"Kay, Umay masih sulit makan?" tanya Nathan prihatin. Kondisi kehamilan Umayra sangat berbeda dari Zoya, Cleo, Edna, juga Sandra.
"Iya." Kaysar menghela nafas panjang.
Fazza juga menatap serius wajah Kaysar.
Saat ini mereka sedang mampir di kafe kopi di dekat lokasi proyek di tengah break time.
"Harusnya kamu ngga usah ikut ke sini, Kay. Kamu lebih baik menjaga Umay sampai dia melahirkan," omel Eriel kesal. Soalnya keadaan Umayra cukup mengkhawatirkan.
Kaysar masih ngga menjawab. Dia masih menyesap kopinya.
Tapi dia sudah terlalu lama absen dan membiarkan ketiga sahabatnya yang menghandle pekerjaannnya selama Umay-istrinya hamil. Juga daddynya.
Daddynya bahkan jadi lebih sibuk karena banyak proyek mereka yang harus ngejar tenggat waktu. Jangan sampai delay, karena akan membengkakkan biaya dan manpower nantinya. Selain itu klien mereka pasti akan merasa kecewa.
Proyek proyek yang perusahaan mereka tangani juga banyak berada di luar kota. Bahkan ada beberapa yang di negara negara Asia dan Eropa.
Sejak kehamilan Umayra menginjak bulan ketiga, kondisi Umayra mulai ngga stabil.
Dia selalu mengeluh mual dan menolak makan, karena lebih sering dimuntahkan apa pun yang dimasukkan lewat mulutnya.
Tapi keluarga masih mengira keadaan Umayra masih normal dan baik baik saja. Dokter pribadi istrinya pun mengatakan sudah lumrah bagi ibu hamil yang mengalami kondisi ngidam seperti Umay.
Bahkan kedua orang tua mereka juga membenarkan keadaan itu. Istri sahabat sahabat Kaysar juga ada yang mengalami ngidam, tapi ngga separah Umayra.
Memang katanya ada yang cuma ngidam sebentar, di awal kehamilan trimester pertama, tapi ada juga yang sampai melahirkan. Mungkin Umayra termasuk dalam kategori kedua. Sekarang kehamilan istrinya sudah menginjak usia enam bulan. Tinggal menunggu tiga bulan lagi, putrinya ngga akan menyusahkan istrinya lagi dan menjadi obat rindunya saat bekerja jauh dari keduanya.
Setelah putrinya dilahirkan, Kaysar akan melarang Umayra hamil lagi. Satu saja sudah cukup. Kaysar ngga ingin melihat Umayra menderita. Mereka akan mencurahkan seluruh kasih sayang pada putri mereka seorang.
Sama seperti dirinya yang juga anak tunggal. Kaysar ngga pernah merasa kesepian, karena ada Zayn, Fazza, Nathan, dan Eriel. Mereka tumbuh besar bersama.
Karena kesehatannya, Umayra ngga bekerja lagi jadi sekretaris Kaysar. Ngga masalah bagi Kaysar, yang penting istri dan anaknya selamat dan baik baik saja nantinya. Membayangkan akan hidup bersama buah cintanya, sudah membuat hati Kaysar dan Umayra sangat bahagia.
Karena itu Umayra lebih sering diinfus agar anak mereka tidak kekurangan zat zat penting untuk perkembangannya di dalam rahimnya. Juga agar istrinya tetap sehat dan bisa beraktivitas sehari hari dengan baik. Walaupun dokter memintanya untuk lebih banyak beristirahat.
"Kasian kalian dan daddy lah. Banyak banget proyek luar kota yang jalannya ngga sesuai skejul. Daddy juga sedang ke LA, ngurus kerja sama yang lain. Terpaksa aku harus turun tangan. Mami dan umi yang akan menjaga Umay. Umay juga ngga apa apa aku tinggal. Dia tau aku terpaksa," jelas Kaysar panjang lebar.
Yang dia sesalkan, ternyata kepulangannya yang ngga sesuai jadwal yang dia janjikan sebelum berangkat. Mereka terpaksa memundurkannya hingga tujuh atau delapan hari ke depan. Nanti dia akan mengabari Umayra.
Padahal Kaysar sudah rindu untuk menjenguk putrinya. Selera makan Umayra juga cukup membaik kalo ada Kaysar di sampingnya. Mungkin putrinya ingin daddynya menemaninya makan bersama maminya.
"Memang, sih. Proyek di sini cukup kacau balau juga. Untung Deva sama Dewa ngga rewel ditinggal sama maminya," sahut Nathan.
Putra kembarnya baru berusia dua bulan. Lagi lucu lucunya dan membuatnya sering rindu untuk segera pulang. Selain itu Nathan juga merasa ngga tega dengan Zoya yang selalu terjaga di tengah malam karena tangisan keduanya.
Sedangkan putra kembar Cleora dan Jeff-Theo dan Quin baru berusia satu minggu.
"Sean juga untungnya patuh sama mami dan abang kembarnya," kekeh Eriel saat membayangkan wajah putra bungsunya yang baru berusia dua bulan juga, sama seperti Putranya Nathan. Putranya hanya lebih tua beberapa jam saja dari putra Nathan.
Shaka dan Shakti sudah mengerti kalo mereka punya adik dan selaku sigap membantu Edna jika Sean rewel. Misalnya butuh popok atau mengambilkan botol yang berisi susu buat adiknya. Si kembar siap diperintah maminya.
Eriel memang berutang banyak dengan Edna. Istrinya pintar mendidik kedua anak kembar mereka. Masih kecil tapi sudah ngerti tanggung jawab sebagai kakak.
"Kalo sudah gede, anak anak kita bisa jadi cs sama seperti kita," sambung Eriel lagi kemudian terkekeh. Mereka sedari bayi selalu bersama. Sering liburan bareng. Kebiasaan itu masih berlaku hingga sekarang.
"Yeaah....," sahut Nathan dalam tawanya. Sangat setuju.
Kaysar dan Fazza juga tersenyum penuh makna.
"Kamu masih lama, Fazz, buat anaknya," komentar Kaysar. Maklum saja, Vanda belum cukup umur untuk jadi mami muda. Fazza pun ngga akan memaksa Vanda.
"Yeaah...."
"Anak yang nanti dilahirkan Umay pasti sangat istimewa," tukas Fazza lagi.
"Ya. Katanya perempuan." Wajah Kaysar berbinar.
"Semoga dia secantik dan setangguh Umay," harapnya sambil membayangkan wajah Umayra yang selalu sabar menghadapinya.
"Tentu."
Fazza menepuk pundak sahabatnya dua kali dengan senyum tipisnya.
"Sudah pasti. Apalagi untuk bisa menghadapi laki laki seperti kamu," timbrung Eriel tergelak. Sedikit mengejek.
"Emang aku laki laki seperti apa, hah! Masih brengsek kamu, tau!" gerutu Kaysar, tapi Eriel ngga marah, malah tambah ngakak.
Apa yang dikatakan Kaysar memang benar.
Tapi itu dulu, ngelesnya dalam hati. Sekarang dia sudah jauh lebih baik.
"Si Edna tuh yang banyak makan hati karena kelakuan kamu," sambung Kaysar lagi masih dongkol.
Eriel seolah ngga mendengar, tapi tawanya semakin berderai.
"Tapi semoga saja putriku nanti ngga ketemu laki laki kayak aku atau kayak kamu," ucap Kaysar jadi agak khawatir juga. Menyesal dulu dirinya ngga segreen flag Fazza.
Apalagi anak anak para sahabatnya cowo semua. Zayn juga punya anak cowo yang baru saja lahir.
Parah nanti nasib putrinya jika anak sahabat sahabatnya setengil para daddynya. Apalagi anak anaknya Eriel nanti.
Kaysar menggusar rambutnya frustasi.
"Takut, kan, lo, hahaha." Tawa Eriel makin menjadi jadi melihat ekspresi stres wajah Kaysar.
Kaysar tersenyum kecut.
Eriel beruntung ngga dapat anak perempuan. Jadi dia bisa sedikit bersantai
Nathan dan Fazza pun tergelak juga melihat perdebatan keduanya. Eriel dan Kaysar dari dulu memang hobi bertengkar, tapi kalo sudah akur, meraka akan kompak banget.
Fazza dan Nathan pun sangat paham dengan kekhawatiran yang dirasa Kaysar sekarang. Karena mereka sangat tau kelakuan nyeleneh sahabatnya dulu. Sebelas dua belas dengan Eriel. Untung keduanya memiliki pawang yang tepat.
"Apa? Kanker?" Umayra terkejut. Dia masih menatap ngga percaya pada wajah sedih dokter muda di depannya.
Pantas saja wajah sahabatnya sangat muram.ketika bertamu di rumahnya.
Sekarang bukan hanya wajah sang dokter saja yang muram, tapi wajah Umayra pun berubah pias.
"Mengapa? Bukannya aku sudah mengikuti saranmu? Katamu aku sudah bersih dari sel kanker," tanya Umayra beruntun, masih ngga bisa mempercayai apa yang barusan sudah dia dengar.
Belum lama dia menyelesaikan kemoterapi yang menyakitkan.
Mengapa secepat ini sel kanker itu bangkit lagi......
Hamilnya sudah cukup besar. Beberapa bulan lagi dia akan melahirkan. Dia dan Kaysar bahkan sudah menghias kamar untuk bayi perempuan mereka dengan sangat indah. Sudah juga belanja untuk semua keperluan bayi mereka. Semua sudah dipersiapkan untuk bayi perempuan mereka nanti daat sudah menatap dunia.
"Sel kanker bisa saja ngga terdeteksi. Tapi bjasanya ngga secepat ini dia bangkit. Mungkin karena kehamilanmu juga jadi pemicunya," jelas Martha, dokter yang merupakan teman satu kampusnya dulu.
"Kondisi kamu yang lemah membuat sel kanker cepat sekali berkembang," lanjut Martha dengan perasaan sedih yang ngga bisa dia tutupi lagi.
"Maksud kamu, sel kankernya ngga pernah bisa hilang?" pahit sekali Umayra berucap. Hatinya terasa ditusuk tusuk.
"Ya."
Lidah Umayra langsung kelu. Dia ngga bisa berkata apa apa lagi. Kali ini ada perasaan takut yang sangat mencengkram hati dan pikirannya. Dia belum siap meninggalkan putrinya dan Kaysar.
Martha menatap Umayra dengan penuh rasa bersalah. Kankernya menjalar sangat cepat. Kanker yang awalnya menyerang lambung, sehingga gejalanya memang seperti ngidam, mual dan muntah, tapi kini sudah menjalar ke paru paru. Di saat bersamaan Umayra juga hamil dalam kondisi yang lemah. Hingga mereka ngga menaruh rasa curiga karena merasa hal itu lumrah.
Dia yang dokter saja bisa salah.
"Sudah separah apa?" Hati Umayra terasa sesak
"Sudah menjalar ke paru paru."
Umayra menghela nafas panjang. Rasa cemas makin menyelimuti dirinya.
"Anakku masih aman, kan?"
"Aman, tapi kalo bisa harus cepat dilahirkan."
Mata Umayra membelalak.
"Kehamilanku belum tujuh bulan, Tha. Ngga mungkin. Bulannya belum cukup. Bisa aja organ dalam tubuhnya belum terbentuk dengan sempurna." Umayra menggelengkan kepalanya. Ngga ingin membiarkan putrinya lahir cacat karena penyakit ibunya.
Ini terlalu bahaya buat anaknya dengan Kay, tolaknya dalam hati.
TIDAK.
Umayra ngga akan sanggup membiarkan putrinya lahir terlalu cepat
"Ngga apa, Umay. Anak kalian nanti diinkubator. Dia akan baik baik saja. Setelah itu kamu harus dikemoterapi lagi."
Umayra mengusap wajahnya. Perlahan.
"Berapa persen harapanku sembuh?" Suara Umayra semakin bergetar.
Martha ngga menjawab. Sebagai dokter dia merasa sangat menyesal, karena baru beberapa hari kemarin kepikiran mengecek keadaan Umayra.
Feelingnya sangat terlambat.
Awalnya dia hanya ingin meyakinkan dirinya kalo keadaan Umayra yang lemah saat ini dikarenakan kehamilan semata. Tapi hasilnya sangat mengejutkan.
Martha langsung datang menemui Umayra di rumahnya untuk mengabarkan hasil pemeriksaannya. Yang dia lakukan tanpa setau Umayra dan Kaysar. Juga agar Umayra bersiap menghadapi kenyataan buruk, harus kehilangan bayi yang dia kandung.
Kalo Umayra masih mempertahankan kehamilannya, Martha takut, pengobatan sahabatnya akan sangat terlambat. Karena ibu hamil ngga mungkin menjalani pengobatan kanker. Sementara dari hari ke hari kanker semakin cepat menjalar ke setiap organ di dalam tubuh Umayra.
Kanker Umayra saat ini jauh berbeda dari yang dulu. Yang sekarang ternyata sangat ganas.
Apesnya lagi Kaysar sedang ngga berada di rumah. Padahal Martha yakin, kalo Kaysar ikut mendengar apa yang dia sampaikan, pasti laki laki mantan playboy cap kampak itu akan lebih memprioritaskan keselamatan Umayra. Kaysar sangat mencintai Umayra. Martha sangat tau tentang itu.
Dia merasa sudah lalai sebagai dokter. Apalagi Umayra adalah sahabatnya. Dia pun ngga ingin kehilangannya.
"Jangan tanyakan hal itu, Umay. Kami para dokter akan berusaha semaksimal mungkin. Tapu Tuhanlah yang maha pemberi kesembuhan."
Umayra tau. Tapi dia ngga mungkin mengorbankan anaknya demi kesembuhannya. Bayinya belum tujuh bulan dalam kandungannya. Terlalu beresiko.
Umayra juga tau, Martha sedang berusaha agar dia bisa disembuhkan secepatnya. Tapi Umayra ingin anak yang dia kandung juga selamat. Kaysar sangat mencintai putrinya ini.
"Umay, kalo kamu sehat, kamu bisa hamil lagi. Kanker kamu harus segera diobati."
Umayra menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Aku ngga mau menghancurkan harapan Kaysar." Air mata Umayra akhirnya menetes. Dia trauma, takut setelah mengorbankan bayinya ini, nanti kankernya pun bisa saja muncul saat dia hamil lagi. Begitu seterusnya. Umayra ngga siap harus selalu kehilangan buah cintanya dengan Kaysar
"Kaysar pasti setuju. Dia sangat mencintaimu. Dia ngga akan mau kehilanganmu," desak Martha.
"Tapi Kaysar pasti akan sedih kalo harus kehilangan bayinya."
Terbayang di matanya setiap malam, Kaysar yang selalu mencium perutnya dan berbicara dengan putrinya. Pasti Kaysar akan merasa sangat hancur.
Untunglah saat ini Kaysar masih berada di luar kota, jadi ngga bertemu Martha dan mendengar kenyataan pahit yang disampaikannya.
Dokter Martha menatapnya sedih.
"Umay, dengarkan aku. Keselamatanmu lebih penting. Kalo Kaysar tau, pasti dia akan lebih memilihmu. Dia pasti ngga mau kehilamganmu."
Umayra menggeleng. Sepasang mata indahnya masih mengalirkan air mata. Dia mengelus perutnya yang sudah menghadirkan cinta kasih mereka di sana.
Dia sedang hamil anak yang sangat ditunggu tunggu Kaysar. Juga dirinya.
Umayra teringat saat dirinya memberitaunya ada dua garis merah di benda pipih itu.
Umayra melihat dengan sangat jelas sekali, wajah menegang yang menunggunya di depan pintu kamar mandi itu berubah sumringah. Lengkungan di bibirnya semakin lebar aja saat tau apa yang akan dia dapatkan.
Kaysar langsung memeluknya setelah tangannya meraih test pack yang sudah ngga sabar dinanti hasil positfnya.
"Aku akan jadi daddy yang sangat mencintainya. Seperti aku mencintaimu, yang mengandungnya, sayang."
Sepasang mata Kaysar menatapnya penuh binar. Pelukannya terasa sangat mendebarkan saat itu. Senyumnya pun merekah semakin lebar. Semuanya menambah ketanpanan Kaysar yang berkali kali lipat. Dia semakin tampan karena akan menjadi seorang daddy.
Umayra ngga mungkin akan menghancurkannya.
"Umay....." Mata Martha juga sudah basah.
"Biarkan janin ini berumur tujuh bulan. Aku akan menjalani pengobatan apa pun. Aku janji,Tha." Umayra menatapnya dengan tatapan yang sarat permohonan.
Martha menggelengkan kepalanya. Dia takut jika semuanya sudah sangat terlambat. Sekarang saja Martha sudah terlalu khawatir melihat jaringan kanker yang sudah meluas di organ organ vital sahabatnya.
Umay harus segera dikemoterapi!
"Tinggal dua minggu lagi janin ini berusia tujuh bulan. Percayalah kami akan kuat jika bersama," mohon Umayra lagi. Air matanya semakin deras mengalir. Begitu juga Martha yang ngga bisa lagi membantahnya.
Tangan Umayra gemetar saat melihat Kaysar menelponnya. Dokter Martha sahabatnya baru saja pulang.
Masalahnya pipinya masih sembab karena abis menangis.
Apa.yang akan dia katakan jika Kaysar bertanya. Kaysar pasti nantinya ngga akan tenang bekerja disana kalo dia berterus terang.
Umayra menatap telpon yang merupakan VC itu sampai akhirnya deringnya berhenti.
Tapi bukan Kaysar kalo dia akan menyerah begitu saja. Dia terus menelpon istrinya, ngga peduli bakal diangkat di dering ke berapa.
Umayra ngga tega juga.
"Hai," sapanya berusaha memberikan senyum terbaiknya. Dapat Umay lihat wajah lega Kaysar.
"Kamu habis nangis? Kenapa? Putri kita berulah lagi?" tuduhnya beruntun.Wajahnya terlihat cemas.
Reflek Umayra menggeleng dengan sepasang mata memamas.
"Trus kamu kenapa nangis?" tanya Kaysra ngga sabar. Wajahya semakin cemas.
"Em... Aku kangen." Umayra memang merindukan Kaysar. Dia juga butuh keberadaan laki laki ini sekarang. Dia merasa tertekan dan takut. Tapu dia takut dikira jadi manja dan egois.
"Ooo.... Aku pikir apa," kekeh Kaysar.
"Aku juga kangen. Sangat kangen malahan," sambung Kaysar lagi.
"Kerjaan kamu masih banyak, ya? Tadi Zayn ngasih tau kalo kalian ngga jadi pulang besok." Umayra berusaha keras meredam rasa kecewanya agar Kaysar ngga tau. Dia ngga ingin menjadi rewel dan manja di saat Kaysar lagi sibuk sibuknya mengurus perusahaan keluarganya.
Terdengar helaan nafas berat Kaysar.
"Kamu sudah tau, ya." Suara Kaysar terdengar lelah.
"Ya, ngga apa apa." Umayra meriangkan suaranya. Dia ngga ingin pekerjaan Kaysar tambah semraut karena rengekannya.
"Minggu depan aku dan yang lainnya baru bisa pulang. Kamu ngga apa apa, kan?"
Umayra tertawa pelan.
"Ngga apa apa lah. Ada Umi dan abi. Juga mami. Semuanya memanjakan aku." Sepasang mata Umayra memanas.
Sambungan telpon ini harus segera diakhiri sebelum Kaysar menyadari kegundahannya.
Kaysar pun tertawa. Dia menatap lekat wajah istrinya.
"Baik baik kamu di rumah, ya. Mana putri kita, aku ingin bicara bentar dengannya."
Umayra tertawa sambil mendekatkan ponselnya ke perutnya.
"Putri kesayangan daddy. Jangan susahin mami, ya. Dia sangat mencintaimu."
DEG
Hati Umayra terasa sesak, seolah ada yang memberinya beban yang sangat berat di sana.
"Oke, daddy harus kerja lagi. Nyari uang yang banyak biar daddy bisa berikan buat kamu dan mami nanti." Kausar tergelak.
Senyum Umayra melebar.
Dia-Kaysar, suaminya, selalu saja bisa membuat perasaannya bahagia dengan celutukannya.
"Kay, sebentar," cegah Umayra ketika Kaysar akan membuka mulutnya. Dia tau, Kaysar akan pamit padanya.
"Ya...?" Terdengar suara Eriel memanggil namanya. Kaysar menoleh dan memberikan isyarat tangan pada sahabatnya agar diam dulu.
Umayra tau, Kaysar sudah harus bekerja lagi.
"Umay----"
"Kay, aku sangat mencintaimu."
Kaysar terpaku. Sangat jarang Umayra menyatakan perasaannya. Biasanya harus dipaksa. Lebih seringnya berhasil dalam sesi iya-iya.
Mengingatnya membuat senyum Kaysar tambah lebar.
"Aku lebih dulu mencintaimu. Dan lebih banyak," sahut Kaysar membuat Umayra tersenyum manis. Senyum yang selalu mendebarkan dada Kaysar.
"Ya, aku tau "
"Nanti kita sambung lagi. Bye, honey."
CUP
Setelahnya sesi video call pun berakhir.
*
*
*
Sudah beberapa hari Kaysar ngga bisa menelpon istrinya. Begitu juga Fazza dan yang lainnya.
Sekalinya bisa tersambung, suaranya putus putus, apalagi gambar videonya, ngga jelas sama sekali. Trus gelap. Kiriman pesan pun seringnya centang satu, dan baru bisa terkirim setelah beberapa jam kemudian. Demikian juga balasan dari Umayra padanya.
Hampir saja Kaysar membanting ponselnya ketika terdengar suara langkah sepatu yang sangat cepat berderap menghampirinya. Bukan hanya satu pasang, tapi banyak.
"Ada apa?" Kaysar kaget juga, ternyata yang menghanpirinya yang sedang duduk di teras kontainernya Fazza, Eriel dan Nathan. Wajah mereka sama terlihat khawatir dan panik.
Tapi Kaysar kemudian mengalihkan perhatiannya lagi ke ponselnya.
"Susah banget buat nelpon, Umay," gerutunya. Demi biar cepat pulang, Kaysar dan sahabat sahabatnya memilih tinggal di blok blok kontainer yang sudah disulap jadi kamar kamar full AC yang berada di dekat proyek. Kalo mereka masih bertahan di hotel, membutuhkan perjalanan pulang pergi kurang lebih lima jam setiap harinya. Sangat melelahkan.
"Kay, ayo, kita pulang," ucap Fazza pelan, tapi karena suasana sunyi, suara Fazza terdengar sangat jelas.
"Besok?" Kaysar masih mengutak atik ponselnya.
"Sekarang," sahut Eriel. Suaranya agak bergetar.
"Udah pesan tiket?" Kali ini Kaysar menatap ketiganya ngga acuh. Kemudian beralih lagi ke ponselnya.
"Sialan. Besok akan aku bangun tower jaringan di sini," omelnya mulai emosi.
"Ayo, Kay. Heli kita udah nunggu di tanah kosong depan." Kali ini Nathan meraih tangannya agar bangkit dari duduknya
"Pake heli?" Kali ini Kaysar baru merasa kalo sudah terjadi sesuatu sampai heli diterjunkan ke sini.
"Ada apa sebenarnya?"
DEG DEG DEG
Jantung Kaysar berdetak sangat cepat. Hatinya langsung ngga nyaman. Sebenarnya dari tadi pagi, Kaysar sudah merasakan perasaan ngga enak. Dia sudah sejak tadi mencoba menghubungi Umayra dan keluarganya. Tapi sialnya ngga ada jaringan sama sekali.
Makanya proyek mereka jadi mangkrak. Susah sinyal soalnya. Kalo ngga terjun sendiri ke lapangan mereka ngga akan tau kesulitan para pekerja.
"Umay lahiran, Kay," ucap Fazza sambil melangkahkan kakinya. Di tangannya dan Eriel udah menggeret koper.
"Haahh.... Serius. Kandungan Umay belum sembilan bulan!"
Ngga ada yang menjawab. Fazza, Nathan, dan Eriel terus melangkahkan kakinya.
"Umay jatuh?" duganya sambil menatap. Nathan dan Fazza bergantian. Dia mulai berpikir yang macam macam. Semuanya mengarah ke persepsi negatif.
'Nanti aku cerita. Kita sudah ditunggu. Terutama kamu," jelas Fazza sambil naek ke jok mobil jeep yang sudah menunggu mereka.
Jantung Kaysar makin cepat berdetaknya. Aliran darahnya pun terasa sangat deras.
"Maksudmu apa, Fazz...!" Saking paniknya Kaysar membentak Fazza.
Ketiga sahabatnya ngga menjawab.
Kaysar menghentakkan tangan Nathan hingga terlepas.
"Katakan sekarang! Apa yang terjadi pada Umay!"
"Cepatlah naek! Kita juga ngga tau secara detil apa yang sudah terjadi." Eriel ngga kalah menggelegar suaranya membentak Kaysar. Saat ini dia merasakan firasat yang sangat mengerikan.
Anehnya Kaysar langsung menurut dan langsung ikut masuk ke dalam mobil.
Mereka saling diam beberapa saat.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada Umay dan calon anakku." bukan hanya suara Kaysar yang bergetar, Tubuhnya juga. Bahkan keringat dingin mulai membasahi punggung bajunya.
Hening di dalam. Kecuali suara rotor heli yabg terdengar keras dan sapuan angin yang kencang.
"Pak Eki pasti tau, kan?" desak Kaysar ngga sabar.
Pak Eki melirik Fazza ya g berada di sampingnya.
"Pak Eki hanya dikasih tau, kita semua harus pulang. Terutama kamu karena Umay akan melahirkan." Tapi Fazza ngga mengatakan seluruhnya. Karena hal terakhir jangan disampaikan Umay kritis di rumah sakit.
"Apa kondisi Umay ngga baik baik saja? Dia sulit makan kalo aku ngga ada di dekatnya. Lagian ini baru enam bulan, belum saatnya lahiran," berondong Kaysar tanpa henti.
Fazza, Nathan dan Eriel sama sama memalingkan tatapannya ke arah luar jendela heli. Ngga berani menatap Kaysar.
Kalimat kalimat yang diucapkan Kaysar langsung menyentuh relung terdalam mereka.
"Do'akan saja tuan muda, semoga nyonya muda baik baik saja."
"Aamiin!" sahut Eriel ceoat, setelahnya Nathan dan Fazza juga ikut mengaminkannya.
Begitu juga Kaysar. Tapi perasaannya masih juga belum tenang. Malah hatinya terasa sangat sakit seolah sedang dicengkeram ngga tau oleh apa.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!