NovelToon NovelToon

Cinta di Badai Musim Semi

Awal

"Dasar gadis aneh!"

"Sepertinya dia sudah gila."

"Mungkin saja, benar-benar menjijikan."

"Entah kenapa dia bisa bersekolah di sini."

Amira Nimra, gadis berusia 18 tahun itu hanya bisa terdiam saat banyak cemoohan terlontar untuknya. Gadis itu tidak bisa berbuat banyak, bahkan ia sendiri lelah dengan hidupnya yang begitu rumit ini.

Amira merupakan gadis yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal saat dirinya berusia 7 tahun karena kecelakaan. Beruntungnya, Ia masih memiliki seorang kakak yang begitu menyayanginya dan selalu ada untuknya setiap saat. Kakak yang bernama Rio Anggara kini meneruskan perusaan warisan ayahnya dan menjadi CEO di usia yang cukup muda.

Tidak ada yang tahu, atau mungkin Amira sengaja menyembunyikan semua itu. Dalam satu tahun ini, mungkin terhitung hampir 3 kali Amira pindah sekolah, hal itu dikarenakan dirinya yang tidak pernah betah dan selalu di bully karena di anggap aneh dan gila.

Ia memiliki rahasia, hanya dia dan kakaknya saja yang tahu, yaitu dirinya memiliki penyakit mental Kepribadian Ganda atau biasa di sebut dengan Dissociative identity disorder (DID). DID adalah kondisi yang membuat pengidapnya membentuk dua atau lebih kepribadian di dalam dirinya.

Di dalam diri Amira terdapat 3 kepribadian. Yang pertama adalah Amira berusia 18 tahun, Amira merupakan pemilik asli tubuhnya, gadis itu begitu pendiam, namun jika dengan seseorang yang dekat dia akan menjadi begitu ceria. Lalu yang kedua bernama Kyla berusia 8 tahun, Kyla selalu muncul di saat gadis itu merasa kesepian, dia akan begitu manja kepada kakak Amira. Kepribadian terakhir yang dimiliki gadis itu bernama Eliza berusia 20 tahun, kepribadian ini akan muncul saat Amira merasa terancam, sifatnya begitu dingin, kejam, dan sedikit psikopat. Eliza tidak akan segan melukai seseorang yang menurutnya berbahaya.

Inilah alasan mengapa orang-orang menganggap Amira aneh dan gila. Kepribadian gadis itu kadang muncul di saat yang tidak tepat dan membuat keadaan semakin memburuk.

Kini, Amira terus berjalan mencoba untuk tidak memperdulikan ocehan orang-orang. Gadis itu berjalan dengan cepat sembari menunduk hingga tidak sadar seseorang ada di hadapannya.

Bruk

Tabrakan itu tidak ter-elakkan. Amira jatuh terduduk dan meringis sakit, sebuah tangan terulur di hadapannya membuat ia mendongak dan menatap pemiliknya. Tatapan pemuda itu nampak ramah kepadanya membuat Amira sedikit lega.

Dengan terburu-buru gadis itu beranjak mengabaikan uluran tangan pemuda itu. Amira bercicit pelan, "Maafkan aku karena menabrakmu."

Pemuda itu menarik uluran tangannya dan tersenyum tipis, "Tidak masalah."

"Permisi," setelah mengatakan hal itu, Amira pun bergegas pergi dari sana meninggalkan sang pemuda yang kini menatap kepergiannya dengan bingung.

"Ya Tuhan! Dia menyentuh Pemuda terpopuler di sekolah!"

"Lihatlah wajah sok manisnya, menjijikan sekali."

Pemuda yang sedari tadi mendengarkan hanya mengernyitkan dahinya bingung. Ia sedikit penasaran kenapa gadis yang bernama Amira itu di kucilkan oleh banyak orang? Amira cukup terkenal dengan rumornya, mereka mengatakan bahwa gadis itu aneh dan gila.

Setia Renandra, pemuda berusia 19 tahun itu hanya mendengus, sedikit tidak menyukai rumor yang tidak berdasar tersebut. Tanpa memperdulikan ocehan para siswa, ia pun melanjutkan perjalanannya menemui teman-temannya.

...****************...

"Hei, kalian berhenti menggoda Nina, lihatlah wajahnya sudah memerah."

"Jadi Nina benar-benar menyukai Andra? Aku akui seleramu sedikit buruk," ucap seorang gadis bernama Mika Sanjaya dengan nada mengejek. Pemuda dengan nama lengkap Andra Mahendra itu pun nampak tidak terima kala Mika mengejeknya, "Hei, Dasar tidak sadar diri, bahkan wajahmu mirip seperti nenek lampir!"

"Apa kau bilang!?" Mika langsung kesal di buatnya, keduanya saling memandang tajam seakan-akan ada sengatan listrik yang saling beradu.

"Hei.. Hei, kalian ini selalu saja bertengkar," Gita Iskandar, gadis itu mencoba melerai keduanya. Mika dan Andra pun mendengus secara bersamaan dan saling memalingkan wajah.

"Hei, Setia!" panggil pemuda yang bernama Ryan Saputra kala melihat Setia tengah berjalan ke arah mereka.

"Hn," sahut Setia, pemuda itu mendudukan dirinya pada bangku.

Kini mereka ber-enam tengah berada di dalam kantin sekolah. Tempat itu sekarang sangat ramai karena biasanya pada jam istirahat banyak para murid datang untuk mengisi kekosongan perut mereka setelah di hajar habis-habisan oleh mata pelajaran.

Setia meminum Jus Jeruknya yang baru saja di pesan dalam diam. Tiba-tiba pandangannya teralihkan saat mendengar suara berisik yang jaraknya tidak cukup jauh darinya. Pemuda itu melihat Amira yang baru saja jatuh tersungkur karena tersandung kaki seseorang dengan sengaja, makanan yang gadis itu bawa pun jatuh berserakan mengotori lantai.

"Ups, maaf.." ucap seorang gadis dengan nada mengejek, ia dan kedua temannya pun tertawa.

"Elena, kau tidak perlu meminta maaf pada orang gila, haha!" gadis yang bernama Olivia itu mencoba memanasi keadaan.

"Oh ya, kau benar! Aku hampir lupa bahwa yang aku tabrak ini adalah orang gila," Elena menatap Amira dengan tatapan merendahkan, gadis itu menendang nampan Amira saat gadis itu hendak menjangkaunya.

Amira yang mendapatkan perlakuan seperti itu hanya terdiam, ia menundukkan kepalanya lama.

"Yatim Piatu, miskin, gila. Amira, jangan kesal oke? Kau pantas menerima semua ini," Jessica turun merendahkan gadis itu.

"Heh," dengus Amira. Gadis itu mendongak dan menatap ketiga gadis itu dengan tatapan tajam dan dingin.

"Lihatlah tatapannya, kau membuatku takut Amira, hahaha!" tawa Elena kian membahana di kantin, banyak siswa yang menyaksikan kejadian itu, namun mereka hanya diam menonton.

Amira menyeringai, "Benarkah?"

Sebuah garpu melesat ke samping wajah Elena dengan kecepatan kilat. Semua orang yang menyaksikan hal itu terkejut termasuk Elena yang mematung. Pipi gadis itu terluka karena tergores oleh garpu tersebut.

Elena mengusap darah di pipinya, gadis itu menatap Amira dengan marah, "Kau!"

Elena hendak menampar gadis itu, namun tangannya tertahan dengan kuat. Amira kian menguatkan cengkraman tangannya pada Elena membuat gadis itu meringis kesakitan, Amira terkekeh, "Dasar Gadis bodoh."

Amira mendorong gadis itu hingga terjerembap ke lantai. Jessica yang tidak terima Elena dipermalukan pun hendak memukul gadis itu, namun dengan gesit Amira menghindar dan menendang perut Jessica hingga gadis itu terjatuh.

Olivia melangkah mundur, gadis itu takut menghadapi Amira yang berubah.

"Dasar gila!" umpat Elena kepada Amira, gadis itu memegangi tangannya yang masih terasa sakit.

"Kau ingin melihatku lebih gila dari ini Elena?" Amira melebarkan seringainya, gadis itu mengambil pulpen yang ada di saku bajunya.

Tak!

Mata pulpen itu keluar setelah Amira menekannya. Elena mulai takut dengan tatapan Amira, gadis itu memundurkan langkahnya kala Amira mulai mendekat ke arahnya.

"Jangan mendekat! Tolong!" teriak Elena dengan ketakutan, namun nampaknya para siswa yang lain tidak berani mendekat.

Amira kian melebarkan senyumnya, tangannya terangkat tinggi, "Sejujurnya aku mulai menyukai suaramu Elena."

Bersambung...

Welcome di cerita baruku, jangan lupa like, coment, dan subrek ya hehe

Kyla

Grep

Tangan Amira terhenti saat sebuah tangan kekar menahan gerakannya. Gadis itu menatap tajam seseorang yang sudah menganggu kesenangannya itu.

"Sudah cukup pertunjukannya," ucap seorang pemuda dengan tegas.

Amira menatap dengan tidak senang, "Jangan ikut campur!"

Setia-pemuda itu melepaskan pegangannya pada Amira, "Kau akan di keluarkan dari sekolah jika melakukan kekerasan."

Amira mendengus remeh, "Kau pikir aku perduli? Menjauhlah atau kau akan bernasib sama dengan dia."

Ancaman Amira tidak membuat Setia takut. Pemuda itu merebut pulpen Amira dan menyimpannya, "Kau tenang saja, Elena dan teman-temannya akan di kenakan sanksi karena membullymu."

"Apa!" Elena nampak tidak terima, gadis itu menatap Amira dengan tajam, "Sudah jelas bahwa dia ini gila, seharusnya orang gila tidak diterima di sekolah ini!"

"Elena! Kau tidak mempunyai hak untuk menghakimi orang lain," Tegas Setia. Sebagai ketua osis, pemuda itu mencoba untuk bersikap adil.

Amira memasukkan tangannya pada saku, raut wajah gadis itu berubah menjadi datar, "Terserah, aku tidak perduli."

Amira berjalan meninggalkan kerumunan dengan wajah dingin. Saat dirinya lewat, semua orang nampak membuka jalan untuknya dan berbisik-bisik mengenai dirinya.

Setia menatap kepergian Amira dalam diam, lalu tatapan pemuda itu beralih ke arah Elena dan teman-temannya, "Katakanlah sesuatu sebelum aku melaporkan perbuatan kalian kepada Waka Kesiswaan."

Elena berdecih, "Aku tidak akan meminta maaf."

Setia tersenyum, "Maka hukuman akan menjadi gantinya."

Pemuda itu meninggalkan Elena tanpa memperdulikan teriakan gadis itu. Teman-teman Setia yang sedari tadi menonton hanya melongo, mereka nampak kagum dengan apa yang Setia lakukan.

"Dia benar-benar keren," puji Gita dan disetujui yang lainnya. Setia kembali ke tempat duduknya semula dan memakan makanannya yang sempat tertunda. Ia nampak tidak memperdulikan tatapan teman-temannya.

"Setia, apa kau menyukai Amira?" celetuk Mika membuat teman-teman lainnya terkejut.

"Tidak," jawab Setia dengan singkat.

"Ah, kupikir kau menyukai gadis aneh itu. Kau tahu, kami terkejut dengan tindakanmu hari ini," Ryan menambahkan, teman-temannya pun turut menyetujuinya.

Tak!

Sentakan sebuah garpu membuat teman-temannya bungkam. Setia menghela napasnya kasar, "Aku tidak menyukainya oke? Aku hanya membantunya sebagai ketua osis!"

"Oke, santai bro... Kami hanya bercanda kau tahu," Andra mencoba menenangkan Setia yang nampak kesal. Mendengar hal itu Setia mendengus, "Kekanakkan."

...****************...

"Hiks.. Hiks.. " isak seorang dengan pilu. Amira-gadis itu menekuk kedua lututnya dan menyembunyikan wajahnya di sana. Di kamar itu hanya terdengar isakannya saja. Amira kini tinggal di sebuah apartemen sendirian, hal itu di lakukan agar hubungan antara Kakaknya dan Amira tidak diketahui oleh seorang pun.

Meskipun berat, namun hal itu harus di lakukan untuk melindungi gadis itu dari kejamnya orang-orang yang haus akan kekuasaan.

Kriet

Pintu kamar gadis itu terbuka perlahan menampilkan seorang pemuda yang menatapnya dengan khawatir.

"Amira," panggil pemuda itu. Amira terdiam sejenak, perlahan ia mendongak menatap pemuda itu. Tangisnya pecah seketika, Amira berlari dan memeluk pemuda itu.

"Kakak...  Hiks, dia datang lagi, aku lelah .. Hiks," tangis Amira di pelukan kakaknya itu.

Rio Anggara, pemuda berusia 23 tahun itu memeluk adiknya dengan erat mencoba menenangkannya. Pemuda itu turut prihatin dengan keadaan adiknya itu.

"Maaf karena kakak belum bisa menyembuhkanmu Amira," kata Rio dengan lirih, pemuda itu benar-benar merasa bersalah. Amira kian terisak, benar-benar merasa tidak tahan dengan apa yang terjadi padanya.

"Hmm..." gumam Amira dengan tidak jelas. Rio yang merasa aneh pun menatap wajah gadis itu, seketika ia sedikit terkejut, ia menatap Amira dengan serius, "Siapa kau?"

"Kak Rio," ucap Amira, ia menatap Rio dengan tatapan memohon seperti anak kecil.

"Kyla," tebak Rio terkejut, ia sedikit tidak menyangka bahwa kepribadian Kyla akan muncul di saat-saat seperti itu.

Amira atau sekarang kini adalah Kyla nampak lesu, tatapan gadis itu sayu, "Sakit."

Rio yang mendengar hal itu tertegun, lalu punggung tangannya menyentuh kening Kyla. Suhu badan gadis itu panas.

"Pergilah ke kasur, Kak Rio akan membuatkan Kyla bubur, mau?" mendengar hal itu Kyla hanya mengangguk. Rio menuntun gadis itu menuju kasur, setelah menyelimuti Kyla ia pun pergi untuk membuat Bubur.

Tidak sampai 30 menit, bubur pun telah selesai Rio buat. Pemuda itu membawanya ke dalam kamar Amira, ia sedikit lega kala mendapati gadis itu hanya menonton serial kartun di Tv.

"Kyla, Kak Rio akan menyuapimu," Kyla mengangguk dengan antusias. Bagi gadis kecil itu, di suapi oleh Rio adalah hal yang paling membuatnya bahagia.

Dengan telaten Rio menyuapi Kyla, gadis itu cukup penurut jika bersama dengan pemuda itu, namun akan sangat nakal jika bersama dengan orang asing.

Setelah menyuapi Kyla, gadis itu akhirnya tertidur. Rio menyelimuti Kyla dan setelah itu meninggalkannya sendirian di dalam kamar.

Rio berjalan perlahan menuju kamarnya, pemuda itu duduk di meja kerjanya. Terlihat pemuda itu tengah memijat keningnya, raut wajahnya gelisah. Rio menyandarkan tubuhnya pada kursi dan menatap foto keluarganya yang terdiri dari Ayah, Ibu, Amira, dan dirinya. Keduanya nampak bahagia dengan Amira yang tengah berada di gendongan ibunya, sedangkan dirinya tengah memeluk kaki ayahnya.

Mengingat kenangan itu membuat Rio tersenyum.

Drttt

Drttt

Ponsel pemuda itu berdering nyaring di meja kerjanya. Rio mengangkat panggilan tersebut, "Halo?"

[Pak Rio! Sesuatu terjadi di perusahaan!] ucap seseorang yang menelpon pemuda itu.

"Aku akan ke sana 5 menit lagi," balas Rio dengan nada sedikit kesal.

[Baik Pak!]

Tut

Sambungan pun terputus, Rio bergegas memakan setelan kerjanya. Ia pun menyambar kunci mobilnya dan pergi menuju ke perusahaan.

...****************...

"Seseorang membobol masuk data rahasia yang dimiliki perusahaan, tapi anehnya semua data yang di miliki oleh perusahaan masih utuh," jelas Gerald selaku tangan kanan Rio.

"Pelakunya?" tanya Rio.

"Belum ada jejak sama sekali," jawab Gerald. Rio membuka komputernya, pemuda itu memeriksa data-data perusahaan.

"Tunggu, kenapa data Amira hilang?" gumam Rio dengan terkejut. Pemuda itu kian memfokuskan matanya pada komputer dengan sedikit panik.

"Gerald, seseorang mencuri data tentang Amira," Gerald nampak terkejut, "Bagaimana bisa? Sedangkan keberadaan Amira hanya beberapa orang saja yang tahu. Identitas gadis itu masih sangat di rahasiakan."

Brak!

Rio memukul mejanya, pemuda itu nampak marah dengan apa yang terjadi, "Sepertinya seseorang sudah mengkhianati kita."

"Gerald, cari pelaku itu secepatnya, tidak perduli berapa banyak anak buah yang akan kau keluarkan," titah Rio pada Gerald. Tatapan pemuda itu kian menajam, "Akan aku pastikan orang itu tidak akan bisa hidup tenang selamanya."

~Keesokan Harinya~

Amira perlahan membuka matanya saat cahaya matahari mulai menyinari seluruh kamarnya. Gadis itu beranjak duduk dan melihat sekelilingnya, lalu tatapannya beralih pada meja nakas yang kini di atasnya telah tersedia sarapan dan obat untuknya.

Amira membaca catatan kecil yang terletak di samping nampan dan membacanya.

*Istirahatlah, Kakak sudah meminta anak buah kakak untuk membawakan surat ke sekolah, jangan khawatirkan apa pun.*

~Rio

Bersambung..

Flashback Ryan

"Kau tahu gadis yang bernama Amira itu?" celetuk Mika dengan tiba-tiba. Andra menatap gadis itu dengan penasaran, "Kenapa dengan Amira?"

"Apakah mungkin Amira selalu kerasukan saat dirinya dalam bahaya? Mungkinkah karena itu dia dianggap aneh dan gila?" Mika mengeluarkan sebuah pendapatnya dengan pose penasaran. Andra nampak mengangguk-angguk setuju, "Hari ini dia tidak bersekolah, apakah mungkin karena kejadian kemarin?"

Nina menatap Andra dan turut bertanya, "Keterangan?"

"Sakit, seseorang mengantarkan surat gadis itu. Kau tahu? Semua siswa di kelasku mulai berpikiran yang tidak-tidak, seperti mengatakan bahwa seseorang yang mengantarkan surat Amira adalah Sugar Daddy-nya," jelas Andra secara keseluruhan. Setia yang sedari tadi mendengarkan menatap Andra, nampak ia sedikit tertarik dengan apa yang Andra ceritakan.

"Amira hanya gadis yatim piatu, dan yang aku tahu dia tidak mempunyai saudara," tambah Gita yang sedari tadi diam.

"Sejujurnya, aku pernah menyelamatkan Amira, tidak.. Tapi sebaliknya," ucap Ryan tiba-tiba membuat teman-temannya menatap dirinya dengan terkejut termasuk Setia.

"Bagaimana bisa?" Andra bertanya dengan cukup heboh. Setia diam-diam menunggu Ryan melanjutkan ucapannya.

Ryan nampak memegang dagunya seolah-olah berpikir, "Ini sudah lama sekali, mungkin sekitar 2 bulan yang lalu, atau bisa di katakan di hari pertama Amira menjadi siswi baru di sekolah kita."

Flashback On'

Pov Ryan'

Sepulang sekolah, aku dan teman-temanku berkumpul di cafe untuk bersenang-senang. Banyak pasang mata melirik-lirik kami, mungkin mereka berpikir kami adalah sekelompok anak nakal yang harus di jauhi, entahlah itu hanya pendapatku saja.

Aku dan teman-temanku bermain hingga lupa waktu. Saat aku melihat jam yang melingkar di tanganku, aku terkejut karena waktu menunjukkan pukul 16.30, bergegas aku pamit untuk langsung pulang kerumah.

Drtt

Drtt

Ponselku berbunyi saat aku hendak mengenakan helm. Rupanya Ibuku menelponku, aku pun mengangkat panggilan darinya itu.

"Halo Ibu?"

[Ryan, ibu ingin kau ke Minimarket dan membeli Daging Sapi, Brokoli, Susu, dan bla bla] Aku hanya mendengarkannya dengan malas, meski begitu Aku tetap mengingat-ingat semua yang Ibuku pinta.

[Nah, itu saja oke?] ucap Ibu setelah selesai menyebutkan semua yang ingin ia titipkan padaku.

"Baik Bu," jawabku. Ibu hanya terkekeh di seberang sana, mungkin ia tahu bahwa ekspresiku tengah kesal saat ini.

[Maaf ya Ryan, hati-hati di jalan,] setelah mengucapkan itu Ibu menutup panggilannya.

Aku menghela napas panjang, setelah mengenakan helmku, aku pun mulai melajukan motorku dengan kecepatan sedang. Tidak butuh waktu lama aku pun sampai di Minimarket, setelah melepaskan helm aku pun masuk ke sana.

Para karyawan seperti biasa menatapku terpana, oh! Mungkin karena aku memiliki wajah yang tampan dan rupawan, haha. Aku mulai mengambil satu persatu bahan-bahan yang ibu titipkan padaku dan memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah selesai mendapatkan semuanya, aku pun membawa keranjang tersebut ke kasir untuk membayar.

Kasir mulai menghitung semua bahan belanjaanku dengan cepat, aku memperhatikan mereka dengan seksama.

"Totalnya Rp287.000 nona," ucap Kasir melayani pembeli yang ada di sebelahku.

"Terimakasih," balasnya. Aku menyadari seseorang yang ada di sampingku adalah Amira, siswi baru di kelas Andra hari ini.

"Totalnya Rp321.000 Tuan," kata kasir itu menyebutkan nominal belanjaanku. Aku mengeluarkan ponsel dan men-scan kode untuk melakukan pembayaran secara online. Setelah membayar aku pun pergi dari Minimarket.

Aku meletakkan belanjaanku di motor, lalu tidak sengaja aku menatap Amira yang cukup jauh dariku. Sepertinya gadis itu tidak menyadari bahwa ada tiga orang tengah mengikutinya dari belakang. Setelah Amira memasuki gang, aku pun bergegas menyusulnya kesana.

Aku berlari dan mencari keberadaan gadis itu, dan terkejut mendapati Amira yang tengah memeluk barang belanjaannya dengan takut karena ketiga orang itu.

"Jangan menganggu gadis itu!" teriakku dengan berani, aku berlari ke arah mereka dan menendang salah satunya, kami pun terlibat dalam perkelahian.

Sekilas aku menatap Amira yang terduduk, gadis itu terengah-engah entah karena apa. Karena tidak fokus, aku tidak menyadari bahwa salah satu dari mereka berada di belakangku.

Bugh!

Preman itu menghantam punggungku dengan balok kayu hingga membuatku tersungkur ke tanah. Sial! Pandanganku mulai berkunang-kunang.

Ketiga preman itu menertawaiku, bahkan mereka menendangku terus menerus tanpa ampun. Aku hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat banyak lagi.

Dengan pandangan buram aku melihat Amira beranjak dari duduknya, entah kenapa tiba-tiba aku merasa gadis itu menjadi orang yang berbeda. Amira menatap ketiga preman itu dengan datar, sekilas ia menatapku dengan tajam, apa aku melakukan kesalahan?

"Bodoh sekali," ucapnya dengan dingin. Hei, siapa yang dia umpati? Aku atau mereka. Gadis ini memang benar-benar susah untuk di tebak.

Amira mengambil balok kayu yang sebelumnya mereka hantamkan kepadaku. Gadis itu menyeringai, dan tiba-tiba aku merasa takut.

"Hai Nona, bukankah kau sampai gemetar tadi? Jangan berpura-pura berani, lebih baik kau bermain saja dengan kami," ucap salah satu preman menggoda Amira. Aku mencoba beranjak, namun sial aku tidak bisa, seluruh badanku sakit.

"Tetaplah di situ dan jangan bergerak," ucap Amira padaku dengan nada datar. Gadis ini sebelumnya terlihat sangat penakut, bagaimana bisa ia menjadi begitu berani?

"Kalian ingin bermain-main bukan? Aku akan memberikan kalian permainan yang tidak akan pernah kalian lupakan," kata Amira dengan tersenyum, tidak! lebih tepatnya menyeringai.

Gadis itu dengan gesit memukul salah satu preman hingga terpental menghantam barang-barang bekas. Lalu ia melemparkan balok di tangannya hingga mengenai wajah preman yang lain. Satu-satunya preman yang masih berdiri nampak tidak terima karena kedua temannya kalah dengan begitu cepat.

"Jal*ng sialan! Aku akan membu*uhmu," teriak preman itu dan berlari ke arah Amira. Amira tersenyum tipis, gadis itu dengan santai menghindar dari pukulan preman itu dan menendang tulang keringnya keras. Aku meringis, preman itu nampak sangat kesakitan setelah Amira menendangnya.

Tidak hanya itu saja, Amira menendang perut preman itu secara brutal hingga mulut preman itu mengeluarkan dar*h.

"Amira, hentikan!" teriakku, Amira menghentikan tendangannya. Gadis itu menatapku dengan datar dan tidak senang. Gadis itu mendengus remeh sembari menatap ketiga preman itu, "Lemah."

Setelah berurusan dengan ketiga preman itu, Amira memungut semua belanjaannya yang berserakan, lalu ia mendekatiku. Tangan mungilnya terulur padaku, apa dia hendak membantuku?

"Di mana kunci motormu?"

What?! Dia malah menanyakan kunci motorku dibandingkan membantuku untuk beranjak. Meskipun begitu dengan tertatih-tatih aku mengeluarkan kunci motorku di dalam saku dan memberikannya pada gadis itu.

Amira mengantongi kunci motorku, gadis itu berjongkok dan mengalungkan tanganku di bahunya. Dengan sekuat tenaganya gadis itu membantuku beranjak dan berjalan ke arah parkir tempat motorku berada.

Amira menaiki motor dan mengenakan helmku, gadis itu menatapku datar dan berkata, "Naiklah."

Glek!

Aku gugup, baru kali ini seorang perempuan hendak memboncengku. Sejujurnya aku sedikit malu, awal-awal aku ingin menolong gadis ini malah berakhir aku yang ditolongnya. Aku menaiki motor dan membawa belanjaannya.

"Dimana alamatmu," tanya Amira padaku, aku menyebutkan alamatku dan gadis itu mengangguk. Lalu Amira melajukan motorku dengan kecepatan sedang menuju rumahku.

15 Menit kemudian sampailah Amira di depan gerbang rumahku. Gadis itu turun dan berbincang pada satpam rumahku, entah apa yang ia bicarakan aku tidak tahu. Setelah berbincang Amira mendekat dan mengambil belanjaannya, gadis itu tersenyum tipis.

"Terimakasih," ucapnya dengan tulus lalu pergi. Eh? Bagaimana bisa dia pulang?

"Tuan Muda, anda tidak apa-apa? Biar ku bantu," Aku dirangkul oleh satpam, lalu satpam lainnya membawa motorku ke dalam. Aku sedikit memikirkan bagaimana caranya Amira pulang.

"Tuan muda tenang saja, nona tadi sudah di antar oleh supir," kata Satpam seolah-olah mengetahui apa yang aku pikirkan.

"Ah ya, baguslah," jawabku dengan lega kala mendengarnya.

Pov End'

Flashback Off'

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!