Hallo, terimakasih sudah mampir ke cerita recehku.
Ini adalah karya perdanaku. Judul awal cerita ini adalah Hubby
lalu aku ubah menjadi Ketulusan dan Keikhlasan Cinta. Karena menurutku judulnya lebih pas dengan alur & plot ceritanya.
Pada bab ini saya akan menceritakan inti dari tulisan yang saya buat.
Bukan spoiler !
****
Cerita ini bermula saat seorang Pria yang baru saja ditinggal selingkuh oleh mantan tunanganya.
Pria tersebut bernama Fawwaz.
Fawwaz Albar Hermawan.
Fawwaz akhirnya di jodohkan dengan anak dari sahabat lama Mamanya.
Kemudian Fawwaz dan keluarganya mendatangi si gadis di kediamanya.
Dan gadis itu bernama Ara.
Zahra Ayu Cahyani.
Rumah Fawwaz dan Ara berbeda Kota, bahkan beda Provinsi.
Singkat cerita, Fawwaz jatuh hati dengan Ara sejak pandangan pertama.
Mereka akhirnya menjalani Ta'aruf kurang lebih satu bulanan.
Satu bulan berlalu, Fawwaz langsung menghitbah gadis tersebut.
Setelah menjalani kehidupan berdua, Fawwaz tidak pernah tau yang namanya malam pertama. Jangankan malam pertama. Rasanya dilayani dan di hargai sebagai seorang suami pun Fawwaz tidak pernah tau.
Fawwaz pun terpaksa tidur terpisah dari istrinya. Ara di kamar dan Fawwaz di ruang kerjanya.
Suatu hari mereka kedatangan Orang Tua Fawwaz. Hal itu jelas membuat Fawwaz khawatir akan hubungan pernikahanya yang selama ini tutup-tutupi.
Fawwaz memohon kepada Ara untuk mengizinkan dirinya tidur di dalam kamar. Hal itu jelas tidak mudah bagi Ara maupun Fawwaz.
Meskipun demikian, Fawwaz tidak pernah marah atau pun dendam dengan Ara. Justru ia semakin penasaran dengan apa yang telah terjadi di masalalu Ara, sampai membuatnya dingin terhadap Pria bahkan kepada Suaminya sendiri.
Akhirnya Fawwaz mengajak Ara kembali ke tempat kelahiranya. Dan rasa penasaran Fawwaz pun terjawab saat dirinya mengajak Ara ke tempat yang dulunya adalah tempat favorite Ara dengan kenangan di mas lalunya.
Suatu ketika, Ara demam tinggi sampai ia tidak sadarkan diri. Fawwaz dengan telatenya merawat dan menjaganya Selama ia di rawat di rumah sakit.
Saat dirinya mulai bisa berjalan kembali, dia mendengar beberapa perawat sedang membicarakanya dan juga Fawwaz.
"Eh, tau gak gadis yang di rawat di ruang VIP, beruntung banget loh dia punya suami yang baik dan shaleh. Bahkan selama gadis itu di rawat tidak ada orang lain yang menjaganya kecuali suaminya. So sweet banget ya."
Begitulah slentingan yang masuk ke telinga Ara dan membuat Ara memikirkan tentang tabiatnya selama ini.
Setelah kembalinya dari rumah sakit, perubahan dalam diri Ara mulai terlihat,
dari menyiapkan sarapan, menemani nya makan di meja, bahkan Ara rela memberikan ke perawananya kepada suami saat usia penikahan mereka menginjak 10 bulan.
Mereka pun hidup normal layaknya suami istri. Mereka bisa di bilang pasangan yang sangat romantis dan membuat iri siapapun yang melihatnya.
Tapi seolah ujian berbalik kepada Ara, entah itu Karma atau Takdir, Ara mendapati dirinya di uji berkali-kali lipat.
Dari hilangnya ingatan Fawwaz, harus terpisah dengan suaminya, kembalinya mantan tunanganya bahkan tinggal satu atap dengan mantan tunangan Fawwaz. Ara juga hampir kehilangan bayinya, hal itu jelas membuat Ara merasa semakin terpuruk. Tapi lepas dari itu semua dia masih sanggup berdiri dengan kedua kakinya, karena Fawwaz masih berada di pihaknya.
Namun sesuatu yang mengejutkan membuat Dunia Ara seolah runtuh, sampai ia berfikir akan kah sanggup berjalan di dunia ini dengan satu kaki?
Yang penasaran dengan ceritanya. Yuk langsung masuk ke bab pertama.
Visual.
Fawwaz Albar Hermawan.
Blasteran Indo-Turkey.
Ara.
Zahra Ayu Cahyani.
Lokal tulen
Nathan atau Nicholas
Kak Alya.
Kakak dari Fawwaz.
Angeli Anastasya.
Soraya Putri Erlangga.
Dia adalah Putri tunggal CEO dari perusahaan tempat Fawwaz bekerja.
Bagaimana cerita selengkapnya. Yuk staytoon🤗
Tok tok.
"Mas berangkat dulu ya.” Seorang pria berkemeja rapi tampak berdiri di depan pintu kamar rumahnya. Ia pergi begitu saja usai berpamitan kepada seseorang di dalam sana.
“Bik, tolong antarkan sarapan ke kamar Ara ya.” Pria itu menarik tas dari tangan pembantunya usai melipat lengan
kemejanya.
“Iya Den," jawab Bibik
Pria tersebut berlalu pergi ke garasi yang berada tepat disamping rumah.
Hhhhhh, Dia menarik nafas panjang seolah ingin mendamaikan hatinya sendiri. Kedua tanganya sudah siap mengemudi lalu dia menginjak pedal gas yang berada tepat dibawah kakinya.
Sementara itu, di dalam kamar tampak seorang gadis berusia ¼ abad sedang duduk termenung di tepi ranjang tidurnya. Pandangan kosongnya mengarah keluar jendela. Ia mendengar ketukan dari Pria tersebut. Tapi dengan sengaja ia mengabaikanya.
Kemudian terdengar suara ketukan pintu di kamar gadis tersebut.
“Neng, Bibik masuk ya.” Seorang wanita tua mempersilahkan diri kepada gadis itu dengan nampan berisi makanan ditanganya.
Kemudian ia letakkan nampan tersebut di atas meja yang berada tepat disamping tempat tidur.
“Dimakan ya Neng, kalau Neng gak makan nanti Den Fawwaz marah.” Bibik mulai mendekatinya dan mengusap-usap kepala gadis itu.
Si gadis mengedipkan matanya, ia mulai membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Bibik.
Di tempat lain.
“Pagi Pak Fawwaz,” sambut sesepsionis di kantor Fawwaz dengan senyum mengembang dari bibirnya.
Fawwaz hanya tersenyum. Dengan langkah cepat, ia berjalan ke arah lift yang sebentar lagi akan tertutup.
Sampailah ia di lantai empat, ia berjalan menyapa beberapa karyawan yang ada di sana.
“Selamat pagi Pak," sapa wanita cantik berhijab biru yang berada di depan ruanganya.
“Pagi," balas Fawwaz, sembari terus melangkahkan kakinya ke dalam ruangan.
Selang beberapa detik Fawwaz berada di dalam ruanganya, terdengar seseorang mengetuk pintu.
“Pak.” Terlihat wanita berhijab biru yang bernama Ribka memasuki ruangan Fawwaz. Dia adalah sekertaris Fawwaz.
“Iya,” sahut Fawwaz yang baru saja duduk.
“Siang ini kita ada Meeting dengan Klien Pak.” Ribka menyodorkan map coklat kepada Fawwaz
“Ya sudah, kamu siapkan berkas-berkasnya.” Setelah membaca isi dari map tersebut Fawwaz menutup dan mengembalikanya pada Ribka.
Ia menatap keluar jendela, gedung-gedung tinggi dengan suara klakson yang bersautan menjadi pemandangan yang biasa di Jakarta. Lamunanya mengingat kembali kenangan satu tahun silam. Sang Ibu menjodohkan dia dengan anak dari sahabat lamanya. Fawwaz tak butuh waktu lama untuk menerima tawaran tersebut, terlebih Fawwaz tidak
bisa menolak permintaan Sang Ibunda.
Setelah mendapat persetujuan dari Fawwaz, Ia dan keluarganya mendatangi kediaman Ara yang berada di Surabaya.
Sejak pertama bertemu Fawwaz sudah menaruh hati pada Ara ( istrinya ) walau dari awal Fawwaz merasa ada sesuatu yang janggal pada calon istrinya. Gadis itu bersikap sangat dingin. Fikirnya saat itu, mungkin karena ini pertama kalinya mereka
bertemu. Nanti kalau sudah menikah mereka akan terbiasa.
Satu bulan setelah Fawwaz menghitbah Ara, mereka melangsungkan pernikahan di kediaman Ara. Tak ada pesta besar, hanya kerabat dan sahabat terdekat saja yang ia undang. Termasuk Alfin & Rena (istrinya). Karena kata Ibu mertuanya, Ara tidak mau bertemu banyak orang. Ya ... Meskipun Fawwaz harus menerima cercaan dari teman sekantor saat ia tak mengundang mereka di acara sakralnya.
Fawwaz dan keluarga menginap di rumah Ara selama satu hari. Malam pertama setelah mereka menikah, Fawwaz mencoba mendekati Sang istri. Tapi ia malah menjauh. Fawwaz mencoba lebih dekat tapi Ara semakin menjauhi darinya. Fawwaz kemudian mengatakan penyesalan. jika dirinya memaksa pernikahan ini, lalu ia katakan bahwa dirinya tak bisa menolak permintaan sang Ibu.
Fawwaz pun merebahkan tubuhnya di sebelah Ara. Tapi Ara malah pergi memilih tidur di sofa kamar. Sadar kehadiranya tak di inginkan. Fawwaz mengatakan pada Ara biar dirinya saja yang tidur di sofa. Ara beranjak kembali ke ranjang tidurnya.
Ke esokan harinya, mereka Kembali ke Jakarta. Fawwaz langsung mengajak Ara bersamanya. Saat itu karir Fawwaz sudah lumayan bagus, jadi dia sudah memiliki rumah sendiri sebelum menikah.
Sesampainya di rumah, Ara semakin menjadi gadis yang pemurung. Bahkan ia tak mau bicara dengan siapapun.
“Waz, woy !” Seorang pria bertubuh kekar berdiri di depan mejanya
“Eh, elu Fin. Ngagetin saja." Fawwaz terkejut melihat kedatangan Alfin yang tiba-tiba..
"Lagian dari tadi lu gue panggil-panggil gak nyahut." Decak Alfin kesal.
"Nanti siang kita makan siang di luar yuk." Ajak Alfin.
"Sorry Fin, nanti siang gue ada Meeting nih. Lain kali saja deh ..." Fawwaz beranjak dari tempat duduknya dan berdiri di depan jendela.
"Iya deh iya, gue paham lu sekarang kan orang yang sibuk Bapak Wakil Direktur !" Alfin menekankan kalimat terakhirnya.
"Ya sudah gue balik ke ruangan gue dulu ya." Alfin beranjak keluar dari ruang Wakil Direktur tersebut.
"Tapi janji ya, lain kali lu harus mau makan siang bareng gue." Dia membuka pintu itu yang sebelumnya sudah ia tutup.
Fawwaz baru-baru ini diangkat jadi Wakil Direktur, yang sebelumnya menjadi karyawan biasa. karena kinerjanya yang cukup bagus dia bisa mendapatkan posisinya sekarang.
****
Pukul 16:30 Fawwaz tiba di rumahnya.
"Bik, Ara sudah makan?" ia memberikan tas kerjanya ke bibik.
"Sudah Den tadi siang."
"Ya sudah tolong siapkan makan malamnya ya, nanti biar saya yang antar makan malam untuknya." Fawwaz menengedahkan kepalanya ke Bibik setelah selesai membuka sepatunya.
"Baik Den."
Fawwaz bergegas membersihkan diri di kamar mandi ruang kerjanya. Setelah itu dia pergi ke mushala di dalam rumah untuk menjalankan Shalat Ashar di lanjut Maghrib.
Tok tok
"Ra, Mas masuk ya." Fawwaz mulai memasuki kamar Sang istri dengan membawa nampan berisi makanan.
Terlihat Ara sedang mengetik sesuatu. melihat Fawwaz masuk ke kamar, ia segera menutup laptopnya.
"Makan dulu ya Ra, Mas suapin," Fawwaz mulai menyendok nasi di piringnya.
Dan Ara menerima suapan dari suaminya.
"Mas besok ada Meeting sampai malam. jadi kamu besok makan malam sama Bibik dulu ya," ucap Fawwaz dengan menyuapkan nasi pada Ara.
Fawwaz sesosok suami yang sangat perhatian pada istrinya, Walaupun Ara tidak pernah merespon, Fawwaz tak pernah marah sedikitpun.
"Mas keluar dulu ya, kamu jangan tidur larut malam." Ia mulai beranjak dari kamar setelah Ara menghabiskan makan malamnya.
Ceklek,
"Den, makan malam sudah siap."
"Astaghfirullah Bik," Fawwaz mengangkat kedua bahunya. Ia terkejut mendengar suara Bibik yang muncul tiba-tiba.
Bibik terkekeh melihat tingkah Tuanya, dengan segera Bibik membekap mulutnya sendiri dengan kedua tangan, supaya Fawwaz tidak melihat dirinya yang sedang mentertawakanya.
Bersambung.
•
•
•
Halo Reader, sebelumnya Author mohon maaf jika di awal-awal bab tulisanya masih berantakan. Tapi Author perbaiki kok ;) .
Matahari mulai naik dari ufuk Timur. Langit yang semula gelap perlahan terkikis oleh pantulan cahaya dari Sang Surya. Jam sudah menunjukkan tepat pukul enam pagi. Fawwaz sudah siap dengan pakaian rapinya menuju ke kantor.
Bibik yang belum sempat menyiapkan sarapan untuk Tuanya, hanya membuat roti panggang berlapis selai coklat & susu hangat sebagai pengganjal perut.
“Bik, nanti jangan lupa tolong buatkan sarapan buat Ara ya," ucapnya sembari melahap roti panggang di tanganya.
“Iya Den." Sahut Bibik
“Oh iya, nanti saya ada acara di kantor dan kemungkinan sampai malam. Jadi gak usah buatin makan malam buat
saya ya. Cukup masakin untuk Ara saja dan untuk Bibik sendiri." Pesan Fawwaz sembari meneguk susu hangat buatan Bibik.
Dan ya, mungkin akan lebih nikmat jika Sang istrilah yang menyiapkan semuanya.
“Baik Den." Sahut Bibik.
Seperti biasa, Sebelum berangkat ke kantor dia akan berpamit ke istrinya dari balik kamarnya.
Tok tok
“Mas berangkat dulu ya," ucapnya penuh harap supaya Ara mau menemuinya dulu sebelum berangkat kerja.
Dari dalam kamar, Ara mendengar suaminya berpamitan, tapi dia enggan menjawab. Dia hanya melengos sebentar ke arah pintu kamarnya, kemudian dia kembali menatap layar monitor laptopnya.
Fawwaz sudah terbiasa dengan hal itu.
Walaupun Fawwaz berangkat lebih pagi dari hari biasanya, tapi ia harus segera bergegas ke kantornya. Supaya ia tidak terjebak dalam kemacetan Jakarta hari ini. Ia langsung keluar rumah menuju garasi. Dia segera menghidupkan mesin mobilnya,
Fawwaz melirik sebentar kearah kamar Ara dari luar rumahnya, Tak ada aktifitas di dalam ruangan tersebut. Sepertinya Sang pemilik kamar masih enggan untuk bangun.
Fawwaz kembali memacu mobilnya.
Tok tok
“Bibik masuk ya Neng," ucap Bibik dari depan pintu kamar Ara
“Wah ... wah, pagi-pagi sudah cantik ternyata tuan putri ini." Goda Bibik pada Ara
Ara memakai dress putih tanpa lengan dengan panjang rok se lutut dan rambut tergerai se bahu. Walaupun wajahnya terlihat pucat, tapi ia masih terlihat sangat cantik.
Ara tidak menjawab atau membalas guyonan Bibik. Dia hanya tersenyum tipis. Dan tetap melakukan aktifitasnya di depan monitor.
“Sarapan dulu Neng," Bibik meletakkan nampan berisi nasi dan lauk di meja.
"Kata Mas Fawwaz hari ini beliau ada acara di kantor, jadi pulangnya agak malam," ungkap Bibik sembari membuka gorden jendela kamar Ara.
Lagi-lagi Ara hanya terdiam. Dia tidak menjawab sepatah katapun perkataan Bibik.
Sama halnya seperti Fawwaz, Bibik juga sudah terbiasa dengan perlakuan Ara.
“Bibik tinggal bersih-bersih dulu ya Neng," kata Bibik.
"Kalau ada apa-apa jangan sungkan, langsung panggil Bibik saja ya." Tambah Bibik.
Bibik pun beranjak keluar dari kamar Ara,
Ara mengangguk pelan, dengan expresi datarnya.
****
Tin tin
Langit tampak gelap, suasana Perumahan pun sudah sangat sepi. Tak terlihat ada aktifitas di dalam rumah Fawwaz, bahkan saat ia membunyikan klaksonya tak langsung ada seseorang yang membuka pintu.
Fawwaz menarik ponselnya untuk menelpon rumah.
Kriiing
Bibik terkejut mendengar dering telpon di ruang tamu.
Bibik berlari cepat menuju sumber suara.
"Halo," ucap Bibik dengan suara serak.
"Halo Bik, ini Fawwaz. Tolong bukain pintunya."
"Baik Den."
Bibik mematikan telpon dan bergegas membuka pintunya.
"Maaf ya Den, tadi Bibik tidak mendengar bunyi klakson Den Fawwaz."
"Gak apa Bik. Bukan salah Bibik." Fawwaz menyeringai sembari memberikan tas kerjanya pada Bibik.
Fawwaz berjalan melewati kamar Ara, dia menilik sebentar keadaan Sang pemilik kamar.
Ia buka perlahan pintu tersebut tanpa mengeluarkan suara.
Bibir Fawwaz menyeringai mendapati istrinya tertidur dengan pulas.
Ada satu pandangan yang menganggu Fawwaz, selimut Ara tersingkap. Perlahan Fawwaz mendekati Ara, menarik selimut dari ujung kaki sampai ke sekujur tubuhnya.
"Jika selimut mu tersingkap seperti ini, kau bisa masuk angin." Senyum Fawwaz mengembang melihat wajah polos istrinya.
Ingin sekali ia menyentuhnya, tapi ia belum memiliki keberanian untuk melakukan hal itu.
Perlahan ia keluar dari kamar tersebut.
"Hari ini benar-benar melelahkan." Fawwaz menaikan tanganya, menunpukan satu tangan ke tangan lainya. Ia gelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
"Mau saya hangatkan air Den?"
"Astaghfirullah!" Fawwaz terkejut dengan kemunculan Bibik. Jantungnya berdegup kencang.
"Ya Allah Bibik, lagi-lagi Bibik membuat Fawwaz kaget. Hampir saja saya jatuh," ucapnya.
"Maaf Den, hihihi." Bibik terkekeh kecil, menutupi mulutnya dengan kedua tanganya.
****
Cahaya Mentari sudah menyebar ke saluruh Negeri, Hari ini cuaca Jakarta cukup cerah. Tak ada awan hitam yang menghalangi sang Surya. Hari ini adalah hari libur Fawwaz.
"Pagi Bik," sapa Fawwaz.
"Pagi juga Den." Sahutnya.
Fawwaz berjalan menyusuri ruang makan menuju dapur. Aktifitasnya pagi ini adalah memasak sup kari untuk Ara.
"Bik, tolong siapkan bahan-bahan untuk membuat sup ya." Pinta Fawwaz.
"Baik Den."
Sembari menunggu bahan-bahan siap, Fawwaz membuka ponselnya. Mencaritahu kabar berita Jakarta dan wilayah lainya.
"Sudah Den," Pungkas Bibik
"Terimakasih Bik." Fawwaz meletakkan ponselnya di sembarang tempat.
Dengan lihai nya, dia mencampurkan semua bahan dalam satu wadah. Memasak adalah salah satu ke ahlian Fawwaz. Dia bisa memasak dengan mudah tanpa melihatr resep. Sejak kecil, dia selalu membantu mamanya memasak, jadi dia hafal beberapa resep.
Fawwaz mencicipi sup kari buatanya.
"Cukup. Sekarang aku akan mengantarnya ke kamar Ara." Fawwaz menghidangkan Sup tersebut ke mangkok sedang.
Tok tok.
"Mas masuk ya Ra," ucap Fawwaz.
Ara selalu menghabiskan hari-harinya di depan layar monitor.
Namun, aktifitasnya kali ini terhenti saat melihat kedatangan Fawwaz ke kamarnya.
"Sarapan dulu ya Ra, Mas suapin." Fawwaz duduk berhadapan dengan Ara.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Ara menarik mangkok sup yang ada di tangan Fawwaz.
Ara hanya mengaduk-aduk sup tersebut,
"Apakah kamu tidak akan memakanya?" Tanya Fawwaz.
Ara mengangkat kedua matanya, melirik sinis pada Fawwaz.
"Kalau kamu seperti ini terus, kamu bisa sakit." Fawwaz menarik kembali mangkok tersebut.
"Aku tidak mau tau, kamu harus menghabiskan makanan ini. Biar aku yang akan menyuapmu." Fawwaz menyendok sup karinya, meniupnya agar Ara bisa mudah menelanya.
"Hari ini Mas libur, apakah kamu mau jalan-jalan sama Mas?"
Dengan wajah datarnya, Ara menatap ragu Fawwaz. Lalu Ara mengedipkan kedua matanya di ikuti oleh anggukan pelan. Mulutnya sibuk mengunyah
Senyum Fawwaz pun mengembang.
"Kalau begitu selesai sarapan kamu siap-siap ya," pinta Fawwaz.
Ara mengangguk pelan.
Bersambung.
•
•
•
Jangan lupa kasih like nya ya, komen juga dan vote buat semangatin Author.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!