"Pagi, Sayang!" sapa Rayyan mengecup kedua pipi istrinya yang baru saja selesai menyediakan sarapan pagi.
"Pagi... Wangi banget, apakah hari ini akan pulang terlambat lagi?" balas Zhera sembari menarik kursi untuk Pak pol.
"Hmm, kayaknya nggak Dek, tapi Abang belum tahu juga."
"Baiklah, pokoknya jangan sampai lupa melampirkan laporan keterlambatan pulang. Jika sampai lupa, maka jatah tidur di kamar tamu!" ujar wanita itu membuat Rayyan terkekeh gemas mendengarnya.
"Dasar Bu Kapolda kejam. Baiklah, Abang tidak akan pernah melupakan tugas wajib itu. Ya kali Abang bisa tidur sendirian tanpa belaianmu," jawabnya tersenyum menggoda.
"Dahlah, nggak usah bahas yang begituan disini, karena takut di dengar oleh kedua pengawal kita."
"Tapi mereka kan sudah dewasa, Dek."
"Iya, tapi malu dong, Bang. Apalagi ke-dua anak lajang Abang itu belum pernah membawa calon mereka ke rumah ini. Apakah mungkin anak-anak kita tidak laku di pasaran?" celetuk Zhera membuat Rayyan kembali terkekeh.
"Selamat pagi, Mama! Papa!" seru Azzam tersenyum manis menyapa kedua orangtuanya di meja makan.
"Pagi, Sayang. Mana Abang kamu? Kok belum turun?" tanya Zhera pada anak keduanya itu.
"Tahulah, Ma. Tadi udah aku bangunin, tetapi dia nggak bangun juga. Ya aku tinggal saja!" sahut Azzam sembari menduduki kursi bagiannya.
"Sana bangunkan lagi, Zam. Nanti dia terlambat. Bukankah tadi malam dia bilang pagi ini ada jadwal operasi?" timpal Papa Rayy.
"Malas, Pa. Gedeg banget bangunin dia," ujar Azzam yang sudah paham betul kebiasaan buruk Abangnya yang susah sekali bangun pagi.
"Biar Mama saja yang bangunin," potong Mama Zhera segera beranjak menuju kamar putra sulungnya.
Terlihat lelaki itu masih nyenyak dalam tidurnya. Mama mendekati ranjang tersebut untuk membangunkan.
"Razher, bangun Nak!" ujar Mama membangunkan dengan nada sangat lembut.
"Jangan ganggu, Ma. Aku masih ngantuk banget," gumam Razher dengan mata masih terpejam.
"Razher, kamu tidak ke RS hari ini? Karena ini sudah jam sepuluh pagi!" seru Mama membuat lelaki itu seketika mendudukkan tubuhnya.
"Mama serius?" ujarnya tersentak.
"Tentu saja Mama serius. Ayo cepatlah bersiap!"
"Ya Allah, kenapa Mama baru membangunkan aku sih! Mana aku ada jadwal pasien operasi lagi!" lelaki itu ngedumel seraya berlalu masuk kedalam kamar mandi.
"Hanya lima menit Razher sudah kembali keluar dari kamar mandi. Terlihat ia terburu-buru menggunakan pakaiannya Ialu meraih snelli dokternya yang tersampir di Sofa yang ada di kamar tersebut.
Saat lelaki itu sampai di ruang makan, ia menilik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi.
"Ya Allah, Mama kenapa bohong sih. Ini baru jam tujuh, Mama!" ujarnya memberengut karena merasa di bohongi oleh wanita satu-satunya yang paling cantik di rumah itu.
"Jangan protes. Ayo duduk!" titah Mama Zhera mode galak.
"Baik, Ma," jawab lelaki itu patuh.
"Jangan protes sama Mama. Lagian di bangunkan alot banget," celetuk Azzam pada Abangnya.
"Ah, kamunya aja yang bangunin terlalu santai," intrupsi Razher tak mau di salahkan.
"Sudah sudah, ayo sarapan. Nanti kalian terlambat. Untuk Bang Raz, tolong di ubah kebiasaannya itu, Nak. Kamu sudah dewasa, mau sampai kapan kami harus membangunkan dirimu setiap paginya," nasehat Papa Rayy pada anak sulungnya.
"Baik, Pa. Akan Abang coba, tapi kalau tidak bisa juga, maka akan Abang cari asisten pribadi untuk membangunkan Abang," sahut lelaki itu dengan candaannya.
"Dasar anak nakal. Apa yang papa bilang itu dengerin," intrupsi Mama gemas melihat tingkah putranya.
"Baik, Bu Kapolda."
"Jangan percaya, Pa, Ma. Palingan nanti malam dia kirim pesan sama aku sebelum tidur. "Zam, besok pagi jangan lupa bangunin Abang jam setengah tujuh ya," sambung Azzam mengungkap kebenarannya.
"Ish, gitu amad. Awas jika besok kamu telat ke kampus ya. nggak boleh nebeng sama Abang," ancam Razher pada sang adik.
"Aku itu tidak pernah terlambat, yang sering terlambat itu Abang. Percaya sama aku, pasti nantinya siapapun istri Abang, maka akan mengeluhkan hal yang sama."
"Weh, udah jauh banget pikirannya sampai kesana."
"Oh iya aku lupa. Kan Abangku ini mau jadi jomblo sejati."
"Ya Allah, jelek banget Do'a kamu, Dek." Lelaki itu menatap malas.
"Sudah cukup!" intrupsi Mama membuat kedua Kakak beradik itu terdiam.
"Kasih salam hormat dulu sama Bu Kapolda!" titah Papa Rayy mengajarkan kedua jagoannya.
"Siap, Bu Kapolda!" Razher dan Azzam mengangkat tangan memberi salam hormat kepada kepala dapur tersebut.
Rayyan hanya terkekeh melihat tingkah laku ke-dua anaknya yang memang sangat takut pada ibunya daripada dirinya yang menyandang gelar Kapolda yang sebenarnya.
Zhera menyorot tajam. "Ayo selesaikan makan kalian, lalu berangkat tugas masing-masing!" titah wanita itu masih mode galak untuk menakuti kedua putra kesayangan.
Bersambung.....
Terimakasih yang sudah mampir 🙏🤗🥰
"Baik, Ma!" sahut kedua lelaki itu sangat patuh pada Ibu Kapolda.
"Ayo habiskan sarapan kalian, dan tidak ada lagi debat di meja makan!"
"Siap, Bu Kapolda!" jawab Razher kembali mengangkat tangannya memberi salam hormat.
Kini tak ada lagi percakapan diantara mereka. ke tiga lelaki itu fokus dengan sarapan mereka masing-masing.
Selesai makan, Razher menilik jam tangannya. Ia segera bangkit dari tempat duduknya untuk berangkat.
"Aku jalan dulu, Ma, Pa!" lelaki itu menyalami tangan kedua orangtuanya dengan takzim.
"Bang, aku nebeng ke kampus ya!" panggil Azzam ikut bangkit dan menyalami kedua orangtuanya.
"Mana boleh nebeng. Ingat perkataan sendiri!" jawab Razher melenggang pergi.
"Weh, pelit amad. Motor aku lagi di bengkel, Bang!" seru Azzam mengejar langkah sang kakak.
"Mana Abang peduli, sana minta diantar supir," timpal Razher acuh.
"Aku aduin ke Ibu Kapolda!" ancam Azzam.
"Eh, ni anak udah gede masih aja suka ngadu. Hah, dasar cepu!"
"Hahaha... Aish, Abang aku udah gaul banget sekarang. Tapi sayang masih jomblo." Azzam ngakak dengerin omelan Abangnya itu.
"Abang buru-buru, Zam. Kamu minta antar supir saja ya."
"Nggak mau. Pokoknya nebeng sama Abang!"
"Ya Allah, kenapa anak ini merepotkan saja. Atau kamu nebeng minta anterin Papa saja. Kalau nggak bawa mobil Abang yang satu lagi!" Razher masih bernegosiasi dengan sang adik.
"Aku tidak mau, Bang. Pokoknya aku mau ikut sama Abang saja. Nggak nyampe kampus kok, aku berhenti di bengkel langganan yang ada di jalan Sudirman."
Razher menghela nafas dalam. "Ayo buruan naik!" titahnya tak ingin lagi memperpanjang masalah.
"Ntar Bang! Aku lupa minta tambahan uang saku sama Mama!" seru Azzam.
"Ah lama! nanti biar Abang yang kasih!"
"Aish, ini baru namanya Abang yang berbakti kepada adiknya," celetuk Azzam tersenyum sumringah.
"Nggak usah ngadi-ngadi. Mana ada Abang yang berbakti sama adiknya. Yang ada itu adik yang berbakti!"
"Hahaha.... Iya aku lupa, Bang." Azzam terkekeh seraya menduduki kabin yang ada di samping kemudi.
Razher memacu kendaraannya menuju RS swasta tempat dirinya bertugas. Namun, sebelumnya ia menurunkan Azzam di bengkel yang menangani motornya.
Mobil Pak Dokter sudah menepi di depan bengkel motor yang terlihat baru saja buka. Namun, Azzam tak kunjung keluar.
"Ayo turun, Azzam. Ih lelet banget nih anak!" kesal lelaki itu pada sang adik yang suka sekali mencari gara-gara.
Azzam menampung tangannya dengan senyum penuh arti.
"Masih ingat saja," gumam Razher sembari merogoh kantong celananya untuk mengeluarkan dompet. "Eh, nggak ada duit cash Dek. Abang lupa semalam ambil uang," ujarnya memang begitu adanya.
"Abang mau modusin aku? Terus, kalau nggak ada mau bayar pake apa motorku?" protes Azzam.
Razher berpikir sejenak. "Nih, kamu pake debit Abang." Razher menyerahkan debit card nya pada sang adik.
"Nah, kalo gini baru Abangku yang tampan sejagat kota bertuah," gumam pemuda itu merayu sang Kakak.
"Weh, basi banget rayuan kamu. Udah sana turun. Eh tapi ingat! Gunakan secukupnya saja, awas kalau kamu melebihi batas maksimum ya. sampai nangis kejer Abang nggak akan kasih lagi!" tekannya membuat Azzam tertawa.
"Beres, Bang. lebih dikit nggak pa-pa kan?"
"Pokoknya jangan lebih dari biaya motor kamu. Kalau lebih cepek ngga pa-pa."
"Ish, pelit banget. Gopek ya!"
"Nggak! Kalau nggak mau sini kembaliin!"
"Eh eh, baiklah. Huu, dasar Abang pelit!" seru pemuda itu seraya keluar dari kendaraan Razher.
Razher hanya tersenyum mendengar sang adik ngedumel bagaikan wanita yang sedang datang bulan. Bukan ia pelit, tetapi hanya tidak ingin Azzam menjadi manja bila selalu di ikuti kemauannya.
Razher kembali memacu kendaraannya untuk segera sampai di RS. Pria dewasa itu gegas menuju ruang prakteknya. Sebenarnya ia sudah telat dua puluh menit.
BRUGH!!
"Awwhh! Apaan sih nggak lihat-lihat kalau jalan!" pekik seorang gadis yang menggunakan pakaian dinas RS itu sendiri.
"Eh, maaf Dek. Abang nggak sengaja. Sini Abang bantu!" Razher mengulurkan tangannya untuk membantu wanita itu berdiri.
"Nggak usah!" tepisnya menatap kesal.
"Ya Allah, kan udah minta maaf. Eh, kamu orang baru di RS ini?" tanya Razher mengamati gadis itu yang berusaha berdiri sendiri tanpa bantuannya.
"Iya, dan ini hari pertama aku bekerja, tetapi penampilanku rusak gara-gara Bapak!" jawabnya jutek.
"Aiih, dia panggil Bapak. Emang wajah aku sudah tua banget ya?" protesnya menatap gemas.
"Dahlah, aku buru-buru. Lain kali jalan pake mata." wanita itu segera beranjak meninggalkan Razher yang masih menatap bingung.
"Ciee.. Pak Dokter ketabrak jodoh!" seru Al yang sudah berada di belakangnya.
"Ish, nggak usah bacot ya." Razher segera berjalan mendahului Dr Al.
Ya, saudara sepupu itu dinas di RS yang sama. Mereka sama-sama menjadi Dokter, tetapi beda spesialis.
Bersambung.....
Alzikri terkekeh kecil seraya mengejar langkah Razher yang sedang tak bersahabat.
"Woi, santai dong! Kenapa wajahmu seperti jeruk purut sih? Lagi datang bulan?" goda Al pada saudaranya itu.
"Eh gila! Dikira aku perempuan?" kesal lelaki itu. "Aku lagi buru-buru, Al. Kamu nggak usah ngerecokin aku dulu!" ujar Razher masih meneruskan langkahnya menuju ruang prakteknya.
"Hahaha.... Makanya tidur jangan kebluk. Nggak capek apa selalu terlambat seperti ini?"
"Aduh, nggak usah ceramah ya. jangan sampai otakku tidak konsen mendengar ceramahmu!"
"Hah, di bilangin malah ngelawan." Al mendengus kesal.
Kedua Dokter itu berpisah di lorong yang berbeda. Razher harus visit terlebih dahulu sebelum jadwal operasi yang akan dilakukannya jam sepuluh pagi. Sedangkan Al segera menuju ruang prakteknya untuk melakukan pemeriksaan bagi pasiennya yang rawat jalan.
Ya, Alzikri menggantikan tugas ayahnya, yaitu sebagai Dokter spesialis neurologi anak. Karena Dr Zafran sudah tidak aktif lagi di RS tersebut. Zafran hanya fokus di kliniknya sendiri dengan pasien-pasiennya yang di khususkan untuk yayasan rumah singgahnya.
Humayza baru saja selesai memperkenalkan diri dengan kepala ruangan dan juga Bidan-bidan senior lainnya. Wanita cantik yang menggunakan hijab itu masih memahami apa yang di terangkan oleh atasannya.
Sebagai yang telah mendapatkan gelar seorang Bidan, tentu saja ia sudah paham. Namun, masih banyak unit-unit di RS yang harus ia pelajari. Ia juga harus mencocokan antara teori pelajaran dari sekolah dengan kenyataan yang ada. Dan beberapa kali pertanyaan timbul di dalam otak wanita itu.
Humayza menelan pertanyaan-pertanyaan itu dalam diam dengan di selimuti kebingungan. Ia menyadari bahwa praktek lapangan yang pernah ia lakukan terkadang tidak sesuai dengan praktek yang sesungguhnya.
Mungkin di karenakan zaman yang semakin maju, maka cara kerja sudah banyak di kendalikan oleh sistem. Humayza harus beradaptasi dengan sesama petugas lainnya, terutama dengan para seniornya agar ia dengan mudah memahami.
"Mayza, pagi ini kamu dampingi Dokter Razher untuk visit pagi ya," titah kepala ruangan.
"Baik, Bu!" Mayza mengangguk patuh.
"Ayo May, saya tunjukkan dimana ruang prakteknya dan saya kenalkan dengan Dokter obgynnya." Salah seorang rekannya membawa gadis itu untuk menuju ruang praktek Dokter obgyn tersebut.
"Seperti yang telah di terangkan oleh Bu Maya, setelah selesai mendampingi Dokter Razher, kamu kembali lagi ke ruang perinatologi. Nanti aku bimbing biar kamu tahu cara kerjanya," ujar Bidan senior itu ternyata cukup care terhadap dirinya.
"Baik Kak Susi. Terimakasih."
"Sama-sama."
Kedua wanita itu sampai di ruangan Dokter SpOG tersebut. Susi membawa Mayza masuk.
"Selamat pagi, Dokter!" sapa Susi tersenyum ramah.
"Pagi, cantik!" balas sang Dokter tak kalah ramahnya.
Seketika Mayza terkesiap saat menyaksikan siapa lelaki yang ada di hadapannya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka bahwa lelaki yang tadi menabrak dirinya adalah Dokter obgyn yang akan ia dampingi.
"Dok, ini Bidan Umayza. Dia yang akan mendampingi Dokter visit," ucap Susi memperkenalkan.
"Jadi kamu Bidan baru itu. Cantik, tapi sayangnya suka marah-marah," ujar Razher mengkritik tipis.
"Ah, saya minta maaf untuk kejadian tadi, Dok. Tadi saya lagi buru-buru," sahut Mayza mencoba untuk seramah mungkin.
"Jadi tadi Dokter dan Bidan Mayza sudah ketemu?" tanya Susi sedikit kepo.
"Sudah, kami sempat tabrakan maut. Hehe." lelaki itu menjawab dengan cengengesan sehingga membuat Susi ikut tertawa.
"Aih, Dokter bisa aja. Yaudah, kalau begitu saya pamit dulu ya, Dok. Semoga bisa menjadi rekan kerja yang baik," ujar Susi pamit undur.
"Tenang saja, Dek. Nanti akan Abang buat Bidan Mayza nyaman di samping Abang," sahut lelaki itu mulai dengan gayanya yang sedikit agak lain, ditambah tingkah tengilnya dan di bumbui beberapa gombalan.
"Hahaha.... Kamu jangan baper dengan sikap Dokter Razher, May. Karena dia memang kocak dan banyak gombalan. Tetapi sangat mantap jiwa kok," celoteh Bidan Susi memberitahukan bagaimana karakter Dokter kondang di RS itu.
Mayza hanya mengangguk dengan senyum tipis. Setelah Bidan Susi keluar dari ruangan tersebut, kini tinggal mereka berdua di sana.
Razher tersenyum sembari mengamati penampilan Mayza dari atas hingga bawah. Dan hal itu membuat empunya merasa sedikit tidak nyaman. Sebenarnya dia Dokter kocak atau genit sih. Mayza merapatkan kakinya sembari memangku file pasien di dadanya.
"Dokter memperhatikan apa, apakah ada yang salah dengan penampilan saya?" tanya gadis itu penasaran.
"Tidak ada yang salah, karena titik koma dalam kalimat saja Abang perhatikan, apalagi dirimu yang terlihat sangat cantik pagi ini," jawabnya membuat Mayza berasa mual. Entah itu efek gombalan sang Dokter atau memang efek belum sarapan.
Tak ada jawaban dari gadis cantik itu, ia hanya nyengir tipis sembari berkata dalam hati. Sebenarnya ini Dokter atau kang gombal?
"Sudah siap?" tanya Razher masih dengan gayanya yang santai. Dia tidak tahu saja bahwa Bidan pendampingnya itu sedang berpikir aneh tentang dirinya.
"Ah, sudah, Dok," jawab May sedikit kikuk.
"Nggak usah kaku begitu. Abang orangnya santai. Mending kita bikin romantis saja."
Lagi-lagi Mayza menjadi entah. "Maaf Dok, apakah kita masih lama disini?" tanya gadis itu merasa tidak tahan lagi.
"Kenapa, adek mau ke kamar mandi ya? Nanti aja di muntahinnya," jawabnya seakan sudah tahu apa yang ada dalam pikiran gadis itu.
"Hehe, iya. Tapi berasa tambah mual, Dok," jawab Mayza. Sungguh hari pertama bekerja membuat asam lambungnya naik.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!