Selenia membuka mata. Tatapannya menyipit melihat jam digital di atas nakas di samping tempat tidurnya.
01:00 AM
Kerongkongannya terasa begitu kering. Dengan mata setengah terpejam, tangannya meraba-raba nakas untuk mengambil air minum. Ketika tangannya tak juga menyentuh benda yang dia cari, dia pun tersadar bahwa malam ini dia lupa membawa minum ke kamar.
Arrghhh! Padahal dia ngantuk berat dan malas untuk ke dapur. Tapi mau bagaimana lagi? Di tengah rasa kantuknya, ada haus yang mendera.
Selenia Effendi
[Sederhana, supel, ramah dan pendiam.]
Tring!
Suara notif yang berasal dari ponselnya di samping bantal membuatnya reflek menoleh. Dia baru saja ingin beranjak dari ranjang.
Selenia menyunggingkan senyum membaca pesan tersebut. Malam ini usianya genap 18 tahun.
Selain itu ada beberapa pesan lain yang masuk ke ponselnya yang isinya rata-rata ucapan ulang tahun untuknya. Tak terkecuali juga dari Ayahnya yang saat ini sedang berada di Luar Negeri.
Selenia menghela napas panjang. Sudah tiga bulan lamanya dia tidak bertemu dengan sosok istimewa dalam hidupnya itu. Semenjak menekuni bisnis di UK, ayahnya memang lebih banyak tinggal di sana dan pulang ke Indonesia hanya beberapa bulan sekali. Sekalinya mudik, paling cuma dua minggu atau paling lama satu bulan di Indonesia.
Selenia kembali menyurukkan ponsel di tempat tidur dan melanjutkan niatnya untuk pergi ke dapur.
Jeglek!
Dia membuka pintu kamar dengan hati-hati. Suasana rumah begitu hening. Terang saja, ini kan sudah tengah malam. Saat melangkahkan kakinya keluar, dia merasakan kakinya seperti menendang sesuatu. Selenia melihat ke bawah dan seketika dahinya mengernyit melihat kotak berukuran sekitar 40x40 cm itu bergeser akibat tendangannya. Dia mengambil kotak itu dengan hati-hati, karena tahu betul apa isi di dalamnya. Kotak ini adalah kotak kemasan kue yang lumayan terkenal di daerah sini.
...Happy Birthday My Wife...
...Happy sweet eighteen. Love you ♥️...
Notes kecil yang terselip di dalam box kue itu membuat Selenia mengulum senyum. Matanya memandang takjub ke arah ukiran indah kue ulang tahun tersebut. Dia mencolek gumpalan gula warna-warni di atas kue itu untuk mencicipi rasanya. Manis, sempurna.
Ini adalah ulang tahun Selenia yang ke 18 sekaligus bulan ke 4 usia pernikahannya dengan Adam. Laki-laki yang sejak mereka sah menjadi suami-istri, tinggal satu atap dengannya.
Adam Lucas Prawira
[Bijaksana, Dewasa, dan cerdas. Begitu peduli pada Selenia meski sering diabaikan]
Menikah?
Mungkin itu semua terdengar aneh. Apalagi Selenia masih berstatus sebagai anak sekolah. Saat ini dia tengah duduk di bangku kelas 12 SMA. Tapi memang itulah kenyataannya. Mereka berdua sudah menjadi sepasang suami-istri. Suaminya, yang bernama Adam usianya terpaut 13 tahun lebih tua.
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Lisa (Ibunya Adam) dan Kalila (Ibunya Selenia), mereka bersahabat sejak kecil. Awalnya ide menjodohkan anak-anak mereka itu hanyalah sebuah candaan di masa muda mereka dulu. Namun nyatanya hal itu justru menjadi obrolan serius saat mereka berdua sama-sama menikah dan kemudian hamil.
Pernikahan mereka hanya selisih satu tahun. Jadi saat Adam lahir, Kalila baru menikah. Tak lama setelah itu Kalila pun hamil yang setelah dilakukan USG ternyata dia mengandung anak perempuan. Hal itu membuat para Ibu itu menyimpulkan kalau candaan mereka masa itu di dengar oleh Tuhan. Keduanya pun akhirnya sepakat untuk mewujudkan candaan mereka menjadi nyata dan berniat melanjutkan perjodohan tersebut.
Namun sayangnya sesuatu terjadi saat kandungan Kalila memasuki bulan ke 5. Janinnya tidak berkembang dan harus dikuret. Kecewa? Pasti. Kalila merasa putus asa dengan apa yang menimpanya. Program kehamilan yang dijalani setelah kejadian itu pun tidak mudah. Tapi untunglah suami Kalila adalah orang yang telaten dan sabar. Sebagai sahabat, Lisa juga turut mensupport.
Time flies too fast. Saat usia Adam memasuki tahun ke 12 dan tumbuh menjadi anak-anak, saat itulah penantian panjang Kalila terwujud. Dia dinyatakan hamil lagi. Ketika hasil USG menunjukkan bahwa bayi yang dikandung Kalila berjenis kelamin perempuan, Para Ibu yang sudah bersahabat kental itu merasa yakin kalau Tuhan benar-benar merestui rencananya. Mereka bahkan tidak peduli dengan jarak usia yang terpaut di antara keduanya. Kalau sudah sama-sama tumbuh besar, perbedaan itu tidak akan begitu terlihat kok, begitu katanya.
Lalu kenapa Selenia harus menikah di usia semuda itu?
Saat Selenia berusia14 tahun dan masih duduk di kelas 2 SMP, Ibunya mulai sakit-sakitan. Satu bulan bisa empat sampai lima kali bolak-balik rumah sakit. Kalila divonis menderita banyak sekali penyakit--komplikasi. Dan penyakit itu semakin parah saat Selenia duduk di bangku kelas 2 SMA semester akhir. Sampai akhirnya sebelum dinyatakan koma, Kalila mengajukan permintaan terakhirnya di depan suami dan anaknya. Dia ingin melihat anak semata wayangnya itu menikah.
"Mama nggak yakin bisa bertahan sampai usia kamu benar-benar siap untuk menikah. Jadi tolong kamu wujudkan permintaan mama ini ya nak... Mama yakin, Adam adalah orang yang tepat untuk kamu..." begitu kata Kalila waktu itu dengan terbata-terbata.
Selenia hanya bisa menangis. Permintaan sekaligus rasa takut kehilangan Ibunya begitu berat dia rasakan dalam waktu bersamaan. Dia tidak punya jawaban lain selain mengiyakan permintaan itu.
Itulah kenapa pernikahan terpaksa dipercepat.
Tidak hanya berat untuk Selenia, tapi juga bagi Adam. Dia tidak begitu mengenal Selenia. Hubungan keduanya tidak seakrab para Ibu mereka. Tapi mau bagaimana lagi? Melihat kondisi orang yang sekarat dengan permintaan terakhir yang cukup aneh baginya, membuatnya tidak bisa menentukan pilihan. Rasa iba mengalahkan egonya. Ditambah lagi statusnya yang single karena baru diputuskan kekasihnya. Finna, perempuan yang sudah dia pacari selama hampir satu tahun memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka karena ingin fokus dengan pendidikannya di Amerika. Kekasih Adam itu mengatakan, susul aku atau hubungan kita berakhir. Dia tidak bisa menjalani LDR.
Dan ya, Adam yang saat itu memiliki posisi bagus di kantor, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan dan membuang-buang waktu untuk meratapi patah hatinya. Dia merelakan Finna.
Mereka berdua (Adam dan Selenia) menikah siri di rumah sakit disaksikan beberapa suster dan dokter yang sudah seperti keluarga sendiri. Dua hari setelah itu, Ibu Selenia meninggal. Selenia sangat terpukul. Tapi disamping itu dia juga merasa sedikit lega kerena telah menuruti permintaan terakhir Ibunya.
Pernikahan ini merupakan pernikahan rahasia yang hanya diketahui oleh orang yang saat itu hadir di sana. Tidak ada yang boleh tahu. Apalagi Selenia masih berstatus sebagai siswi SMA. Dia masih mempunyai mimpi yang tinggi dan tidak mau membuang waktunya sia-sia.
Beruntung dia memiliki Ayah dan Mertua yang open mind. Mereka semua paham kondisi pernikahan yang dijalani anak-anaknya. Jadi mereka merasa belum waktunya untuk menuntut terlalu banyak--soal cucu.
Walaupun berstatus anak tunggal, Adam adalah sosok yang tekun dan mandiri. 2 tahun yang lalu saat usianya 24 tahun, dari hasil kerja kerasanya dia sudah mampu membeli rumah di salah satu kawasan elit di Jakarta. Jadi setelah menikah, Adam memilih untuk mengajak Selenia tinggal di sana. Awalnya para orang tua mereka keberatan dengan keputusan itu. Mereka takut ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi kepada mereka kalau hanya tinggal berdua saja--masalah hormon.
Pak Fendi, ayah Selenia jelas tidak bisa tinggal bersama mereka, karena tidak bisa meninggalkan bisnisnya di UK yang sempat terbengkalai sejak dia memutuskan untuk pulang karena istrinya sakit.
Begitu juga dengan Pak Edwin dan Bu Lisa. Mereka berdua tidak mungkin meninggalkan rumahnya dan tinggal bersama Adam hanya untuk sekedar mengawasi pasangan baru itu.
"Untuk apa diawasi sih Ma, Aku tahu batasannya kok," ujar Adam saat mamanya terus merengek supaya Adam tinggal bersama dirinya saja. "Mama nggak perlu khawatir berlebihan gitu..."
Lagipula Adam sendiri yakin tidak akan terjadi apa-apa, karena dia tahu Selenia tidak mencintainya. Gadis itu mau menikah, murni karena rasa hormatnya kepada Ibunya.
Di rumah besar itu mereka tidak hanya tinggal berdua. Ada Pak Tono, sopir yang secara khusus dipekerjakan Adam untuk mengantar jemput Selenia ke sekolah dan Bi Iyah yang setiap hari mempersiapkan kebutuhan mereka.
... - - -...
Sebuah suara langkah kaki terdengar menaiki tangga saat Selenia sedang asyik dengan kue di tangannya.
"Sel? Kok kamu bangun?" Adam muncul dari lantai bawah dengan sebotol air mineral di tangannya.
"Ee.. i-iya.. tadi aku mau ambil minum," Selenia gugup dan buru-buru menutup kue tersebut.
Adam menyunggingkan senyum lalu berjalan mendekati Selenia.
"Selamat ulang tahun ya," ucapnya. Satu tangannya terulur menyibakkan poni Selenia pelan. Istrinya ini memang.... cantik.
Tanpa sadar, Adam sudah mencondongkan tubuh hendak mencium kening perempuan itu, namun tiba-tiba dia merasa ada yang menahan dadanya. Bersamaan dengan Selenia yang bergerak mundur.
"Mas..."
"E... m-maaf, Sel," Adam berhenti.
Sampai saat ini Selenia masih merasa canggung setiap kali berhadapan dan bersentuhan dengan Adam. Rasanya aneh. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata saking anehnya.
"Makasih ya mas, udah repot-repot beliin aku kue ulang tahun," ucap Selenia lirih sembari menunduk.
Adam mengangguk. "Ya udah, kamu tidur gih. Ini masih malam."
"Aku mau ambil air minum dulu di dapur. Tadi lupa," Selenia berlalu melewati Adam.
Ternyata tidak semudah yang dia bayangkan untuk menaklukkan hati seorang Selenia. Padahal mereka berdua sudah tinggal bersama selama 4 bulan. Tapi sikap Selenia tetap tidak berubah. Dominan cuek dan malu.
Adam tertegun memandangi Selenia sampai gadis itu menghilang di balik tangga. Dia menghela napas panjang, seolah ingin melepaskan beban yang selama beberapa bulan ini bersemayam di dalam hatinya. Dia harus banyak-banyak bersabar. Sedingin apapun, Selenia tetaplah istrinya--apapun latar belakang pernikahan itu.
ya, Istri yang sama sekali belum pernah dia sentuh.
...🌹🌹🌹...
...To be continued 👋🏻...
Suara deru mesin mobil terdengar menjauh. Seperti biasa Adam selalu berangkat ke kantor lebih awal. Selenia yang baru saja keluar dari kamar mandi, berjingkat mendekati jendela untuk melihat keluar. Mobil Adam sudah tak terlihat lagi.
Setelah berganti pakaian, Selenia lantas turun ke lantai bawah dan menghampiri Bi Iyah di ruang makan. Di sana, pembantunya itu sedang mengemasi sisa sarapan Adam kemudian mempersiapkan bagian Selenia.
"Mas Adam udah berangkat ya Bik?" tanya Selenia seraya meneguk segelas susu yang tersedia di meja.
"Baru saja Non," Bi Iyah menghidangkan sepiring nasi goreng dan omelette kesukaan Selenia.
Selenia menatap makanan itu lama sekali. Seperti ada yang mengganjal. Seketika dia ingat kalau semalam dia meletakkan kue pemberian Adam di kulkas. Mumpung Adam udah nggak di rumah, kayaknya enak kalau pagi ini aku sarapan pake itu aja, batinnya. Karena sebenarnya dia sudah tidak bisa menahan diri untuk menikmati kue lezat itu dari semalam. Hanya saja kalau harus memakannya di depan Adam, ugh nggak banget. Gengsi lah.
"Bik, aku sarapan yang lain aja ya."
"Lhoh, kenapa Non? bukannya omelette itu kesukaan Non?"
"Iya. Tapi aku lagi nggak pengen makan omelette. Ini buat sarapan Bibik aja. Belum aku apa-apain kok," Selenia menyodorkan sarapannya ke Bi Iyah. "Aku minta tolong potongin kue yang ada di kulkas itu aja ya, dua potong aja."
"O-oh... iya iya iya," jawab Bi Iyah dengan mata berbinar. Dia tahu yang Selenia maksud.
Dengan senang hati Bi Iyah berlari tergopoh-gopoh menghampiri kulkas, mengambilkan apa yang Selenia minta.
"Selamat ulang tahun ya Non. Bibik do'akan semoga di usia Non Selenia yang ke 18 tahun ini, Non diberikan segala kebaikan oleh Allah, panjang umur... dan kebahagiaan dalam hidup," doa Bi Iyah panjang lebar dengan gaya khasnya yang sedikit medok.
Selenia tersenyum kecil. Dia kembali mengucapkan banyak terimakasih kepada Bi Iyah. Karena selama dia tinggal di rumah ini, Bi Iyah lah yang sudah melayani segala kebutuhannya dan... suaminya dengan baik. Semua do'a baik yang keluar dari mulut perempuan itu Selenia aminkan berkali-kali.
Sebenarnya semalam saat Adam menyiapkan kue itu untuk Selenia, Bi Iyah diam-diam mengintip. Dia yang tahu banget kehidupan rumah tangga mereka selama tinggal bersama, berharap kalau moment ulang tahun Selenia ini bisa menjadi perantara hubungan mereka supaya jauh lebih harmonis. Setidaknya tidak sehambar yang dia saksikan selama dia bekerja di sini. Tapi sayang, sepertinya apa yang diharapkan Bi Iyah sia-sia. Sikap Selenia tetap dingin dan acuh terhadap suaminya.
Selenia duduk sambil menikmati sarapannya. Masih ada waktu 10 menit sebelum berangkat.
Oh iya, jadi meskipun Adam selalu berangkat lebih awal dari Selenia, dia tidak pernah lupa untuk berpamitan dengan Selenia walau hanya melalui pesan singkat. Biar bagaimanapun Adam cukup dewasa untuk menyikapi semua ini. Dia hanya tidak mau membuat Selenia merasa tertekan hanya karena mereka 'telah menikah'. Sebisa mungkin Adam selalu berusaha membuat Selenia nyaman dengan cara tetap membiarkan Selenia menikmati masanya sebagai anak sekolah seutuhnya.
"Oh iya," Selenia teringat sesuatu. Selain berpamitan, tadi Adam juga memberitahu melalui pesan singkat kalau dia ada sesuatu untuknya yang dia titipkan ke Bibik. "Bik, tadi Mas Adam ada titip sesuatu buat aku nggak?"
"Aduh iya Bibik lupa. Sebentar ya Non, bibik ambil dulu," Bi Iyah berlari kecil ke kamarnya dan kembali lagi dengan membawa bingkisan manis bersampul pink. "Ini Non," dia menyerahkan bingkisan itu pada Selenia.
"Makasih ya Bik," Selenia tersenyum. Dia baru saja mau membuka kado tersebut saat ekor matanya melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Waduh! udah hampir terlambat! bisiknya.
Tanpa pikir panjang Selenia membawa kado itu ke kamarnya dan memutuskan untuk membukanya sepulang sekolah nanti saja.
"Aku berangkat dulu ya Bik, daaa... assalamualaikum!" pamit Selenia sekembalinya dari kamar seraya berlari keluar.
Bi Iyah yang sudah penasaran dengan isi kado tersebut dan sekaligus ingin melihat reaksi Selenia saat menerima surprise dari suaminya, hanya bisa bengong di tempat.
...🌺🌺🌺...
"Happy Birthday Sel...!!" Cia, sahabat Selenia dari jaman SMP menyambutnya dengan heboh sambil memberikan pelukan saat Selenia baru saja tiba di sekolah.
"Nih, special for you," Cia memberikan sebuah bingkisan pada Selenia.
Gracia Lula Palwinta (Cia)
[Kocak, rame, ceplas-ceplos, hobby nongkrong dan hobby makan]
"Waaah... thank you so much Ci," Selenia menerima dengan senang hati.
"Jangan di sini dong," tahan Cia saat Selenia bersiap hendak membuka kado tersebut. "Nanti aja di rumah," dia membimbing tangan Selenia supaya menyimpan kadonya ke dalam tas.
"Hmmm, oke deh," Selenia mengalah. "Ya udah ke kelas yuk!" ajaknya sembari merangkul pundak Cia.
Mereka berjalan beriringan menuju ke kelas. Ada beberapa anak yang juga memberikan ucapan ulang tahun saat berpapasan dengan Selenia.
Selenia memang bukan seorang siswi yang menonjol di sekolah. Baik di sisi akademis maupun non akademis. Jadi untuk soal pernikahan rahasia itu, tidak begitu mengusik kekhawatirannya. Tidak ada yang akan secara khusus memperhatikan hidup dan penampilannya selama berada di sekolah. Selenia tetaplah siswi biasa seperti anak-anak yang lain. Dia juga tidak mempunyai geng khusus. Hanya Cia satu-satunya teman dekatnya di sekolah.
Namun justru itulah yang kini menggelitik isi kepala Selenia. Sahabatnya itu sama sekali tidak tahu perihal pernikahan tersebut dan dia merasa harus memberitahunya. Tapi Selenia bingung bagaimana cara memberitahu anak itu. Cia itu orangnya spontan dan suka heboh banget. Apalagi untuk hal-hal yang dia pikir tidak masuk akal, seperti pernikahan mereka itu.
Kenapa Cia bisa sampai tidak tahu rahasia terbesar Selenia?
Karena pada saat acara itu dilangsungkan, Cia sedang berada di Bandung.
Cia juga sepertinya tidak menaruh curiga pada Selenia. Padahal dia tahu kalau Selenia sekarang tinggal di rumah yang berbeda. Cia memang sempat beberapa kali datang ke rumah baru Selenia dan bertemu dengan Adam, tapi dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau cowok itu adalah suami Selenia. Dia selalu berpikir kalau sahabatnya itu hanya sedang dititipkan pada saudaranya karena Ayah Selenia sedang tidak di rumah. Parahnya lagi, Cia justru menggoda Selenia dengan mengatakan kalau cowok yang tinggal dengan Selenia itu pantas jadi bodyguard nya.
"Bodyguard lo ganteng. Gak banyak bacot lagi," celetuk Cia saat itu. Adam memang tidak pernah berbicara dengan Cia kalau anak itu datang ke rumah.
Selenia heran dengan kepolosan Cia. Apa iya Cia benar-benar tidak melihat keanehan yang sedang dia alami? Sampai kapan dia akan terus mengira kalau Adam itu bodyguard atau saudaranya?
"Cia, lo beneran nggak liat ada yang beda dari gue selama beberapa bulan ini?" tanya Selenia mengawali obrolan di kantin saat jam istirahat.
Cia menoleh dengan mulut penuh karena sedang mengunyah bakmi. Dahinya mengernyit.
"Ya udah lah, habisin dulu makanannya," Selenia menghela napas dan meneguk habis minumannya.
Cia yang merasa kepo dengan pertanyaan aneh Selenia itu langsung buru-buru menghabiskan bakminya yang tinggal beberapa suap.
"Udah," dia mengelap mulutnya dengan tisu. "Beda apa sih maksud lo Sel?"
"Ya, kenapa tiba-tiba gue pindah rumah misalnya?"
"Kan Ayah lo lagi sibuk di UK, harus stay di sana juga. Jadi nggak mungkin kan lo di rumah sendirian? Eh tapi sejak kapan sih lo jadi penakut Sel? Kan kalo lo takut di rumah sendiri, lo bisa undang gue buat nginep di rumah lo. Hehehe... tiap malam kita bisa curcol deh," Cia malah bergurau.
Selenia memutar bola matanya mendengar ocehan Cia. Ya ampun...! Sahabatnya ini benar-benar pholhooosss banget.
"Oh iya tapi jujur gue tu sebenernya penasaran banget lho sama cowok yang tinggal serumah sama lo. Itu saudara? Sepupu atau emang bodyguard lo sih? Soalnya dingin banget sikapnya. Kaya Es!" Cia mencibir. "Belum pernah deh sekaliii aja dia nyapa gue kalau gue maen ke sana. Atau dia nggak suka kalau gue dateng?" imbuhnya lagi membuat Selenia nyengir kuda.
Tubuh Selenia melunglai. Bingung sendiri antara sedih dan pengen ketawa melihat kepolosan sahabatnya. Tapi memang bukan salah Cia kalau dia berpikir seperti itu tentang Adam. Karena setiap Cia datang ke rumah, Adam selalu bersikap tak acuh. Itu semua dia lakukan untuk menjaga perasaan Selenia. Apalagi pernikahan ini bersifat rahasia. Dan Cia adalah orang yang saat itu tidak ada di ruangan saat mereka melangsungkan akad.
"Ci, gue mau kasih tau sesuatu ke lo, tapi jangan kaget ya," kata Selenia kemudian, dia menghela napas dalam-dalam sambil berpikir keras apa kalimat yang tepat untuk memberitahu Cia soal rahasia ini.
"Apa?" Cia semakin penasaran.
"Orang yang lo kira saudara gue lah, bodyguard atau apalah itu, dia itu sebenernya.... suami gue."
Mata Cia membelalak. Sebelum dia memekik, Selenia sudah lebih dulu membekap mulutnya.
"Diem," bisik Selenia seraya menghadiahkan pelototan tajam. "Gue udah bilang jangan kaget. So jangan histeris dan jangan lebay!"
Cia mengangguk-angguk dalam bekapan Selenia.
"Lo serius? Suami apa tunangan?" Cia masih belum mengerti.
"Bukan tunangan Cia, tapi nikah. Gue sama Mas Adam udah jadi suami istri," kata Selenia lirih sambil celingukan kalau-kalau ada yang iseng nguping pembicaraan mereka. Tapi untungnya tidak ada. Semua sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
"Kami sudah nikah siri."
Akhirnya di sisa waktu istirahat siang itu Selenia menceritakan semuanya pada Cia bagaimana pernikahan itu bisa terjadi. Cia masih berusaha mencerna apa yang baru saja di dengar dari mulut sahabatnya itu hari ini. Beberapa kali mencubit pipinya sendiri, mengira ini hanya mimpi.
Tapi kenyataannya, sahabatnya itu memang sudah menikah.
...🌹🌹🌹...
...To be continued 👋🏻...
"Bagaimana Dam? Itu bagus lho untuk masa depan kamu," Pak Anton duduk di sofa ruangan Adam, baru saja menyerahkan berkas tawaran study ke Luar Negeri. Matanya memandang takjub ke sekeliling ruang kerja yang ditata dengan sangat apik.
Adam melirik atasannya itu sekilas dari balik lembaran-lembaran yang sedang dia baca. Tawaran sekolah arsitek di Frankfurt, Germany.
"Kenapa bapak menawarkan ini pada saya?"
"Karena menurut saya kamu memiliki potensi. Nggak ada salahnya kan kalau diasah di tempat yang tepat? Memangnya kenapa? Kamu keberatan?"
Adam menggeleng pelan. "Bukan begitu pak," dia merapihkan lembaran-lembaran tersebut dan meletakkannya diatas meja. "Tapi....." dia tidak melanjutkan kalimatnya. Sulit untuk mengambil keputusan itu sekarang.
Ada beberapa hal yang harus dia pertimbangkan supaya tidak salah melangkah. Salah satu alasan utamanya adalah Selenia. Kalau dia pergi ke Frankfurt, bagaimana dengannya? Dia tidak mungkin membawa serta Selenia kesana ataupun meninggalkan dia di sini. Ayah Selenia sudah mempercayakan putri semata wayangnya itu padanya kan?
Meskipun kondisi pernikahan mereka tidak seperti pasangan suami istri pada umumnya, tapi apapun itu, Selenia tetaplah seorang istri bagi Adam. Dia tidak mungkin membuat keputusan sepihak, tanpa berunding terlebih dahulu dengan Selenia.
"Tapi kenapa?" Pak Anton mengernyitkan dahi. "Bukannya dulu kamu tertarik dengan hal-hal semacam ini?"
Tidak ada yang berubah. Sampai sekarang pun Adam masih sangat tertarik dengan tawaran semacam itu. Hanya saja dia tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya pada Pak Anton. Atasannya itu tidak pernah tahu kalau dia sudah menikah. Orang-orang di kantor ini tidak ada yang tahu.
"Saya hanya belum bisa memutuskannya sekarang Pak. Boleh saya memikirkannya dulu?" jawab Adam kemudian.
Pak Anton menyunggingkan senyum. "Tidak perlu terburu-buru, Dam. Masih ada waktu sekitar.... ya maksimal 7 bulan lah untuk kamu memikirkannya matang-matang," beliau kemudian beranjak dari duduknya. Sebelum dia meninggalkan ruangan, dia menambahkan. "Saya harap kamu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Karena seperti yang saya tahu, ada kesempatan yang hanya datang satu kali."
Sepeninggal Pak Anton, Adam kembali membuka berkas tersebut dan membacanya dengan seksama. Memang benar, tawaran ini adalah tawaran yang sangat bagus untuk masa depan karirnya.
Arrrgghh!!
Kenapa kesempatan sebagus ini tidak datang 5 bulan yang lalu saja? atau paling tidak satu tahun yang lalu? Pasti dia akan langsung menerima tanpa perlu berpikir panjang. Kenapa baru sekarang?
Adam dilanda dilema. Isi hati dan kepalanya saling berbenturan. Logikanya meminta Adam supaya pergi, sementara hatinya meminta untuk tetap tinggal.
Bagaimana kalau kesempatan itu tidak pernah datang lagi?
...🌺🌺🌺...
Selenia heran saat pulang sekolah dan mendapati mobil suaminya sudah ada di rumah. Tidak biasanya Adam pulang secepat ini. Jadi begitu keluar dari mobil, Selenia langsung menghambur ke dapur dan menemui Bi Iyah yang saat itu sedang membuat minuman teh herbal. Dari jarak jauh hidung Selenia sudah mencium teh beraroma khas jamu itu.
"Mas Adam sudah pulang ya bik?"
"Iya Non, baru aja naik ke atas. Kayaknya beliau sedang sakit. Soalnya tadi bibik lihat wajahnya pucat, terus bibik diminta untuk membuatkan ini."
Kening Selenia mengernyit. Mas Adam sakit? Sakit apa? Bukankah semalam dia terlihat baik-baik saja? Selenia tahu Adam itu hard worker. Jadi pasti dia tidak akan pulang secepat ini kalau hanya merasa sedikit tidak enak badan.
Mendadak muncul perasaan aneh dari dalam hati Selenia yang lain. Hati yang selama ini kosong karena tidak pernah merasakan hal itu. Khawatir dan peduli. Dia takut kalau seandainya Adam menderita penyakit serius yang selama ini tidak pernah dia ketahui. Dia kan selama ini memang masa bodoh banget sama segala hal yang berhubungan dengan suaminya.
Pun begitu Selenia tetaplah manusia biasa yang memiliki pikiran normal. Kadang, saat melihat Adam yang pulang malam dan terlihat capek, ada keinginan untuk menawarkan sesuatu. Minimal membuatkan minuman, tapi rasa itu terkalahkan oleh rasa malu dan canggung. Selenia ingin memberikan sedikit perhatian, tapi dia tidak tahu cara mengungkapkannya bagaimana.
"Bik, boleh aku aja yang antar ini ke kamar Mas Adam?" Selenia menunjuk teh herbal di tangan Bi Iyah. Meski hatinya tidak yakin, tapi hanya dengan cara ini dia bisa masuk ke kamar Adam dan memastikan keadaan suaminya.
Bi Iyah menatap heran lalu tersenyum ke arah Selenia. Dia sedang tidak bermimpi kan? Majikan perempuannya itu mau melayani suaminya?
"Oh, tentu saja boleh Non. Ini," Bi Iyah menyerahkan nampan itu ke Selenia.
Selenia menerimanya dengan hati-hati dan langsung membawanya ke atas.
Jantungnya berdegup cepat saat tiba di depan kamar Adam. Seperti biasa pintu itu selalu tertutup rapat.
Tok tok tok!
Selenia mengetuk pintu kamar Adam lirih.
"Masuk aja bik! nggak dikunci kok," sahut suara dari dalam.
Selenia memutar bola matanya. Enak aja dia manggil aku Bibik, gerutunya. Tapi memang nggak salah sih kalau Adam mengira yang mengetuk pintunya itu Bi Iyah. Karena kan selama ini yang sering melayani kebutuhan dia memang Bi Iyah.
Selenia membuka pintu dengan sikunya. Melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya, Adam terkejut dan buru-buru bangkit dari pembaringan. Dia masih mengenakan baju kerja. Mata Selenia melirik jas hitam yang biasa di pakai Adam ke kantor tergeletak begitu saja di tepi tempat tidur.
"Eh... S-Sel... Ma'af... tadi aku kira bibik," ucap Adam terbata.
Selenia tersenyum simpul. Ini pertama kalinya dia masuk ke kamar suaminya sejak mereka berdua pindah ke sini. Mata Selenia memindai ruangan itu dan setiap sudutnya. Rapi, bersih, wangi dan modern. Maklum lah, Adam kan seorang arsitek yang lumayan punya nama. Sebenarnya tidak hanya kamar Adam saja yang di rancang sedemikian apik. Semua yang ada di rumah ini mulai dari bentuk bangunan hingga tata ruang adalah rancangan pribadinya.
"Kok kamu udah pulang?" Adam duduk di tepi tempat tidurnya.
Benar apa yang dibilang Bi Iyah. Wajah Adam pucat banget.
"Aku memang selalu pulang jam segini kok," jawab Selenia datar. "Mas Adam sendiri kenapa pulang cepet?"
"Iya. Aku... sedikit nggak enak badan jadi... pulang lebih awal," jawab Adam sambil memijat keningnya.
Selenia meletakkan teh herbal ke atas nakas di samping tempat tidur Adam. Matanya melirik ke arah lembaran yang ada di tepi nakas tersebut dan membacanya sekilas.
Tawaran study di Frankfurt?
"Makasih ya tehnya."
"Tadi bibik kok yang bikin."
Adam menyunggingkan senyum. "Terimakasih sudah mau mengantar ke sini."
Selenia mengangguk. "Ya udah kalau gitu aku keluar dulu ya mas. Semoga cepat sembuh," Selenia berbalik namun lengannya ditahan oleh Adam.
"Sel..." Adam berniat untuk menceritakan tentang tawaran Pak Anton--dia ingin meminta pendapat. Itulah yang hari ini telah membuat pikirannya kacau. Tawaran bagus itu membuatnya pusing karena dia juga harus memikirkan banyak sekali konsekuensi jika ingin menerimanya. Namun saat melihat wajah kuyu Selenia, dia memilih untuk mengurungkan niatnya. Tidak tega rasanya membuat Selenia harus ikut memikirkan hal ini.
"Ada apa?" tanya Selenia penasaran karena Adam tak kunjung melanjutkan kalimatnya.
"Nggak pa-pa," Adam melepaskan lengan Selenia. "Ya udah kamu istirahat aja dulu."
Tubuh Adam panas. Selenia bisa merasakan dari tangan yang baru saja mengenggam lengannya. Suaminya itu benar-benar sedang sakit. Tapi Selenia terlalu canggung untuk memberikan perhatian lebih. Jadi dia memilih untuk segera keluar dari kamar itu meskipun sebenarnya dia sangat khawatir dengan keadaan suaminya.
...🌹🌹🌹...
...To be continued 👋🏻...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!