NovelToon NovelToon

Rewrite You!

1. Keluarga Bahagia

    Di suatu masa di pinggiran kerajaan, hiduplah seorang anak laki-laki yang terlihat sangat manis. Anak berumur 2 tahun yang hidup dengan berkecukupan. Rambutnya pirang pucat yang lurus terlihat begitu lembut saat berkibaran ketika anak itu berlari-larian. Mata merahnya memancarkan pandangan yang sangat lembut selayaknya seperti para anak kecil yang masih tak berdosa.

    Dia adalah seorang anak kecil yang benar-benar begitu bahagia. Dia mempunyai seorang ayah yang begitu tegas tetapi mempunyai jiwa seorang penyang. Rambut pirang pucatnya yang sangat halus itu, ia dapatkan dari ayahnya yang menjadi seseorang yang selalu ia kejar.

    Ia juga mempunyai seorang ibu yang kebaikan dan ketulusannya seluas dan sedalam samudra. Mata merahnya yang sangat berkharisma itu, ia dapatkan dari ibunya yang tangannya selalu memeluknya dengan sangat hangat dan penuh cinta kasih.

    Anak kecil itu begitu bahagia dan menikmati hidupnya yang sederhana. Setidaknya, itu lah yang ia rasakan sampai suatu ketika sang ayah yang merupakan seorang Baron rendahan dan yang seharusnya menjadi pria dewasa bermartabat yang menjaga mereka berdua malah memutuskan untuk menjual sang ibu yang ia cintai kepada seorang bangsawan berpangkat tinggi di kerajaan. Yang terakhir dia ingat tentang sosok ibunya adalah saat ibunya diseret keluar dari rumah dan tak kunjung kembali.

    Selamanya mungkin anak kecil itu tidak dapat lagi disambut dengan senyuman hangat ibunya saat ia baru saja terbangun dari tidurnya. Ia telah kehilangan wangi bunga khas ibunya yang selalu membelai di setiap waktu ketika ia membutuhkan kehangatannya.

    Setelahnya, sang anak kecil tersebut kini hanya tinggal berdua dengan ayahnya yang telah berubah dari ksatria penjaganya menjadi seorang pria dewasa tukang mabuk yang sangat kejam. Bahkan rumahnya yang dulu selalu bersih kini semakin kotor dan tak lagi terurus dengan baik.

    Sinar pandangannya yang dulu pernahpenuh harap akan masa depannya kini telah menghilang dan memudar. Wajah manisnya berubah menjadi wajah penuh kesuraman seakan ia mengerti bahwa ia hanya bisa berputus asa saat ini.

    Sambil memeluk kakinya yang kotor dan penuh luka, anak suram itu duduk di pojok ruang tengah dirumahnya. Tubuh kecilnya yang semakin kurus terus bergemetar tanpa henti. Mata kecil merahnya yang masih belum banyak melihat kenyataan dunia memandang ayahnya yang baru kembali ke rumah dengan begitu ketakutan hingga hampir menangis. Mungkin bagi anak tersebut ayahnya yang dulu menjadi pahlawannya kini telah menjelma menjadi seorang iblis berhati dingin.

    “Kenapa? Kenapa kau memandangiku dengan begitu?” Tanya sang ayah pada putra kecilnya tersebut.

    Anak kecil itu tidak berani untuk mengatakan apapun. Ia telah belajar bahwa melawan hanya akan membuatnya dipukul dengan jauh lebih mengerikan. Jadi, dia hanya bisa terus memandangi ayahnya dengan bola matanya yang berwarna merah darah.

    “Siapa yang memberimu izin untuk memandangiku dengan matamu itu?

    Mata yang sama dengan wanita murahan itu!” Bentak sang ayah.

    Sang ayah mencengkram leher anaknya dan mengangkatnya tinggi. Dari tatapan matanya yang berwarna biru langit itu nampak sangat jelas kebenciannya pada putranya sendiri.

    “Kau juga sama saja dengan ibu mu si wanita murahan yang mempunyai pria lain selain aku! Aku bahkan tidak bisa lagi percaya bahwa kau memang anak kandungku!” Bentak sang ayah.

    Sang ayah dengan tanpa berbelas kasih terus menerus meluapkan amarah dan emosinya yang meluap-lupa pada putra kecilnya tersebut. Memarahinya, menamparnya, memukulnya hingga menendangnya dengan keras.

    Anak sekecil itu sudah harus menderita dalam kehidupannya. Sekarang rumah sederhana dipinggiran hutan yang tadinya dipenuhi dengan keceriaan dan kebahagian telah berubah menjadi neraka dunia yang terasa menyesakkan.

    Memar dan lebam dengan berbagai warna telah mewarnai tubuhnya. Sekarang tubuh anak itu telah dipenuhi dengan luka baru dan luka lama yang sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Dia berusaha untuk menahan semuanya seorang diri. Tidak, dia tidak berusaha sekeras itu. Dia terpaksa harus menahannya seorang diri. Dia tidak punya pilihan lain.

    Satu-satunya harapan yang masih tersisa adalah bahwa mungkin suatu hari nanti, entah kapan itu ibunya akan kembali dengan senyuman hangatnya, memeluknya kembali dengan penuh cinta kasih.

    Dan Dewa Vattarius menjawab sedikit cercah harapan tersebut dengan cepat. Di suatu pagi ketika saat anak kecil itu duduk sendirian di dalam rumah sembari menunggu ayahnya kembali ke rumah tiba-tiba saja pintu rumahnya terbuka. Awalnya ia merasa takut dan bersiap untuk dimarahi atau dipukuli lagi. Dia memejamkan mata sampai akhirnya keheningan membuatnya sadar bahwa yang ada di ambang pintu masuk rumahnya bukanlah sosok ayahnya.

    Ya, sang ibu yang bagaikan malaikat kini sedang berdiri di depan matanya dengan linangan air matanya yang penuh cinta kasih.

“Clyde... Apa yang terjadi padamu?”

    Setelah 4 tahun lamanya, kini anak kecil itu dapat mendengar kembali suara ibunya yang begitu lembut. Anak itu langsung memeluk erat ibunya yang hangat itu dengan tubuh kecilnya yang penuh luka. Ia menangis dengan kencang dalam dekapan pelukan hangat sang malaikatnya yang tak bersayap. Hatinya yang dipenuhi dengan badai kini mulai tenang. Dengan otaknya yang belum berkembang sempurnya, anak itu berpikir bahwa kesakitan dan penderitaannya bertahun-tahun kini sudah berakhir.

“Oh... Anakku yang malang...” Ucap sang ibu dengan berderai air mata.

Tangan halusnya mengusap semua bagian tubuh anaknya yang terlihat sangat sakit. Anak itu menangis tak berhenti saat ibunya menyentuh setiap inchi luka-lukanya. Bukan karena merasa sakit tapi, ia merasa bahagia karena rasa sakit saat lukanya tersentuh dengan tangan lembut itu membuatnya yakin bahwa ibunya memang ada di hadapannya.

“Isabella! Kamu telah kembali?” Tanya sang ayah saat melihat istrinya tersebut berada di dalam rumahnya lagi.

    Dengan cepat sang ayah berlari masuk ke dalam dan mendekap keluarga kecilnya tersebut. Dengan tangannya yang besar ia merangkul istri dan anaknya sekaligus. Mereka bertiga berpelukan dan seolah harapan baru telah tiba untuk sang anak kecil yang telah menderita selama 4 tahun ini. Kehangatan ini membuat sang anak semakin yakin bahwa kini akan ada kebahagiaan lagi yang datang pada hidupnya. Ini terasa seolah-olah penderitaannya selama 4 tahun hanyalah mimpi buruk yang telah berakhir.

    “Terimakasih karena kamu telah kembali, Isabella. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku dapat melihatmu kembali dan hari ini kita kumpul bertiga lagi seperti ini akan tiba.” Ucap sang ayah dengan derai air mata yang juga mengalir dari matanya yang selalu terlihat tajam.

Namun, kisah ini tidaklah seindah yang terpikirkan saat mereka berpelukan dengan haru. Kehangatan semu itu hanyalah awal bab baru dari kisah tragis sang anak kecil yang masih belum sembuh dari luka-lukanya. Takdir tragis

yang tidak pernah ia sangka akan segera tiba dengan diiringi api kecil harapannya. Kegelapan tidak pernah melepaskan tubuh kecilnya seinchi pun.

......................

2. Jiwa Yang Terbakar Oleh Api

7 bulan telah berlalu sejak kepulangan ibunya kembali ke rumah sederhana mereka. Kehidupan mereka mungkin memang tidak sebaik dulu sebelum ibunya tidak ada di rumah. Tapi, kini setidaknya bekas-bekas luka pada tubuh anak itu telah sembuh dan memudar seiring waktu. Matanya yang dulu kehilangan sinarnya, kini kembali bersinar dan mulai berani kembali meniti harapan untuk masa depannya.

Namun, di masa itu ia menjadi begitu ragu untuk mendekati ibunya yang perutnya kini telah semakin membesar. Anak kecil yang baru berumur 6 tahun itu masih belum begitu bisa memahami tentang kehamilan dan kelahiran.

“Clyde, kemarilah! Kamu ingin menyapa adikmu, kan?” Tanya sang ibu sembari memanggilnya untuk mendekat.

“Adikku?” Tanya anak itu ragu tapi, mata kecilnya terus memandangi perut ibunya.

Sang ibunya mengangguk dengan senyuman hangatnya yang tidak memudar sedikit pun. Anak kecil itu berjalan mendekat ke arah ibunya yang sedang duduk bersandar di kursi. Dengan lembut dan penuh kehati-hatian, dia mengulurkan tangannya dan menyentuh lembut perut besar ibunya. Mata merahnya berbinar-binar saat merasakan ada sesuatu yang bergerak dari dalam sana.

“Taruhlah telinga mu di perut ibu, nak!” Kata sang ibu sembari memandu anaknya untuk mendekatkan telinganya.

Untuk pertama kalinya si anak kecil itu mendengarkan detak jantung dari seorang malaikat kecil yang belum terlahir. Untuk sesaat ia dapat membayangkan masa depan yang cerah bersama adik kecilnya. Ia tersenyum lebar saat menyadari bahwa ia akan menjadi seorang kakak dari malaikat kecil tersebut. Ia mungkin akan bermain kejar-kejaran dengan malaikat kecil itu di ladang hijau dengan angin musim semi yang hangat menerpa wajahku.

Tapi, bermimpi dengan mata terbuka adalah cara termudah manusia menyiksa dirinya dengan kenyataan hidup.

BRAK!!

Suara pintu yang dibuka dengan sangat keras dan kasar membangkitan ketakutan dalam hati kecil si anak. Traumanya masih belum memudar semua. Dalam sedetik saja kebahagiaan itu perlahan memudar dan tertutupi awan kegelapan penderitaannya yang pernah menyelimuti dirinya dengan sangat erat.

Ayahnya pulang dengan membawa sebotol minuman yang telah kosong. Dari wajahnya dapat terlihat jelas bahwa sang ayah sedang mabuk berat. Tapi, bukankah ia telah berubah sejak sang ibu kembali? Mengapa ayahnya kembali menjadi mimpi buruk yang sangat nyata.

Sang ayah dengan sempoyongan berjalan masuk ke dalam rumah. Bahkan berdiri saja ia sebenarnya tidak begitu mampu. Bau alkohol yang menyengat yang dulu telah pergi seketika kembali memenuhi ruangan kediaman yang sederhana itu.

“Larry, bukankah kamu berkata pada kami tidak akan pernah mabuk-mabukan lagi?” Tanya si ibu dengan suaranya yang lembut.

PRANG!!

Si ayah melemparkan botol kosong yang ia genggam ke arah istri dan anaknya tersebut. Untungnya tidak ada satupun di antara mereka yang kena lemparan botol tersebut. Sang anak dengan reflek memeluk perut ibunya. Dengan tubuh kecilnya yang lemah ia ingin melindungi adiknya yang bahkan belum terlahir ke dunia.

“Wanita murahan kotor!! Kenapa kau kembali lagi ke rumah ini bahkan dengan anak orang lain lagi yang ada di dalam perut busukmu itu?!” Bentak si ayah.

Mata tajam milik si ayah kini kembali memancarkan kebencian terhadap keluarga kecilnya tersebut, Dia menendang dengan kuat kursi yang sedang diduduki istrinya itu hingga si istri yang sedang hamil besar terjatuh ke lantai. Tak cukup sampai di situ saja, ia bahkan menjambak dengan sangat kasar rambut istrinya yang sedang terduduk tak berdaya di bawah kakinya.

“Kamu benar-benar wanita iblis yang sangat murahan! Kamu selalu menggoda laki-laki lain! Kamu seharusnya mati saja! Kenapa kamu kembali dengan anak orang lain lagi ke rumahku ini?!” Bentaknya terus menerus sembari terus menghantamkan kepala istrinya ke meja yang ada di hadapannya.

“Larry.... I... Ini sakit... Tolong.... Tolong jangan begini, Larry... Maafkan aku...” Pinta wanita malang tersebut pada suaminya.

“Ayah.... Tolong berhenti, ayah... Clyde mohon... Ayah....” Pinta sang anak kecil pada ayahnya sembari memeluk erat kaki ayahnya berharap bahwa ayahnya akan luluh kembali.

Namun, ayahnya membalas kemurnian hati putranya itu dengan menendangnya dengan sangat kuat hingga anak kecil itu terlempar dan menghantam tembok rumahnya. Setelahnya, dengan tanpa ampun si ayah menyeret wanita tak berdaya yang merupakan istrinya dan ibu dari anak itu ke dalam kamar mereka dan mengunci pintunya.

Dari dalam kamar tersebut hanya terdengar suara teriakan, erangan dan pukulan. Si anak kecil yang telah menderita selama 4 tahun lamanya sudah sangat hapal betul dengan suara-suara tersebut. Ia sangat ingin menolong ibu dan adik kecil yang berada di dalam perut ibunya. Namun seberapa kerasnya pun tubuh mungilnya mencoba, ia tidak akan bisa membuka pintu kamar tersebut.

Dengan tanpa harapan, ia hanya bisa menggedor pintu kamar orang tua nya dan menangis dengan kencang. Sampai suatu ketika suara jeritan yang sangat keras dari ibunya terdengar. Saat itu i tersadar bahwa ia tidak mempunyai daya apapun dan semua sudah terlambat. Tidak ada. Cahaya harapan yang kecil itu sudah tidak ada.

Anak kecil itu tersesat dan terjebak dalam kegelapan hatinya. Dia merasakan rasa depresi yang jauh lebih dalam daripada saat tubuh kecilnya dipukul oleh ayahnya. Anak itu hanya menginginkan jalan keluar dari semua penderitaannya. Tapi, apakah jalan keluar itu bahkan pernah ada di dunianya yang kecil?

Dalam keputusasaannya yang dalam, anak itu hanya bisa memohon dan berharap bahwa penderitaan itu akan sedikit mengkasihaninya dan menunjukkan jalan keluar tersebut padanya.

“Ibu... Apa ibu baik-baik saja?” Tanya si anak kecil dari pinggir ranjang ibunya.

Si ibu kini bahkan tidak punya tenaga untuk menjawab pertanyaan anaknya tersebut. Seluruh wajah dan tubuhnya telah dihiasi dengan luka lebam yang membiru dan menghitam. Bahkan juga dilengkapi dengan luka-luka yang terbuka dan mengeluarkan masih terus mengeluarkan darah segar. Dia ingin sekali menjawab pertanyaan anaknya dan menenangkan kegundahan putra kecilnya tersebut. Namun, yang keluar dari mulutnya malahan darah segar.

“Ibu...  Ibu.... Ibu butuh obat! Clyde akan mencarikan obat untuk ibu!”

...****************...

"Tolong bertahanlah ibu."

Dengan keinginannya yang kuat untuk menyelamatkan ibunya. Anak kecil itu berlari keluar rumah. Ia bahkan tidak mengenakan alas kaki apapun hingga jalanan berbatu memberikannya luka-luka kecil di telapak kakinya. Namun, yang ada di kepalanya hanyalah obat untuk ibunya. Dia hanya ingin ibunya untuk tetap bertahan hidup. Dia tidak ingin ditinggalkan lagi oleh ibunya. Luka-luka kecil di kakinya tidak dapat dibandingkan dengan semua ketakutan dan sedikit harapannya.

Sesampainya di tengah kota, ia mencari-cari dimana pedagang yang menjual obat-obatan. Dan akhirnya mata keemasannya melihat sebuah lapak kecil yang menjual berbagai jenis obat-obatan. Anak itu sangat menyadari bahwa ia tidak mempunyai sepeser uang sedikit pun. Jadi, dengan nekatnya dia mengambil segenggam obat herbal yang entah ia pun tidak tahu apa khasiatnya. Dia sudah sangat putus asa.

“Kurang ajar! Pencuri!” Teriak sang penjual obat-obatan sembari mengejar anak kecil yang baru saja mencuri obat-obatannya.

Anak itu berlari dengan sangat ketakutan dan karena dia tidak fokus dengan jalanan, ia terjatuh dengan keras.

Malam telah datang, anak itu terus berlari dari tengah kota menuju kediamannya. Tubuh kecilnya telah dihiasi berbagai luka yang diberikan oleh orang-orang di kota. Namun, itu tidak sebanding dengan obat-obatan yang ia genggam erat-erat.

Dengan sepenuh tenaga dia mengeluarkan semua kekuatannya untuk berlari lebih cepat demi ibunya. Dia harus segera pulang dan memberikan ibunya obat.

Akan tetapi, sepertinya takdir tak kunjung tersenyum padanya. Cahaya merah menyala yang pertama kali ia tangkap dengan kedua bola matanya menuntunnya menuju palung paling dalam kepahitan takdir hidupnya. Tidak, bukan lagi kegelapan yang ia dapatkan. Kini ia mendapatkan cahaya terang benderang yang begitu panas.

Ia menangis bukan karena api yang menyala-nyala yang sedang menghanguskan tempat tinggalnya. Ia menangis dengan sangat menyakitkan karena ia sadar bersamaan dengan cahaya merah yang berkobar itu kini ia telah sepenuhnya sendirian di dalam dunia ini.

Anak kecil itu bernama Clyde Xavier Wymond. Anak yang terlahir di dunia dari pasangan Baron kotor bernama Larry Wymond dan Isabella Wymond.

Anak tak berdosa yang dipaksa bertahan sendirian dari kerasnya dunia di umurnya yang baru 6 tahun.

3. Seni Mempertahankan Hidup

Di dalam sebuah terowongan irigasi air limbah kota yang bau, kotor dan bahkan ditinggali dengan para tikus yang sangat menjijikan, seorang remaja bertemu dengan seorang pria dewasa. Pria dewasa tersebut memberikannya suatu barang yang ditutupi oleh kain dengan rapat. Si pria dewasa merasa was-was dan terus melihat ke sekitar saat si remaja itu memerika barang yang diberikan olehnya. Untuk seorang remaja pria yang tumbuh sendirian dalam kegelapan, tentu tidak banyak hal yang bisa ia lakukan di dunia ini.

“Apa ini semua? Apakah ini bahkan masih layak?” Tanya si remaja pria dengan nada bicara yang menunjukkan ketidak sukaannya pada apa yang dia lihat tersebut.

“Jika kamu tidak menyukai ini juga tak masalah bagiku. Ada banyak orang rendahan lainnya yang mau dan lebih bisa bersyukur dari pada kamu.” Tegas si pria dewasa sembari merebut barangnya dari si remaja yang ada di hadapannya.itu dan berjalan pergi meninggalkan.

“Tidak! Tunggu dulu! Saya akan melakukannya. Saya bisa melakukannya.” Teriak pria remaja dengan rambut pirang yang sebahunya.

“Kamu itu bocah yang tidak tahu bagaimana bersyukur! Beraninya pecundang rendahan yang tidak layak hidup sepertimu ini berbicara dengan merendahkanku seperti itu saat aku sedang memberikanmu kebaikan hatiku?!” Bentak pria dewasa tersebut.

“Tidak, tuan. Tentu saja tidak. Saya tidak mungkin tidak melihat kebaikan hati yang sedang anda tunjukkan pada saya yang hina, tuan.” Pria remaja itu menundukkan kepalanya untuk memohon.

“Bagus! Harusnya memang kamu seperti itu! Makanlah!’ Kata si pria dewasa.

Si pria dewasa melemparkan keranjang yang tadi dia bawa ke hadapan si remaja yang sedang memohon padanya. Nampaknya ada sepotong roti yang telah berjamur dan telor yang hampir busuk terlempar keluar dari ranjang. Ya, keranjang itu hanya dipenuhi dengan roti berjamur dan telor yang sudah tak layak dikonsumsi manusia.

“Sekarang giliranmu untuk membayar kebaikan hatiku ini!’ Lanjut pria dewasa.

Daripada mencoba untuk merayap untuk bertahan dan beradaptasi dengan dunia yang gelap ini seorang diri, Clyde justru benar-benar telah melemparkan dirinya sendiri sepenuhnya ke dalam kegelapan tersebut. Dia melakukan segala cara yang akan dilakukan oleh para gelandangan dengan fisik yang sedikit lebih indah dari pada gelandangan yang lain. Dalam pikirannya, itu adalah satu-satunya cara baginya yang tidak mempunyai nama keluarga, status ataupun pendidikan untuk bertahan hidup di sebuah kota yang tidak terlalu besar di kerajaan Veilency ini. Dia melakukan segala cara hanya untuk mengisi perutnya walau itu juga berarti dia harus menjual semua harga dirinya hingga tidak tersisa.

Di tengah kota yang dingin karena salju mulai turun, Clyde duduk dipinggiran kota dengan hanya berselimutkan secarik kain tipis. Bahkan pakaian usang yang ia pakai sudah banyak yang robek dan bolong. Tubuhnya yang kurus dan kecil bergetar karena kedinginan yang menusuk hingga ke tulangnya.

Dia melihat banyak orang lalu lalang dengan mantel berburu yang hangat. Ah, seandainya dia bisa mendapatkannya itulah yang selalu ia pikirkan ketika melihat pakaian hangat orang-orang yang hidupnya jauh lebih baik dari dirinya.

Di tengah-tengah lamunannya yang penuh keputusasaan, Clyde bertemu dengannya. Si wanita dewasa yang kaya raya yang akan memberikannya sedikit kehangatan dunia pada Clyde yang telah mengigil di pinggir jalanan. Wanita dengan pakaian hangat yang cukup mewah itu baru saja keluar dari toko pakaian. Dengan harapan mendapatkan sedikit saja kesempatan untuk mengisi perutnya di malam itu, Clyde mengabaikan harga dirinya sebagai manusia dan menghampiri wanita tersebut.

“Nyonya, tolong berikan sedikit kemurahan hati anda yang seluas samudra itu pada hamba yang kotor dan hina. Satu sen saja pun tak apa, nyonya.” Pinta Clyde sembari bersujud di lantai tepat di hadapan wanita kaya raya yang baru saja keluar dari sebuah toko pakaian.

“Coba angkat kepalamu! Biar aku lihat wajahmu!” Perintah wanita kaya raya pada Clyde.

Clyde mengangkat wajahnya dan memperlihatkan wajahnya yang menawan pada si wanita kaya raya tersebut. Wajahnya memang cukup kotor karena selama ini ia tinggal di jalanan kota yang penuh debu. Namun, kulit putih bersihnya yang merona kemerahan, bibirnya yang berwarna merah muda dan bola matanya yang merah darah berkharisma membuat wajahnya tetap terlihat sangat menarik. Rambutnya yang berwarna pirang pucat menambahkan kesan lembut pada dirinya. Sosok Clyde memang terlihat seperti sebuah berlian yang belum terasah baik di jalanan kota yang kotor.

Wanita kaya raya yang berada di hadapan Clyde saat ini mampu melihat keindahan pada diri Clyde tersebut. Ia pun menjadi sangat tertarik pada Clyde dan memutuskan untuk membawa Clyde pulang ke kediamannya. Ia mendaftarkan Clyde sebagai anak angkatnya, memberikan nama belakangnya dan pendidikan yang dibutuhkan seorang anak bangsawan.  Setelahnya, kehidupan Clyde pun perlahan menjadi semakin membaik berada di sisi Erika Grimwald, yang merupakan seorang Countess.

Kini Clyde Xavier Wymond akan segera terlahir kembali menjadi Clyde Xavier Grimwald.

......................

Ini adalah awal baru untuk kehidupan Clyde. Erika membawa Clyde kekediamannya dan mengenalkannya pada kehidupan barunya yang lebih mewah.

Erika menyuruh para pelayan untuk membersihkan remaja kotor itu dari debu jalanan, memberikannya pakaian yang bagus dan mengasahnya sedemikian rupa sehingga dia menjelma menjadi seorang bangsawan remaja yang sangat rupawan. Clyde kini menjelma menjadi berlian yang berharga setelah diasah dan dipahat sedemikian rupa oleh nyonya Erika.

Erika Grimwald begitu memperhatikan Clyde seperti anak laki-lakinya sendiri. Dia memberikan kasih sayang pada Clyde dan memenuhi semua kebutuhan Clyde dengan sangat baik. Erika bahkan merawatnya dan menjaganya seolah-olah dia akan menjadi penerus kepala keluarga Grimwald dan menjadi Count selanjutnya. Karena Erika sendiri adalah seorang janda tanpa anak. Suaminya telah lama meninggal dalam medan perang sebagai seorang ksatria yang gagah.

Hanya saja, selalu ada maksud tersembunyi dari orang-orang yang berbuat baik pada Clyde. Hal inilah yang akan Clyde pelajari dari apa yang dilakukan Erika pada dirinya. Dan itu akan sangat berbekas di dalam lubuk hatinya yang terdalam.

“Apakah ini benar cocok untukku?” Tanya Erika saat ia sedang mencoba sebuah kalung bertahtakan Ruby yang sangat berkilauan di lehernya.

“Tentu saja, nyonya Countess. Itu adalah perhiasan yang kami buat dari batu Ruby dengan kualitas yang paling bagus. Kami memilih setiap bahan terbaik untuk setiap perhiasan kami, nyonya. Dan tentu saja perhiasan terbaik sangat cocok untuk nyonya Countess yang sangat cantik dan awet muda ini.” Ujar sang pemilik toko perhiasan mencoba untuk merayu nyonya Erika.

“Perhiasan itu memang sangat cantik. Tapi, dibandingkan dengan pancaran kecantikan mama, perhiasan Ruby itu jadi tidak ada apa-apanya.” Puji Clyde. “Batu Ruby itu terlihat sangat kusam di kulit ibu yang putih dan cerah.” Lanjutnya menjelaskan.

“Benarkah begitu, Clyde? Kalau begitu mau kah kamu memilihkan yang paling bagus untuk mama?” Tanya nyonya Erika.

Clyde melihat-lihat semua perhiasan yang berada di toko perhiasan tersebut. Wajahnya terlihat sangat cantik bahkan sampai membuat pelayan wanita di toko perhiasan tersebut menjadi tersipu-sipu melihat Clyde. Wajahnya merona merah menunjukkan ketertarikannya pada Clyde saat diam-diam mencuri pandang ke arahnya. Semua wanita muda memang sangat menyukai penampilan fisik Clyde yang begitu mengagumkan dan sangat menawan.

“Untuk kulit mama yang sangat cantik dan cerah, tentu saja perhiasan berlian yang berada di kotak itu sangat cocok.” Ujar Clyde sembari menunju sebuah kalung berlian yang berada tepat di belakang si pedagang.

“Ahh... Kalau itu...” Pedagang itu menjadi sangat ragu-ragu. “Itu tidak bisa kami jual...”

“Kenapa kamu tidak bisa menjualnya?” Erika melirik tajam ke arah sang pemilik toko dengan tatapan yang tajam.

Ketika pedagang perhiasan itu ingin menjelaskan mengapa ia tidak bisa menjualnya kepada Erika. tiba-tiba saja seorang wanita yang sudah paruh baya masuk ke dalam. Pakaiannya jauh lebih mewah dan jauh lebih cantik dari Erika. Diketahui wanita paruh baya tersebut bernama Garena Phoenix, yang merupakan Duchess Phoenix yang cukup berkuasa.

“Tidak apa. Berikan saja pada mereka. Aku akan tetap membayar harganya padamu dengan harga penuh. Jadi, aku yang akan membayarnya untuk mereka.” Ujar Garena sembari berjalan masuk ke dalam toko dengan diiringi para pelayannya yang setia.

“Salam pada Duchess Garena Phoenix! Semoga Dewa Vattarius memberkati anda.” Semua orang memberikan salam pada Garena dengan penuh hormat.

Semua orang dalam toko serentak langsung memberikan hormat terkecuali dengan Clyde yang memandang Garena dengan penuh keheranan. Sepertinya di dalam kepala kecil Clyde ada sebuah pemikiran sendiri ketika melihat seorang wanita paruh baya dengan rambutnya yang mulai memutih tapi, masih terlihat cukup cantik di usia senjanya tersebut. Terlebih gaun yang dikenakan oleh Garena terlihat jauh lebih mewah daripada yang dikenakan oleh Erika dan bahkan oleh banyak orang yang pernah Clyde lihat dijalanan.

“Saya tahu bahwa itu hanyalah sebuah hadiah kecil saja. Tapi, tolong terimalah rendah hati. Saya memberikan ini dengan sangat tulus pada anda Countess Grimwald. Anak laki-laki tampan ini benar-benar mempunyai selera yang bagus. Saya menyukai mata dan seleranya.” Ucap Garena sembari tersenyum hangat.

“Terimakasih atas kebaikan anda yang tak terhingga, nyonya Duchess. Saya akan menerima hadiah anda dengan sangat terbuka dan rendah hati, nyonya Duchess” Erika menghormat untuk menunjukkan rasa terimakasihnya. “Clyde, kenapa kamu hanya berdiri diam dan tidak memberikan salam pada Nyonya Duchess?”

Clyde tersadar dari lamunannya ketika Erika menepuk lembut punggungnya dan menyuruhnya untuk memberikan salam pada Duchess. Dengan langkah pasti dan penuh kepercayaan diri, Clyde berjalan mendekati Garena, mengambil tangan kanan Garena dengan tangannya yang halus dan mencium punggung tangan yang sudah berkeriput itu dengan lembut.

“Nyonya, anda benar-benar seorang Duchess yang penuh kemurahan hati.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!