NovelToon NovelToon

PEOPLE : REVENANT

1. Kim Dal Gi : Kejahatan Pertama

"Tidak...paman….dengar, seharusnya kalau kau mencari jaminan jangan sembarangan percaya pada siapapun, sudah kubilang berapa kali aku tidak mengenal Jung Jae Suk, nama keluargaku benar Jung tapi aku tidak ada urusan dengan bocah itu...Mengapa pula kau sembarangan meminjamkan uangmu?.......APA? YA! Beraninya kau mengomel?!" teriak Jung Jiwoo marah, wajahnya berubah merah seperti udang rebus sementara kakinya melangkah semakin cepat memasuki kerumunan lingkaran orang-orang yang sedang menonton sesuatu.

“Kau mau mati? Jika aku menemukanmu akan kugilas kepalamu dengan mobilku, membakar tubuhmu, dan menyebarkan abumu di peternakan babi!” dengus Jiwoo tidak senang, tangannya terangkat memukul kepala seorang lelaki yang sedang menodongkan pisau ke arah lawannya, lelaki itu berpaling marah tetapi belum sempat ia mengeluarkan sepatah kata tangan Jiwoo sudah terlebih dulu memukul lehernya sampai ia jatuh pingsan. “Paman aku tutup, sekali lagi kau menelpon ku, kau akan mati!" Jiwoo mematikan sambungan telepon lalu mengeluarkan borgol dari saku jaketnya dan melemparkan pada lelaki di depannya. "Pakai ini dan masuk ke mobil polisi sana”

“Baik ibu” lelaki itu langsung membungkuk sopan memakai borgol di tangannya sendiri, tepuk tangan terdengar memuji Jiwoo diiringi tatapan takjub, bahkan dengan tubuh semungil itu Jiwoo tidak terlihat merasa terintimidasi ia malah maju memukul puncak kepala lelaki tadi.

"Ibu? Kau mau mati?" Jiwoo menatap sewot.

"Aduh, aduh, jangan terlalu banyak menggunakan kekerasan, dasar kau wanita pemarah" tawa Hwang Hyun Jin memberikan kode pada dua orang polisi patroli untuk mengambil alih. Ia membawa Jiwoo masuk ke dalam mobil dan melaju pergi menuju ke sebuah rumah besar yang jaraknya tidak begitu jauh dari area perkelahian tadi. Rumah itu dikelilingi pagar hitam yang menjulang tinggi tanda si pemilik keluarga bukan dari kalangan biasa. Beberapa polisi berjaga disitu sementara beberapa warga ikut berkerumun terlihat penasaran dengan apa yang sedang terjadi.

"Kali ini apa?" tanya Jiwoo setelah menunjukan ID card dan melewati garis polisi.

"Seorang pemuda berusia 24 tahun korban pembunuhan, tidak menarik sebenarnya, sampai kau melihat ini." Hyun Jin menunjukan layar ponselnya menampilkan sebuah foto yang baru dikirim Dae Yoon, lambang bunga crocosmia terukir di punggung korban. “Aku tidak yakin ini pembunuhan biasa.”

Jiwoo merengut, ia berhenti sejenak lalu menatap ke arah langit dan mengangkat jari tengahnya tinggi-tinggi sebelum masuk ke dalam rumah.

“Kamarnya di sebelah sini” tunjuk Hyun Jin ke arah ruangan di pojok kanan lantai dua. Keduanya mengambil masker dan mendekati korban yang masih dalam proses identifikasi oleh tim forensik. Jiwoo berjalan mengitari korban yang telungkup di lantai, matanya menatap seksama tubuh yang membiru dan bunga crocosmia yang terukir di punggungnya.

"Laporan sementara?" tanya Hyun Jin pada seorang petugas.

“Hong Seung Tae, umur dua puluh dua tahun, anak kedua, mahasiswa semester akhir universitas S. Meninggal akibat patahan di leher, jadi ada kemungkinan korban terlebih dulu dibunuh dan kemudian pembunuh sengaja melukai punggung korban sampai seperti itu. Untuk saat ini ada tiga orang saksi dua asisten rumah tangga dan satu tukang kebun”

“Dimana orang tua Seung Tae?”

“Di Amerika, mereka sedang dalam perjalanan kemari”

“Siapa yang menemukan dia pertama kali?”

“Tukang kebun, tapi dia mengaku sempat melihat Seung Tae dari balik jendela ketika sedang merapikan tanaman. Seung Tae berteriak-teriak dan kemudian memutar kepalanya sendiri.”

Hyun Jin dan Jiwoo berpandangan satu sama lain. “Ini aneh…” gumam Hyun Jin menatap seksama mayat Seung Tae. “Mungkin saja didunia ini ada orang yang bisa mematahkan lehernya sendiri dan kita katakan Seung Tae benar mematahkan lehernya, tapi pertanyaanku sekarang adalah siapa yang mengukir crocosmia di punggungnya?”

“Tentu saja seseorang, tidak mungkin ukiran itu akan muncul sendiri. Dimana para saksi?”

“Di ruang sebelah.”

Jiwoo balik badan masuk ke ruangan sebelah, tampak tiga orang saksi sedang berbicara dengan masing-masing detektif. “Tukang kebun yang melihat Seung Tae, yang mana dia?”

“Disini” Jeonghan mengangkat tangan, ia sedang berbicara dengan seorang lelaki paruh baya, lelaki itu terlihat pucat pasi sementara tubuhnya sesekali masih bergetar tanda apa yang ia lihat sejam lalu akan terus menjadi pengalaman paling traumatis yang akan terus menghantui hidupnya.

“Hansung, empat puluh tahun. Sung Tae berbicara dengan bahasa aneh, berteriak, dan kemudian kepalanya berputar sendiri, saat ia jatuh pingsan aku berlari masuk dan aku terkejut melihat korban sudah jatuh telungkup, tapi saat itu punggungnya dipenuhi darah, aku lalu berteriak meminta tolong tapi tidak berani menyentuh korban” Jiwoo membaca catatan Jeonghan seksama. “Kenapa tidak berani menyentuhnya? Umumnya orangnya akan langsung menyentuh korban untuk memastikan ia masih hidup atau tidak, minimal anda akan mengecek apakah ia bernapas atau tidak. Kenapa anda tidak menyentuhnya?”

“Saya….s-saya…” tubuh Hansung bergetar hebat, ia meremas kedua tangannya mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. “Saya melihat ada bayangan hitam di dinding dan perasaan saya mengatakan jika saya menyentuhnya, maka saya akan mati”

“Bayangan apa?”

“Bayangan hitam, tapi saya yakin benar itu adalah bayangan seorang perempuan”

“Anda yakin?”

“Iya, saya yakin benar. Ada sesuatu disana yang membunuh tuan muda dan itu bukan sesuatu yang bisa kita lihat dengan kasat mata”

“Paman dengar, aku tidak punya waktu untuk mendengar dongeng seperti itu, jadi lebih baik katakan saja apa yang anda lihat”

“Saya berkata jujur! Ada yang membunuh tuan muda, tapi itu bukan manusia!”

Jiwoo nyengir lalu menyerahkan kembali catatan tadi kepada Jeonghan, ia menepuk bahu Hansung lalu melangkah keluar. “Dapat sesuatu?” tanyanya pada Hyun Jin.

“Hmm, aku sudah mengecek cctv dan tidak ada satupun yang masuk ke ruangan itu kecuali Seung Tae, bahkan Hansung tidak masuk sama sekali, kemungkinan pembunuh sudah menunggunya di ruangan itu, tapi yang menjadi pertanyaanku adalah bagaimana bisa dia berada disana tanpa tertangkap cctv luar dan dalam?”

“Mau berjalan di sekitar rumah?” tawar Jiwoo, Hyun Jin mengangguk mereka turun ke bawah, sempat bertemu Goo Dae Yoon, ketua tim tiga yang terlihat acak-acakan sembari berbicara dengan kepala asisten di rumah itu.

“Ini benar-benar memusingkan” Hyun Jin geleng-geleng kepala mengitari taman samping tempat dimana Hansung melihat aksi Seung Tae dari luar kaca jendela. “Aku mulai mempercayai teori Hansung, apa mungkin hantu yang membunuh Seung Tae?”

“Hantu tidak akan berani menyentuh manusia tanpa izin”

“Darimana kau tau?”

“Hanya sok tau” jawab Jiwoo santai, matanya menatap lurus ke arah gudang yang terletak tidak jauh dari taman samping. “Kapan orang tua Seung Tae sampai?”

“Sebelas jam dari sekarang, seharusnya besok sebelum sore hari mereka sudah tiba, aku tidak bisa membayangkan seperti perasaan orang tua Seung Tae saat tiba disini dan melihat anak mereka terbujur kaku. Aku akan menjadi gila kalau itu terjadi kepadaku”

“Segala sesuatu ada harganya”

“Jangan bilang seperti itu, seakan mereka memang pantas mendapatkannya” tegur Hyun Jin menggeleng, ia mengangkat kedua tangannya lalu tersenyum lebar ketika melihat Seokjin baru tiba di TKP. “Lama sekali”

“Maaf, aku masih harus mengurus beberapa berkas. Korban dimana?”

“Di atas, tapi sepertinya akan segera dipindahkan untuk otopsi lebih lanjut”

“Aku sudah melihat fotonya, benar-benar mengerikan. Aku naik dulu ke atas, setidaknya aku harus menyetor wajahku pada Dae Yoon”

“Jangan terlalu banyak bicara, dia dalam mode siaga satu” kekeh Hyun Jin. “Hei kau mau kemana?” lanjutnya berpaling ketika melihat Jiwoo melangkah mendekati gudang. Jiwoo diam tidak menggubris Hyun Jin, tubuhnya berhenti memandang gudang berwarna coklat tua, matanya masih menatap seksama seakan mencari sesuatu. “Kau mencari apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?”

“Aku mencari sesuatu, tapi sepertinya dia takut padaku, percuma saja aku kesini” gumam Jiwoo.

“Aku tidak mengerti…Hei Jung Jiwoo, kau baik-baik saja kan?” Kening Hyun Jin berkerut bingung, Jiwoo berpaling dengan senyum lebar.

“Ayo pergi, aku hanya bercanda”

“Sialan, ku kira kau kerasukan” dengus Hyun Jin lalu melangkah pergi. Senyum Jiwoo menghilang, untuk terakhir kali ia kembali menatap ke arah gudang dengan tatapan tajam dan kemudian tanpa mengatakan apapun Jiwoo melangkah pergi.

............................

“Shaman?” tanya Hyun Jin memastikan ulang. Jeonghan mengangguk. Hyun Jin menghisap rokoknya dengan wajah berkerut bingung. Selama setengah bulan ini keluarga Hong dan semua saksi sangat bersikap kooperatif menjalani penyelidikan, meskipun tidak ada tanda-tanda akan ada jawaban yang muncul atas kematian Seung Tae, bahkan ada kemungkinan kasus Seung Tae akan masuk ke dalam cold case. Banyak media membicarakan kasus Seung Tae dan menyebut sebagai crocosmia case, hampir seluruh penjuru negeri sibuk membicarakan kemungkinan dalang dibalik penyebab kematian Seung Tae, bahkan beberapa youtuber menjadikan kasus ini sebagai misteri dan konspirasi yang tidak terpecahkan.

“Kenapa tiba-tiba membawa shaman ke rumah?”

“Aku pikir ini seperti kepercayaan untuk mengusir energi buruk. Well, kita tidak menyalahkan pemikiran orang tua yang baru saja kehilangan putra mereka dengan cara yang aneh. Masih ada dua anak yang harus mereka lindungi agar terhindar dari kesialan seperti itu”

“Aku tidak akan memberi komentar apapun karena kasus ini benar-benar memusingkan. Hei Jung Jiwoo, sampai kapan kau akan bersantai seperti itu? Apa kau tidak mau ikut?” Hyun Jin menyepak pelan betis Jiwoo sampai wanita itu mengerjap-ngerjapkan mata.

“Kemana?”

“Keluarga Hong, bahkan meskipun mereka mengadakan acara kenegaraan disana tapi jika itu mengusikku, aku akan datang. Ayo pergi” Hyun Jin menarik paksa Jiwoo, wanita itu merenggut tapi tidak menolak. Butuh waktu sampai tiga jam bagi keduanya untuk berdiri dengan manis di pojok taman belakang melihat asisten keluarga Hong sibuk berlalu lalang mempersiapkan ritual. Tidak berapa lama seorang wanita paruh baya keluar bersama keluarga Hong.

“Dia terlihat kurus sekali” gumam Hyun Jin kasihan melihat Lee Yeon, ibu dari Seung Tae yang terlihat sangat kelelahan, bagian bawah matanya menghitam dan bengkak tanda ia kurang tidur dan sering menangis.

“Detektif Hwang, saya tidak menyangka anda akan datang, tapi terima kasih.” Lee Yeon paling pertama menyambut Hyun Jin dan Jiwoo, ia menyeka hidungnya dengan tisu menahan tangis. “Kami berharap dengan ritual ini jiwa Seung Tae akan lebih tenang dan dia akan pergi ke tempat yang lebih baik. Kami sudah memutuskan untuk mulai merelakan Seung Tae”

“Ibu, jangan patah semangat, kami yakin bisa menemukan pelakunya”

“Anakku yang malang” isak Lee Yeon langsung dipeluk suaminya, Hong Kyung.

“Terima kasih sudah datang” senyum Hong Kyung kemudian memperkenalkan shaman di sampingnya. Tae Ri dan asistennya Nam-Gil. Tae Ri terlihat menatap Jiwoo seksama lalu setelah itu pandangannya berubah was-was.

“Tidak berbau dan jahat…” gumam Tae Ri masih menatap Jiwoo membuat semua orang ikut menatap Jiwoo dengan pandangan bertanya-tanya. Jiwoo tersenyum manis, kepalanya miring sejenak melihat ke arah belakang Tae Ri.

“Mudang*….” gumam Jiwoo. Ekspresi Tae Ri berubah was-was, ia menelan ludah lalu kemudian berdehem pelan dan kemudian melangkah pergi.

“Apa yang kau katakan?” tanya Hyun Jin pelan saat ritual dimulai.

“Wanita itu dilindungi neneknya dan neneknya dulu juga seorang shaman. Neneknya berdiri tepat di belakangnya, seperti seorang penjaga”

“Kau bisa melihat hal-hal seperti itu?” Hyun Jin menatap tidak percaya sekaligus takjub, Jiwoo mengangguk santai. “Lalu kenapa wajahnya berubah tidak senang begitu?”

“Karena dia tahu aku tidak takut pada neneknya”

“Tentu saja tidak, kau kan manusia, ibuku bilang manusia itu letaknya lebih tinggi dibanding makhluk seperti mereka, jadi kau tidak perlu takut”

“Tapi dalam dunia roh ada kedudukan yang ditetapkan oleh mereka, kau akan dihormati oleh roh lain karena kekuatanmu atau karena lamanya umurmu. Jadi misalnya kau adalah roh berusia ratusan tahun dan sangat kuat otomatis roh lain yang masih baru akan menghormatimu”

“Terdengar aneh mendengar hal itu dari mulutmu. Kalau begitu kau ini apa? Roh berusia ribuan tahun?” goda Hyun Jin tersenyum geli.

“Aku iblis” jawab Jiwoo langsung kena sentil Hyun Jin. Keduanya kemudian menatap kedepan menyaksikan Tae Ri menari sambil berteriak-teriak seperti orang kerasukan sementara suami istri Hong ikut berdoa di belakang mengusap-usap kedua tangan mereka.

“Benar-benar tidak berguna….” gumam Jiwoo berpaling menatap ke arah gudang, sekitar hampir setengah jam Tae Ri menari seperti orang gila, tapi tiba-tiba ia berhenti dan seperti tidak sadarkan diri Tae Ri bergumam mendekati suami istri Hong.

“Anak perempuan anda, dimana dia?”

“S-serim?Apa anda melihat sesuatu tentang Serim?.”

“Dia akan mengambil anaknya, roh itu akan mengambil anaknya. Anak laki-lakinya.”

Perkataan Tae Ri spontan membuat Lee Yeon menangis kencang, ia jatuh ke tanah dan berteriak-teriak menyalahkan dirinya, sementara Tae Ri kembali menari dan dalam beberapa menit tubuh Tae Ri mengejang lalu ia jatuh pingsan ke tanah, tapi setelah itu ia membuka mata dan berdiri seakan tidak terjadi apapun.

“Ini kacau” gumam Hyun Jin seperti sedang melihat adegan pembunuhan terjadi tepat di depan matanya. Ia tersenyum kecut melihat Lee Yeon masih berteriak histeris memanggil Seung Tae dan Serim lalu memukul-mukul dirinya sendiri. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Menonton sampai selesai, bukankah ini menyenangkan?”

Hyun Jin berpaling dengan tatapan ngeri melihat Jiwoo tersenyum lebar tanpa empati. Ia hendak mengatakan sesuatu tapi tertahan karena Tae Ri mendekati Jiwoo.

“Apa yang kau lakukan disini? Ini bukan tempat untukmu, seharusnya kau berhenti melukai orang disekitarmu, mahkluk sepertimu tidak pantas untuk berkeliaran seperti ini” kata Tae Ri pada Jiwoo membuat perhatian semua orang kembali tertuju pada Jiwoo, bahkan Lee Yeon mencoba bangkit berdiri mendekati Tae Ri dituntun asisten dan suaminya.

“Kami adalah detektif yang-”

“Aku berbicara pada yang berada di belakangmu” kata Tae Ri memotong perkataan Hyun Jin. Kepala Hyun Jin berpaling dan saat itu jantungnya seakan hendak melompat keluar ketika melihat seorang gadis remaja berdiri di belakang Jiwoo, gadis itu mengenakan baju berwarna putih dengan bercak kemerahan dan tersenyum lebar, tapi bukan senyum ramah yang Hyun Jin lihat, melainkan senyum jahat seakan ia memang menunggu Tae Ri menegurnya. Hyun Jin kembali berpaling ke arah semua orang yang berada disitu dan ia bisa menangkap bahwa kemungkinan hanya dirinya dan Tae Ri yang bisa melihat gadis itu.

Apa aku baru saja memiliki indera keenam? gumam Hyun Jin perlahan gemetar, satu hal yang ia yakin benar adalah gadis itu bukan manusia karena ia tidak memiliki kaki.“J-jiwoo, d-dibelakangmu…..” Hyun Jin menelan ludah gugup, tubuhnya bergetar hebat sampai tidak mampu membuat kakinya melangkah menjauh.

“Ini adalah tempatnya” kata Jiwoo buka suara, ia terlihat sangat tenang tidak memperdulikan fakta bahwa gadis di belakangnya semakin merapat pada dirinya seakan Jiwoo adalah tempat perlindungan bagi gadis itu. Jiwoo menatap ke belakang kepala Tae Ri, tatapannya mengarah tajam pada Hong Kyung. “Yeommae*, keluargamu melakukannya kan?”

----------------

📖 :

Mudang : Dukun wanita

Yeommae :Ritual mengorbankan anak-anak agar menjadi hantu remaja dengan cara membuat mereka mati kelaparan)

2. Kim Dal-Gi: Yeommae

Tepat ketika Jiwoo selesai bertanya tubuh Hong Kyung membeku seakan baru saja tersambar petir, wajahnya perlahan memucat dan jauh lebih pucat dari Lee Yeon, matanya menatap Jiwoo dengan pandangan campur aduk, malu, marah, dan takut.

“K-kau…” Hong Kyung terbata, saat itu pandangannya berubah gelap dan ia jatuh pingsan membuat semua orang terkejut pontang panting membawa tubuh Hong Kyung masuk ke dalam rumah.

“Pergilah” gumam Jiwoo sedikit menengok ke belakang. Mata Hyun Jin membulat ketakutan melihat jelas gadis yang berdiri di belakang Jiwoo mundur dan perlahan menghilang seakan ditarik pusaran angin.

“Kau ini apa?” Tae Ri bertanya getir.

Belum habis rasa terkejut Hyun Jin karena gadis tadi, sekarang ia bisa melihat sosok nenek yang dibicarakan Jiwoo berdiri tepat di belakang Tae Ri. Wanita tua itu mengenakan hanbok putih menatap Jiwoo tajam sambil menyentuh ujung lengan baju kanan Tae Ri. Hyun Jin menelan ludah, ia mulai merasa dirinya perlahan menggila di tengah situasi kacau ini.

“Aku tidak merasakan nafas dalam dirimu, tapi tidak juga melihat kau berdiri di antara hidup dan mati. Kau ini apa?”

Jiwoo diam, ujung bibirnya bergerak menampilkan senyum kecil lalu melangkah sedikit melewati Tae Ri, tangannya terangkat naik ke arah leher nenek Tae Ri dan tanpa diduga wanita tua itu langsung menjerit tanpa suara ketika tangan Jiwoo mencekik lehernya seakan ia adalah manusia biasa. Tae Ri mematung melirik Jiwoo tapi tidak berani melakukan apapun, ekspresi kesakitan nenek Tae Ri membuat pemandangan itu menjadi dua kali lebih menakutkan dibandingkan kemunculan gadis tadi. Jiwoo melepaskan tangannya dan saat itu juga nenek Tae Ri menghilang tanpa jejak, baik Tae Ri maupun Hyun Jin sama-sama menatap Jiwoo dengan pandangan takut luar biasa.

“Berhati-hatilah, aku terkenal tidak memiliki belas kasih” bisik Jiwoo tersenyum tenang lalu berpaling pada Hyun Jin. “Ayo pergi, ritual ini sudah selesai dan aku lapar. Tidak ada gunanya membuang-buang waktu lebih lama di tempat ini.”

Hyun Jin menoleh pada Tae Ri, tanpa berkata apapun ia melangkah pergi mengikuti Jiwoo dari belakang. Kejadian hari ini berhasil membuat Hyu Jin ingin menggila.

......................

“Yeommae, ritual yang mengorbankan anak-anak ketika suatu desa sedang dilanda oleh kekeringan atau bencana alam lainnya yang menyebabkan warga kesulitan. Apa ini benar-benar terjadi?” Hyun Jin membaca artikel yang ia temukan dari internet dengan perasaan campur aduk. “Berarti gadis tadi adalah korban yeommae?”

“Bisa dikatakan begitu”

“Wah, aku benar-benar akan menjadi gila”

“Jangan gila dulu, kita belum mencoba kuliner burung pegar di Jeju” jawab Jiwoo santai mengunyah daging sapi. Hyun Jin mendengus, sejak kembali dari rumah keluarga Hong mereka memutuskan untuk makan siang di dekat area kantor dan Jiwoo terlihat sama sekali tidak terganggu dengan kejadian aneh yang terjadi beberapa jam lalu, wanita itu malah sibuk membakar daging sapi dan menyuap lahap ke dalam mulutnya.

“Jika gadis itu dikurbankan, lalu kenapa dia berada di keluarga Hong? Bukan kah dia seharusnya membalas dendam ke semua orang yang mengorbankannya?”

“Keluarga Hong yang mengorbankannya menggantikan warga. Warga mendapatkan makanan dan keluarga Hong mendapatkan kekayaan, win win solution, semua orang mendapatkan apa yang mereka mau”

“Lalu apa yang didapatkan gadis itu?” dengus Hyun Jin, Jiwoo angkat bahu sembari terus mengunyah. “Bagaimana keluarga Hong mendapatkan kekayaan dengan kematian gadis itu? Apa tubuhnya berubah menjadi emas dan dijual?”

“Gadis itu mati sebagai arwah pendendam dan akan membunuh siapapun lawan keluarga Hong, haruskah aku menjelaskan lebih lanjut?”

“Tidak perlu, aku mengerti. Tapi ini tetap membuatku sakit kepala.” Hyun Jin mengacak rambutnya, baru kali ini ia tidak bersemangat untuk mengunyah sepotong daging sapi hanya karena sebuah kejadian yang tidak bisa dijelaskan menggunakan logika. “Kau sendiri, bagaimana kau bisa mencekik nenek Tae Ri?”

“Bukankah kau yang bilang manusia berada di atas hantu? Aku ingin mencoba teorimu untuk membuktikan bahwa aku berada diatas mereka”

“Tapi tetap saja, mencekik hantu bukan sesuatu yang bisa diprediksi akan terjadi dalam hubungan pertemanan kita” geleng Hyun Jin tidak setuju. “Bagaimana jika hantu itu marah dan ingin balas dendam?”

“Tidak ada hantu yang menakutkan di dunia ini, kecuali jika kakinya menapak tanah.”

Hyun Jin menyipitkan mata menilai Jiwoo, kejadian tadi membuatnya seakan melihat Jiwoo mendadak berubah menjadi dukun. Lagipula siapa yang akan berpikir seorang detektif memiliki kemampuan untuk mencekik hantu? di siang hari pula! Tawa Hyun Jin terdengar sangat pelan lalu menunjuk dirinya. “Kenapa aku tiba-tiba bisa melihat hantu? Kau melakukan sesuatu padaku?”

“Kalau itu, aku tidak punya jawaban”

“Apa kedepannya aku akan terus melihat hantu?”

“Sepertinya begitu”

“Lalu aku harus bagaimana jika melihat mereka? Aku tidak ingin melihat mereka, kenapa pula aku harus melihat mereka? Aku tidak menginginkan kekuatan seperti ini, aku adalah detektif, kenapa aku harus melihat sesuatu yang tidak ingin, tidak mau, dan tidak sudi untuk ku lihat?”

“Diamlah” dengus Jiwoo, Hyun Jin merengut. “Anggap saja kau baru saja mendapat anugerah”

“Aku menolak anugerah seperti ini”

“Kau pikir aku juga mau kau bisa melihat hantu? Kau akan semakin merepotkanku jika bisa melihat hantu”

“Itukah anggapanmu? Aku merepotkanmu? Kupikir kita adalah teman b-”

“YA!” bentak Jiwoo membuat semua pandangan sejenak tertuju ke arah mereka berdua. Hyun Jin nyengir, ia lupa kalau wanita di depannya ini memiliki tingkat kesabaran sepanjang ujung sendok teh. Jiwoo yang kelewatan tenang saat berada di rumah keluarga Hong membuatnya lupa betapa pemarah dan tidak sabarnya wanita ini. “Berhenti berbicara dan makan saja ini” Jiwoo menyuap sepotong daging ke arah mulut Hyun Jin.

“Tapi aku serius bertanya apa yang harus aku lakukan jika aku bertemu hantu”

“Aku akan melindungimu, jadi tenang saja, mereka tidak akan mengganggumu”

“Bagaimana kau yakin mereka tidak akan datang menggangguku?”

“Aku akan menjagamu”

“Ya bagaimana caranya?”

“Entahlah.”

Hyun Jin menghela nafas panjang, kepalanya bersandar di dinding terlihat agak putus asa. “Sepertinya mulai besok aku harus mencari agama yang bisa kupercayai agar ada yang bisa melindungiku secara spiritual.”

......................

“Jiwoo, lihat ini.”

Jiwoo menoleh, Hyun Jin menyerahkan sebuah berkas dengan notes kecil bertuliskan ‘ayo berkencan denganku Jiwoo -Sandeul.’ Jiwoo mengambil notes itu dan tanpa perasaan melempar ke arah tempat sampah lalu mulai membaca isi berkas, tentang latar belakang keluarga Hong.

“Siapa yang menyangka jika Hong Kyung adalah anak adopsi?” senyum Hyun Jin seperti sedang mendapat jarum diantara tumpukan jerami. Jiwoo masih terus membaca. Hong Seung Tae, anak tunggal dari Hong Seon Kyu dan Choi Jin Hee, kedua orang tua Seung Tae meninggal dalam kecelakaan tunggal ketika Seung Tae masih berumur lima tahun, setelah itu Seung Tae diadopsi menjadi anak oleh Hong Kyung adik angkat dari ayahnya.

“Jadi ini alasan gadis itu melewati Hong Kyung” gumam Jiwoo.

“Bagaimana? Apa kau mendapat petunjuk? Aku membayar mahal Sandeul untuk informasi ini”

“Sepertinya gadis itu tidak merasuki Hong Kyung karena ia tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Hong”

“Kerasukan? Apa ada yang seperti itu juga terjadi di keluarga Hong?” tanya Hyun Jin malah terlihat bersemangat. Aneh sekali, karena setelah kejadian kemarin Hyun Jin mulai merasa ia memiliki kesempatan untuk memecahkan misteri pembunuhan Tae Sung, bahkan meskipun Hyun Jin harus menyeret hantu masuk ke dalam penjara akan ia lakukan asalkan ia bisa mendapat jawaban bagaimana Tae Sung meninggal dengan ukiran crocosmia di tubuhnya.

“Umumnya orang-orang yang melakukan yeommae akan dirasuki oleh si arwah, dalam kasus keluarga Hong sepertinya mereka mengizinkan anak laki-laki untuk dirasuki. Apa ada kejadian sebelum Tae Sung meninggal? Seperti misalnya kakeknya meninggal lebih dulu?”

“Akan aku cari tahu, keluarga besar mereka tinggal di Amerika jadi sepertinya membutuhkan sedikit waktu. Apa ada lagi yang bisa kau temukan dari ini?”

“Tidak, justru ini membuatku bingung, jika merasuki anak laki-laki, kenapa gadis itu membunuhnya?”

“Kau bilang anak yang dikorbankan dalam yeommae akan menjadi arwah pendendam? Bisa saja dia merasa dendam dan kemudian membunuh anak laki-laki keluar Hong”

“Benar dia menjadi arwah pendendam, tapi mereka tidak bisa membunuh inangnya. Seharusnya jika inang pertama mati, dia akan otomatis berpindah ke inang yang baru.” Jiwoo berdecak pelan, ia merasa ada sesuatu yang telah ia lewatkan tapi entah apa.

“Jiwoo, seseorang mencarimu” teriak Jeonghan. Jiwoo menoleh mendapati Tae Ri dan Nam-Gil berdiri di luar, penampilan kedua orang itu terlihat jauh lebih modis dibanding terakhir kali mereka bertemu. Jiwoo mendengus melangkah keluar, Tae Ri memberikan kode agar mereka menyingkir ke tempat yang jauh lebih sepi.

“Aku sibuk jadi katakan apa maumu?” tanya Jiwoo tanpa basa-basi

“Gadis itu mengejar Serim” beritahu Tae Ri

“Lalu?”

“Kau harus membantu kami menangkapnya, sebelum semuanya berubah menjadi lebih kacau”

“Kenapa harus kulakukan?”

“Kalau saja saat itu kau tidak menyuruhnya pergi, gadis itu bisa ku ikat….. Sebenarnya kau ini apa? Memberikan perintah pada arwah bukan sesuatu yang dimiliki oleh orang biasa, apa kau dewa?”

“Aku dewa? Omong kosong macam apa itu?”

“Kau bahkan bisa menyentuh roh dan aku sama sekali tidak melihat aliran waktu pada dirimu”

“Aku bukan apa-apa, jadi sekarang pergilah dan jangan ganggu aku” dengus Jiwoo balik badan hendak melangkah pergi tapi ditahan Hyun Jin yang ternyata diam-diam mengikutinya.

“Maafkan dia, kesabarannya memang setipis tisu dibagi dua dan terkena air” senyum Hyun Jin kikuk. “Kau ingin kami membantu dari mana?”

“Menangkap gadis itu, kita harus menangkapnya sebelum ia berhasil membunuh Serim. Aku sudah menyiapkan beberapa mantra untuk Serim, tapi aku tidak yakin itu akan bertahan lama, kemarahan dan dendam gadis itu membuatnya semakin kuat setiap harinya”

“Aku tidak mau”

“Kenapa kau tidak mau? Kau adalah penyebab dari kekacauan ini.” Untuk pertama kalinya Nam Gil buka suara, ia terlihat tenang namun pandangannya begitu menusuk.

“Karena aku tidak peduli”

“Seseorang akan mati dan kau tetap akan bersikap tidak peduli?”

“Hmm” angguk Jiwoo santai membuat rahang Nam Gil mengeras, dalam sedetik bisa dipastikan kedua orang itu sama-sama memiliki temperamen yang cenderung tidak sabaran jika berhadapan dengan orang lain. “Bukan aku yang melakukan yeommae, lantas kenapa aku harus peduli?”

“Dan Serim pun tidak melakukan yeommae”

“Tapi dia menikmati hasilnya. Bukankah kalian manusia mengenal sesuatu yang dinamakan karma? Ini adalah prosesnya, jadi nikmatilah” jawab Jiwoo membuat semua orang terdiam. Hyun Jin melirik Jiwoo, senyum Jiwoo muncul menimbulkan perasaan tidak nyaman. Ekspresinya terlihat santai namun ada siratan menakutkan, jahat, dan tanpa empati, Jiwoo terlihat sangat berbeda.

“Serim sedang hamil, anak laki-laki, anak itu belum bisa menjadi inang sampai ia berumur sepuluh tahun, jika gadis itu membunuh Serim maka tidak akan ada lagi inang dan selanjutnya dia akan membunuh seluruh keluarga Hong” beritahu Tae Ri, terlihat jelas dalam raut wajahnya bahwa ia menginginkan Jiwoo bergabung bersama mereka. Tae Ri bukan baru pertama kali berhadapan dengan arwah, ia bisa saja menyingkirkan arwah pendendam itu asalkan Tae Ri bisa mendapatkan benda-benda yang digunakan dukun sebelumnya dalam ritual ketika menjadikan gadis itu sebagai arwah pendendam, tapi masalahnya sekarang adalah ia berkejar-kejaran dengan waktu. Tae Ri tidak ingin mengambil resiko Serim mati sebelum ia berhasil mendapat semua benda yang digunakan untuk ritual, bahkan Tae Ri tidak tahu ada berapa atau dimana semua benda itu berada. Untuk saat ini Tae Ri benar-benar membutuhkan Jiwoo, ia bertaruh pada dirinya sendiri bahwa Jiwoo bisa membantunya menyelesaikan masalah ini.

“Jika Serim harus mati, makalah matilah” kata Jiwoo membuat semua orang menatapnya tidak percaya, bahkan Hyun Jin tercekat langsung melepaskan tangan Jiwoo dari genggamannya. “Pada akhirnya manusia akan mati, jadi apa yang kalian repotkan?”

“Dia memiliki seorang bayi? Apa kau akan tetap bersikap tidak peduli?”

“Iya. Karena itu pergilah, jangan mengharapkan bantuan, bukankah aku sudah bilang aku terkenal tidak memiliki belas kasih?”

“Jiwoo…” Hyun Jin buka suara menatap Jiwoo marah. “Bayinya tidak bersalah”

“Lalu kenapa?”

“Kau bukan orang yang seperti ini, kenapa kau bersikap seakan terbunuh bukan lah masalah besar?”

“Aku memang seperti ini, kau saja yang baru tahu” dengus Jiwoo lalu balik badan dan melangkah pergi membiarkan ketiga orang itu terdiam menatapnya menjauh.

......................

Jiwoo meraih gelas winenya dan meneguk sampai habis. Ponselnya bergetar, ada beberapa panggilan masuk dari Hyun Jin, sepertinya lelaki itu belum menyerah untuk memaksa Jiwoo bergabung bersama Tae Ri.

“Ini apa?” tanya Jiwoo pada bartender di depannya, name tag lelaki itu bertuliskan Kim Seo Bin.

“Tears, aku meraciknya sendiri”

“Mati selama lima ratus tahun dan hanya ini yang kau bisa?”

Seon Bin mendengus terlihat tersinggung tapi tidak mengatakan apapun. Ia lebih memilih membungkuk hormat pada tamu hotel yang beranjak pergi dari area bar menyisahkan dirinya dan Jiwoo disitu.

“Kau terlihat muram, terjadi sesuatu?”

“Aku ingin tahu, apa manusia memang begitu rumit? Kenapa harus memiliki belas kasih pada sesama mereka? Kenapa begitu repot ingin menyelamatkan orang lain disaat dirinya menderita?”

“Manusia memang seperti itu, mereka hidup saling mengasihi satu sama lain. Iblis sepertimu akan sulit mengerti seperti apa rasanya saling mengasihi dan berkorban untuk sesama, kau tidak diciptakan untuk mengerti perasaan manusia”

“Ah karena itu kau disuruh minum racun di hari kematianmu?” balas Jiwoo sinis, Seon Bin langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Jiwoo berdecak, sejenak ia diam lalu berpaling ke arah samping menatap kegelapan dari sisi kanan bar, siluet hitam seseorang dengan sayap besar muncul dan perlahan berubah kembali pada ukuran seorang pemuda seumuran Jiwoo, ia tidak mendekat tapi hanya menatap dari kegelapan.

“Sialan….” gumam Jiwoo tapi tidak mengalihkan pandangannya.

3. Kim Dal-Gi : Diavolos

"Kapten bilang apa?"

"Istirahatlah yang cukup" jawab Seokjin meniru gaya bicara Dae Yoon membuat teman-temannya tertawa geli, ia memasukan ponselnya ke dalam saku dan membalik daging di atas pemanggang. “Sepertinya hubungan kapten dengan wanita yang ia temui di kencan buta bulan lalu berjalan lancar, akhir-akhir ini moodnya terlihat sangat baik, ia bahkan tidak peduli dengan crocosmia case”

“Wanita itu dikenalkan temannya kan? Siapa namanya? Cha Eunwoo? Dia dari divisi mana?” tanya Jeonghan menyingkirkan tangannya memberikan tempat pada tambahan makanan yang baru datang.

“Cyber crime. Aku pernah melihat lelaki itu sekali, dia cukup tampan untuk menjadi seorang polisi”

“Jadi maksudmu karena aku jelek makanya aku pantas menjadi seorang polisi?” dengus Jeonghan lalu memukul pelan sumpit Jiwoo dengan capit. “Makan pelan-pelan, kami tidak akan mencuri makananmu”

“Aku punya tiga kakak laki-laki” jawab Jiwoo susah payah menelan tumpukan daging sapi yang dibungkus dengan daun perilla.

“Apa maksudnya?” tanya Seokjin.

“Kakaknya makan daging dan ia hanya mendapat tulang, jadi seperti inilah Jiwoo sekarang jika sedang makan daging” jelas Jeonghan. Seokjin berdecak kasihan lalu menaruh potongan daging matang di atas piring milik Jiwoo.

“Hyun Jin masih menyelidiki kasus crocosmia?” tanya Seokjin. Jeonghan mengangguk.

“Ia pergi ke Busan untuk bertemu kakak perempuan Seung Tae, sepertinya Hyun Jin tidak ingin menyerah sama sekali, padahal sudah kubilang ini akan menjadi cold case. Aku takut ia terluka kalau terlalu bersemangat seperti itu”

“Kapan Hyun Jin pergi?”

“Tadi pagi, ia sempat mampir di kantor untuk mengambil beberapa berkas dan kemudian langsung pergi.”

Jiwoo mengangguk acuh tak acuh masih peduli pada dagingnya. Tring. Bel pintu berbunyi, tiga orang pemuda masuk dan duduk tidak jauh dari situ, mereka bercakap-cakap menggunakan bahasa Mandarin membuat insting Seokjin bekerja langsung mencuri pandang ke arah tiga orang itu.

“Taruhan seratus ribu, ketiga orang ini ilegal” ujar Seokjin pelan, Jeonghan mengangguk setuju.

“Aku juga berpikir begitu. Aura mereka terlihat jelas seperti penjahat. Mereka pasti menyelinap dengan menggunakan kapal. Sepertinya bisnis di China tidak berjalan lancar dan mereka memutuskan untuk ke sini. Sialan...gangster-gangster ini membuatku ingin muntah. Kita harus apa sekarang?”

“Biarkan saja, selama mereka tidak membuat kekacauan maka bukan urusan kita” perintah Seokjin, ketiganya kembali makan dengan tenang tapi sesekali tetap mencuri pandang ke arah ketiga pemuda itu.

“Mereka membayar mahal? Benda seperti apa?” salah seorang dari mereka terlihat bersemangat, matanya membulat lebar ketika temannya menunjukan sesuatu dari ponsel.

“Ini hanya sketsa, tapi benda itu mirip seperti ini”

“Aku penasaran benda apa ini, apa batunya terbuat dari ruby merah?”

“Sepertinya begitu, mereka menyebutnya diavolos.”

Jiwoo langsung menghentikan suapannya dan secara terang-terangan menatap ketiga orang itu, tanpa sengaja salah seorang memalingkan wajah balas menatap Jiwoo, ia nyengir lebar dengan sopan lalu berbisik pada teman-temannya.

“Apa terjadi sesuatu?” tanya Jeonghan membuat Jiwoo mendongak dan tersenyum kikuk.

“Tidak”

“Mereka membicarakan apa?” tanya Jeonghan pada Seokjin, ia satu-satunya yang tidak begitu pandai berbahasa Mandarin. Sejak tadi bukan hanya Jiwoo yang berusaha mencuri dengar apa yang diobrolkan ketiga pemuda itu.

“Sepertinya mereka diminta untuk mencari sesuatu dan dibayar mahal. Diavolos, itu yang mereka sebutkan”

“Apa itu jenis baru narkoba?”

“Aku tidak yakin, tapi mereka menyebutkan ruby merah, sepertinya itu hanya perhiasaan biasa”

“Cincin iblis” kata Jiwoo membuat kedua temannya berpaling. “Diavolos itu bahasa Yunani, artinya iblis. Bentuknya seperti cincin dengan batu ruby merah, ada kepercayaan jika batu itu jatuh ke tangan iblis maka kekuatan iblis akan kembali, karena ruby merah di atas batu sebenarnya adalah sayap iblis yang diambil ketika kalah dalam peperangan di surga”

“Aku tidak tahu kau suka sesuatu seperti itu” tawa Jeonghan tidak terlalu menganggap serius. “Rupanya kau penggemar berat cerita misteri”

“Aku memang memiliki kelainan” jawab Jiwoo santai, matanya menyipit ketika salah seorang pemuda menyebutkan kata ‘prostitusi,’ kelihatannya ketiga orang itu bukan penjahat berpengalaman karena mereka terlihat santai membicarakan rencana mereka seakan tidak menyadari bahwa ada kemungkinan orang lain bisa berbahasa Mandarin.

“Aku tidak mendengar apapun, aku tidak mendengar apapun, mereka hanya masyarakat sipil” gumam Seokjin merutuk kemungkinan masalah yang akan datang nanti karena ketiga orang itu, tapi ia langsung bangkit berdiri menuju toilet mengikuti seseorang dari antara tiga pemuda tadi. Instingnya pada keberadaan penjahat selalu membuat sel motorik tubuhnya bekerja sendiri. Sekitar sepuluh menit kemudian terdengar suara pecahan barang dari arah toilet diiringi teriakan keras Seokjin

“AHH, SIALAN! YAK!” Seok Jin berteriak membuat semua orang berpaling, pemuda tadi keluar dan berlari kencang diikuti Seokjin. “Hei! tangkap dia!! Dia membawa narkoba!”

Tanpa dikomando dua kali Jeonghan langsung meloncat dari tempat duduknya dan berlari keluar ikut mengejar, sementara Jiwoo berdiri dan berpindah tempat di depan kedua teman pemuda tadi, keduanya terlihat sama terkejutnya baru menyadari bahwa yang duduk tidak jauh dari mereka adalah polisi. Jiwoo mengeluarkan pistol dan tersenyum lebar. "Silahkan duduk dengan tenang" kata Jiwoo menggaruk kepalanya dengan ujung pistol, ia mengeluarkan borgol dari saku celananya. "Pakai ini, kau ditangan kanan dan kau ditangan kiri"

"Woah...Perempuan ini pasti sudah gila rupanya!" salah seorang bangkit berdiri dengan sikap menantang berbicara dalam Bahasa Mandarin. "Ternyata polisi disini bisa menggunakan senjata sesuka hati. Memangnya apa salahku sampai kau ingin menahan kami? Kalau begitu coba tembak aku”

"Ah, bajingan gila..." dengus Jiwoo. "Kau kira aku tidak bisa melakukannya? Temanmu baru saja kabur dan membawa narkoba, kalian pikir kalian akan bebas begitu saja?”

“Tidak ada bukti aku juga membawa narkoba, periksa saja tubuhku!”

“Alien ilegal sepertimu bisa kuhabisi sekarang juga jika aku mau. Kubilang pakai itu atau akan kugilas kepalamu dengan mobil patroli"

"Bajingan….Tembak aku dan kita lihat bagaimana orang-orang menatap kepolisian Korea karena membunuh warga sipil. Lakukan!"

"Pakai saja..." gumam Jiwoo mulai tidak sabaran. Jiwoo ikut bangkit berdiri dengan wajah tertekuk ketika pemuda itu bergumam memakinya. "Aku tahu kau bisa Bahasa Korea, jadi lebih baik kau pakai ini selagi aku masih berbicara baik-baik"

"Aku tidak bersalah, jadi tidak akan kulakukan. Tembak saja jika kau mau. Kenapa? Kau takut? Polisi sepertimu seharusnya berhenti mengurusi urusan orang" kata pemuda itu mulai mendorong-dorong kening Jiwoo. "Aku adalah warga sipil yang ingin makan dan kau mengancamku? Akh-" ia berteriak kencang ketika Jiwoo meremas telunjuknya, tangan pemuda itu terangkat naik hendak memukul Jiwoo tapi Jiwoo lebih dulu meninju dadanya sampai ia terjatuh pingsan di lantai.

"Pakai ini dan berbaring di lantai dengan temanmu" perintah Jiwoo berpaling pada teman pemuda tadi. Ia langsung mengangguk patuh dengan tampang ketakutan dan memakai borgol lalu berbaring di lantai. "Bibi, jangan merekam, mereka adalah orang ilegal dan akan menimbulkan konflik internasional, bibi mau kita berperang dengan China?" lanjut Jiwoo sembarangan menunjuk pada seorang wanita paruh baya, wanita itu tersenyum malu dan menurunkan ponselnya. "Ya, duduk tegak" perintah Jiwoo. "Siapa namamu?"

"Zhenyuan"

“Kau dari mana?"

"Guizhou"

"Apa kau yang membunuh orang baru-baru ini?"

"Tidak, bukan saya" jawab Zhenyuan sopan. "Saya tidak pernah membunuh orang"

"Baiklah, kalau begitu pertanyaan selanjutnya, apa yang tadi temanmu tunjukan?”

“Huh?”

“Diavolos, benda apa itu?”

“Ah itu, hanya cincin biasa yang harus kami temukan. Saya bisa menunjukkannya pada anda dan menjamin kalau saya bukan orang jahat.” Zhenyuan mengambil ponsel temannya yang pingsan dan menunjukan sebuah foto sketsa cincin. “Saya tidak tahu ini apa dan hanya mengikuti perintah”

“Siapa yang meminta kalian mencari benda ini?”

"Saya...saya tidak tahu..."

"Jawab yang benar, duduk yang benar" dengus Jiwoo. Zhenyuan langsung duduk bersimpuh dengan posisi tegak. "Kesabaranku hanya sepanjang ujung sendok, jadi jawab pertanyaanku dengan benar. Siapa yang menyuruhmu?"

"Ketua geng cheobang, mereka bilang akan membayar kami dengan mahal jika kami bisa menemukan benda ini”

“Dimana benda ini sekarang?”

“Rumor yang beredar terkubur di gunung jiri, jadi karena itu kami harus mencarinya disana.”

Jiwoo meneguk soju di atas meja dan menghela napas. "Kau kedepannya jangan banyak bertingkah, sampai aku menangkapmu, kau akan kugilas dengan mobil patroli"

"Siap, saya berjanji tidak akan tertangkap"

"Bukan tidak akan tertangkap, tapi tidak akan melakukan kejahatan" koreksi Jiwoo memukul kepala Zhenyuan membuat pemuda itu menunduk.

"Baik, saya tidak akan melakukan kejahatan."

Jiwoo mengangguk puas, ponselnya berbunyi ada panggilan masuk dari Seokjin, mereka sudah berhasil menangkap pemuda yang kabur tadi. “Kau, gendong temanmu, kita ke kantor polisi, temanmu sudah tertangkap"

"E-eh? T-tapi saya tidak melakukan kejahatan apapun"

"Kau ilegal...melihat dari wajahmu aku tahu kau kesini menyelundup dengan kapal ikan. Memangnya aku bodoh?"

"Tidak...." Zhenyuan menunduk. "Tapi boleh saya makan terlebih dahulu? Saya lapar sekali."

"Kau pikir aku apa?" Jiwoo memukul kepala Zhenyuan lalu berpaling pada seorang pramusaji. "Paman, tolong bawakan pesanan orang ini. Kau makan cepat, lima belas menit, jika lebih dari itu kau akan ku kirim kembali ke China hari ini"

"Siap" angguk Zhenyuan sementara Jiwoo menghela nafas panjang kembali menatap sketsa diavolos.

......................

“Penusukan?” Jiwoo menatap mayat korban penusukan yang terbujur kaku sementara temannya mengerang kesakitan duduk tidak jauh dari situ sedang dibantu tim medis yang mencoba membalut luka tusuk di lengannya. “Hei paman, kalau mau berkelahi jangan sampai membunuh, tidak bisakah kalian tampar-tamparan atau saling meludah? Jika kalian membunuh kasus kalian akan masuk ke divisiku. Kami sudah kerepotan mengurus banyak masalah” dengus Jiwoo, belum ada dua puluh empat jam mereka menangkap pemuda ilegal dari China yang membawa narkoba kini tim tiga harus kerepotan mengurus kasus penusukan antar geng.

"KUBILANG AKU TIDAK MELAKUKAN APAPUN, SIALAN!"

"APA? KAU BERANI MEMBENTAKKU? KAU GILA?!" bentak Jiwoo tanpa ampun langsung menekan luka di lengan lelaki itu sampai ia berteriak kesakitan. Tim medis menatap panik berusaha menahan tangan Jiwoo.

"Mohon maaf, ibu polisi, anda tidak bisa melakukan hal ini. Lukanya baru dibersihkan"

"Jahit mulut orang ini. Beraninya dia membentak aparat penegak hukum setelah membuat masalah" Jiwoo memukul kepala lelaki itu kesal.

"Oi, Jiwoo kau akan melukai saksi. Aduh, sifat pemarahmu ini benar-benar" Seokjin buru-buru menarik tangan Jiwoo sebelum ia benar-benar menampar lelaki tadi. "Siapa namamu?"

"Johan"

"Johan? Pantatku, jawab yang benar" dengus Jiwoo, lelaki itu berdecak tidak senang.

"Dong Heechul" jawab Heechul pelan. "Bukan kami yang menyerang terlebih dulu, ini ulah geng naga, kami hanya ingin beristirahat di tempat ini dan mereka menyerang kami"

"Kau bukan beristirahat, kau ingin mencari tempat untuk menyelundupkan wanita dari China"

"Apa kau punya bukti?" dengus Heechul pada Jiwoo.

"Paman, ku sarankan untuk tidak membalas perkataannya, wanita ini punya kontrol emosi yang buruk" geleng Seokjin membuka kancing baju Heechul. "Kau geng venom rupanya. Jeonghan, tolong bawa orang ini dan tahan di sel"

"Baik, kalian mau pergi?"

"Hmm, ke tempat geng venom" angguk Seokjin lalu menarik Jiwoo pergi. "Kau itu bisa tidak mengontrol emosimu? Aku tidak mengerti bagaimana Hyun Jin begitu sabar menghadapimu"

"Tidak bisa. Apa kau tahu dimasa lalu aku adalah iblis pemarah? Aku benar-benar tidak tahan jika harus berurusan dengan manusia bodoh dan banyak mau"

"Ya, ya, amarahmu memang seperti iblis" angguk Seokjin setuju masuk ke dalam mobil, mereka melaju pergi menuju ke sebuah gang yang terletak beberapa blok dari tempat kejadian. Seokjin memarkirkan mobilnya di depan minimarket dan keduanya berjalan kaki menyusuri gang sempit ke arah sebuah bangunan tua yang terletak di tengah junkyard, beberapa mobil dengan cat mengelupas sedikit menarik perhatian Seokjin.

“Jung Jiwoo” seseorang memanggil Jiwoo membuat keduanya menoleh, seorang lelaki dengan jas hitam melangkah mendekati mereka.

“Kau duluan saja, akan ku susul” kata Jiwoo, Seokjin mengangguk melangkah terus menghampiri penjaga di depan gedung.

“Aku tidak tahu malaikat maut bisa muncul di siang hari, apa ini artinya aku boleh membunuh semua orang disini?” tanya Jiwoo tanpa basa-basi. “Wang Yeo…”

“Gadis itu bertingkah terlalu jauh”

“Kau bisa mengambilnya, aku tidak peduli, bukannya aturan mengatakan membunuh sama saja dengan memusnahkan jiwa tanpa bekas?”

Kening Wang Yeo berkerut. “Kau menyuruhnya pergi agar kami membinasakan jiwanya? Kau pasti tahu dia akan mencoba bertindak sejauh mungkin.”

Jiwoo tersenyum lalu maju selangkah dan berbisik pelan di telinga Wang Yeo, “Iblis tidak pernah mengharapkan keselamatan sebuah jiwa”

“Kau tidak pernah berubah.”

Tangan Jiwoo terangkat menepuk pundak Wang Yeo. “Selesaikan pekerjaanmu, aku juga punya pekerjaan yang harus aku selesaikan disini”

“Bagaimana dengan Hwang Hyun Jin?” tanya Wang Yeo membuat langkah Jiwoo terhenti. “Aku melihat Mago kematian memegang kartu hitam dengan nama Hyun Jin yang masih tertulis secara samar, kau tau kan itu artinya akan ada kemungkinan ia mati? Kau akan tetap bersikap tidak peduli?”

“Iya…Karena itu jangan mengharapkan apapun dariku” angguk Jiwoo lalu terus melangkah pergi menyusul Seokjin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!