NovelToon NovelToon

Asistenku Bukan Laki-laki

Wisuda

Tangan putih mulus namun berotot itu, digunakan oleh seorang gadis untuk meninju wajah songong seorang laki-laki yang merupakan musuhnya di kampus.

"Huuuuuu...." Sorak pendukungnya.

Laki-laki yang kini tersungkur akibat bogemannya itupun terbangun dari posisinya sambil memegangi ujung bibirnya yang nampak memar. Laki-laki itupun langsung berlari pergi tanpa mengatakan sepatah katapun kepada gadis itu.

"Awas lo ya berani ngata-ngatain gue lagi!" Tuding Ciara.

"Ada apa si Ra kok Matheo lo pukulin sampe bonyok gitu?" Pian sahabatnya menghampiri.

"Masa dia bilang gue galak kaya preman dan gak bakalan ada cowok yang suka sama gue." Ciara mengepal tangannya erat dengan wajah kesalnya.

"Udah Ra gak usah di dengerin. Lo sempurna dimata orang yang tepat." Pian menuntun Ciara berjalan meninggalkan tempat itu.

Di hari wisudahannya, Nampaknya hanya Ciara sendiri yang tidak percaya diri dengan kebayanya. Ia merasa postur tubuhnya yang terlalu tinggi untuk perempuan dan kurangnya prilaku feminim pada dirinya membuatnya merasa tidak nyaman dan insecure menggunakan baju itu.

"Loh, adek Abang ngapain cantik-cantik di pojokan gini?" Ciara menoleh saat mendengar suara abangnya.

"Abang?" Ciara pun langsung berhamburan memeluk laki-laki berkursi roda itu.

Ayah dan Bundanya yang berada di belakang sang Abang nampak tersenyum lembut.

"Gimana kemonya Bang? Abang gak kesakitan, kan?" Rivan tersenyum simpul dan menggeleng.

"Abang baik-baik aja kok. Kalo kamu mau liat Abang sembuh, yang semangat ya jangan loyo kaya gini," Rivan membelai pipi mulus adiknya.

"Cici gak PD Bang. Kenapa Cici harus punya postur tubuh kaya gini? Kan jadinya Cici susah buat cari pacar," gerutunya.

"Gak usah di pikirin syukurin aja apa yang kamu punya. Adek Abang cantik kok, cantik banget. Suatu saat pasti ada laki-laki yang mau nerima kamu apa adanya." Rivan menggenggam tangan adiknya hangat.

"Yuk ke depan takut nama kamu di panggil. Udah jangan sedih lagi, kami semua sayang sama Cici." ajak sang Bunda.

Ciara mengatupkan bibirnya sambil manggut-manggut seraya berjalan pergi mengikuti kedua orang tuanya.

****

Selesai melepaskan seluruh aksesoris di kepala dan lehernya serta mengganti baju kebayanya dengan kaos santai, Ciara pun merebahkan tubuhnya ke atas kasur dengan posisi terlentang.

"Akhirnya gue lulus juga. Sekarang udah S1 dan gue bisa kerja di kantor Ayah."

Brak...

Tubuh Ciara mengejut saat mendengar suara yang cukup keras itu. Ia pun buru-buru keluar untuk mengecek kondisi keluarganya di luar.

"Saya gak mau tau ya Pak Ferdi jika perusahaan Anda tidak mau saya bangkrutkan bayar hutang-hutang anda sekarang. Atau...." Tiba-tiba pria berjambang itu menatap ke arah Ciara dengan senyuman smirknya.

"Putri anda boleh juga. Sepertinya saya ada negosiasi bagus untuk anda. Putri anda menjadi istri kedua saya maka hutang-hutang anda akan lunas."

"Tidak!" Bentak Rivan tiba-tiba.

"Jangan berani-berani anda menyentuh adik saya!" Tegas Rivan.

"Siapa kamu berani-berani melarang saya? Orang tua kamu itu punya hutang usaha jadi terserah saya," pria itu melipat kedua tangannya angkuh.

Pria itu tiba-tiba bersiul sebagai isyarat untuk para bodyguardnya di belakang. Para bodyguard berbadan besar itu melangkah mendekati Ciara membuat gadis itu merasa ketakutan.

"Cici lari!" Instruksi sang Ayah.

Ciara pun langsung berlari pergi melewati pintu belakang. Tentu saja para bodyguard itu langsung mengejarnya.

Pelarian Ciara sampai di jalanan besar namun, pria-pria berbadan besar itu masih terus saja mengejarnya tanpa kenal lelah. Ciara semakin frustasi tak tau harus berlari kemana lagi.

Ciara memutuskan untuk menyembunyikan dirinya di balik sebuah mobil BMW yang terparkir di sampingnya seraya membungkuk dan mengatur nafasnya. Mata Ciara melorot tajam saat melihat kaki-kaki pria itu dari kolong mobil mulai mendekatinya.

Karena panik, Ciara secara sembarangan membuka pintu mobil yang digunakannya untuk bersembunyi itu. Kebetulan sekali pintu mobil tersebut sedang tidak dikunci. Tanpa pikir panjang Ciara pun langsung masuk dan menyembunyikan dirinya disana.

"Hufft... Ketinggalan segala ngerepotin aja."

Ciara meringis saat mendengar suara bariton seorang laki-laki disertai dengan tertutupnya pintu mobil bagian kemudi. Ia pun merasakan jika mobil yang Ia gunakan untuk bersembunyi itu mulai melaju.

Ciara mengintip-ngintip dari kaca memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar jauh dari para pria-pria itu. Ia pun menghela nafas lega saat atensinya sudah tidak mendapati para pria itu lagi.

Ciiitttt...

"Aduh..." Keluh Ciara saat mobil yang di tumpanginya tiba-tiba mengerem mendadak hingga kepalanya terjedot pintu.

"Lo ngapain di mobil gue? Maling ya?" Laki-laki yang mengendarai mobil itu mulai panik dengan keberadaan Ciara.

Ciara terdiam dengan mata belonya. Ia terkejut bukan main saat menyadari siapa laki-laki yang Ia tunggangi mobilnya ini. Dia adalah seorang CEO muda yang anti perempuan yang biasa Ia lihat di sosmed serta tak jarang Ia pun membaca berita tentang perusahaan yang laki-laki itu pimpin di beranda browsernya.

"A__anu Pak saya minta maaf saya tadi di kejar-kejar preman makanya saya ngumpet disini." Ciara meringis sambil menyatukan kedua telapak tangannya sebagai isyarat maaf.

"Alasan! Lo paparazi, kan? Ngaku lo!" Ciara menggeleng keras.

Laki-laki itu tiba-tiba turun dari mobilnya dan membuka pintu mobil jok tengah yang sedang Ciara duduki.

"Turun!" Tegasnya dengan tangan terkepal.

Ciara mencebikan bibirnya dan turun dari dalam mobil laki-laki itu.

"Woy...!" Baru saja Ciara turun para bodyguard itu sudah langsung menghampirinya.

Refleks Ciara langsung menyembunyikan dirinya di belakang tubuh laki-laki itu.

"Eh,eh ngapain si lo." Laki-laki itu nampak risih dengan tindakan Ciara.

"Pak tolongin Pak mereka mau nyulik saya." Mohon Ciara.

Laki-laki itu menghela nafas dan menampilkan wajah tegasnya kepada para bodyguard di depannya. Para bodyguard itu nampak terkejut dan menciut seketika saat menyadari sosok laki-laki yang berhadapan dengan mereka tersebut.

"Kalian ada masalah apa sama pacar saya?" Ciara melotot terkejut mendengar itu.

"E__enggak ada Pak. Kami permisi dulu," merekapun langsung berlari menjauh.

"Hufh... Terimakasih banyak ya Pak." Ciara keluar dari persembunyiannya dan refleks menyentuh tangan laki-laki itu karena terlalu senang.

Laki-laki itu tiba-tiba memejamkan matanya erat membuat Ciara merasa bingung. Namun, detik berikutnya Ciara langsung melotot terkejut saat menyadari dirinya telah kelupaan dengan penyakit laki-laki itu.

"M__maaf Pak saya gak sengaja." Ciara langsung melepaskan pegangannya seraya meringis dan menunduk merasa bersalah.

Laki-laki itu kembali membuka matanya sambil menatap tangannya dan membolak-baliknya seolah merasa heran. Selanjutnya Ia pun meraba-raba jantungnya yang terasa baik-baik saja.

'Kenapa gue baik-baik aja?' Batin laki-laki itu kebingungan.

"Yasudah sana pergi! Awas ya kalo sampe privasi gue kesebar berarti lo emang paparazi!"

"I__iya Pak," Ciara pun bergegas pergi dengan langkah gontai. Kupingnya benar-benar sudah terasa pengang mendengar suara laki-laki itu yang sekalinya keluar membawa amarah.

Lowongan Pekerjaan

"Abang..." Ferdi dan Mika langsung menghentikan langkah putrinya ketika gadis itu hendak masuk ke dalam ruang tindakan.

"Sabar Ci, Ayah sama Bunda juga sama, kami merasa khawatir dengan Abang mu." Mika merangkul pundak putrinya dan mengelusnya lembut berusaha menenangkannya.

Ciara mendudukkan dirinya di bangku penungguan rumah sakit dengan raut sedihnya.

"Ci, besok Ayah Bunda harus pergi ke Texas. Ayah harus melunasi hutang-hutang Ayah kepada Pak Toni. Ayah gak mau kamu kenapa-kenapa, biarkan Ayah berjuang ya sayang." Ferdi menyentuh tangan putrinya berusaha membujuk.

"Ayah... Apakah tidak ada cara lain selain pergi ke Texas?" Ciara nampak belum ikhlas.

"Enggak ada sayang. Ayah harus pergi ke luar negeri untuk mencari uang dan mengembangkan usaha Ayah disana. Ini juga Ayah lakukan demi kamu, Ayah tidak mau Toni terus-terusan mengganggu kamu." Ferdi menatap wajah putrinya dengan mata berkaca-kaca.

Ciara pun berhambur memeluk Ayahnya dan menangis tersedu-sedu.

"Maaf ya Yah, Cici belum bisa bantu hiks..."

"Enggak papa sayang, Ayah paham. Kamu kan baru lulus kuliah jadi tidak usah terburu-buru,"

"Tapi, Cici janji Cici bakalan bantu biaya pengobatan Abang," Tekadnya.

"Boleh sayang tapi ingat jangan terlalu memaksakan diri yah." Ciara mengatupkan bibirnya dan mengangguk serius.

"Cici pulang ya biar Bunda sama Ayah yang jaga Abang malam ini,"

"Tapi Bun__"

Mika menyentuh pundak sang putri dan menatapnya lembut.

"Biarkan Ayah sama Bunda memiliki waktu bersama Abang mu sebelum kami pergi,"

"Tapi besok Cici ikut ke bandara ya nganter Ayah Bunda?"

"Boleh." Balas sang Ayah dengan senyuman hangatnya.

****

Malam ini Ciara bergadang untuk mencari informasi lowongan pekerjaan di internet. Jarinya dengan gencar mengetik dan mescrol beberapa artikel info loker yang di temuinya.

Ciara menghela nafas panjang. Sudah beberapa artikel Ia baca namun tak ada satupun pekerjaan yang gaji nya di atas UMR. Mentok-mentok UMR di daerahnya hanya 4 juta. Uang segitu mana cukup untuk biaya rumah sakit abangnya dan biaya sehari-harinya ketika Ayah Bundanya tidak ada.

"Google udah, Facebook udah tapi gak ada yg cocok sama gue. Yang satu gajinya kurang yang satu kerjaannya gak masuk akal." Ciara berfikir sejenak.

"Apa gue cari di Instagram aja semoga ada akun yang mempromosikan." Ciara mengangguk-angguk dan mulai membuka aplikasi Instagram di handphonenya.

Baru masuk beranda, sebuah postingan dari akun yang diikutinya langsung membuatnya tertarik.

Disitu tercantumkan brosur yang bertuliskan, di cari asisten pribadi untuk CEO dengan gaji 50 juta perbulan. Syarat:

1. Bisa bela diri.

2. Bisa menjaga CEO dari jangkauan perempuan.

3. Kesabarnya seluas samudra.

5. Punya mental baja, beton, besi, semen, batu bata, batu belah, batu split, batu purba yang paling kami butuhkan karena kualitasnya sangat bagus dan lebih kuat, atau batu menangis juga boleh.

"Buset! Fix Komeng yang bikin persyaratannya!" Ciara menunjuk-nunjuk.

4. S1.

5. Harus berkelamin laki-laki karena kami tidak menerima karyawati.

Ciara berdecak saat membaca persyaratan yang terakhir. Padahal pekerjaan itu sangat cocok untuknya begitupun dengan gajinya.

"Ini perusahaannya Hassel William Nagasa, kan? Cowok yang tadi ketemu gue?" Ciara mengangguk-angguk.

"Dia si emang tajir tapi... Galak banget. Hufh, mana gue lagi butuh banget uangnya. Perusahaan mana coba yang mau ngegaji karyawannya 50 juta perbulan? Nyari 999 kali juga belum tentu gue nemu lagi." Ciara mengetuk-ngetuk dagunya berfikir.

Ciara beranjak dari tempat tidurnya dan berdiri di depan cermin full body. Entah kenapa tiba-tiba Ia mempunyai pikiran ingin merombak penampilannnya.

"Kayanya si mendukung." Ciara tersenyum smirk setelah menemukan solusi atas permasalahannya.

Penampilan Baru

Ciara memeluk kedua orang tuanya sambil menangis terisak-isak. Ia rasanya benar-benar tak rela harus berpisah dengan kedua orangtuanya dalam waktu yang cukup lama.

"Jaga diri baik-baik ya sayang. Kamu tidak usah khawatir Ayah sudah melakukan negosiasi ulang dengan Pak Toni." Ciara manggut-manggut sambil mengusap air matanya.

"Kalo ada apa-apa hubungi Pak Riko asisten Ayah. Dan berkabar selalu dengan Ayah bunda ya."

"Pasti Ayah."

"Yaudah kami pergi dulu ya sayang," sang Bunda mencium kening putrinya sebelum melangkah pergi.

"Hati-hati Ayah, Bunda." Ciara melambaikan tangannya dengan tatapan lirih.

Begitupun dengan kedua orangtuanya yang nampak berkaca-kaca.

Ciara menunduk seraya menyeka air matanya. Ia pun menarik nafas dalam untuk meredam rasa sesaknya.

Ciara mengambil kunci mobil di kantongnya dan berbalik badan ingin pergi.

Bruk...

"Aduh," pekik Ciara sambil memegangi jidatnya.

"Lo gimana si? Jalan yang bener dong!" Laki-laki yang dadanya tertabrak Ciara nampak menatapnya marah.

Ciara pun mendongak menatap orang yang telah Ia tabrak dan baru saja memarahinya itu. Keduanya saling memandang dengan mata melebar.

"Lo? Lo maling kemaren, kan?"

"Berapa kali si saya bilang. Saya bukan maling Pak."

"Humh, mana ada maling teriak maling." Hassel melipat kedua tangannya dan buang muka angkuh.

"Terserah lo deh! Mau nuduh gue maling kek copet kek begal kek. Capek ngomong sama cowok ngeselin, emosia, arogan kaya lo! Bisa sinting gue lama-lama." Entah terlampau emosi atau mood Ciara yang sedang tidak bagus, Ia dengan beraninya menggunakan kata lo gue untuk berbicara dengan Hassel bahkan Ia tanpa takut menyemprot laki-laki itu balik.

"Apa lo bilang?" Hassel semakin dibuat naik pitam karena baru kali ini ada orang yang berani berbicara seperti itu kepadanya.

"Kak udah Kak. Aku ketinggalan pesawat nih kalo Kakak terus-terusan debat disini." Haven sang adik menarik lengan kakaknya agar laki-laki itu mau menghentikan cekcoknya.

"Urusan kita belum selesai!" Hassel menatap Ciara tajam dengan penuh gemuruh emosi seraya berlalu pergi mengikuti tarikan sang adik.

Ciara menunduk dan menelan ludahnya tegang. Apa yang telah Ia lakukan barusan?

'Haduh mati si gue. Mana gue pengen ngelamar kerja di kantornya lagi.' Ciara mengigit bibir bawahnya gelisah.

"Gue harus permak sekarang." Ciara pun buru-buru pergi.

Tujuannya sekarang yaitu ke salon untuk memotong pendek rambutnya. Untuk baju dan celana Ciara rasa Ia tak perlu membeli karena Ia mempunyai Abang yang baik hati dan pastinya rela untuk meminjamkannya baju.

Walaupun di perjalanan tadi Ciara sangat PD dan yakin, entah kenapa ketika Ia sudah duduk di depan cermin besar milik si tukang salon rasa ketidakrelaan itu mulai hadir di hatinya.

Rambut panjangnya yang cantik yang Ia rawat seperti anak sendiri, kini harus Ia relakan.

"Hufh... Gak papa cuma rambut bisa tumbuh lagi. Sedangkan Abang lo? Kalo meningsuy gak bisa dia tumbuh lagi!" Ciara mengangguk serius dengan penuh keyakinan.

Ia memejamkan matanya ketika si mbak mbak salon mulai memotong rambut panjangnya secara brutal. Sepanjang pemotongan Ciara terus memejamkan mata hingga...

Khok... Khok...

Si Mba Mba salon geleng-geleng kepala melihat pelanggannya malah tertidur. Namun si Mba Mba profesional itu nampaknya tak sedikitpun merasa kesusahan untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Kak, udah selesai Kak." Si Mbak menggoyangkan tubuh Ciara hingga akhirnya gadis itu terbangun dari tidurnya.

"Eh, maaf Mba ngantuk hehe..." ujarnya seraya menoleh ke arah kaca didepannya.

Ia terdiam cukup lama memperhatikan penampilan barunya. Ciara menyugar rambutnya yang masih sedikit gondrong itu ke atas.

"Waw... Mba itu S1 percukuran ya? Bagus banget Mba hasilnya,"

"Saya sebetulnya S2 manajemen Kak. Tapi saya sedih karena pekerjaan saya hanya menjadi karyawan tukang cukur."

"Ha yang bener Mbak?" Ciara menoleh menatap si mbak salon serius.

"Iya. Baru tadi malem wisuda."

Ciara memasang wajah kakunya. Ia sekarang paham apa yang dimaksud si mbaknya. Bagaimana bisa Ia dengan seriusnya percaya.

"Jadi berapa mbak?"

"Tiga puluh aja." Ciara mengangguk dan mengeluarkan kartu atm-nya.

"Sebentar ya..." Ciara mengangguk dan menunggu mbak itu kembali.

"Nih... Terimakasih canteng." Ciara memundurkan kepalanya mendengar panggilan mbak itu.

Ciara pun menerima kartu ATM miliknya yang Mbak itu sodorkan.

"Nama saya bukan canteng Mbak."

"Maksud saya kamu itu cantik tapi ganteng juga."

"Terserah Mbak deh," Ciara memutar bola matanya malas.

"Nanti langganan disini ya." Si mbaknya mengedipkan sebelah matanya membuat Ciara bergidik ngeri dan merasa resah.

Tanpa membalas apapun Ciara langsung ngacir pergi keluar salon dengan perasaan takut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!