ku, entah apa yang mau di bicarakan sepertinya ini cukup serius.

Aku masuk ke dalam kantor, dimana ayah tengah berada.

"Ada apa yah?"

"Lita mana?"

"Sepertinya lagi tidur."

"Dia ada cerita ke kamu Rekha?" mendengar itu aku menggelengkan kepalaku.

"Memangnya ada apa sih yah? Tadi bunda yang nanya sekarang ayah, waktu Rekha lagi makan di dapur juga ibu-ibu para ngomongin kak Lita."

"Ngomongin apa?"

"Kak Lita, katanya ayah mau jodohin dia, terus ibu-ibu juga tuh bilang kalau kak Lita hamil. Yang bener aja, mana mungkin kak Lita hamil."

Mendengar apa yang aku ucapkan, ayah terdiam raut wajahnya juga tampak kebingungan.

"Apa itu bener yah?"

Bunda yang baru masuk ke kantor langsung menyangkal apa yang aku pertanyakan.

"Ada yang bener, ada juga yang salah Rek."

"Maksud bunda?" tanyaku ke bunda sambil melihat ke arahnya.

"Lita mau di jodohkan."

"Haaah." aku terperanjat kaget mendengar ucapan bunda.

"Bunda gak bercanda kan."

"Tidak, tanya ayahmu." aku langsung melihat ke arah ayah dan ia pun mengangguk.

"Lah kalau kak Lita nikah, Rekha sama siapa?"

"Bukannya kamu juga bakalan ninggalin panti kalau udah lulus?" ucap ayah.

"Rekha kan gak ninggalin panti selamanya, pasti bakalan balik juga yah."

"Lita juga sama, kalian kan masih bisa bareng walaupun Lita sudah nikah."

"Iya bener juga ya, yah siapa laki-laki yang mau di jodohkan sama kak Lita?" tanyaku kepo.

"Nanti juga kamu tau, sana keluar bantu bundamu."

"Bunda mau ngapain?" tanyaku saat bunda melangkahkan kakinya keluar, aku pun mengikuti kemana bunda pergi.

Bunda melangkahkan kakinya menuju kamar bayi, memang panti mengasuh beberapa bayi, disini pun mempekerjakan dua orang suster untuk membantu merawat bayi-bayi yang ada.

"Tadi siang ada bayi."

"Bayi? Jangan bilang yang mobil mewah itu bun?" bunda mengangguk mengiyakan.

"Kalau gak bisa ngurusin harusnya jangan punya anak."

"Jangan ngomong sembarangan Rek, mereka pasti punya alasan." aku hanya diam mendengar apa yang bunda ucapkan.

Ada benarnya juga tapi seharusnya tidak menitipkan anaknya di panti, bukannya mereka orang kaya harusnya punya uang untuk bayar orang merawat anaknya.

Bunda menggendong bayi laki-laki, wajahnya tampan dan kulitnya putih.

"Ini bayinya bun?" bunda pun mengangguk.

"Usianya baru 5 bulan." mataku terbelalak mendengar usia bayi yang di gendong bunda.

Ini adalah bayi termuda yang pernah panti terima lagi setelah sekian lama.

"Heh jangan diam aja, itu bantu suster." aku langsung mengambil alih balita yang ada di gendongan suster.

Sore harinya kami memang bergantian untuk ke kamar bayi, untuk membantu suster agar mereka bisa bersih-bersih dan juga istirahat sejenak.

Aku menggendong balita sambil melihatkan sebuah tanaman yang ada di depan kamar melalui jendela, ia sangat anteng bahkan sesekali tertawa.

Aku juga mengajak bermain balita yang sudah bisa merangkak, untungnya mereka tidak rewel jadi aku dan bunda tidak kerepotan. Biasanya kak Lita akan membantu, tapi mungkin ia masih tidur.

Saat aku berdiri tanpa sengaja aku melihat seorang laki-laki berjalan melewati ruangan bayi, walaupun tidak melihat dengan jelas aku bisa tau dia siapa.

Dia adalah kak Abi keponakan bunda, dia juga tumbuh di lingkungan panti karena orang tuanya yang sibuk bekerja.

Aku sangat mengaguminya, mungkin perasaanku sekarang sangat menyukainya. Tapi aku tidak berniat untuk mengatakan soal perasaanku padanya, cukup aku lah yang tau.

Raut wajah bahagiaku seketika berubah menjadi panik, ketika balita yang sedari tadi asik bermain menangis.

Aku meletakkan balita yang ada di gendonganku, lalu melihat apa yang membuat ia menangis, ternyata tangannya terjepit mainan balok.

Aku langsung menggendongnya untuk menenangkannya, belum redah tangisnya balita yang ku letakkan tadi juga ikut menangis.

Bunda tidak bisa membantuku karena sedang memberikan susu kepada bayi yang ada di gendongannya.

Tiba-tiba saja kak Abi masuk dan menggendong bayi yang aku letakkan tadi, seketika wajah ku panas, entah apa yang terjadi jantungku pun berdetak lebih cepat dari biasanya.

Tak lama tangis kedua balita ini pun meredah, aku sangat bersyukur. Jika susternya datang saat kedua balita ini menangis, bisa-bisa aku akan merasa bersalah karena tidak becus menjaganya.

Kedua suster pun kembali ke kamar bayi setelah makan dan istirahat sebentar.

Aku buru-buru keluar dari sana, bunda masih membantu suster mengurus bayi laki-laki tadi.

"Terima kasih kak, sudah bantuin aku tadi."

"Ah tidak masalah." ucap kak Abi.

"Tumben datang ke panti kak?" setelah kak Abi kuliah, ia sudah sangat jarang datang ke panti, setahun hanya datang sekali atau dua kali saja.

"Lagi kangen suasana panti, kebetulan juga aku mau ketemu seseorang." mendengar itu aku langsung terdiam, berfikir siapa yang mau di temui oleh kak Abi.

Aku sungguh berfikir itu adalah diriku, tapi itu mustahil mengingat bukan hanya aku yang ada di panti, terlebih hubungan kami yang tidak begitu dekat.

Kak Abi masuk ke dalam ruangan Ayah, aku pun kembali ke kamarku.

Saat melewati kamar kak Lita, aku berhenti lalu melihat ke arah pintu kamarnya. Aku berniat untuk mengetuknya tapi ku urungkan, dan melangkah ke kamarku.

Sesampainya di kamar, aku terus fikir seseorang siapa yang di maksud kak Abi, biasanya kalau dia ingin bertemu bunda atau ayah ia tidak mengatakan kata seseorang.

Sesaat kemudian aku menggelengkan kepalaku, itu bukan urusanku. Toh kak Abi bukan milik pribadi, ya wajar kalau dia mau bertemu siapa saja, begitu yang ku ucapkan agar tidak terlalu larut dengan hal yang tidak bermanfaat.

Malam harinya aku larut dengan buku-buku pelajaranku, sebentar lagi aku akan menghadapi ujian nasional.

Aku tidak mau kuliah, nilai tinggi pun bukan target ku, hanya saja aku tidak suka saat mengerjakan soal tapi aku tidak tau jawabannya, itu akan membuatku kepikiran dan tidak fokus dengan soal-soal yang lain.

Tanpa terasa aku belajar hingga pukul 1 malam, mataku belum mengantuk sama sekali, mungkin ini efek dari tidur siang tadi.

Aku lanjut membaca novel yang belum sempat selesai aku baca kemarin, sengaja aku membacanya sambil tiduran agar bisa ketiduran.

Dan benar saja, tidak lama aku benar-benar tertidur padahal awalnya aku tidak mengantuk sama sekali.

...----------------...

Aku terbangun saat mendengar suara pintuku di pukul sangat kencang, ini membuat ku marah.

Aku langsung bangun dan membuka pintu kamar, aku melihat kak Lita sambil tersenyum.

Aku melemparkan tatapan sinis padanya, ia meminta maaf karena membangunkan dengan cara yang salah.

"Maaf ya Rekha, bunda nyuruh bangunin kamu biar gak telat."

Aku yang mendengarkannya hanya mengangguk karena masih belum sadar sepenuhnya, setelahnya aku menutup pintu tanpa mengatakan apapun.

Bab 3

Aku membuka jendela, membiarkan udara masuk kedalam kamarku, aku duduk di kursi sambil melihat ke arah luar jendela, menarik nafas panjang lalu membuangnya.

Tanpa sengaja aku melihat jam yang ada di meja belajarku, ternyata masih pukul setengah tujuh. Ini terlalu pagi, begitulah pikirku.

Karena terlanjur terbangun, aku memutuskan untuk mandi. Setelah mandi aku berjalan menuju kamarku kembali, aku melihat keluar jendela melihat suasana di bawah.

Terlihat anak-anak tengah bermain kejar-kejaran, namun tanpa sengaja aku melihat kak Abi sedang tertawa bersama seorang perempuan, ekspresi wajah ku yang senang melihat anak-anak bermain berubah menjadi datar.

Ada rasa marah dan cemburu yang aku rasakan, aku berusaha mengontrolnya tapi sulit. Temanku yang notabenenya tau bahwa aku menyukai kak Abi, sedang tertawa bersama.

Aku langsung berjalan ke kamarku, saat menutup pintu kamar aku membantingnya karena kesal.

Berkali-kali aku menarik nafas untuk mengatur emosiku, perlahan tapi pasti pikiran ku menjadi tenang.

Wajar jika kak Abi dekat dengan semua anak panti, karena kak Abi dulunya juga tinggal disini, begitu ucapku dalam hati.

"Aku yang terlalu berlebihan, dia bukan siapa-siapa jadi aku tidak berhak." ucapku sambil menatap diriku di pantulan cermin.

Saat aku ingin melangkahkan kakiku ke dapur, ternyata dua sejoli itu masih di sana. Aku berusaha tampak biasa saja, walaupun aku sangat cemburu.

Nafsu makan ku tiba-tiba hilang dan memutuskan langsung ke sekolah.

"Gak sarapan dulu Rek?" tanya kak Lita.

"Tidak." jawabku singkat lalu melanjutkan perjalananku. Bener-bener hari ini aku di buat kesal.

Sesampainya di sekolah sudah banyak siswa yang datang, ini adalah pencapaian terbaruku.

Memasuki kelasku, teman-teman yang sudah datang menanyakan perihal keadaanku.

"Kamu baik baik aja kan Rek?" tanyanya.

"Tentu." jawabku sambil menganggukkan kepala.

"Seriusan?" lagi-lagi aku hanya menganggukkan kepala.

Hari ini aku benar-benar tidak bertenaga, tapi justru lebih fokus dengan pelajaran. Sungguh mengherankan, bahkan temanku kebingungan dengan diriku.

Biasanya aku akan melakukan banyak hal, agar bisa keluar dari kelas tapi hari ini tidak.

Selesai pelajaran terakhir, aku masih bersantai di dalam kelas, beberapa teman sekelas ku juga sudah pulang.

"Gak balik?" tanya Aini padaku.

"Bentar lagi, mager banget pulang."

"Kenapa? Bunda ngomelin kamu?" seketika aku menggelengkan kepalaku.

"Lalu?" aku terdiam sesaat lalu, menceritakan semua yang terjadi dan apa yang aku rasakan.

Aini hanya menganggukkan kepalanya, "Kamu itu suka sama dia." ucapnya, aku hanya mengangkat bahu.

"Ayok balik, aku mau mampir panti udah lama gak ketemu bunda." ajak Aini.

Aku langsung bangkit dan mengikuti langkah Aini, sekolah dan panti tidak terlalu jauh jadi kami jalan kaki, walaupun Aini membawa sepeda.

Sesampainya di panti, Aini langsung ke kantor dimana bunda berada, sedangkan aku langsung ke kamar untuk berganti baju.

Aku dan Aini sudah berteman dari bangku sekolah dasar, kami satu sekolah dari situ lah kami berteman hingga saat ini.

Baru saja aku menutup pintu kamar ku, tiba-tiba ada yang mengetuknya.

Aku segera membukanya, ternyata itu Aini. Ia langsung masuk dan menuju lemari pakaian ku, ia memilih pakaian yang akan dia gunakan.

"Nginap gak?"

"Iya." jawab Aini sambil mencari baju yang akan dia gunakan.

"Tumben banget nginap tapi gak bawa baju ganti."

"Kata bunda ntar malam ada acara, jadi aku mau nginap." mendengar ucapan Aini itu membuatku kebingungan, aku yang tinggal di panti saja tidak tau jika akan ada acara.

"Acara apa?" Ia mengangkat bahunya pertanda tidak tau.

"Gak ganti baju dulu?" tanyaku saat melihat Aini keluar sambil membawa baju yang sudah ada di tangannya.

"Di ruangan bunda aja." ucapnya lalu menutup pintu kamarku.

Aku segera mengganti baju, lalu ke ruangan bunda untuk mengajak Aini makan.

Sesampainya di depan ruangan bunda, aku mendengar suara kak Lita, lagi-lagi rasa kesal ku muncul lagi. Aku mengatur nafasku agar kembali stabil.

Baru saja aku memegang kenop pintu, aku mendengar seseorang memanggil ku.

"Rekha." panggil seseorang.

Aku langsung berbalik dan melihat ke arah sumber suara, seketika aku berteriak dan berlari ke arahnya.

"Kakaaak." teriakku dan langsung memeluknya erat, ia pun membalas pelukanku.

"Kak Ettan, kenapa baru datang?" tanyaku saat melepas pelukanku.

"Kakak kan sibuk dek."

"Kak Eva mana?"

"Ada tuh di depan sama ayah." aku langsung berlari ke depan untuk menemui kak Eva istri dari kak Ettan.

Kak Ettan adalah anak bunda dan Ayah, pemilik panti ini. Ia adalah orang yang melindungi ku saat masih awal-awal masuk di panti, saat itu tidak ada yang mau berteman denganku jadi kak Ettan yang menemani ku bermain saat dia sudah pulang sekolah, dia juga mengajari ku banyak hal.

Sesampainya di depan, aku melihat kak Eva sedang duduk di bangku taman.

"Kak Eva." Panggilku sambil berlari ke arahnya.

Sang pemilik nama pun berbalik dan langsung berdiri dari duduknya, aku langsung memeluknya erat.

"Kamu sehat dek?" aku pun mengangguk.

"Lama banget baru kakak datang lagi."

"Kak Ettan sibuk banget di kantor, kakak gak berani pulang berdua aja sama Evie."

"Hehehe iya juga, gak apa-apa asal kakak sehat aja disana." aku pun kembali memeluknya.

"Loh bukannya kakak sama ayah, terus ayah mana?" tanyaku saat baru sadar kalau kak Eva hanya berdua dengan anaknya.

"Tuh." tunjuk kak Eva ke arah ayah yang sedang berbicara dengan pekerja kebun.

Aku menggendong Evie anak kak Eva sambil mengobrol dan melepas rindu.

Cukup lama kami mengobrol, hingga ayah selesai berbicara dengan pekerja kebun, aku pun pamit masuk karena lapar.

Aku masuk ke dalam ruangan bunda, disana sudah ada kak Ettan duduk dan juga kak Abi.

Tanpa pertimbangan apapun, aku langsung duduk dekat kak Ettan.

"Sudah ketemu?" aku pun mengangguk.

"Sudah, udah ngobrol juga."

"Makan sana." suruhnya, aku langsung berdiri dan mengajak Aini ke dapur.

Kami berdua makan tanpa berbicara sedikit pun, setelah makan aku mengambil sebungkus camilan lalu keluar dari dapur, kami duduk di taman belakang asrama setelah makan.

"Berapa lama kak Ettan baru balik?" tanya Aini.

"Sekitar 2 tahun lebih kalau gak salah."

"Lama banget ya." aku pun mengangguk.

"Nanti malam acara apa sih?" tanyaku ke Aini saat mengingat apa yang ia ucapkan di kamar tadi.

"Lamaran kak Abi." jawab Aini spontan, setelah sadar dengan apa yang di ucapkan ia langsung menutup mulutnya.

Aku yang mendengar kalimat yang di lontarkan Aini langsung mematung, hawa panas terasa menyelimuti di badanku.

"Sama siapa?" ia tidak menjawab, justru menutup mulutnya rapat-rapat.

"Aini."

"Sama Lita." aku mengangguk.

Aku memberikan bungkusan cemilan yang sudah kosong ke tangan Aini, aku berdiri dan berjalan masuk ke asrama. Terdengar Aini mengomeli ku karena cemilannya sudah habis, setelah membuang bungkusan cemilan itu, ia pun mengikuti langkah ku.

Aku mempercepat langkahku, sesampainya di kamar aku mengunci pintu, aku duduk mematung. Aku mau menangis tapi air mataku tidak mau keluar, aku bingung harus bagaimana, harus berekspresi seperti apa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!