Sinar matahari pagi mulai masuk melalui celah-celah jendela kamar.
Mataku mengerjap pelan saat terkena pantulan sinar matahari.
"Rissa,, bangun, Ris" Suara dari luar yang diiringi ketukan halus itu membuat ku membuka kedua mata ku.
Aku menyikap selimut yang menutupi tubuhku, lalu mulai turun dari ranjang ku.
"Iya,, Ma....," jawab ku masih sambil menutup mulut berkali-kali aku menguap.
Dengan langkah gontai aku melangkah menuju ke arah pintu.
Aku menatap jam dinding di kamar, teryata jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.
"Ada apa Ma...,? tanya ku.
"Sudah siang ayo sarapan dulu.
"Iya ma," jawab ku.
Terlihat mama melangkah meninggalkan ku, kini hanya terlihat pungung nya yang semakin menjauh.
Aku berjalan menuju ke kamar mandi yang ada di belakang rumah. Kamar mandi di rumah ku ini hanya ada satu, itu pun berasa dibelakang rumah.
Sangat jauh berbeda dengan rumah-rumah orang kaya yang setiap kamar memiliki kamar mandi sendiri.
Setelah selesai dengan ritual mandi, aku bergegas melangkah menuju meja makan. Disana sudah ada Papa dan mama yang tengah menikmati sarapan pagi nya.
Entah kenapa ada rasa tidak enak melihat sikap Papa dan Mama yang tidak seperti biasa nya.
"Mama sama Papa sudah selesai, kamu selesai dulu sarapannya setelah ini temui mama sama papa di kamar". ucap mama.
Setelah mengatakan kalimat itu terlihat mama bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah kamar.
Aku bertanya-tanya ada apa mereka menyuhku untuk ke kamarnya.
Setelah aku menyelesaikan sarapan pagi ku, aku berjalan menuju kamar mama.
"Sini, Ris," ucap Mama sembari menepuk diranjang tempat tidur nya.
Terlihat juga Papa yang tengah berdiri di depan jendela kamar menatap ke arah luar.
Aku mengikuti perintah Mama berjalan ke arahnya dan duduk disamping Mama.
"Ris, Pak Hartoyo berniat menikahi mu". ucap Mama. Seketika membuat perasaan ini menjadi tidak enak.
Pikiran ku tertuju pada Pak Hartoyo sosok pria tua yang usianya 45 tahun seorang juragan kaya raya di kampung ku.
" Ris, besok pagi Pak Hartoyo akan datang kesini untuk melamar mu".
Aku meneguk ludah dengan begitu susah payah. Terlihat Papa menatap ku dengan tatapan tajam.
Bagaimana mungkin kedua orang tua ku ingin menikahkan putri semata wayang nya dengan laki-laki tua yang pantas nya menjadi kakek ku itu"?.
"Tapi, Ma.. ?
"Ris, nanti kamu harus menerima pinangan Pak Hartoyo. Ini semuanya demi keselamatan kamu Ris.
Hidup kamu nantinya pasti akan terjamin, tidak kekurangan materi. Dan tentunya Pak Hartoyo bisa menjaga mu dari orang-orang yang berurusan hutan pada Papa mu.
Aku menatap Mama dengan memasang raut wajah yang meminta penjelasan.
"Maksud Mama apa"?
"Ris, kamu harus menikah dengan Pak Hartoyo, untuk menyelamatkan keluarga kita.
"Tapi aku gak mau Ma..."
"Ris, semua ini demi kebaikan mu juga!"
"Kebaikan apa yang Mama maksud?"
Kali ini nada suara ku mulai meninggi, berharap Mama tersadar dari rencana yang begitu konyol ini.
"Jangan membantah Ris,! kali ini Papa membentak ku.
"Pa... kebaikan apa yang akan aku terima dengan menikahi pria tua itu?, apa Papa dan Mama tega anak satu satunya harus menjadi istri ke tiganya pria itu"?
Aku mengatakan itu dengan sedikit menahan amarah.
'Pa, Ma, lihatlah anak mu ini masih begitu muda untuk menikah, apa lagi harus menikah dengan tua bangka itu, apa pantas..? "
"Jaga ucapan kamu Ris!" desis Mama.
Aku menghembuskan nafas kasar, aku tidak percaya Mama yang biasanya selalu bersikap lembut padaku kini bisa bersikap kasar.
"Ris, dengarkan Mama, ini semua demi kebaikan kamu.
Dengan menikah sama Pak Hartoyo, kamu akan terbebas dari ancaman sebagai jaminan hutang Papa mumu itu.
"Hanya dengan menikah sama Pak Hartoyo keluarga kita an terbebas dari hutang hutang itu, dan kamu pun akan terjamin hidupnya meski harus menjadi istri ke tiga".
terdengar Mama menghembuskan nafas berat.
Mendengar kalimat demi kalimat yang di ucapkan Mama, Seketika emosi ku memuncak di kepalaku. Aku menatap Mama dengan pandangan tidak percaya.
"Ma.... Apa maksud Mama dengan aku menjadi jaminan hutang Papa"?
Sungguh aku sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dan apa yang sedang direncanakan oleh kedua orang tua ku.
" Ris... sebenarnya Papa mu telah berhutang dengan seorang germo.
Deg!
Jantung ku seolah berhenti berdetak, mendengar kalimat germo.
"Apa Ma...! berhutang sama germo,?
"Tenang lah dulu Ris, Mama selesai kan dulu bicara nya.
Aku yang tersulut emosi dan sudah bangkit dari tempat duduk nya pun akhirnya kembali duduk di bibir ranjang, sekilas aku menatap ke arah Papa yang sedari tadi hanya berdiri tanpa berani menatap ke arah ku.
Aku yakin laki-laki yang menyandang sebagai Papa kandung ku itu tengah melakukan kesalahan besar.
Sehingga ia sama sekali tak berani berucap, semua diserahkan pada Mama.
"Ris.., Papa mu miliki hutang sebesar 50 juta pada seseorang germo, dan kamu lah sebagai jaminannya jika Papa mu tidak bisa membayar hutang hutang itu".
"Li,, lima puluh juta Ma? tanya ku terbata.
"Sebenarnya hutang Papa mu hanya 30 juta, namun sudah beberapa bulan ini Papa mu tidak bisa membayar nya.
Membuat hutang itu terus bertambah seiring dengan bunga nya yang begitu besar.
Dan kali ini mereka hanya memberikan kesempatan dia bulan untuk Papa mu melunasi semuanya, jika dalam waktu itu Papa mu tidak bisa membayar maka.... ?
"Maka Apa Ma,,,,?
Tanya ku yang begitu penasaran, saat seketika ucapan Mama terhenti.
" Maka sebagai jaminan nya, kamu harus ikut germo itu untuk dijadikan P*k. ucap Mama lirih namun masih bisa ku dengar.
Aku benar-benar tidak menyangka, bagaimana mungkin seorang Papa tega menjadikan anak satu satunya sebagai bahan jaminan hutang hutang nya pada seseorang germo.
Dimana akal sehat nya..?
Kali ini aku pandangan ku tertuju pada Papa yang berjalan menuju ke arah ku.
Aku menghembuskan nafas kasar.
"Ris.. Pak Hartoyo itu sudah baik mau menikahi kamu, dan bersedia melunasi hutang hutang Papa pada germo itu.
Sebaiknya kamu turuti apa kata Mama mu, ini semua demi keluarga kita. Hidup kamu juga bakal terjamin.
Lihat saja istri istrinya Pak Hartoyo mereka difasilitasi rumah, mobil sendiri sendiri. ucap Papa mencoba merayu ku.
"Pokoknya aku gak mau"!
Brak!
Aku beranjak pergi meninggal kan kamar Mama seraya menutup pintu dengan keras, hingga menimbulkan suara dentuman yang memekakkan gendang telinga.
Aku masuk ke dalam kamar ku merebahkan tubuh ku di atas kasur berukuran 160x200 itu.
Mencoba menetralkan emosi yang bergemuruh di dalam hati.
Diri ini masih tidak percaya dengan apa yang telah Papa lakukan, dan ide konyol yang Papa Mama rencana kan.
Kenapa Papa harus berhutang sama germo dan aku yang harus jadi jaminan nya.?
Kenapa juga aku harus menikah dengan pria tua agar pria itu membayar kan hutang hutang Papa pada seorang germo itu.?
dalam hati ku terus bertanya tanya.
Memang, kekayaan pria tua itu tidak di ragukan lagi.
Pak Hartoyo memang terkenal royal dan baik pada kedua istrinya.
Terbukti dari kedua istrinya yang diberlakukan dengan adil.
Setiap istrinya di masing-masing diberikan satu usaha untuk dikelola sesuai bakatnya, diberikan fasilitas rumah dan mobil sendiri sendiri.
Bahkan setiap istrinya juga di berikan aset berupa beberapa tanah.
Ya, memang sangat kaya orang itu, selain juragan tanah dia juga memiliki banyak rumah yang ia kontrak kan.
Namun meski begitu aku tidak mau menikah dengan pria tua itu, gimana kata teman teman ku jika tau aku menikah dengan pria yang pantas nya menjadi kakek ku. Itu pun juga sebagai istri ke tiga nya.
Oh... Tidak!
Aku bahkan tidak bisa membayangkannya.
Bahkan baru mendengar nama pria tua itu di sebut, sudah membuat ku merasa mual.
Namun jika aku tidak menikah dengan nya, dan Papa tidak bisa membayar hutang hutang itu dalam waktu 2 bulan ini.
Aku bisa jadi mendekam di kungkungan sang germo itu, dan dijadikan nya P*k.
"Brak!
"Tidaaak.......!
"Argghhh.....!
Aku menggebrak meja rias ku, semua yang ada di atasnya pun berjatuhan dan berserakan di lantai.
Kali ini aku benar-benar merutuki tindakan kedua orang tua ku.
Bagaimana mungkin seorang Papa tega menjadikan anak nya sebagai jaminan hutang hutang nya.
Sebagai orang tua harus nya berfikir dulu sebelum bertindak. Pikirkan dulu nasib anak kedepannya, jangan hanya untuk kesenangan sendiri mereka melupakan nasih anak kandung nya.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, sejak siang tadi aku mengurung diri dikamar.
Dan sampe saat ini aku masih setia di dalam kamar kecil ku.
"Ris.. keluar dulu.
"Tok! Tok! Tok!
" Ayo, Ris.. sudah malam kamu makan dulu.
Aku tak bergeming, Panggilan Mama tak ku hiraukan kan.
"Tok! Tok! Tok!
"Ris.. Buka pintu nya" kali ini Papa berteriak.
Aku tidak perduli sama sekali, saat Papa dan Mama bergantian mengetuk pintu sembari memanggil manggil nama ku.
Pagi ini tiba-tiba perut ku terasa lapar sekali, mungkin karena seharian kemaren aku mengurung diri di kamar tanpa makan sedikit pun.
Aku bangun langsung menuju ke kamar mandi, hanya sekedar untuk membersihkan muka.
Setelah itu aku menuju meja makan untuk sarapan karena memang sudah sangat lapar.
Tanpa memperdulikan apa pun aku langsung makan, aku tidak menemukan Mama dan Papa di situ.
Mungkin mereka sudah sarapan dulu karena memang sudah jam 8 pagi.
"Ris,, kamu sudah bangun"?
Tiba-tiba suara Mama terdengar dari arah belakang, karena memang posisi duduk ku yang tengah membelakangi pintu yang menggunakan antara ruang tamu dan meja makan.
" Seperti yang Mama lihat"! jawab ku ketus.
"Ya sudah, setelah ini buatkan minum untuk tamu Papa di luar" titah Mama.
" ya, Ma"! jawab ku singkat.
Ku tolehkan kepala ku ke arah Mama yang masih berdiri di ambang pintu.
Sesaat setelah menyelesaikan sarapan ku, aku berjalan ke arah dapur.
Aku menyeduh kan dia gelas kopi panas, satu untuk Papa dan satunya untuk tamu.
Aku berjalan menuju ke arah ruang tamu, dengan membawa nampan berisikan dia gelas kopi panas.
"Silakan, diminum".
Ucap ku sembari meletakkan satu persatu gelas berisi kopi panas itu.
Saat aku tengah melangkah untuk kembali masuk, langkah ku terhenti.
" Ris, sini dulu" ucap Papa menyuruh ku duduk di kursi sebelah nya.
Aku mengikuti perintah Papa.
Terlihat pria tua itu menatap ku dengan senyum yang terukir.
"Pak Hartoyo, ini putri kami satu satunya", ucap Papa.
" Ini yang namanya Clarissa"? Cantik sekali.
Aku hanya membalas dengan senyuman terpaksa.
"Ris, Pak Hartono ini kesini untuk membahas acara lamaran dan juga tangal pernikahan kalian. Ucap Papa seraya menatap ku dengan tatapan tajam.
Aku mengganguk dengan susah payah. Terlihat pria tua itu juga mengganguk dengan senyuman.
" Kalau bisa secepatnya aku ingin merayakan pesta pernikahan ini. ucap pria tua itu.
Kali ini aku tersedak air liur ku sendiri.
Bagaimana mungkin pak tua itu main cepat cepat menikah, sedangkan aku sendiri belum memberi jawaban sedia atau tidak nya.
Aku melirik ke arah Mama yang baru saja ikut gabung dan duduk di sebelah Papa.
Namun Mama menatap ku dengan sorot mata yang memancarkan agar aku menerima saja apa yang dikatakan pria tua itu.
"Maaf Om, kanapa acaranya terlalu cepat, bukan nya mempersiapkan pesta pernikahan itu memakan banyak waktu"? tanya ku.
Aku bahkan gak perduli dengan tatapan kedua orang tua ku.
" Tenang saja cantik, semua nanti aku yang urus. Bahkan kalau kamu minta pesta pernikahan nya digelar besok pun, akan aku turuti saat itu juga.
Ya, aku tau betuh siapa pria yang ada didepan ku saat ini.
Juragan tanah yang kaya raya, memiliki banyak anak buah tinggal perintah saja semuanya beres.
"Tapi Om...?
" Ris,,,? panggil Mama memotong ucapan ku yang belum sempat selesai.
Papa dan Mama menatap ku dengan tatapan yang entah apa artinya.
Malam semakin larut namun mata ini masih tak mau terpejam.
Memikirkan soal pria tua itu dan juga hutang hutang Papa pada germo itu, terus memenuhi isi kepala ku.
Berkali-kali aku menghela nafas panjang dan ku keluarkan secara kasar.
Aku terus merutuki nasib ku sendiri.
Sedari kecil hidup ku selalu kesusahan ekonomi, bahkan untuk bisa menerus kan sekolah SMA ku saja aku harus bantuin Mama jualan nasi pecel.
Sedangkan Papa dari dulu kerja nya hanya main judi, Kalau pas menang Papa akan royal pada ku pun juga Mama.
Tapi sayang nya Papa lebih sering kalah nya ketimbang menang nya.
Itu yang membuat hutang hutang Papa menumpuk jadi puluhan juta.
Dan lebih parah nya hutang itu dilakukan oleh seorang germo.
Tidak bisa aku bayangkan jika aku harus menjadi P*k di tempat germo itu, pun juga jika aku harus menjadi istri ke tiga pria tua itu.
Membayangkan saja aku sudah bergidik nyeri.
Saat aku mencoba memejamkan kedua mataku, Tiba-tiba bayangan beberapa pria bertubuh besar anak buah germo itu datang menghampiri berkelebatan di pelupuk mata ku.
Aku mengacak rambut ku frustasi, benar benar-benar menyedihkan nasib ku.
Ke esokan hari nya tepat pukul 8 pagi aku yang baru saja terbangun, karena memang semalam aku sama sekali gak bisa tidur menjadi kesiangan.
Saat aku keluarga untuk ke kamar mandi yang ada di belakang dapur merasa sedikit terkejut, pasalnya berapa saudara Mama dan Papa sudah ramai berkumpul di ruang tamu.
"Kamu sudah bangun Ris,, "? tanya Mama yang langsung menghampiri ku tengah berdiri mematung diruan tengah.
" Ini ada apa Ma,, kenapa pada kumpul disini"?
" Iya Ris, hari ini Pak Hartoyo akan melamar mu, sudah sana buruan mandi acaranya jam 10.
" Apa Ma,, tunangan"? sekarang,,?
Aku begitu syok mendengar ucapan Mama.
Aku menarik tangan Mama membawa masuk ke kamar belakang.
"Ma,,, Mama tega membiarkan anak satu satunya ini di nikahi pria tua itu untuk dijadikan istri ke tiga nya?
" Kamu tenang dulu Ris, coba kamu pikirkan lagi gimana nasib mu kalau kamu menolak untuk menikah dengan nya. Apa kamu mau di jadikan pel*cur oleh germo itu"?
Harusnya kamu beruntung menikah dengan Pak Hartoyo, dengannya kamu tidak harus menjadi P*K karena Pak Hartoyo bersedia membayar semua hutang Papa.
"Tapi Ma, Pak Hartoyo itu sudah tua pantas nya juga menjadi kakek ku. protes nya.
" Ris,, ini jauh lebih baik untukmu. Dari pada kamu harus menjadi P*k yang harus melayani para pria hidung belang, lebih baik kamu melayani Pak Hartoyo yang jelas suami mu nanti.
Kamu juga tidak akan hidup susah lagi.
Apa yang dikatakan Mama memang benar, tapi kenapa harus Pak Hartoyo sih? gumam Risa dalam hatinya.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10:10.
Semua keluarga Risa dan beberapa tetangga yang datang sudah berkumpul diruang tamu, pun juga dengan Pak Hartoyo yang juga sudah hadir di temani beberapa saudara nya dan juga kedua istri nya.
Aku berjalan menuju ruang keluarga dimana semuanya tengah menunggu ku.
Lalu aku langsung duduk di apit oleh Mama dan Papa.
Saat aku sudah duduk di ruang tamu, seketika mata ku tertuju pada barang barang yang tertata rapi di sudut ruangan.
Barang barang itu berupa peralatan atau perabotan rumah tangga berserta isi nya seperti sembako lengkap.
Ada kipas angin, kulkas, kompor gas, temari, meja rias dan juga beberapa karung beras, satu dus mie instan dan beberapa merk minyak goreng.
"Silakan,, Pak kita langsung mulai. ucap Papa.
Acara pun dimulai dan 30 menit kemudian acara di akhiri dengan menyematkan cincin berlian ke jari tangan ku.
Cincin berlian itu begitu pas dan cantik melingkar di jari manis ku.
Aku perkirakan kalau berlian itu sangat lah mahal mungkin bisa sampai puluhan juta harganya atau berapa lah, aku tidak tau menau soal itu yang pasti itu sangat mahal.
Entah aku harus senang atau aku harus sedih dengan semua ini.
Setelah acara selesai dan keluarga Pak Hartoyo pamit pulang, begitu juga dengan para tetangga dan keluarga dari Papa pulang.
Aku bergegas ke kamar kembali mengurung diri.
Aku merebahkan tubuh ku diatas ranjang tua,
"Nggak. Aku gak mau di jadikan P*k sama germo itu. Tapi aku juga tidak mau menikah dengan pria tua itu"! batin ku.
Aku terus memutar otak, bagaimana aku bisa lolos dari jeratan germo itu tanpa harus menikah dengan Pak Hartoyo?
Sedangkan acara pernikahan akan di gelar dua hari lagi.
Aku terus berusaha mencari jalan keluar namu tetap buntu, membuat ku semakin kesal.
"Apa aku kabur saja dari sini, tapi kabur kemana"?
Disaat aku benar-benar frustasi, aku ingat teman ku Ratih yang bekerja di kota.
Dengan cepat aku meraih ponsel ku lalu mencari cari kontan Ratih.
" Hallo Ratih, gimana kabar mu? Apa kamu masih bekerja di kota"?
Begitu isi pesan yang ku kirim ke kontak Ratih.
Satu menit dia menit masih centang abu.
Ting!
Sering notifikasi Setelah sepuluh menit aku menunggu.
ao
" Iya Ris, aku masih kerja di kota. Kabar ku juga baik, kamu sendiri gimana?
"Kabar ku sedang tidak baik Tih. Apa aku boleh minta tolong"? balas ku kemudian.
Aku memang sengaja tidak melakukan panggilan pada Ratih sahabat ku ini, karena aku takut obrolan ku ini terdengar oleh Mama, Papa.
" Kamu mau minta tolong apa? tanya Ratih.
" Carikan aku pekerjaan di kota Tih, aku pengen kabur dari rumah.
" Kabur dari rumah"? tanya Ratih yang seperti nya ia begitu kaget mendengar nya.
" Cerita nya panjang Tih nanti aku pasti cerita kan semuanya, tapi untuk saat ini tolong carikan aku pekerjaan. pinta ku.
" Untuk saat ini belum ada lowongan Ris, tapi kalau kamu mau kamu bisa kabur ke tempat ku Ris. kebetulan aku kos sendiri kamu bisa tinggal dikos ku dulu. ucap Ratih.
Tanpa berfikir panjang aku langsung mengiyakan tawaran Ratih.
Hanya ini jalan satu satunya, kalau aku harus menunggu sampai ada lowongan itu pasti memakan waktu, sedangkan pernikahan tinggal dua hari lagi.
Aku masih punya tabungan, aku bisa gunakan itu untuk pergi ke kota dan juga biaya hidup selama aku belum dapat kerjaan dan ikut Ratih.
Tekat ku sudah bulat kali ini tinggal mencari cara bagaimana aku bisa keluar dari rumah ini tanpa sepengetahuan Papa Mama, dan juga bisa keluar dari kampung ini tanpa Pak Hartoyo tau.
Aku yakin anak buah Pak Hartoyo pasti berkeliaran di kampung.
Aku gak mau aksi ku digagalkan oleh anak buah Pak Hartoyo jika salah satu dari mereka melihat ku yang ingin kabur dari kampung ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!