NovelToon NovelToon

Gadis Berisik Kesayangan CEO Pembaca Pikiran

1. Si Berisik Dan Si Anti Berisik

“Ingat, ... jaga sikap! Jangan berisik, bahkan bila perlu jaga napas! Karena sekadar napas saja, kamu sangat berisik!” ucap pak Maryo kepada sang putri yang sudah cantik bahkan rapi.

“Ini Ayah enggak sekalian minta aku buat jangan bernapas, biar lunas aku langsung pindah alam bahkan,” ucap Daisy selaku lawan bicara pak Maryo, dan memang merupakan putri dari pak Maryo.

“Baru dibilangin jangan berisik!” lirih pak Maryo sambil membekap mulut sang putri. Ia sangat geregetan meski memang begitu keadaan putri semata wayangnya.

“Ya ampun Ayah, lipstikku bisa nempel di tangan ayah. Lagian aneh banget sih, masa manusia dan memang belum mati, diwajibkan selalu mode senyap!” bawel Daisy tetap mengoceh meski mulutnya masih dibekap erat oleh sang ayah.

Berkat bantuan sang ayah yang bekerja sebagai sopir di keluarga kaya, Daisy diterima bekerja di perusahaan milik bos ayahnya. Namun, Daisy yang bar-bar, ceroboh, bahkan berisik, dituntut menjadi pendiam. Sebab Athan selaku anak dari bos ayahnya yang menjadi CEO di perusahaan Daisy bernaung, anti berisik.

Pak Maryo yang bertubuh kecil sekaligus tidak begitu tinggi, mengawasi penampilan sang putri. Daisy yang memiliki tubuh mungil, memakai pakaian serba panjang. Kemeja lengan panjang berwarna putih, celana panjangnya berwarna hitam. Sementara untuk rambut sepunggung Daisy yang berwarna kecokelatan, sengaja pak Maryo tuntut untuk selalu diikat rapi. Namun kali ini, Daisy sampai menyanggulnya dan itu lebih dari rapi dari target yang pak Maryo aturkan.

“Ini beneran gaya rapi ala-ala pramugari, Ayah. Sudah, percaya ke aku! Meski seragamku, kemeja putih sementara celana warna hitam, mirip taek cecak!” bisik Daisy tetap bawel.

“Alah ... sudah ... sudah, ... Ayo masuk dulu. Sungkem ke orang tuanya mas Athan. Ingat, mamanya mas Athan namanya ibu Hasna. Sedangkan papanya mas Athan namanya pak Rain. Jangan sampai ketukar!” sergah pak Maryo sambil merangkul sekaligus menuntun masuk sang putri.

Mendengar itu, Daisy langsung merenung serius. “Pak Hasan dan ibu Rain, kan?” bisiknya memastikan sekaligus yakin.

“Eh! Kan, kebalik! Dibilangin, namanya ibu Hasna ... Hasna, bukan Hasan. Kalau Hasan itu kembarannya Hasna!” jelas pak Maryo tak mengizinkan sang putri jadi masuk rumah mewah di hadapan mereka. Bahkan meski kaki mungil sang putri nyaris menginjak bibir pintu masuk.

Daisy menatap tak habis pikir sang ayah sambil menghela napas dalam. “Ayah ngajarin aku enggak sopan. Masa manggil bos, langsung nama gitu. Hasna Hasan, aku laporin loh Ayah ke ibu Rain. Eh, ibu Hasna!”

Saking geregetannya kepada sang putri, pak Maryo sampai menjewer Daisy. “Bocah, ya! Awas saja kalau kamu sampai bikin gara-gara! Ingat, diam dan tahan napas!” ucap pak Maryo lagi-lagi memaksa.

“Masalahnya Ayah ... kalau aku terus nahan napas, takutnya aku malah kentut!” rengek Daisy. Masa iya, harus sesenyap yang ayahnya aturkan. Memangnya, seseram apa anak bos ayahnya dan bernama Atahan? Batin Daisy kesal sendiri. “Aku pites nanti kepalanya si Athan kalau yang ada, dia cuma bikin hidupku yang sudah susah, jadi makin mirip dijajah!” batin Daisy.

Namun entah atas dasar apa, suara hati Daisy barusan bisa terdengar oleh Athan. Athan yang memakai setelan jas warna biru gelap, sampai berhenti melangkah. Di tengah anak tangga yang tengah Athan lewati, pemuda tampan itu mencari-cari.

“Itu tadi siapa? Suaranya beneran asing. Tapi dia sebut-sebut namaku?” batin Athan sampai mengawasi tas kerja yang ia tenteng menggunakan tangan kanan. “Enggak, aku enggak lagi telepon. Dan suara tadi pun, terdengar nyata bukan yang melewati perantara,” batin Athan, seiring ia yang melanjutkan langkah. Di lantai bawah sana, di teras depan kolam ikan dilengkapi air mancur, orang tuanya tengah sarapan. Tentu saja, ia menjadi orang yang ditunggu-tunggu kehadirannya, mengingat di sana sudah dalam formasi lengkap. Ren sang adik yang berusia lima tahun saja sudah memakai seragam sekolah.

“Sudah ayo cepat! Pokoknya kamu harus jaga sikap!” tegas pak Aryo. Kali ini, ia benar-benar memboyong masuk Daisy ke rumah sang majikan, sebelum gadis berkulit kuning langsat itu lanjut ke kantor.

Ketimbang Athan, pak Maryo dan Daisy memang lebih dulu sampai. Semua itu terjadi lantaran selain pak Maryo dan Daisy melangkah buru-buru agak lari, Athan justru hanya melangkah santai.

Hal yang langsung Daisy lakukan setelah sang ayah menghantam punggungnya ialah buru-buru bersimpuh di hadapan pak Rain yang ia sungkemi dengan takzim.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, pak Rain. Nama saya, Daisy Putri Ramadan. Saya putri dari pak Maryo sopir Pak Rain. Terima kasih banyak karena sudah mau memberi saya kesempatan bekerja di kantor Bapak. Karena dengan bekerjanya saya, otomatis saya tak lagi jadi pengangguran. Dan dengan demikian, saya juga jadi bisa menggelar pesta pernikahan. Karena kebetulan, dua bulan lagi saya akan menikah!” ucap Daisy yang meski berucap lirih, tetap saja berisik.

Bukan hanya ibu Hasna dan Ren yang kebingungan dan sampai berdiri dari duduknya. Karena pak Rain yang disalami juga. Alih-alih merasa tersanjung apalagi bangga, pak Rain malah bingung. Beban hidup pak Rain mendadak bertambah lantaran asisten pribadi putranya dan tak lain Daisy, malah sudah dipastikan sangat berisik.

Pak Maryo juga langsung menepuk jidat sebab setiap wanti-wantinya, tetap tidak bisa membuat Daisy diam.

Karena suasana di sana malah senyap. Bahkan pak Rain yang masih ia jabat tangan kanannya menggunakan kedua tangan juga tak kunjung menjawab. Daisy berangsur memastikan. Ia menatap setiap wajah di sana, dan tak sengaja melihat sosok Athan.

“Bentar! Jangan-jangan dia yang namanya Athan, si anti berisik itu? Bentar ... bentar. Itu kok dia merhatiin aku sampai segitunya!” batin Daisy yang tetap menatap Athan, meski kedua tangannya masih menjabat tangan kanan pak Rain. Selain itu, ia juga masih bersimpuh.

“Hah ... jadi yang dari tadi berisik, gadis itu? Ada pak Maryo juga ... bentar ... jangan bilang, ... jangan bilang kalau dia justru si Daisy anaknya pak Maryo yang bakalan jadi asisten pribadiku? Ya ampun ... Berisik banget! Yang ada bukannya tenang, aku beneran bisa gillaaa!” batin Athan sudah langsung tidak cocok kepada Daisy.

Selain sangat pendiam sekaligus misterius, sejak kecil Athan merupakan seorang indigo. Namun karena kejadian memilukan di masa lalu, Athan yang awalnya bisa melihat sekaligus mendengar kejadian tak kasatmata, jadi kehilangan semua itu. Hanya saja, pertemuannya dengan Daisy membuatnya mendengar setiap isi pikiran bahkan suara hati Daisy yang sangat berisik.

“Oh iya ... kok ... k—kenapa ... kenapa aku bisa dengar suara hati bahkan pikiran dia?” pikir Athan jadi bertanya-tanya sekaligus penasaran. Ada apa, dan juga kenapa?

2. Daisy Oh Daisy

“Bos Athan sesepi itu.”

“Bahkan kentut saja, dia enggak sampai bunyi.”

“Terus aromanya juga selalu wangi mirip janda yang terzalimi.”

“Bentar deh, lama-lama aku jadi curiga bahwa sebenarnya, dia ini mumi. Beneran bukan lagi zombi!”

“Soalnya sekadar makan dan minum saja, nyaris enggak pernah. Ini aku dari satu minggu lalu, beneran cuma disuruh ngopi sendiri. Nyapu saja masih dia yang jalani.”

“Malahan yang ada, dia yang jadi babuku dan aku yang jadi bosnya!”

Dari depan ruang kerja Athan, Daisy masih mengawasi sang bos sambil ngopi. Berbagai gaya duduk sudah ia jalani. Ia bahkan sampai jongkok di tempat duduknya yang cukup empuk, saking bosannya ia ada di sana. Sebab gambaran ia akan sibuk dengan banyak pekerjaan. Bahkan fatalnya ia dibully dan dipaksa kerja rodi, benar-benar tidak ada.

Ikut Athan dan bekerja kepadanya, Daisy hanya sibuk ngopi. Satu hari Daisy bisa habis tujuh cangkir kopi instan lantaran menghadapi Athan yang sepinya melebihi kuburan, tak hanya membuat Daisy selalu mengantuk. Karena Daisy yang terbiasa sangat aktif, juga merasa beban hidupnya jadi bertambah.

Di setiap Daisy sibuk berbicara di dalam hati maupun pikiran, di saat itu juga kedua telinga Athan menjadi bergerak-gerak. Yang mana, suara berisik seorang Daisy tak hanya membuat Athan merasa terganggu. Karena Athan sudah merasa sangat frustrasi.

Setelah menghela napas pelan sekaligus dalam, Athan yang sedang menyaksikan demo film yang harus ia periksa sekaligus menilai, jadi sibuk uring-uringan dalam hati.

“Ya Allah, hamba tahu bahwa pekerjaan hamba berkecimpung di dunia hiburan. Perusahaan yang hamba kelola fokus membuat film, sinetron, termasuk acara hiburan lainnya dan salah satunya iklan. Namun, bukan berarti hamba harus memiliki karyawan sebrisik Daisy. Meski jujur, sampai sekarang hamba juga bingung kenapa hamba sampai bisa mendengar suara hati maupun pikirannya?!”

“Masa iya, tadi dia sampai menyamakan wangi tubuhku dengan wanginya janda terzalimi?”

Kini, Athan jadi sibuk menghela napas pelan. “Susah, abaikan saja. Biar hatinya meleduk saking berisiknya dia bicara di dalam hati.”

Tak lama setelah Athan bicara begitu, Daisy kembali berucap dalam hati, “Sudah ah, jangan ngopi terus. Takutnya aku jadi makin gendut karena aku tipikal yang mangap saja bisa nambah daging. Yang ada kebayaku jadi enggak muat!” Setelah menghela napas dalam, dalam hatinya Daisy berkata, “Mending sekarang aku ke bos Athan saja biar aku dikasih kerjaan. Suruh nyebokin buaya kek. Atau malah balap lari sama tuyul, biar lemak di tubuhku hancur. Jangan hanya masa depanku yang hancur kalau aku dipecat dari sini!”

“Duh ...,” batin Athan langsung lemas setelah kedua telinganya sibuk bergerak-gerak kecil hanya karena mendengar suara Daisy.

Melalui ekor lirikannya, Athan mengawasi Daisy yang sungguh melangkah petakilan alias tidak mau diam. “Innalilahi ... jalan saja loncat ke sana kemari kayak kera sakti yang diutus mengawal pencarian kitab suci. Aku jadi curiga, ini pas istrinya pak Maryo hamil Daisy, mereka itu enggak amit-amit ke kelakuan opa Ojan! Kelakuan Daisy mirip banget sama kelakuan opa Ojan, enggak ada yang enggak!” batin Athan.

Dengan sangat santun layaknya abdi kerajaan, Daisy mengetuk pintu ruang kerja Athan. Kemudian, Daisy yang memang tipikal ceria tapi sembrono, melongok dari sela pintu yang sengaja hanya sedikit ia buka. Meski yang ada, ulahnya itu membuat lehernya terjepit.

“Iiihhhh ... Ihhhhh! Ihhhhhhh!” heboh Daisy langsung sesak napas petakilan tidak jelas. Karena yang ada, tangan bahkan kakinya malah membuat lehernya makin terjepit.

Athan yang menyaksikan ulah Daisy, tak kalah panik. Athan sempat kebingungan dan curiga Daisy hanya sedang mengerjainya.

“Bos Athan ... Bos Athan tolong saya, Bos! Saya tidak boleh mati cepat karena calon suami saya hanya tukang siomay yang merangkap jadi tukang bangunan, Bos! Kalau saya sampai mati, siapa lagi yang mau nikah sama dia, Bos! Kasihan!” heboh Daisy. Alasan yang malah membuat Athan ragu untuk menolong.

“Astaghfirullahaladzim ... Astaghfirullahaladzim ...,” batin Athan jadi sibuk istighfar gara-gara kelakuan Daisy. “Ini kok bisa ada orang seperti Daisy? Dia bertahan hidup hanya agar bisa memberi pedagang siomay yang merangkap jadi tukang bangunan jodoh? Ini maksudnya apa?!” batin Athan benar-benar mendadak emosi. Saking emosinya, ia yang sudah ada di depan Daisy malah menarik pintunya hingga makin tertutup.

“Eeee!” Histeris Daisy benar-benar heboh, tapi sukses membuat Athan menertawakan Daisy. Hanya saja, Athan tipikal yang sekadar tertawa saja nyaris tidak ada suaranya.

Beberapa kemudian, suasana kembali tenteram karena ketika Daisy kesakitan, gadis berhidung minimalis alias mancung tertunda itu jadi agak kalem.

“Kamu pengin aku beri pekerjaan, kan?” tebak Athan masih berdiri di depan meja kerjanya.

Mendengar itu, Daisy yang awalnya agak membungkuk sambil mengelus-elus lehernya langsung tersentak. Ia menatap tak percaya sang bos sementara bibir tipisnya mangap dan menghasilkan suara, “Bos tahu suara jerit hatiku?”

Sambil menghela napas kasar sekaligus melirik Daisy sebal, Athan berkata, “Bahkan lebih dari itu!”

Dengan entengnya, Daisy yang merasa tersanjung pun berkata, “Kalau lebih dari itu, berarti kita ini, soulmate loh, Bos!”

Karena Athan langsung mendelik kepadanya, Daisy buru-buru mengoreksi anggapannya. “Enggak Bos ... enggak mungkin kita soulmate. Apalagi Bos jelas kaya, aku kayanya masih tertunda!”

“Soulmate ... Kur ... apa kabar? Kamu masih menganggap aku sebagai soulmate kamu juga, kan?” pikir Athan mendadak melow. Kedua matanya bahkan jadi basah seiring ia yang langsung menyibukkan diri.

Athan sengaja memilah-milah map maupun dokumen di meja kerjanya. Kemudian, ia menyerahkan beberapa map kepada Daisy. “Ingat baik-baik, ... ini tolong antarkan ke pak—”

“Mohon maaf, Bos. Bukan bermaksud kurang sopan. Namun, apakah itu ditujukan untuk beberapa orang? Jika iya, izinkan saya mencatat setiap namanya karena saya tipikal yang sulit paham nama. Kadang, malah sering tertukar!” ucap Daisy yang sudah sigap memegang buku catatan maupun pulpennya. Keduanya terkalung di dadanya bersama tanda pengenalnya sebagai karyawan di sana.

Meski hanya diam menatap Daisy penuh keseriusan, Athan tetap langsung memikirkan keadaan Daisy. Karena yang Athan tahu, orang yang sering melupakan nama orang lain bisa saja mengalami gejala afasia anomik.

“Kamu sulit mengingat nama orang, memangnya kamu mengidap Afasia Anomik?” tanya Athan serius yang dalam hatinya juga jadi berkata, “Apakah dia pernah mengalami trauma yang sangat besar? Soalnya yang aku tahu, alasan seseorang mengalami afasia anomik ya salah satunya efek stroke, cedera traomatis, atau malah tumor otak.

Detik itu juga fokus Daisy langsung tertuju kepada Athan. Ia menengadah hanya untuk menatap pria jangkung terbilang kurus di hadapannya. “Ternyata selain ganteng, bos Athan juga sangat cerdas. Apa-apa serba tahu, termasuk urusan suara hatiku. Ya ampun ... aku jadi takut. Jangan-jangan, bos Athan juga tahu bentuk dan warna dalemanku!” batin Daisy dan sukses membuat Athan terbatuk-batuk.

Afasia Anomik merupakan gangguan bahasa yang menyebabkan seseorang kesulitan menamai objek saat berbicara dan menulis. Ini merupakan kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke, cedera traumatis, atau tumor.

Namun tanpa Daisy maupun Athan ketahui, dari balik pintu ruang kerja Athan yang sedikit dibuka, ada wanita cantik berpenampilan seksi yang langsung tersenyum sambil mengangguk-angguk.

“Daisy si karyawan baru wajib diberi pelajaran yang bikin dia langsung dipecat! Bisa-bisanya masih baru tapi sudah caper tingkat provinsi ke bos Athan!” batin si wanita dan bernama Elena! Bibir jedor bergincu merah menyalanya jadi sibuk tersenyum sinis hanya karena rencana yang sudah langsung memenuhi pikirannya.

3. Kesalahan Fatal

“Ya Allah ... alhamdulillah banget! Hari ini aku merasa sangat berguna!” batin Daisy yang melakukan peregangan kedua tangan di tengah kedua matanya yang terpejam. Selain itu, ia juga sudah berulang kali menguap.

“Setelah satu minggu menunggu, akhirnya hari ini aku mengerjakan banyak pekerjaan! Bukan hanya dari pak Athan, tapi juga teman kerja!”

“Aku bikinin mereka kopi, belikan mereka banyak pesanan, hingga aku jadi punya banyak teman!”

“Rasanya aku senang banget. Begini ya, capek karena sibuk kerja? Berasa jadi orang penting!”

“Mmm ... sekarang aku bebas ... waktunya aku tidur!”

Daisy yang terus berbicara dalam hati, mengakhiri ucapannya dengan senyuman hangat. Ia baru saja melewati pintu masuk utama dan berupa kaca tebal. Gadis itu tak menyadari jika karena ia sibuk berbicara dalam hati maupun pikiran, makin membuat Athan keberisikan. Athan yang melangkah agak jauh dari Daisy jadi makin gondok.

“Padahal sudah sengaja jaga jarak! Sebenarnya, ... orang-orang seperti Daisy merupakan gambaran orang ceria, atau malah orang yang paling kesepian, sih?!” pikir Athan.

Athan sengaja berhenti melangkah dan lagi-lagi alasannya demi menjaga jarak dari Daisy. Di tengah kesunyian malam yang sudah gelap, ia sengaja menunduk dan memang masih tidak bersemangat. Suasana kantornya terbilang sepi sekaligus gelap. Karena memang hanya beberapa pekerja saja yang masih bertahan di ruang kerja masing-masing untuk lembur. Itu saja tak sampai menimbulkan suara berisik melebihi hati dan pikiran Daisy.

Di lobi Athan berada benar-benar hanya berisi Athan yang masih menghindari Daisy. Namun di dekat jalan, di pos satpam sana, biasanya ada seorang satpam yang bertugas.

Tepat ketika Athan menoleh ke depan, jantungnya nyaris copot lantaran terlalu kaget. Dengan kedua matanya sendiri ia melihat, Daisy yang masih meregangkan tangan, berakhir jatuh tengkurap di bawah teras depan perusahaan. Tampaknya gadis tidak mau diam itu terlalu kelelahan atau malah mengantuk. Karena untuk pertama kalinya, mereka keluar dari kantor, sekitar pukul sepuluh malam layaknya sekarang.

“D—dia, masih hidup, kan?” batin Athan sengaja agak melongok dari tempatnya berpijak. Apalagi setelah menunggu agak lama, Daisy tak kunjung bangun. Termasuk suara gadis itu yang tak lagi mengganggu pendengarannya. “Sepertinya dia kelelahan setelah dari sore sibuk membantuku menyiapkan rapat!” pikir Athan.

“Ini kenapa aku juga jadi enggak bisa dengar suara hati maupun pikirannya lagi, ya? Apa efek ada kaca penghalang, aku jadi enggak bisa dengar suara hati dan pikirannya lagi?” pikir Athan lagi yang segera melanjutkan langkahnya.

Athan sengaja mempercepat langkahnya guna memastikan Daisy yang tetap sepi. Di depan teras, tubuh mungil Daisy masih meringkuk agak tengkurap.

“Beneran tetap sepi? Dia enggak langsung bablas pindah dimensi atau malah stroke dadakan, kan?” batin Athan benar-benar panik.

Awalnya, Athan hanya melongok keadaan wajah Daisy. Ia terlalu takut, Daisy yang tengil memang sengaja mengelabuhi dirinya. Namun setelah Athan sampai menaruh tasnya di tempat duduk sebelah setir mobil miliknya dan ia siap mengemudi, tetap tidak ada perubahan dari Daisy.

Di belakang sana, Daisy tetap meringkuk. Hingga Athan yang memang takut kecolongan Daisy mengalami luka fatal, buru-buru turun kemudian membopongnya. Athan membawa Daisy ke rumah sakit. Sampai di depan klinik terdekat, Athan segera membopong Daisy lagi. Pemuda itu memboyong sang asisten pribadi masuk ke dalam IGD.

“Ini kenapa, Kak?” sergah dokter yang bertugas di dalam IGD menanyakan penyebab Daisy seperti sekarang ini, kepada Athan.

“Tadi dia jatuh. Habis itu sepi enggak ada suaranya lagi!” ucap Athan jujur sejujur-jujurnya di tengah jantungnya yang deg-degan parah. Ia juga sampai berkeringat dingin. “Gitu-gitu, Daisy anak pak Maryo. Apa yang harus aku katakan ke pak Maryo, kalau Daisy sampai kenapa-kenapa!” batin Athan.

Dokter yang menangani Daisy sengaja menggunakan stetoskop miliknya. Namun sebelum ia menaruh bagian stetoskopnya di dada Daisy, ia mendengar suara yang sangat khas. Suara khas yang juga membuatnya maupun Athan yang berjaga refleks bertatapan.

“Hyooookkkk ... hyoookkk ....” Daisy sungguh ngorok. Alasan gadis itu tak kunjung bangun, murni karena tidur.

Athan yang awalnya panik sekaligus ketakutan jadi jengkel sendiri. Namun, Athan sengaja menghubungi pak Maryo. Sejengkel apa pun, Athan baru meninggalkan Daisy setelah pak Maryo dan sang istri datang bersama adik laki-laki Daisy.

Wajah jengkel Athan berikan kepada keluarga Daisy. Ia melangkah sambil menatap arloji di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul setengah dua belas malam hingga di tengah emosinya, bibirnya berucap keji, “Jika dia tidak niat kerja, jangan dipaksa. Saya tidak butuh pekerja seperti dia!”

Athan tahu, mengambil keputusan ketika sedang emosi bukan hal yang dibenarkan. Layaknya membuat janji ketika sedang bahagia dan sangat tidak dibenarkan. Namun, pada kenyataannya Athan sudah tidak tahan. Daisy yang selalu berisik, selalu saja merepotkan. Selain Daisy yang bagi Athan terlalu ceroboh. Bagi Athan, Daisy belum siap terjun ke dunia kerja. Daisy hanya coba-coba dan tentu saja bukan karyawan yang Athan butuhkan.

“Haduuh ...,” refleks orang tua Daisy.

Pak Maryo memilik mengejar Athan, sementara sang istri dan juga putranya yang kiranya sebaya Ren, memilih menyusul Daisy. Yang mereka tahu dari Athan, Daisy masih tidur di IGD dan sampai sekarang belum berhasil dibangunkan. Benar saja, di salah satu ruang IGD yang hanya tertutup tirai, Daisy masih ngorok. Dokter yang mengarahkan mereka juga sampai memasang wajah kelah sambil menggeleng tak habis pikir.

“Mas Athan, ... tolong maafkan Daisy, Mas!” mohon pak Maryo sambil terus berlari di sisi Athan. Sebelumnya, ia belum pernah melihat Athan seemosi bahkan sangat kecewa layaknya sekarang.

Pak Maryo yang sudah mengabdi selama sepuluh tahun ke keluarga Athan, baru merasakan imbas marah dari seorang Athan yang sekadar bicara kepadanya, seolah tidak sudi.

“Pak Maryo,” sergah Athan tegas dan sengaja berhenti melangkah. Ia tak lagi menghindari pak Maryo. “Begini yah, Pak. Sebenarnya, ini bukan kesalahan fatal pertama yang Daisy lakukan. Dari satu minggu lalu, dari awal Daisy bekerja ke saya, dia sudah berulang kali melakukan kesalahan. Ini terakhir, tadi siang saja, semua dokumen penting yang saya titipkan ke dia untuk diantar ke karyawan dan mereka masih dalam satu kantor, raib!” ucap Athan tidak bisa untuk tidak emosi.

Di depan IGD, ibu Syifa dan sang putra sudah berhasil memboyong Daisy. Daisy masih terkantuk-kantuk dan sibuk menguap. Ia tak membawa tas kerja yang selalu menghiasi bahu kanannya karena tas itu kini telah berpindah ke pundak kanan ibu Syifa. Kendati demikian, layaknya adik dan juga mamanya, ia masih bisa melihat sang ayah yang sampai berlutut menyembah-nyembah kepada Athan. Meski jarak keduanya dari kebersamaan mereka ada sekitar dua puluh meter, mereka tetap bisa melihat dengan jelas.

“Kamu ngapain, sih? Aduh ....” Ibu Syifa langsung tidak bisa berkomentar.

“Aku ... apa kemarahan bos Athan masih ada kaitannya dengan dokumen-dokumen itu? Yang harusnya aku antar, tapi mendadak hilang? Namun sebelum itu, aku diminta bikin kopi buat semua karyawan di lantai bawah, oleh mbak Elena? Aku sudah jelasin ke bos Athan, tapi bos Athan lebih percaya ke mbak Elena, dan setelah itu pun, mbak Elena maupun bos Athan, tetap marah-marah ke aku?” pikir Daisy dan memang bisa didengar dengan sangat baik oleh Athan.

Suara pikiran Daisy pula yang membuat Athan termenung menyimak.

“Jangan bilang, maksud ucapan bos Athan kali ini, yang bilang aku enggak usah kerja karena aku hanya berbakat bikin masalah, memang itu pemecatan buat aku? Kalau gini caranya, aku harus bikin perhitungan ke mbak Elena! Soalnya mbak Elena yang aku titipi dokumen itu! Dia yang memaksaku bikin kopi buat satu warga konoha!” batin Daisy lagi benar-benar kesal. Meski selanjutnya, ia dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.

“Mas Athan, awas!” teriak pak Maryo yang menarik kemudian mendorong Athan sekuat tenaga. Ia menjauhkan Athan dari mobil pria itu diparkir dan memang dekat dari jalan.

“Pak Maryooooo!” teriak Athan. Dengan kedua matanya sendiri, ia yang sempat terbanting setelah mendadak ditarik sebelum didorong sekuat tenaga oleh pak Maryo, melihat pak Maryo tergilas mobi pajero putih.

Pajero putih yang mengemudi tak beraturan dan sampai menggilas tubuh pak Maryo, berakhir menabrak tiang listrik seberang Athan jatuh. Mobil bagian depannya meledak, dan kejadian mencekam itu terjadi dalam sekejap.

“Ayaaaaahhhhhh!!” Daisy, ibu Syifa maupun Daniel sang adik, berseru histeris menangisi keadaan pak Maryo. Ketiganya langsung lari menghampiri di tengah situasi di sana yang langsung didatangi pengendara lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!