"Saya terima nikah dan kawinnya Diana Prameswari binti Bapak Fuad dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar Rp2.250.000,- dibayar tunai!"
Suara terdengar cukup lantang di ruangan kecil mengumandangkan ijab kabul yang dilakukan oleh pemuda yang bernama Alka Wardhana.
Gadis desa yang berhasil membuat seorang dokter muda Alka Wardhana tergila gila oleh kecantikannya, kini telah resmi dipersunting sebagai pasangan hidupnya.
Diana Prameswari, yang akrab disapa Diana itu sangat bahagia mendapatkan pasangan yang baik dan tentu sangat mencintainya. Tak membutuhkan waktu lama mereka menjalin hubungan, akhirnya Alka mengajaknya menikah, walaupun di saat pernikahannya tak seorangpun dari keluarganya ada yang hadir mengiringi kebahagiaan mereka.
"Bagaimana para saksi?"
Seorang penghulu yang tengah menikahkan mereka menatap di sekelilingnya yang ada beberapa orang tetangga dan kerabat dekat Diana yang tengah menyaksikan pernikahan mereka.
Orang tua Diana memang tidak banyak mengundang tetangga, bahkan tak semua kerabat dekatnya diundang. Pernikahan Diana memang terbilang cukup sederhana, sangat jauh dari kata mewah.
"Sah."
Semua orang yang ada di ruangan kecil itu berseru mengesahkan pernikahan mereka.
Diana adalah sosok wanita yang periang dan penyayang, dia suka membantu siapapun yang membutuhkannya.
"Alhamdulillah, akhirnya kita sah menjadi pasangan suami istri sayang. Sekarang aku lega, karena kamu sudah sepenuhnya menjadi milikku. Setelah ini, kamu dan aku tidak akan pernah terpisah oleh jarak. Aku akan membawamu untuk hidup bersamaku."
Diana mengulas senyum bahagia. Walaupun ada rasa sedih karena setelah ini akan berpisah dari orang tua yang sudah berjasa membesarkannya.
Walaupun bukan orang tua kandungnya sendiri, Diana sangat menyayangi mereka, karena mereka yang sudah berjuang untuk memberikan kehidupan untuknya
Sampai saat ini Diana belum pernah bertemu dengan orang tua kandungnya sendiri, entah gimana keberadaan orang tuanya saat ini, ia juga tidak tahu kenapa dirinya dibuang, apa orang tuanya memang sengaja membuangnya, atau ada hal lain yang membuatnya ditinggalkan di semak-semak.
"Terimakasih banyak mas, aku nggak nyangka kamu beneran nikahi aku. Ini bagaikan mimpi, mas Alka adalah dokter ternama, sedangkan aku hanyalah gadis desa yang miskin, tidak memiliki apa-apa. Apakah orang tua mas Alka bisa menerimaku dengan baik?"
Walaupun dalam hatinya masih ragu akan diterima baik oleh keluarga Alka, tapi ia buang jauh-jauh pikiran negatifnya, dan berharap keluarga Alka bisa menerimanya.
Tangan kekar pemuda itu terulur mendongakkan dagu wanita yang sudah sah menjadi pasangannya.
Alka tau Diana tidak nyaman jika tinggal bersamanya di kota, mengingat saat ini tak satupun keluarganya ada yang datang memberinya restu, tapi ia janji akan membuat keluarganya mau menerima Diana dengan baik sebagai menantunya.
"Sayang, kamu jangan selalu merendahkan diri, di dunia ini kita sama, kaya ataupun miskin tidak ada bedanya, tetap sama di mata Tuhan. Mulai sekarang kita akan sama-sama menjalani mahligai rumah tangga. Kamu jangan sedih, aku yakin kalau keluargaku akan menerimamu dengan baik. Mungkin mereka sekarang lagi sibuk dan nggak bisa datang ke sini, ya perlu dimaklumi, jarak rumah mas sama rumah kamu di sini juga nggak dekat, butuh waktu tiga sampai empat jam perjalanan untuk sampai sini."
Walaupun Alka sendiri sangat yakin orang tuanya sengaja tidak mau datang di acara pernikahannya, tapi ia tidak mau mengumbar keburukan keluarganya di depan orang banyak, termasuk di depan keluarga istrinya.
Sejahat-jahatnya orang tua, tentu saja sangat tidak pantas jika ia harus mengumbar aib orang tuanya sendiri, dan ia harus tetap menghormatinya jika tidak ingin citranya tersebar buruk di kalangan masyarakat.
"Iya, bisa jadi keluarga kamu lagi sibuk, kan mereka kebanyakan dari kalangan pebisnis, tentunya akan banyak halangan untuk bisa datang memberikan restu pada kita. Nggak apa-apa kok, kalaupun mereka nggak datang, aku bisa memakluminya, tapi yang membuatku sedih, aku akan meninggalkan Ayah sama ibu. Rasanya berat sekali meninggalkan mereka"
Diana menoleh ke arah orang tua angkatnya yang tengah mengobrol dengan saudara-saudaranya.
Ada rasa sesak di hatinya dan tak sanggup untuk meninggalkan mereka yang sudah tua.
Selama ini mereka sudah banyak berjuang untuknya, bahkan orang tuanya sendiri tidak pernah sekalipun terlihat tengah mencarinya.
"Selama ini merekalah yang sudah berjuang membesarkanku, menyekolahkanku, dan sekarang aku harus meninggalkan mereka demi ikut suamiku. Apakah aku ini terlalu egois?"
Untuk menelan salvianya saja sangatlah berat. Entah ia bisa tenang atau tidak saat berjauhan dengan kedua orang tuanya.
Statusnya kini sudah menjadi istri orang, tentunya harus mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh suaminya.
"Kamu nggak usah sedih meninggalkan mereka di sini. Mereka tidak sendirian kok, masih banyak saudara yang lain juga tinggal di sini. Nanti kalau aku ada waktu senggang, aku akan mengantarmu datang ke sini."
Alka memberikan nasehat pada istrinya agar tidak terlalu terbawa oleh suasana yang membuatnya semakin sedih.
Ia bahkan berjanji akan selalu ada untuk menjadi pelindungnya hingga membuatnya nyaman tanpa gangguan dari siapapun.
"Kamu serius akan mengantarku ke sini bertemu dengan ibu dan Ayah?"
"Iya, tentu saja. Aku akan mengantarmu ke sini bertemu dengan keluargamu."
Seutas senyuman manis terbit hingga nampak terlihat lesung pipinya.
Diana akhirnya bernafas lega saat suaminya memberikan penjelasan jika dia akan menemaninya untuk bertemu dengan orang tua angkatnya.
"Terimakasih banyak mas Alka, kamu baik banget, sudah perhatikan sama aku."
Setelah selesai acara ijab Kabul, tinggallah Diana, Alka dan kedua orang tuanya saja. Saudara dan tetangga juga sudah kembali ke rumahnya masing-masing.
Kedua paruh baya itu mewanti-wanti agar Alka menjaga Diana dengan baik dan tidak menyia-nyiakannya.
Sebenarnya mereka tidak ikhlas melepaskan Diana untuk ikut suaminya ke kota, tapi mereka juga tidak punya hak lagi untuk menahan Diana agar tidak ikut bersama dengan suaminya.
"Nak Alka, Bapak minta, tolong jaga Diana dengan baik, jangan pernah menyia-nyiakannya. Dia putri kami satu-satunya. Diana anak yang baik, dia pasti akan nurut sama kamu."
Alka mengangguk menyanggupi syarat yang diajukan oleh mertuanya.
Baginya tidak terlalu sulit untuk membuat Diana bahagia dan nyaman bersamanya. Dia memiliki apa yang tidak dimiliki oleh Diana, Diana pasti senang diperistri olehnya.
"Bapak tenang saja, saya janji akan menjaga Diana dengan baik, saya akan memuliakannya Pak. Percayalah sama saya, saya bukan orang yang suka mengobral janji, saya akan buktikan pada Bapak dan ibu, kalau saya bisa menjadi suami yang baik buat anak kalian."
Kedua paruh baya itu hanya bisa pasrah dan berharap Alka menepati janjinya, akan menjaga Diana dengan baik.
Tutur kata Alka juga membuat mereka yakin, walaupun agak berat hati, mereka pun lega melepaskan Diana pada orang yang tepat.
"Anakku Diana, pakailah kalung ini."
Sang ibu memberikan sebuah kalung dengan liontin bulan bintang dengan bertuliskan huruf D, ditengah-tengah lingkaran bulan bintang.
Kalung itu ditemukan melekat di leher Diana sewaktu ia menemukannya.
Selama ini ia memang tidak pernah memberikan kalung itu pada Diana, tapi ia pikir, Diana harus memakainya di saat ia menikah.
"Kalung? Ini kalau siapa Bu?"
Diana mengerutkan keningnya dengan menerima kalung itu.
Ia pikir ibunya sengaja membelikannya sebagai hadiah pernikahannya.
"Ibu mendapati kalung itu melekat di leher kamu sewaktu ibu menemukanmu. Kalung ini bukan emas, tapi ibu yakin, kalung ini akan bermanfaat buat kamu."
"Mas Alka, aku takut."
Diana meraih tangan Alka dan menggenggamnya begitu erat saat tiba di depan rumah besar mewah berlantai 3.
Dia yang sangat miskin dan serba kekurangan sangat nervous dan tidak berani menginjakkan kakinya di rumah mewah itu.
Rumah mewah yang dihuni oleh keluarga besar Alka membuatnya tidak nyaman dan ingin sekali ia kembali ke rumahnya di desa, walaupun rumahnya sangat jelek tapi di sana adalah tempat ternyaman untuk bernafas.
"Kenapa harus takut sayang? Ini rumahnya Mas, kamu nggak perlu takut. Di sini ada aku yang akan menemani kamu. Di rumah ini juga ada Mama, Papa dan juga saudara mas yang akan menjadi keluargamu juga."
Justru ada keluarga suaminya yang membuatnya sangat tidak nyaman dan ingin segera pergi dari tempat itu.
Mengingat keluarga Alka tidak ada yang datang di acara pernikahannya membuatnya sangat yakin bahwa mereka tidak menyetujui hubungannya dengan Alka. Bisa jadi Alka melawan orang tuanya demi bisa menikahinya.
"Yaudah, ayo kita masuk sekarang."
Diana sangat terpaksa melangkahkan kakinya mengikuti sang suami yang mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Tubuhnya gemetaran seperti tak bertulang ia paksakan untuk tetap melangkahkan kakinya memasuki pintu utama.
"Permisi, assalamualaikum."
Alka menggandeng tangan Diana dan mendapatkan tatapan kesal dari keluarga besarnya yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
Ada beberapa anggota keluarganya yang tengah bersantai sembari menikmati teh hangat, bahkan ucapan salam pun tak mereka jawab, benar-benar terlihat begitu sombong.
"Beginilah caramu menghormati orang tuamu, pergi tanpa basa bagi pulang-pulang bawa perempuan hina seperti ini!"
Deg,,
Degub jantung Diana seketika berdetak begitu kencang. Wanita yang dimaksud oleh mertuanya itu adalah dirinya.
Entah apa yang ada dipikiran mertuanya hingga begitu tega menghinanya.
Diana sudah bilang pada Alka untuk tidak meneruskan hubungannya karena perbedaan kasta, namun Alka tidak meresponnya dan keukeh untuk tetap menikahinya.
"Mama! Mama ini bicara apa sih, ma! Ini istriku, bukan wanita hina! Aku pergi dari rumah sudah berpamitan pada kalian semua, tujuan kepergianku hanya untuk menikahinya, kalian bahkan tidak ada yang inisiatif untuk datang menghadiri pernikahanku, dan sekarang kalian begitu tega mencaci istriku, memangnya apa salah istriku pada kalian. Seharusnya kalian itu menyambutnya dengan baik, bukan malah mencacinya seperti ini."
Cuih!!
Malena, ibunda Alka dan juga anak-anaknya yang lain meludah, mereka tak sudi memberikan sambutan hangat buat Diana.
Mereka memang belum tahu seperti apa kehidupan Diana, tapi mendengar dari cerita Alka, ia sangat yakin kalau Diana hanyalah perempuan rendahan yang tidak pantas untuk mendampingi Alka, bahkan mereka sudah berniat untuk memilihkan jodoh yang pantas untuk Alka.
'Ya Tuhan, sebegitu rendahnya aku. Mereka sangat jijik hingga meludah didepanku. Sekarang aku harus apa?'
Diana benar-benar nervous dan juga insecure dihadapkan dengan keluarga Alka yang tidak bisa menerimanya dengan baik.
Sudah terlanjur ia ikut bersama suaminya dan meninggalkan kehidupannya di desa bersama orang tua angkatnya, kini ia hanya bisa menyesal.
"Alka! Mama kan sudah bilang sama kamu, Mama sudah menjodohkan kamu dengan Karin, anak Tante Sofi. Gimana Mama Mama mau menjelaskan pada Tante Sofi kalau kamu malah menikahi wanita itu!"
Alka jenggah dengan permintaan Mamanya, selalu saja mendesaknya untuk menikahi Karin yang tidak lain teman sekelasnya dulu.
Alka sudah sangat paham seperti apa sikap Karin, selain itu dia juga sangat tahu kebiasaan buruk wanita yang diinginkan oleh orang tuanya.
"Mama nggak bisa memaksaku untuk menikahi Karin, aku nggak pernah suka sama dia. Sekarang aku sudah memiliki istri, aku tidak akan pernah mengikuti aturan Mama dan mengabaikan perasaan istriku!"
Alka menoleh pada Diana yang menundukkan wajahnya, ia bisa mengerti Diana sudah kecewa berat karena tidak diterima dengan baik oleh keluarganya.
Tak ingin membuat Diana semakin sakit hati mendengar cacian yang keluar dari mulut orang tuanya, ia pun memutuskan untuk mengajaknya pergi menuju kamarnya.
"Sayang, kamu pasti lelah bukan? Ayo kita istirahat di kamar."
Diana hanya diam dengan mengangguk sebagai jawaban. Untuk memandang suaminya saja rasanya ia tidak sanggup. Bukan hanya kekecewaan yang ia dapat, tapi rasa malu tidak dapat disembunyikan.
Alka meraih tangan Diana dan menggandengnya begitu erat meninggalkan keluarganya yang masih saja mengomel mencacinya.
Alka sangat memahami ibunya yang lebih senang dengan kehidupan mewah, makanya ia tidak menyukai Diana dan lebih memilih ingin menjodohkannya dengan wanita lain.
"Sayang, kamu nggak apa-apa kan? Maafkan aku ya? Aku tidak pernah mengira kalau keluargaku bakalan bersikap buruk padamu. Aku pikir mereka lagi sibuk dan tidak bisa menghadiri pernikahan kita, tapi ternyata mereka ~~
Alka sangat malu, akibat perbuatan keluarganya, ia sudah membuat wanita yang dicintainya menangis.
Harusnya ia tidak bersikap ceroboh dan memboyong Diana pulang ke rumah orang tuanya, harusnya ia menitipkan Diana pada orang tuanya terlebih dulu sebelum berniat untuk mempertemukan Diana dengan keluarga besarnya.
"Aku nggak papa kok, Aku cukup sadar diri. Aku ini hanya wanita miskin dan tidak tahu malu, sudah mau menikah dengan laki-laki yang tidak sederajat denganku. Pantas saja orang tuamu tidak menyetujui hubungan kita, karena keadaanku yang sangat miskin dan jauh dari kata layak. Kenapa juga kamu menentang orang tuamu hanya demi menikah dengan wanita sepertiku? Padahal mereka sudah memilihkan wanita yang tepat untukmu."
Dengan meneteskan air matanya, Diana melepaskan tangan suaminya yang melilit pergelangan tangannya.
Hatinya sangat hancur untuk menelan salvianya sendiri rasanya susah.
Sudah jauh dari orang tua yang membesarkannya, kini malah dimaki-maki oleh orang lain.
Diana merutuki dirinya sendiri, begitu sangat nistanya ia yang tidak pernah diakui oleh orang tuanya sendiri, bahkan dibuang layaknya sampah.
"Berkali-kali aku sudah bilang sama Mama kalau aku tidak ingin dijodohkan sama siapapun, termasuk sama Karin. Aku hanya ingin menikah dengan wanita yang aku cintai dan itu kamu! Aku tidak pernah berpikir, kalau aku harus menikahi wanita yang sederajat denganku, bagiku kebahagiaan itu tidak diukur dengan harta, tapi rasa peduli!"
Alka menghenyakkan tubuhnya di ranjang dengan memijit pelipisnya yang kini berdenyut nyeri.
Entah apa yang membuat orang tuanya begitu berambisi untuk memilih wanita yang lebih berkelas dibandingkan dengan wanita yang baik hatinya seperti Diana.
Ia hanya khawatir, di saat ia sedang bertugas di rumah sakit, orang tua ataupun keluarganya akan tega menyakiti wanita yang baru dinikahinya.
"Diana, aku minta sama kamu, setiap aku nggak ada di rumah, tolong kunci pintunya dari dalam, kamu nggak perlu ke luar rumah ataupun beraktivitas di luar. Untuk sementara waktu, kamu aku amankan di dalam kamar ini, semua kebutuhanmu akan aku penuhi, jadi kau tidak akan merasa bosan."
Diana tersenyum menyeringai, Suaminya pikir ia seorang penjahat yang sengaja ingin diamankan.
"Apa Kau pikir aku ini seorang buronan yang ingin kau lindungi?"
Diana menjalani hari-harinya penuh dengan hinaan dan lontaran kata-kata kotor yang keluar dari mulut keluarga suaminya.
Demi kesetiaannya terhadap sang suami ia rela dicaci maki oleh mertua dan juga saudara dari suaminya.
Hanya karena ia orang miskin, ia dianggap sampah dan tidak pernah dihargai di rumah besar itu.
"Heh, kamu! Dari tadi kamu ngapain aja! Ini cucian kotor menumpuk, belum lagi rumah masih berantakan, bisa-bisanya kau sesantai itu. Jangan mentang-mentang anakku sudah memintamu untuk tidak melakukan aktivitas kamu jadi pemalas seperti ini. Orang itu kalau mau kaya ya harus bekerja, bukan cuma malas-malasan gitu! Tujuan kamu nikah sama anak saya hanya ingin menguras uangnya saja kan?"
Tuduhan buruk hampir setiap hari diterima oleh Diana, hatinya sangat sakit, tapi ia paksa buat bertahan.
Suaminya selalu memberinya nasehat agar tidak terlalu dekat dengan mertuanya dan juga mengabaikan apa saja yang dikatakan padanya.
Meskipun demikian, yang namanya perasaan tidak bisa dibohongi, ia benar-benar tersiksa batin tinggal satu atap dengan mertuanya.
"Maaf Ma, aku masih pusing, jadi kuputuskan untuk beristirahat. Nanti kalau udah enakan, aku janji akan membereskan semuanya. Sekarang izinkan aku buat istirahat sebentar saja, Ma."
Tiga bulan ia membina rumah tangga, Diana tidak pernah bermalas-malasan. Tanpa sepengetahuan suaminya ia selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah yang diminta oleh mertuanya, tapi kali ini ia benar-benar sangat lelah dan tidak punya kekuatan untuk melakukan aktivitas.
Merasa diremehkan oleh menantunya, membuat Malena semakin emosi. Sudah dibenci, namun tidak membuat Diana lekas pergi dari rumahnya, dan kini semakin nyaman saja wanita itu tinggal di rumahnya yang begitu mewah.
"Jangan banyak alasan kamu! Rumah ini bukan tempat penampungan orang miskin, kalau bukan karena anak saya, saya tidak akan rela lantai saya diinjak oleh manusia kotor sepertimu! Sampah tetaplah sampah, tidak akan pernah menjadi permata. Kalau bukan karena putraku, kupastikan kau akan kutendang dari sini."
Begitu menyayat hati lontaran kata-kata kasar yang terucap dari mulut mertuanya, sekuat apapun ia bertahan, tetap saja ia ingin menyerah.
Suaminya meminta untuk bersabar dulu, karena jika sudah tiba waktunya, ia akan diajak pindah ke rumah pribadinya yang kini masih proses pembelian, tapi harus sampai kapan ia bertahan satu atap dengan orang-orang yang sombong dan suka merendahkannya?
Harga dirinya sudah diinjak-injak, ia paham sangat tak pantas berdampingan dengan Alka, tapi Alka selalu mendesaknya untuk mau dinikahi, dan akhirnya ia mengalah setelah Alka meyakinkan tidak ada perbedaan diantara mereka.
"Ingat Diana! Di sini kau bahkan tidak punya hak apa-apa, walaupun kau sudah menjadi istri dari putraku, bukan berarti saya sudah merestui hubungan kalian. Tidak akan," ucapnya dengan gelengan kepala dan tatapan yang dipenuhi oleh kebencian. "Sampai kapanpun saya tidak akan pernah memberikan restu buat kalian. Sebagai orang tua, kami sangat menyesal dengan anak kami yang tiba-tiba datang membawa perempuan udik sepertimu."
Dengan kasar tangan Malena menyodok pelipis Diana hingga membuatnya terhuyung.
Diana menangis, begitu kejamnya dunia terhadap orang-orang yang miskin seperti dirinya, bahkan tak seorang pun yang menaruh rasa simpati kepadanya.
'Ya Tuhan, hamba tidak kuat, hamba ingin menyerah. Jika saja hamba pergi dari sini tanpa izin dari suami hamba, apakah dia mau memaafkan hamba?'
Rasanya Diana ingin menjerit sekeras-kerasnya, namun ia cukup tau diri, tempat yang dipijaknya saat ini bukanlah miliknya, ia harus tetap memiliki etika.
Diana sering sekali ditinggal dinas di luar kota dan selalu mendapatkan perlakuan buruk dari keluarganya suaminya. Alka tidak pernah tahu jika istrinya sering mendapatkan perlakuan buruk dari orang tuanya, karena Diana sendiri tidak pernah mengadu mengenai keburukan mereka.
"Lekaslah pergi buat belanja, tak ada sedikitpun makanan yang tersisa. Isi penuh tas ini dengan berbagai macam sayuran dan lauk yang bergizi."
Malena melemparkan tas belanja itu ke muka Diana dan ditangkap oleh Diana dengan kedua tangannya.
Sangatlah tidak punya sopan sama sekali perlakuan mereka, Malena memang sengaja bersikap kasar padanya, berharap Diana tidak nyaman dan segera pergi dari rumahnya.
"Kenapa masih bengong di situ! Ayo buruan pergi! Tunggu apa lagi!"
Dengan suara lantangnya Malena membentak Diana hingga membuatnya terkejut.
Degup jantung Diana tak beraturan mendapatkan pelototan dan bentakan dari mertuanya, untungnya tubuhnya yang lemah gemetaran tak membuatnya pingsan.
"Kalau disuruh belanja sebanyak itu mana aku punya uang Ma? Bahkan sekarang Aku hanya punya uang Rp 20.000,- mana cukup kalau mama memintaku untuk membeli sayuran dan juga lauk pauk sebanyak itu. Mungkin aku hanya bisa membeli tahu sama tempe saja ma," bantah Diana.
Hampir setiap belanja ia tidak pernah diberi uang, bahkan dengan seenaknya sendiri mertuanya meminta untuk dibelikan berbagai macam sayuran, lauk dan juga buah-buahan. Alka sendiri tidak setiap hari memberinya uang, bagaimana bisa ia membeli makanan sebanyak itu?
"Heh! Jangan banyak bac*t kamu ya! Kau pikir aku ini ATM yang bisa kau peras? Pakai alasan nggak punya uang dan hanya ingin membeli tahu tempe saja! Nggak bisa! Kau harus dapatin semua yang kuminta. Aku nggak peduli kau punya uang atau tidak, itu bukan urusanku! Lebih baik sekarang lekas pergi!"
Dengan berkacak pinggang dan bola matanya melotot nyaris keluar, Malena berapi-api memarahinya.
Diana hanya diam sembari memikirkan bagaimana caranya ia bisa mendapatkan semua itu, sedangkan uangnya hanya tersisa dua puluh ribu didompetnya.
Dengan berjalan menuju kamarnya ia menggumam. Tinggal di rumah mertua berasa berdiri di atas duri.
'Ya Tuhan, aku harus minta uang sama siapa? Mas Alka juga belum pulang, mana berani aku menghubunginya untuk meminta uang, tapi uang segini mana cukup buat belanja? Ini bukan di desa? Kalau di desa aku masih bisa berhemat, tapi di kota besar, semuanya serba mahal.'
Diana benar-benar tidak punya cara untuk pergi ke pasar. Ia mengambil bingkai foto yang berisikan uang yang dibentuk perahu sebagai mas kawin yang sengaja ia simpan, sebenarnya ia tidak ingin menggunakan uang tersebut, dan ia akan menjadikannya sebagai simbol pernikahannya.
"Maafkan aku mas, aku sangat terpaksa mengambil uang mas kawin ini untuk kebutuhan rumah tangga. Ini bukan kemauanku, tapi ibumulah yang memaksaku untuk membeli banyak makanan tanpa memberiku sepeser uang. Aku tidak punya cara lain, aku terpaksa harus mengambil sebagian."
Kembalilah Diana keluar kamar untuk menemui mertuanya kembali, saat berada di ruang keluarga, ia mendapati seorang wanita muda yang cantik dengan dandanan agak mencolok.
Mertuanya langsung memberikan sambutan hangat pada wanita itu dan membawanya duduk.
"Ayo sini Karin, duduklah. Tante sangat merindukanmu, sudah cukup lama kita tidak bertemu, tidakkah kau merindukan Tante?"
Mereka berdua saling merangkul bercanda tawa bersama hingga melupakan keberadaan Diana yang berdiri di samping bufet.
Diana berpikir wanita itu keluarga dari Alka yang belum pernah dia temui sebelumnya.
"Tentu saja aku merindukan Tante, sangat rindu, apalagi Alka."
Wanita itu tersenyum genit dan menyebut nama suaminya membuat Diana mulai tak tenang.
Tatapan Karin teralihkan pada Diana yang masih berdiri di samping bufet dengan tatapan tak suka, mengingat penampilan Diana yang sangat sederhana.
"Tante, siapa dia? Pembantu baru kah?" tanya Karin.
Senyuman Malena seketika memudar saat beralih menoleh ke arah Diana.
Moodnya seketika hilang dan tergantikan oleh kebencian.
"Oh, dia? Sebenarnya dia itu wanita yang terpaksa dinikahi Alka. Alka melakukan kesalahan besar yang membuatnya dipaksa untuk menikahinya, tapi percayalah, Alka hanya milikmu, dan cepat atau lambat, dia akan segera menikahimu."
Tas belanja yang dipegang oleh Diana refleks terjatuh bersamaan dengan cercaan buruk mertuanya yang membuat hatinya serasa dicabik-cabik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!