NovelToon NovelToon

Asmara Settingan

Asmara Settingan 1.

Cekrek*

Cekrek*

Cekrek*

Kilatan flash dari cahaya lampu blitz alat pemburu berita memenuhi lobby, mengiring langkah sepasang anak manusia yang baru saja kedapatan keluar secara bersama dari lift salah satu hotel berbintang yang ada di pusat kota.

Pihak keamanan hotel sudah berusaha menghalau para wartawan karena dapat mengganggu kenyamanan pangunjung yang lain. Di lobby hotel saat ini terlihat ramai, beberapa pengunjung sedang melakukan reservasi kamar dan perhatian mereka juga ikut ditarik pada grombolan awak media hingga genggaman tangan mereka ikut bergerak mengarahkan kamera masing-masing.

Sudah dapat dipastikan. Secepatnya akan rilis hasil buruan mereka malam ini. Seperti mendapat durian runtuh. Benar tidaknya urusan belakangan karena tugas mereka cepat mengabarkan sisanya biar netizen yang bereskan.

*

*

*

Surya mulai menyelinap masuk, menyentuh permukaan kulit seputih salju. Memberikan kehangatan. Matanya mengerjap dengan tangan terangkat berusaha menghalau cahaya hangat yang terasa mengganggu namun ternyata tidak membantu.

"Sudah pagi," gumamnya pelan. "Ah...rasanya aku masih ingin tidur. Bisakah pemotretan ditunda beberapa jam lagi. Badanku rasanya remuk"

"Apa Mini sudah datang? Sepertinya belum" setelah bertanya dan memberi jawaban sendiri. Ia kembali masuk dalam gulungan selimutnya.

"BIP"

"BIP"

"CEKLEK"

Pintu apartemen terbuka lalu menutup kembali setelah seseorang yang melangkah masuk segera berlari menuju tangga hendak kelantai atas.

"Ceklek"

"HENA!!!"

Pintu terbuka secara paksa beserta suara yang memekakkan telinga.

"Hena, bangun! Ayo bangun!!"

Pemilik nama Hena itu belum juga memberi respon padahal tubuhnya sudah diguncang dengan sangat kuat.

"Oke. Kalau kamu tidak mau bangun. Aku akan berhenti kerja hari ini juga!!"

Mendengar ancaman itu membuat Hena segera membuka mata dan mendudukan diri dengan segera.

"Apaan sih Mini. Kamu suka sekali mengancamku"

"Mini, Mini. Namaku itu Jini. J.I.N.I"

"Hm...terserahlah. Ada apa?" Hena beranjak meninggalkan pembaringan menuju sofa yang mengarah langsung pada jendela besar. "Pemotretan bisa diundur sebentarkan? Badanku sakit semua ini"

Tangan seputih salju itu menekan sebuah tombol, hingga tirai jendela besar dihadapannya terbuka. Menampilkan keindahan kota saat diterpa cahaya surya.

"Pemotretan apa? Kamu lupa kalau semua kontrak sudah dibatalkan"

Hena terdiam saat mendengar perkataan Jini. Pandangannya fokus pada ke indahan yang kini tersaji.

"Hena, kamu dengar aku gak sih?"

"Mm...aku dengar," ucap Hena pelan. Ia terlihat tidak bersemangat pagi ini.

"Sudah jangan bahas yang gak penting"

Kalimat Jini berhasil mengalihkan pandangan Hena. Ia kini menatap heran pada menager sekaligus asisten pribadinya tersebut.

"Kamu punya hubungan apa dengan pengusaha itu?"

Kerutan di pelipis Hena semakin bertambah. Dia belum mengerti apa yang Jini katakan.

"Dasar yah. Kamu punya hubungan apa dengan si Agam itu?" kesal Jini pada Hena.

"Agam? Apa sih. Kamu ngomong apa?. Aku gak ngerti"

"Sejak kapan kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" Jini menggerutu seraya tangan mengutak-ngatik ponselnya lalu memberikan pada Hena.

Hena lekas menerima. Ia menatap pada ponsel Jini yang memuat.

*Hena aktris dan model terkenal kedapatan jalan berdua dengan pengusaha muda Agam Raksa*

*Hena aktris yang terlibat skandal kini kedapatan bermalam dengan pengusaha muda Agam Raksa di sebuah hotel*

*Hena Sanjaya menjalin hubungan asmara dengan pewaris Raksa Group*

*Pengusaha muda, Agam Raksa berkencan dengan aktris sekaligus model terkenal, Hena Sanjaya*

*Pewaris tunggal Raksa Group kini memperlihatkan hubungan asmaranya bersama sang kekasih*

Mata indah dark hazel itu membola. Semua situs berita online kini berisikan tentang dirinya yang menjalin hubungan asmara dengan seorang pengusaha muda.

Hena terus menggulir layar benda pipih tersebut. Ada banyak foto dirinya bersama seorang pria dari berbagai sudut. Berjalan beriringan tanpa adanya adegan manis, menandakan bahwa mereka bukanlah sepasang kekasih.

"Hanya foto seperti ini bisa dibilang menjalin hubungan?" Hena berdecak seraya melempar kembali benda pipih tersebut pada pemiliknya.

"Bukan fotonya. Tapi ini tentang orangnya," kata Jini. Ia sudah kembali memasukan ponselnya kedalam tas. "Kamu dan Agam"

"Behhhh... Coupel Goals," mata Jini berbinar kala membayangkan visual Hena beserta pengusaha yang dikabarkan dekat dengannya.

Hena memutar bola mata. Jika urusan menghayal yang iya iya memang bakat utama managernya tersebut.

"Biarkan saja. Paling beritanya akan hilang sendiri setelah seminggu atau bahkan lebih cepat"

"Kamu jangan salah, Hena. Kali ini kamu berkencan bukan dengan orang sembarangan. Dia kelas Hiu Kakap" seloroh Jini disertai tawanya.

"Aku tidak berkencan dengannya. Kenal saja tidak," sanggah Hena cepat seraya berdiri menuju kamar mandi.

"Benarkah?" Jini tampak terkejut namun hanya sesaat sebelum ekspresinya kembali normal. "Aku pikir juga begitu sih. Tidak mungkin kamu seberuntung itu kan. Setelah putus dari Sam kamu malah mendarat cepat di pelukan si Agam"

"TAKK"

Hena menjitak pelan kepala Jini yang dari tadi mengekornya ke kamar mandi.

"Jangan sembarangan kalau ngomong, Mini!" tekan Hena pada Jini yang terlihat mengelus pucuk kepalanya sendiri.

"Ya baiklah. Tapi kita harus menghadapi awak media dibawah. Kita beri klarifikasi masalah ini"

"Aku bisa klarifikasi di sosial media," dengan mulut yang penuh karena menggosok gigi Hena menjawabnya.

"Bukan klarifikasi seperti itu"

Hena melirik Jini melalui kaca yang ada dihadapannya. Seakan memberi tanya apa maksud Jini sebenarnya.

"Kita bisa gunakan kesempatan ini untuk menaikan namamu lagi dan berita lama akan tenggelam," kata Jini dengan alisnya yang terlihat naik turun. "Beberapa brand pagi tadi menghubungi ku, sepertinya mereka ingin memastikan berita yang beredar"

Hena hanya diam saja dan terus melanjutkan kegiatannya yang sedang membersihkan gigi.

"Kamu bisa mengaku menjalin hubungan dan nanti jika ada masalah katakan saja sudah putus," lanjut Jini lagi.

"Uhuk"

"Uhuk"

"Uhuk"

Hena bahkan langsung terbatuk saat mendengar saran absurd dari menagernya.

Yang benar saja dia harus mengaku-ngaku jadi kekasih pria yang bukan kekasihnya. Hal itu bisa saja merendahkan harga dirinya. Konyol.

"Hati-hati dong. Kamu buru-buru sekali," Jini mengusap-ngusap punggung Hena. Meski harus berjinjit karena tinggi Hena sangat jauh dari Jini.

"Kamu itu yang harus hati-hati kalau ngomong. Kenapa aku harus ngaku-ngaku jadi kekasih orang. Yang benar saja kamu, Mini!!"

"Hanya ini satu-satunya cara agar semua kontrak kembali. Kamu pasti mendapat keuntungan yang banyak, Hena"

"Persetan dengan kontrak. Aku tidak peduli"

"Yakin kamu? Kamu sudah seminggu loh gak ada penghasilan"

Hena terdiam.

Semenjak skandal yang menyeret namanya mencuat dan jadi konsumsi publik, beberapa kontrak yang ada di tangan Hena lepas. Hingga hal itu juga berdampak pada pemasukannyq, ia jadi tidak memiliki penghasilan selama seminggu ini.

"Pikirkan lagi. Bukankah ini kesempatan bagus," kata Jini terus menghantui.

Hena tidak menanggapi perkataan Jini, ia terus membersihkan wajahnya dengan berbagai macam pembersih yang sudah dapat dipastikan menghabiskan rupiah yang beranggotakan enam zero.

"Atau kamu tidak perlu mengatakan secara gamblang kalau memiliki hubungan. Cukup bersikap ke arah yang menjurus saja, jadi itu juga memudahkan kita kedepannya jika ada masalah"

Jini masih saja terus berusaha membujuk Hena untuk melakukan skenario yang ia ciptakan dan sudah pasti menguntungkan.

"Tapi tunggu. Kamu ngapain ke hotel itu malam tadi? Jika tidak mengenal pengusaha itu... Berarti kamu kesana...," Jini tampak memaksa otaknya untuk berpikir. "Jangan bilang kamu kesana untuk menemui Sam si Ikan Asin itu?"

Hena hanya diam tidak menjawab pertanyaan Jini. Ia beranjak keluar dari kamar mandi setelah mengeringkan wajahnya dengan handuk.

"Hena, jawab aku. Kamu menemui si Ikan Asin itu lagi?" Jini memaksa Hena untuk menjawab.

"Iya. Aku kesana memang ingin menemuinya"

"Kamu yah..." Jini kehabisan kata untuk Hena.

"Tapi bukan dia saja yang berhasil kutemui," mata dark hazel itu terlihat mulai berembun.

Jini terdiam saat melihatnya. Ia berhenti sendiri saat ingin mendebat Hena lagi.

"Pergilah mandi. Jangan lama. Aku akan menunggumu dibawah"

Jini bergegas meminta Hena mandi sebelum tangis wanita yang berprofesi sebagai artisnya itu membuat banjir pakaiannya.

"Kita mau kemana?" tanya Hena seraya mengusap wajah cantiknya.

"Ke agensi, kita urus pekerjaan"

Jini segera mendorong tubuh itu kembali masuk ke kamar mandi dan dengan cepat menutup pintunya.

Asmara Settingan 2.

High heels hitam milik brand Saint Laurent itu kini membawa sang idol menyusuri koridor apartemen menuju lift.

"Kita lewat jalur khusus" kata Hena, tangannya bergerak memasang kaca mata hitam ternama Calvin Klein.

"Ayolah, Hena. Aku jamin tidak akan ada masalah nanti. Tidak sampai seminggu pasti nama mu kembali, kamu cukup ber-akting ambigu untuk menggiring opini. Pengusaha si Agam itu juga tidak akan rugi apa-apa" Jini tetap merayu Hena untuk mau melakukan rencana seperti yang ia katakan dikamar mandi tadi.

Hena hanya diam. Kakinya kembali melanjutkan langkah setelah pintu lift terbuka dan mengantarkan ia ke lobby. Dirinya berbelok kearah kanan, berniat untuk mengambil jalur khusus hingga bisa menghindari awak media yang sudah menunggunya diluar apartemen.

"Hena!. Sayang!!"

Teriakan itu menghentikan langkah Hena beserta Jini yang dari tadi mengekornya.

Hena membalikan badan dan menatap pada sosok yang kini berjalan cepat kearahnya, bahkan langsung memeluknya.

Hena mematung. Kaget dengan apa yang orang tersebut lakukan.

"Akhirnya bisa juga bertemu dengan mu, Sayang"

Hena masih diam, berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Ekor matanya bisa menangkap cahaya lampu blizt diluar sana yang berkilat- kilat meski dibatas dengan dinding kaca. Dapat Hena pastikan foto yang mereka ambil akan beredar cepat. Belum kelar masalah satu, datang pula masalah baru.

"Kamu sibuk, Sayang?. Kita sarapan bersama dulu ya?" sosok yang memeluknya tadi kini sudah melepas pelukan setelah memberi kecupan di pipi kiri dan kanannya.

"Maaf Tante.." Hena terlihat bingung ingin memanggil siapa pada sosok wanita paruh baya yang kini berdiri dihadapannya. Menggunakan hampir seluruh outfit brand terkenal dunia pada satu tubuh. Luar biasa, siapa wanita ini, pikir Hena.

"Ah..hampir saja lupa. Kamu pasti kaget yah" dengan tawa kecil wanita itu bersuara.

"Nama Mommy, Anita. Anita Raksa. Tapi kamu cukup panggil Mommy saja. Oke!" tangannya bergerak menggiring Hena untuk pergi ke restoran yang ada dilobby apartemen tersebut.

"Si Agam memang kurang ajar, dia punya kekasih secantik kamu malah di sembunyikan" terdengar gerutuan wanita paruh baya tersebut siring langkah mereka menuju restoran.

"Maaf tante..." kata Hena terpotong cepat oleh Mom Anita.

"Gak apa-apa, Sayang. Kamu dengan pekerjaan mu pasti membutuhkan privasi, jadi Mommy paham dan mengerti kamu gak mau speak up hubungan ini. Tapi karena beritanya sudah tersebar...yah biarkan saja. Lagian gak ada yang salah. Dan ingat...panggil Mommy jangan Tante" kata Mom Anita dengan senyum yang terus mengembang.

Hena terdiam bingung. Otaknya bergerak cepat mencari cara untuk lepas dari wanita yang masih terlihat cantik dan berkelas dihadapannya ini. Matanya baru menyadari kemana perginya sang menager bertubuh mungil itu. Ia mengedar kesegala arah dan mendapati Jini duduk disudut dengan dua jempol yang ia berikan pada Hena. Apa maksudnya.

"Awas saja kamu Mini. Habis kamu setelah ini" benak Hena menjerit. Matanya melotot kearah Jini yang hanya duduk dengan senyum lebarnya.

"Sayang. Kamu mau makan apa?. Mau bubur ayam?. Agam suka sekali bubur ayam"

"Dia kelompok yang kalau makan akan diaduk-aduk dulu" kekeh Mom Anita lagi.

"Ah.. Mommy lupa. Kamu kekasihnya, pasti tahu yang dia suka dan tidak dia suka" Mom Anita asik sendiri berseloroh tentang putra tunggal kesayangannya itu.

Hena hanya mampu memberi senyum yang sangat kentara sekali canggungnya. Ia bingung harus bersikap seperti apa pada wanita yang menurutnya sangat ramah dihadapannya ini.

"Tante.. Emm maksud saya Mommy" mendapat lirikan tajam dari wanita didepannya, Hena dengan cepat segera meralat panggilannya.

"Saya dan pengusaha itu. Eeh.. Agam. Kami..." kembali kata-kata Hena terhenti karena wanita dihadapannya mengangkat tangan lalu segera menempelkan benda yang sedari tadi bergetar ketelinga.

"..."

"Tumben kamu mau tahu Mommy dimana?" kata Mom Anita.

"..."

"Kalau iya kenapa?. Mommy bisa sendiri menemukannya"

"..."

"Sudah ya... Kamu ganggu acara sarapan Mommy dengan menantu Mommy"

Tut.

Mom Anita mengakhiri percakapan itu dengan cepat.

Kini ia tersenyum menatap pada Hena. Anaknya itu ternyata punya selera tinggi untuk mencari calon istri. Pantas semua wanita yang Mommynya perkenalkan dengan berbagai cara dan taktik tidak pernah di gubris. Ternyata putranya bahkan memiliki target yang lebih besar. Kekeh Mom Anita dalam benaknya.

"Makan, Sayang. Setelah ini kamu boleh pergi bekerja. Mommy hanya akan mengganggu waktu sarapan mu saja" kata Mom Anita dengan senyum hangatnya.

Hena hanya mampu menanggapi dengan senyum yang kali ini sebisa mungkin ia buat natural.

Ayolah. Harusnya bakat aktingnya bisa dipergunakan di saat-saat seperti ini. "Cepatlah Waktu berlalu" Jerit Hena dalam batinnya. Ia berharap akan segera bebas dari perangkap semesta ini.

Hena tidak habis pikir jika kejadian semalam dihotel akan melahirkan skandal baru. Dirinya sama sekali tidak mengenal pria yang sekarang dikabarkan dekat dengannya bahkan sudah dikatakan sebagai kekasih.

"Kamu tidak makan, Sayang?" melihat Hena yang hanya menatap pada sarapannya membuat Mom Anita bertanya.

"Ah... Iya tante..eh.. Mommy, ini dimakan" dengan cepat Hena memasukkan sarapan kedalam mulutnya. Ia melempar senyum lebar kearah mom Anita yang masih setia menatapnya.

"Sekarang Mommy tahu kenapa Agam menyukai mu. Kamu ternyata semenggemaskan itu" kata Mom Anita.

Sontak saja hal itu berhasil membuat Hena mematung dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Menggemaskan?. Apa dirinya terlihat seperti kucing? Pikiran itu berputar-putar dikepala Hena.

Asmara Settingan 3.

"Malam ini pesankan aku hotel untuk empat atau tujuh hari, mungkin" celetuk Hena.

Mereka sudah berada didalam mobil dengan Jini yang mengemudikannya. BMW X5 itu biasanya tidak hanya diisi oleh mereka berdua. Akan ada dua atau tiga orang yang selalu siap untuk membantu memenuhi segala kebutuhan bintang idolnya. Namun sekarang tidak lagi. Karena terhentinya pendapatan yang Hena terima, maka berhenti pula kenikmatan pelayanan yang biasa ia rasakan. Hena mengalami kesulitan untuk menggajih karyawannya.

"Untuk apa?. Disaat seperti ini malah milih buang-buang uang gak jelas" rutuk Jini.

"Tabunganku banyak" jawab Hena santai.

"Banyak-banyak. Kalau dipakai terus menerus tanpa pemasukan sama aja bohong. Akan habis juga akhirnya" Jini sekilas menatap Hena, sebelum kembali memusatkan pandangan ke arah depan.

"Terserah mu. Aku hanya ingin menghindar dari wanita tadi. Jika kamu tidak mau memesannya, aku bisa menginap di apartemen mu saja. Gratiskan?" kini Hena menatap pada Jini dengan wajah berbinar.

"Yah, dan setelah satu jam kamu akan mulai banyak mengeluhkan hal-hal yang seharusnya tidak dikeluhkan" dengus Jini kesal.

"Aku janji. Aku akan jadi anak baik kali ini" Hena memasang wajah manisnya, matanya mengerjap beberapa kali dan itu membuat Jini benar-benar muak.

"Jini kenapa ruangan ini pengap? Jini kenapa lemari pakaian ini disini, kau bisa memindahkannya? Jini kenapa air hangatnya mati dan banyak hal lainnya. So. No! Big Not for you to stay my apartment" tegas Jini

Hena mendengus mendengar penolakan Jini.

"Kalau begitu pesankan saja aku hotel" kata Hena kekeh dengan keinginannya.

"Untuk apa juga kamu menghindari Nyonya tadi. Coba lihat ponsel mu. Yakin masih mau menghindar?" Jini tersenyum manis saat mengatakannya, meski dengan tatapan masih fokus kedepan untuk memperhatikan jalan.

Hena dengan cepat membuka ponselnya . Mata dark hazel itu kembali membola.

*Nyonya Anita Raksa terlihat sarapan bersama kekasih putranya*

*Istri dari Joni Raksa mengunjungi apartemen calon menantunya*

*Tidak terbantahkan lagi. Ibu dari Agam Raksa. Nyonya Anita Raksa terlihat dekat dengan aktris sekaligus model cantik, Hena Sanjaya*

*Ternyata benar Agam Raksa menjalin hubungan asmara dengan Hena Sanjaya*

Kembali, pagi ini situs berita online dipenuhi dengan dirinya. Bahkan foto-fotonya yang dipeluk dan dirangkul oleh wanita yang berlebel Nyonya Anita Raksa itu terlihat membeludak di semua media online.

Kenapa secepat ini. Batin Hena rasanya hendak berteriak histeris. Belum ada seribu meter ia meninggalkan basement apartemen, tapi berita bahkan sudah tumbuh menjamur dan seakan siap dipanen. Sungguh, sebenarnya Hena sangat tahu bagaimana kejamnya jejak digital, akan sangat sulit untuk dia kendalikan apalagi dilawan.

"Huft" Hena menghela napas dalam. Entah kenapa akhir akhir ini masalah silih berganti menghampirinya.

"Turun!"

Perkataan Jini menarik kesadaran Hena. Hena melihat ke sekeliling.

Restoran jepang.

Jini menghentikan mobil di restoran jepang.

"Kenapa kita kesini?" tanya Hena heran, bukannya tadi mereka berniat mendatangi agensi untuk membicarakan beberapa hal penting terkait kontrak yang setengah jalan dan skandal yang sudah mulai tenggelam.

"Hari ini kita akan mulai sibuk berjualan. Sungguh aku benar-benar rindu gaya yang seakan menolak para pengusaha itu hingga harga sesuai dengan yang kita inginkan. Hahaha...." Jini tertawa lepas, dia merasa jiwanya kembali hidup dan bersemangat.

"Apa maksud mu, Mini?" tanya Hena.

"Kau mulai lagi" kesal Jini karena Hena kembali menyematkan Mini untuk panggilan dirinya. "Kita tidak perlu ke-Agensi. Biar nanti agensi yang bobrok sok jual mahal itu yang mohon-mohon sama kamu" Jini membuka pintu mobil dengan Hena yang lekas menyusulnya.

"Lihat saja, pokoknya kamu akan kembali booming bahkan lebih dari sebelumnya. Hena Sanjaya kekasih Agam Raksa membintangi film ini, lalu itu, brand ambassador prodak ini, produk itu. Bahkan mungkin banyak pengusaha akan berusaha mengakrabkan diri dengan mu untuk bertemu si Agam Agam itu. Hahaha...sungguh aku benar-benar menantikan hal itu" Jini terus berseloroh seiring langkahnya yang membawanya masuk ke dalam restoran jepang.

"Tunggu" Hena menahan Jini yang sudah ingin menggapai pintu masuk restoran.

"Aku tidak pernah mengatakan akan menjadi kekasih si Agam Agam itu, Mini" tekan Hena.

"Yah. Kamu memang tidak ingin, tapi semesta dan berita-berita itu menjebak kalian. Terutama kamu" kini Jini terlihat berdiri menghadap Hena dengan tangan terlipat di dada.

"Jika berita ini tidak mengarah pada kebenaran kalau kamu dan pengusaha itu menjalin hubungan asmara"

"DUARR"

"Karier mu akan benar-benar hancur" kata Jini dengan tangan yang menggambarkan ledakan besar.

"Apa hubungannya dengan karier ku?" tanya Hena polos.

"Oh Tuhan. Kamu benar tidak memikirkannya, Hena?" Jini menatap berang pada Hena yang menggelengkan kepala.

"Kamu dan pengusaha itu kedapatan keluar dari Hotel, HENA. Dari dalam HOTEL. Dan di lift kalian hanya berdua. Mau menyangkal apa kamu? Mau bilang lagi ada urusan kerja? Siapa yang percaya? Kalian hanya berdua tidak ada asisten, manager, atau bahkan sekertaris pengusaha itu. Ini bisa makin menguatkan kalau berita kamu dan Sam si Ikan Asin itu benar" panjang lebar Jini menjelaskan.

"Kalau kamu dibilang menjalin ONS (one night stan**d) dengan si Agam Agam itu. Nah....itu baru orang akan cepat percaya, gak peduli benar atau tidak image kamu diluar udah buruk" cecar Jini lagi.

Hena diam. Matanya beberapa kali terlihat mengerjap. Semua yang dikatakan Jini benar adanya.

"Sedikit buruk lah, gak buruk-buruk amat. Hanya SEDIKIT" Jini cepat meralat perkataannya, dia merasa kata-katanya barusan sungguh keterlaluan setelah melihat raut wajah Hena.

"Sudah. Ayo masuk, kita urus pekerjaan yang datang saja dulu. Masalah berita yang beredar kita urus nanti" Jini menarik lengan Hena untuk masuk kedalam restoran.

Didalam restoran. Jini membawa Hena keruangan yang memiliki sekat-sekat seperti gazebo tapi tidak terpisah satu dengan yang lain. Disana terlihat dua Pria berstelan formal sudah menunggu mereka.

"Dengan Pak Baskara?" tanya Jini sebelum dirinya mendarat untuk duduk.

Yang dipanggil dengan Pak Baskara tersebut malah mematung menatap sosok sempurna didepannya dengan tak berkedip.

"Pak, Nona Jini menyapa anda" pria disebelah Pak Baskara berbisik pelan.

"Ah... Maaf. Saya hilang fokus karena melihat anda langsung, Nona Hena" kata Pak Baskara.

"Duduklah. Benar nama saya adalah Baskara. Manager pemasaran ATNA Fashion" pria bernama Baskara itu resmi memperkenalkan dirinya beserta jabatan yang ia duduki disalah satu perusahaan fashion terkenal di negri ini.

"Kita bisa bahas langsung ke topik pekerjaan. Saya rasa pasti banyak permintaan dari lain pihak, jadi kami harus memastikan lebih dulu agar bisa mengatur jadwal secepat mungkin. Tentu saat nama anda sedang hangat diperbincangkan itu sangat menarik pasar minat nantinya" jelas Baskara dengan bicara panjang lebar.

"Anda sangat paham masalah seperti ini, Pak Baskara" kata Jini terkekeh kecil.

"Apa yang brand ATNA inginkan?. Sebisa mungkin kami akan memberikan yang terbaik" tanya Jini.

Baskara nampak mengembangkan senyum "Kami ingin bekerja sama dengan anda, Nona Hena. Akan ada produk baru yang ATNA Fashion luncurkan dua pekan lagi dan kami ingin Nona Hena menjadi bintang iklan sekaligus BA (Brand Ambasador) produk kami" jelas Baskara.

"Selama?" tanya Jini cepat.

Baskara terkekeh mendengar pertanyaan singkat dan padat yang di ajukan manegar aktris yang ingin dia ajak bekerja sama.

"Sebagai BA mungkin selama satu bulan menjelang Hari Raya" tambah Baskara lagi.

"Sebuah produk sangat membutuhkan BA. Memperluas pasar dan meningkatkan penjualan. Bukankah produk harus tetap eksis meski bukan pada acara atau bulan penyelenggaraannya. Bukankah busana ATNA sekarang juga merambah pasar menengah kebawah" kata Jini.

Jini berusaha mendapatkan kontrak kerja dengan waktu yang relatif lama. Bukan hanya keuntungan finansial saja yang didapatkan tapi eksistensi artisnya juga akan berlangsung lama.

"Benar Nona Jini. Disini kami hanya meminimalisir jika ada kesalahan dari salah satu pihak, maka kita tidak akan mengalami kerugian yang besar" kata Baskara.

Sepertinya berita skandal yang melibatkan Hena beberapa minggu yang lalu masih mempengaruhi kredibilitasnya sebagai aktris.

"Bukan maksud saya menyinggung masalah yang pernah menimpa Nona Hena, sungguh saya tidak berani melakukan itu pada calon menantu Raksa Group. Sebaliknya kami malah senang jika bisa bersama membangun fashion negri ini bersama Raksa Group" kata Baskara.

Jini jengah mendengarnya. Benarkan, jika akan ada banyak yang mendekati Hena dengan niat tertentu.

"Sebaiknya kita masuk kesepakatan kerja, Pak Baskara" kata Jini cepat. Sebaiknya pembicaraan jangan pernah mengarah pada hubungan Hena dengan pengusaha itu, jika tidak ingin terlibat terlalu jauh dan menimbulkan masalah besar kedepannya.

Pria muda disamping Pak Baskara yang dari tadi diam kini terlihat meletakkan beberapa berkas di hadapan mereka.

"Ini Nona Jini. Anda bisa membacanya terlebih dahulu" Baskara terlihat menyerahkan berkas tersebut kehadapan Jini.

Jini menerimanya. Mulai membaca dan mengamati isinya. Matanya menyipit tepat berhenti di daftar yang memuat angka-angka yang menurutnya nominalnya kabur satu.

"Apa ini tidak salah, Pak Baskara?" tanya Jini seraya memperlihatkan angka yang anggotanya ada yang menghilang.

"Itu sudah yang terbaik yang dapat kami berikan, Nona Jini. Mengingat sebelumnya Nona Hena telah ter..."

"Stop. Saya mengerti" Jini lekas memotong perkataan Baskara dan kembali fokus membaca kontrak kerja.

Hena yang duduk disebelah Jini hanya diam. Pikirannya penuh dengan banyak hal dan itu membuatnya mengantuk.

"Baiklah. Kami setuju dengan kontrak kerja ini. Kita tandatangan langsung" kata Jini

Hena beserta Pak Baskara terlihat bergantian menandatangani kontrak kerja yang masing-masing terdiri dari dua rangkap.

Setelah menandatangani kontrak, Jini dan Hena segera beranjak dari restoran setelah menghabiskan makanan mereka.

Sepanjang jalan Hena hanya diam dengan mata mengarah keluar jendela, menatap gedung tinggi perkantoran. Jini sekilas mengikuti arah pandang Hena.

"Kamu mengantuk?" tanya Jini.

"Mm... Antar aku kembali ke apartemen" kata Hena.

Jini hanya mengangguk dan segera melaju kembali menuju apartemen Hena.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!