Di sebuah malam terdapat dua insan yang sedang bersama sedang menatap langit malam yang sangat indah. Mereka adalah dua teman yang memiliki perasaan yang sama. Namun, mereka tidak mau saling mengutarakan karena diri mereka yang amat sangat berbeda. Bintang adalah seorang anak lelaki yang amat menyukai dunia seni, terutama seni gambar. Sedangkan Antariksa… entahlah, dia sudah muak dengan semua yang ada di dunia, karena hidupnya terlalu rumit untuk dijelaskan melalui kata-kata. Dia tidak punya rumah untuk berpulang, karena rumahnya tidak menginginkannya. Sehingga ia pun membuat rumahnya sendiri dengan benda mati dan ciptaan tuhan yang teramat indah, yaitu langit, buku dan segala peralatannya. kemudian, Bintang pun masuk ke dunianya dan menjadi rumah ketiganya.
Tapi suatu ketika ada peristiwa yang teramat membekas di hati Antariksa. Rumah ketiganya itu pergi. Pergi dan tak akan kembali selama lamanya. Antariksa hanya bisa menyimpan rindu yang mendalam pada rumah ketiganya itu.
lima hari telah berlalu dengan cepat setelah kepergian Bintang. hidup Antariksa berubah karena nya. tatapannya kosong, waktunya seolah berhenti berjalan, hidupnya hancur, itulah dirinya sekarang. hingga akhirnya seorang peri pun datang padanya. peri itu datang untuk mengajak Antariksa pergi ke dunia tempat dimana orang-orang mengatur waktu orang lain dengan cara menulis. penawaran pertama pun ia tolak, karena itu terlalu biasa bagi dirinya yang sekarang. penawaran yang kedua juga ia tolak, karena alasan yang sama. hingga akhirnya, ia sampai di penawaran ketiga yang berisi jika ia menerima, maka ia bisa mengubah waktu sebelumnya dan mengembalikan orang yang ia sayang. seketika Antariksa pun setuju dengan tawaran itu, lalu petualangan pun dimulai.
#######
“Penjelasanku selesai. Aku baru baca sampai situ. Jadi… selebihnya lagi, tidak tau,’’ ucap Abya melalui telpon kaleng yang dibuatnya bersama teman yang menurutnya berharga. orang itu sekarang sedang berada di jendela kamarnya yang bersebrangan dengan kamar Abya.
Temannya hanya mengangguk sambil memegangi pensil dan menuliskan sesuatu di buku novelnya yang lain. Ia adalah Naya, lebih tepatnya Upeksa Nayanika. Ia adalah seorang bocah perempuan yang teramat menyukai buku dan dunianya.
Ya, sekarang mulai membosankan. Sepertinya lagi-lagi ia harus membuat Naya menjauh dari pekerjaannya itu dan mengalihkan pandangan ke dirinya. Abya melihat ke arah langit, memejamkan mata, dan merasakan hembusan angin malam yang sejuk. Ia pun memikirkan kata kata diksi yang beberapa hari lalu ia baca di perpustakaan ibunya. ini adalah cara yang biasa ia gunakan supaya Naya melempar bukunya ke kasur dengan secepat kilat.
‘’Anehnya tara selalu muncul pada nisha dengan kondisi yang timira. Aku tau mereka memiliki roshan. Tapi apa mereka tidak sekalipun merasakan gamang atau gundah.”
Naya menghentikan pekerjaannya. pandangannya kini beralih ke Abya yang sudah membuka mata serta rambut halusnya yang terhembus oleh angin. Abya juga menatap Naya dengan tatapan licik.
“Itu tantangan buatmu Naya, gimana kalau kau menerjemahkan diksi itu. Aku beri kau waktu satu hari. Apa kau mau ?” tawar Abya sambil menyunggingkan senyum smirk. Naya pun menatap Abya dengan lekat, lalu mengambil sesuatu yang berada dekat dengannya. Ya, itu adalah sebuah buku atau lebih tepatnya kamus bahasa diksi, Kamus yang paling ia suka di seluruh dunia.
“Tidak perlu memberikan waktu yang banyak, aku bisa menyelesaikannya sekarang juga,” ucap Naya sambil membuka kamusnya dan mencari kata kata yang disebutkan Abya tadi. Pandangannya fokus kearah kamus. ia tidak mempedulikan Abya sama sekali.
“Kalau begitu jangan pakai kamus.”
Omongan Abya membuat naya berhenti dari aktivitasnya seketika. Ia melototkan matanya sambil menutup kamus tersebut dengan kasar.
“Kau gila ya! Aku belum belajar sampai situ tau,” bentak naya yang hanya abya respon dengan menutup telinganya.
“Nyenyenye, nggak peduli. Selesaikan sekarang juga seperti yang kau minta, tanpa kamus. Sebagai gantinya aku kan memberi clue.”
“Kalau begitu apa yang akan aku dapat jika berhasil,”ucap Naya sedikit bernegosiasi
“Jika kau menang aku rela menemanimu ke toko itu selama seminggu. Tapi, jika kau kalah kau harus menuruti satu permintaanku. Setuju?”
Naya terdiam, dia berpikir dengan keras. Satu minggu sepertinya kurang lama.
“Aku nggak setuju, Satu minggu itu terlalu singkat. Beri aku waktu satu bulan”
“Oke satu bulan. Deal?”
“Deal” Naya melemparkan kamus tersebut ke belakang. Ini merupakan tawaran paling gila menurutnya dan pastinya ia merasa harus menang disini.
“Jadi apa clue nya”ucap Naya mantap. Ia sudah siap dengan sesuatu yang Abya akan ucapkan.
Kali ini giliran Abya yang terdiam. Ia berfikir harus dengan cara apa memberitahunya. kalau ia bilang benda langit, malam, dan cahaya, naya pasti akan langsung memenangkan tantangan ini. satu bulan merupakan waktu yang lama untuk dirinya menghabiskan waktu di toko yang paling ia benci. pastinya naya juga akan merasa senang, karena dirinya bisa berlari dengan bebas sambil mencari buku yang dapat menarik minatnya. Sedangkan dirinya sendiri, pasti akan duduk di kursi dengan rasa bosan yang menyelimuti. Pokoknya itu nggak boleh terjadi, naya harus kalah bagaimanapun caranya.
“Ayolah, cepat katakan. Aku pengen baca buku nih.” Naya menguap. Ia menaruh tangannya di dagu. Bosan adalah hal yang sedang dialami nya karena menunggu terlalu lama. Hal ini diakibatkan oleh bocah didepannya yang tidak berbicara sejak tiga menit yang lalu.
“Sabar dikit kek. Aku bingung nyari kata-katanya ni.”
“Cih, tinggal cari dari buku apa susahnya si.”
Abya tersentak, Berkat ucapan Naya ia sedikit mendapatkan referensi. Ia pun pergi dari jendela untuk mengambil sesuatu. Beberapa detik kemudian ia pun kembali dengan sebuah buku, lalu buku tersebut ia lemparkan ke naya. Naya pun menangkap buku itu dengan cepat. Ia mengecek judul yang berada di cover buku tersebut. "Bintang antariksa" itulah judulnya. Buku ini adalah buku miliknya yang dipinjam Abya seminggu yang lalu.
“Clue nya ada di situ, cek halaman yang judulnya kebersamaan malam,” ucap Abya jelas. Naya pun membuka buku tersebut dan mencari halaman yang abya barusan bilang melalui daftar isi. Ketemu, hal 30 . Ia pun mulai mencari dengan teliti. Suasana pun kembali hening.
“dimana nya?”gumam Naya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tetapi pandangannya tetap fokus kearah buku. Abya tersenyum, melihat Naya yang berusaha untuk menang kali ini membuatnya terhibur.
...###...
Jam 21.00 wib Naya belum juga berhenti dari aktivitasnya. Abya yang juga terus menunggu Naya pun sudah menguap. Ia mengantuk saat ini, dirinya ingin sekali menyentuh kasur sekarang juga.
“Nay… udahlah, ngantuk ni,” ucap Abya yang tidak didengar oleh temannya yang sedang duduk di jendela kamar sambil membaca bukunya. Posisinya berubah, Naya tidak lagi duduk di kursi, kini dia duduk di kusen jendela nya yang luas sambil menyenderkan badannya di dinding jendela itu.
Abya pun menghembuskan nafasnya. Rasanya ingin sekali ia membakar buku itu. Tapi itu mustahil, Karena dirinya akan dikubur hidup hidup oleh Naya terlebih dahulu. Ia pun mengalihkan pandangannya ke arah langit untuk yang kedua kalinya. Berbeda dengan yang sebelumnya, kali ini Abya menatap langit ciptaan tuhan itu agak lama sampai-sampai Naya yang sudah menemukan jawaban dari tantangan itu juga tidak berani mengusiknya. Malahan Naya melihat wajah Abya dengan detail, Dari mulai rambut hingga ke mulut. Rasanya saat ini Naya seperti di hipnotis oleh teman lelakinya itu.
Hingga pada akhirnya Abya berhasil membuatnya sadar kembali, karena ia memberitahu jawaban dari teka teki itu.
"Anehnya bintang selalu muncul pada malam dengan kondisi yang gelap. Aku tau mereka memiliki cahaya. tapi apa mereka tidak sekalipun merasakan takut atau sedih." itulah jawaban dari teka-teki Abya.
Seketika Ia pun kesal dan merasa ini semua tidak adil baginya. Ternyata jawabannya tentang benda-benda yang ada dilangit malam, berbeda sekali dengan jawaban yang ia pikirkan. Bahkan, jawabannya se-simple itu dan ia tidak bisa menjawabnya, Dasar payah. Sementara itu Abya berusaha untuk menahan tawa nya karena ekspresi Naya yang mungkin sangat lucu baginya. Naya juga sepertinya sedang bergumam, kurasa itu adalah umpatan untuk Abya.
“Udah dong… berhenti ngumpatnya “ ucap Abya yang membuat Naya memutar bola matanya malas. Satu deskripsi tentang Naya saat ini, dia sedang ngambek. Abya menggelengkan kepalanya. ia tau kalau Naya itu lebih tua setahun darinya, Tapi entah kenapa Abya merasa ia paling tua kalau sudah bersama Naya.
Membuat heran memang itulah Naya bagi Abya. Mungkin juga bisa disebut sebagai Antariksa nya Abya si.
Disekolah sd bunga teratai terdapat salah satu kelas disana yang para muridnya sedang tidak bersemangat untuk belajar. Ditambah lagi dalam pelajaran ini, mereka seperti mendengar dongeng tidur dari guru mereka. Itulah suasana kelas 6A yang kedatangan pelajaran sejarah usai istirahat pertama. Namun, dalam kelas ini terdapat salah satu murid yang antusias akan pelajaran tersebut. Murid itu adalah Naya, seorang gadis imut dengan rambut bergelombang yang dikuncir kuda. saat ini ia sedang sibuk mendengarkan apa yang di ucapkan gurunya. Bahkan, suara dari orang yang terus memanggilnya sekarang sama sekali tidak dapat ia dengar.
“Aduh,” keluh naya setelah kepalanya seperti dilempar akan sesuatu hingga fokusnya hancur seketika. Ia pun melihat kebelakang, mencari seseorang yang bisa dijadikan tersangka. Ketemu, orang itu duduk di dekat jendela. Saat ini dia tersenyum dan melambaikan tangannya ke naya. Dia adalah Abyaka Swastamita atau biasa disebut Abya, Anak laki laki yang nakal nya bisa dibilang luar biasa.
Tak
Sebuah benda lagi-lagi mengenai kepala Naya. Tepat saat dirinya melihat ke arah lantai, ia menemukan sebuah spidol sedang bergelinding ke arah belakang. Seketika wajah naya berubah pucat. Sial, anak laki-laki itu lagi-lagi menimbulkan masalah untuk dirinya.
###
“KEMARI KAU ABYA!!” bentak naya sambil mengejar bocah yang lebih pendek darinya. Siapa lagi coba kalau bukan Abya, si pembuat onar.
“NGGAK AKAN DAN NGGAK AKAN PERNAH,” teriak Abya diselingi tawa. Dirinya senang sekali membuat naya murka di saat siang bolong begini. Namun, dibalik kesenangan itu ada seorang gadis kecil yang terus memperhatikan mereka dari tempat duduknya. Ia adalah sahabat naya yang bernama Dyvette Aeraa Fransiska, Gadis keturunan indo belanda yang memiliki rambut pirang serta kulit putih yang alami membuat nya menjadi gadis tercantik disekolah ini.
“Heran deh, nggak capek apa mereka berdua muter-muter begitu,” dumel siska sambil memakan pisang goreng mang ujang kesukaannya. Tapi saat dirinya sedang asik-asiknya makan, tiba-tiba saja sebuah bola menghantam wajah putihnya yang mulus itu, sehingga pisang yang ia makan jatuh ke lantai yang dipenuhi oleh tanah. Namun, bukannya khawatir akan wajahnya, ia malah lebih mengkhawatirkan jajanan yang ia bayar dengan uang yang bergambar kapten pattimura.
"Pisang terakhirku......"ucap Siska dramatis. ia berlutut di depan pisang kotor itu, lalu mengambil nya dengan perlahan dan pastinya air juga keluar dari matanya. melihat tingkah Siska yang seperti itu membuat salah satu anak yang berada di lapangan tertawa terbahak bahak. Bahkan, Siska saja yang mendengarnya berasumsi bahwa orang yang telah membuat pisangnya jatuh adalah dia, Dharma Kusuma Pratama itulah namanya. Ia adalah bocah lelaki yang memiliki hubungan dekat dengan Abya dan nakalnya juga 11 12 dengannya. apalagi anak laki laki itu sangat suka menjahili teman Naya yang satu ini.
Siska pun meresponnya dengan senyum licik. senyum nya mengatakan seolah olah ia merencanakan sesuatu yang jahat.
Bruk
Bola yang tadi ditendang oleh Dharma pun kembali kepada nya dengan cara yang sama. Lalu, rasa sakit nya dua kali lebih sakit dari pada tendangan yang dharma berikan pada Siska. Dharma meringis kesakitan. ia mengelus-elus bahu kirinya yang terkena bola. Disisi lain, Siska mendekat kearahnya dengan raut wajah penuh kemarahan. Saat sudah sampai didepan Dharma pun ekspresi Siska juga tak berubah. ia masih menunjukkan kekesalan secara terus terang melalui wajahnya. Dharma masi memegang bahu kirinya yang terasa sakit, ia pun menatap mata dingin Siska.
“ APA SIALAN?!”bentak Dharma sambil menyeringai.
Aktivitas dilapangan tiba-tiba berhenti, karena murid murid lain mengubah pandangan mereka ke arah dharma dan siska yang saling mengibarkan bendera kemarahan. Naya dan Abya yang melihat situasi tersebut hanya bisa menghela nafasnya. pertengkaran antara Dharma dan Siska sudah sangat sering terjadi disekolah ini. Bahkan, dari masa mereka duduk dibangku tiga SD keduanya memang sudah tidak akur.
“Abya, kasian tuh temen mu bantuin sana,” ucap naya yang sudah muak dengan sahabatnya itu.
“Nggak ah, makasih. mending kamu jauhin temenmu dari temenku. bahaya tu si Siska kalo udah ngamuk,” jawab Abya santai sembari melipatkan tangannya didepan dada. dirinya sudah sangat siap untuk menonton pertengkaran temannya yang mungkin sudah ke 400 kalinya. Lumayan, tontonan gratis.
“males ah, nanti aku diomelin ama dia.”
“tenang aja. nanti kalo kamu diomelin, aku omelin balik.”
“emang… kamu mau ngomelin singa yang lagi ngamuk? Yang ada kamu diterkam, Abya,” ejek Naya meremehkan bocah yang lebih pendek darinya. Abya melihat ke arah Naya yang juga sedang melihat ke arahnya dengan senyum smirk. Hening… hanya suara pertengkaran Siska dan Dharma yang terdengar ditelinga keduanya.
“Itu kalo misal kamu nyamperin terus kena omel sama dia. Emang kamu berani nyamperin dua kobaran api itu?” sindir Abya yang membuat lawan bicaranya itu seketika menggembungkan pipinya.
“Ah… benar-benar ekspresi yang lucu,” batin Abya. Hal ini membuatnya seketika tersenyum tanpa ia sadari.
“Baiklah. Kalau begitu kau harus membuktikan ucapanmu.” Naya pun berjalan menuju kedua kobaran api, karena perkataan Abya yang berhasil menyinggungnya. Seketika wajah Abya panik. Seharusnya dirinya tak menyinggung perasaan bocah perempuan itu.
###
“Bro lihat dong kerjaan mu,” ucap Dharma yang membuat fokus Abya rusak seketika. Abya pun hanya melihat Dharma sekilas dan fokus kembali menatap anak perempuan yang posisi duduknya dekat dengan meja guru yang berada di kelasnya.
Dharma yang diacuhkan pun kembali menatap ke bukunya. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sesekali, ia juga melihat ke arah gurunya yang berjalan di kelasnya. Kali ini mereka kedatangan kelas matematika, kelas yang banyak orang tidak suka dan salah satunya adalah Dharma.
“Kalau suka itu bilang,” gumam Dharma. Abya memutar bola matanya malas ketika mendengar hal itu. ia pun mengambil buku catatan yang ada di depan temannya itu secepat kilat, lalu menjawab semua soal yang masih tak memiliki jawaban. setelah itu, ia pun menggeser buku itu ke hadapan Dharma.
“Udah selesai kan. Jadi, jangan berbicara yang aneh-aneh.” Abya pun kembali melanjutkan aktivitasnya. Dharma menganga, ia terkejut dengan apa yang temannya itu lakukan. Seketika ia pun terdiam. Suasana mendadak hening dibangku mereka, karena Dharma takut mulutnya akan dimasukkan kertas jika ia terus berbicara.
Beberapa menit kemudian Naya mengangkat tangannya. “bu, kalau udah siap bagaimana ya?” tanya Naya yang membuatnya jadi pusat perhatian. Murid- murid yang lain mulai panik dan berkeringat dingin dibuatnya, sebagian juga menatap tidak suka kearahnya. Namun berbeda dengan Dharma, Abya dan teman teman yang mengenal Naya dengan baik, mereka hanya menatapnya datar, karena mereka anak anak terpintar di kelas ini. Kecuali, Dharma dan Siska tentunya.
“Nanti saja dikumpulnya, saat temen-temen kamu sudah siap semua,” ucap guru itu yang membuat kelas 6A terkejut bukan main, karena setiap kali ada yang sudah siap dalam pembelajaran ini, tugas mereka tidak diizinkan untuk menjadi pekerjaan rumah, melainkan mereka harus mengerjakannya sampai guru matematika tersebut sudah harus pulang ke rumahnya. seluruh kelas menghela nafas kecuali anak anak terpintar dikelas ini.
“Bu, ibu sakit?” tanya satu anak yang duduk dibarisan dekat jendela. namanya adalah Ayuningtyas Cassaundra, ia adalah anak yang termasuk dalam deretan anak terpintar sekaligus teman Naya selain Siska. Tetapi, ia selalu merendah bahwa dirinya adalah anak terbodoh dikelas.
“Bu, ibu lagi baik atau bagaimana ni bu?” satu anak bertanya lagi pada guru matematika tersebut. dia bukanlah anak terpintar dikelas ini, karena dia adalah anak yang mengandalkan jawaban “cap cip cup” serta menyontek dengan teman sekelasnya. Bagus Mahardika itulah namanya, anak yang dekat dengan Abya selain Dharma sehingga anak- anak disekolah ini menyebut mereka sebagai trio pencari masalah.
Sontak murid-murid yang ada dikelas pun mulai menanyakan banyak pertanyaan untuk guru tersebut. guru tersebut kebingungan, sepertinya ia selalu salah dalam hari yang cerah ini.
Guru itu memukulkan roll kayunya diatas meja. “ sudah, kalian ini... pokoknya lakukan saja apa yang saya suruh,” ucap guru itu yang membuat kelas ini kembali hening.
Naya mengerutkan alisnya. Tatapannya kini kembali pada buku latihannya. Tidak memedulikan apa-apa untuk saat ini dan tetap berpositif thinking. Namun, beberapa menit kemudian ia merasakan seseorang terus menatap nya. ini bukanlah tatapan dari Abya, melainkan tatapan seseorang yang berasal dari depan, lebih tepatnya dari seseorang yang sedang duduk dekat papan tulis.
“aneh....” gumamnya.
Sore ini Abya dan Naya berjalan berdampingan. Mereka pulang agak telat, karena mereka harus mengikuti kegiatan ekskul di sekolahnya. Keduanya canggung, mereka bingung harus membicarakan apa di jalan yang panjang ini.
"Kamu ngerasa aneh nggak saat kelas matematika tadi?" tanya Naya memulai pembicaraan. Abya tak merespon, ia terus melihat kedepan.
"Bya, jawab lah. Jangan kek gini...." bujuk Naya yang juga tak direspon oleh nya. Naya mengerucutkan bibirnya. Ia pun mencubit pinggang Abya supaya anak itu mengerang kesakitan dan berbicara padanya. Langkah mereka pun terhenti di pertengahan jalan.
"APA?!" ucap Abya garang. Ia menatap Naya dengan mata dinginnya yang seolah-olah bisa menenggelamkan siapapun. Namun Naya berbeda, ia tidak merasa takut, melainkan ia malah menjewer temannya yang bertubuh kecil itu.
"AAAA UDAHHH... SAKIT WOY!" Abya memekik. Namun, Naya tak mau melepaskan telinganya. dirinya sudah kelewat kesal pada Abya karena selalu mengacuhkannya. ya, walaupun tidak ada Abya ada bagusnya, tapi kalau bersama Abya lebih bagus.
"Makanya, aku itu jangan didiemin."
"IYA, IYA. NGGAK LAGI NAY!"
Naya tersenyum. Ia merasa puas dengan apa yang baru saja ia lakukan. Naya pun melepaskan telinga Abya dari tangannya sehingga membuat empunya terus memegangi telinganya yang sudah memerah.
"Nah, enak kan?" tanya Naya tanpa rasa bersalah dengan cengiran terlukis di wajahnya.
"Enak apanya merah gini," gumam Abya yang masih memegang telinganya. "btw, yang kemarin masih berlaku kan?" sambung Abya yang membuat Naya memiringkan kepalanya heran.
...###...
Di sebuah taman yang sering orang-orang kunjungi, tersimpan sebuah cermin yang besar. Cermin itu berada di selatan taman. Tempat ini adalah tempat yang jarang sekali dikunjungi oleh orang lain, bahkan tak pernah. Namun, dua bocah anak SD itu kini berada ditempat ini sambil menatap cermin besar itu. Cermin itu bukanlah cermin biasa, karena bayangan dua bocah itu tidak ada didalamnya, melainkan bayangan pemandangan rumput hijau lah yang ada disana.
Mata Abya berbinar-binar. Sebuah fenomena langka ini terasa keren dimatanya. Namun, berbeda dengan Naya, ia seperti orang yang kebingungan. Naya sama sekali tak melihat cermin disana. Ia hanya melihat sebuah pohon yang teramat besar, mungkin usianya sudah tua.
“Abya benar disini kan tempat yang ingin kau tuju?” tanya Naya melihat ke sekitar. Ia memeluk dirinya sendiri mencoba untuk menghangatkan diri di tempat yang dingin ini.
“Kenapa? kau takut karena disini kelihatan suram?” tanya Abya sinis.
“Bukan... tapi ini seperti bukan tempat yang indah,” lirih Naya yang membuat Abya memutar bola matanya malas. Abya pun memegang tangan Naya, lalu menyeretnya untuk masuk bersama-sama ke dalam cermin itu. Naya memejamkan matanya, ini adalah hal paling aneh yang dilakukan temannya itu. Bisa-bisanya ia ingin menabrak sebuah pohon seolah olah ia bisa menembusnya. tetapi anehnya ia tak merasakan sakit sama sekali.
“Sudahlah buka mata mu. Tidak ada apa-apa disini.” Naya membuka matanya perlahan. Matanya berbinar-binar setelah melihat rumput hijau yang bertebaran luas di sekitarnya. Naya melangkah, dirinya membelakangi Abya yang masih melihatnya hangat.
Abya pun memejamkan matanya, dirinya menikmati setiap angin yang bertabrakan dengan wajahnya. Dirinya berteriak, membuat teman perempuan nya itu terkejut sehingga naya menoleh kebelakang untuk melihat wajah bocah kecil dibelakangnya. Namun, ia malah melihat cengiran ceria yang terlukis di wajah Abya.
‘Lucu,’ pikir Naya yang membuat dirinya tertawa.
“Dasar kelinci jelek,” ucap Naya diakhiri juluran lidah. Dirinya pun berlari menjauh dari Abya sebelum tubuh kecil nya itu di terkam olehnya. Abya pun mengejar Naya, karena tak terima dirinya di ejek seperti itu.
...###...
Suasana yang sama saat disekolah terjadi lagi. Namun ada perbedaan, kali ini Naya yang dikejar Abya. hingga akhirnya mata indah Naya melihat sebuah sungai panjang dengan air yang jernih. Seketika Naya berhenti mendadak, membuat Abya menabrak dirinya.
“Aduh...” keluh Abya sambil berjalan mundur serta memegang dahinya. Ia sedikit memperhatikan Naya yang terlihat aneh.
“Nay, gapapa kan?” tanya Abya sambil menggoyang pelan lengan temannya itu. Namun, ia tetap tidak menjawab, karena penasaran Abya pun melihat ke arah yang Naya lihat. Tidak ada yang aneh disana.
“Gimana kalau kita kesana,” ucap Naya membuat Abya sedikit merasakan struman kaget. Abya melihat ke arah Naya yang juga sedang melihatnya. Beberapa detik kemudian Abya mengangguk, membuat wajah anak perempuan itu melukiskan senyumnya kembali. Naya memekarkan tangannya dihadapan Abya, menunggu anak laki-laki itu memegang tangannya.
Abya ikut tersenyum, ia tau apa yang Naya inginkan. Seketika ia pun langsung menggandeng tangan gadis kecil itu, memegangnya dengan erat sehingga pada akhirnya mereka berjalan ke arah sungai dengan tangan yang bertautan.
Selama berjalan bersama, mereka bagaikan sepasang kekasih yang berbagi kebahagiaan ditempat yang sangat indah dan misterius. Mereka bernyayi dipertengahan jalan, terkadang... mereka juga sesekali berhenti untuk melihat bunga yang bermekaran ditempat tertentu. Hingga lima menit kemudian, mereka pun sampai ditempat yang ingin mereka tuju. Namun, ditempat itu ada yang berbeda. Terdapat seorang wanita dewasa yang sangat cantik sedang menari dengan bebas di tempat ini. rambut wanita itu berwarna putih panjang, ia juga memiliki sayap putih yang besar. mungkin orang yang melihatnya saat ini pun mengira bahwa ia adalah seorang-
“Putri dari kerajaan bidadari," celetuk Naya yang membuat wanita itu berhenti dari aktivitasnya. Ia pun melihat ke arah mereka berdua dengan mata birunya yang bagaikan permata. Tapi, mata biru itu terlihat seperti tidak memiliki kehidupan, ia seperti seseorang yang buta.
“Tenanglah, ini aku diksi,” ucap Abya yang direspon senyuman manis wanita itu. Beberapa detik kemudian Abya tersentak, ia melihat ke arah Naya, membuat anak perempuan itu mengerutkan dahinya.
“Masih belum,” ucap Abya kembali memandang ke wanita itu. Naya yang berada di situasi ini semakin bingung oleh dua makhluk itu. naya pun menggoyangkan tangannya yang masih dipegang erat oleh Abya, membuat lelaki itu melihat ke arahnya kembali.
“Kenapa?” lirihnya yang dibalas oleh bahasa isyarat.
‘Kalian seperti telepati, apa yang kalian bicarakan?’ itulah yang Naya tanyakan ke Abya.
‘Tidak apa, anak kecil tak perlu tau,’ balas Abya dengan bahasa isyarat juga. Naya yang melihat jawaban itu pun seketika mengerucutkan bibirnya, lalu menginjak salah satu kaki Abya, membuat empunya kesakitan. Seketika pertempuran pun terjadi. Melihat ini, wanita itu hanya tersenyum kecil, karena ulah mereka berdua yang mengingatkan dirinya atas masa lalu yang pernah ia lakukan. Walaupun ia tidak bisa melihat, tapi ia bisa merasakan apa yang orang lain lakukan didekatnya. Sehingga, ia tau kondisi seperti apa yang dihadapinya saat ini.
Wanita itu mengangkat tangannya memberi perintah pada sesuatu. Dua detik kemudian kupu-kupu pun berdatangan, lalu dalam sekejap mengepung Naya yang masih asik berdebat dengan teman lelakinya. Hal ini menyebabkan perkelahian itu pun terhenti.
“Tenang saja ia hanya akan tertidur,” ucap wanita itu melalui pikiran Abya. membuat bocah yang awalnya menggigit bibirnya karena khawatir, kini bisa bernafas lega.
“Kenapa kau lakukan ini padanya?” tanya Abya yang masih melihat ratusan kupu-kupu itu. Rasanya saat ini Abya ingin sekali menyentuh kupu-kupu itu, menerobos ke dalamnya dan mengeluarkan Naya dari sana. Tapi ia tak bisa melakukannya, tubuhnya seperti ditahan oleh sesuatu yang tak terlihat. Ia tahu, siapa pelaku dari semua yang terjadi saat ini.
Wanita itu masih bertahan dengan senyumnya, senyum yang terlihat seperti air yang kosong. hampa....
”Karena aku akan membicarakan suatu rahasia.”
...###...
Seorang anak kecil berjalan diatas air dengan sebuah lentera di tangannya. Gelap dan dingin serta takut, itulah yang dirasakan olehnya. Namun anak itu tetap tegar, ia tak membiarkan ketakutan meguasai dirinya, karena ia yakin dan terus berpikiran positif kalau ini semua hanya lah mimpi yang ia alami, mungkin bisa disebut sebagai lucid dream.
Langkah demi langkah telah ia lewati, tapi cahaya tak pernah datang untuknya. Perlahan demi perlahan pikiran jahat pun mulai berkeliaran di otaknya. Ia sudah berusaha untuk menyangkal semuanya, tapi tetap saja pikiran itu terus datang, karena rasa takutnya lebih besar dari keberaniannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sejenak dari perjalanan yang entah kapan akan berakhir ini.
"Apa kau takut?” tanya seseorang yang membuat Naya tersentak. Ia pun mencari dimana letak dari sumber suara itu dengan melihat sekeliling tempat yang gelap ini. Namun, sangat disayangkan. Naya tak menemukan sosok dari seseorang yang mengucapkan kalimat tersebut. Sosok itu seperti ada, namun raganya entah berada dimana.
“YA, AKU TAKUT. APA KAU BISA MENOLONGKU?” tanya Naya dengan suara yang ditinggikan. Naya kembali berjalan. ia mencoba untuk menggunakan indra pendengarannya, memastikan apakah itu ilusi atau kenyataan. semenit dua menit ia tetap berjalan di tempat itu. tiga sampai lima menit ia meninggikan kecepatannya, kemudian berlari tanpa arah ditempat itu sambil mengucapkan sepatah-kata.
“HALO, APA KAU MASI DISANA? HEI AKU BUTUH BANTUAN, APA KAU BISA MEMBANTU KU?”
“HEIII TOLONG AKU”
“tolong....”
Naya meneteskan air matanya. Semakin lama suaranya semakin memelan dan pada akhirnya naya memutuskan untuk tak bersuara lagi. Ia menghentikan langkahnya, menunduk dan mengatur nafasnya, berusaha untuk menenangkan dirinya kembali.
“Apa kau masi merasa takut?” tanya suara itu lagi yang terasa dekat sehingga membuat Naya mendongakkan kepalanya, walau dirinya ragu akan suara itu karena ia sudah mengangapnya sebagai fatamorgana. Naya membelalakkan matanya. Ia terkejutnya ketika melihat sosok yang sedang berdiri didepannya itu sangat mirip dengannya, sosok itu seperti kembarannya yang tidak pernah ada didekatnya.
Sosok itu melangkah maju, ia mencoba mendekati Naya yang sedang berjalan mundur, hingga akhirnya sebuah tembok berhasil memojokkan Naya. Tembok itu tak terlihat, namun ia ada.
“Berhentilah takut. kalau kau terus takut, kau akan menghilang dan mati disini,” ucap sosok itu datar.
“Siapa kau? apa kau adalah aku,” balas Naya berusaha sedikit tenang.
Sosok itu tersenyum, senyum yang sama yang dimiliki oleh Naya. “ iya, aku kamu. jadi, jangan takut. coba liat tangan kamu deh,” pinta sosok itu yang membuat naya menurutinya. ternyata benar, dia seakan-akan ingin menghilang, karena tangannya seperti tidak ada, tangan itu menyatu dengan gelapnya tempat ini.
Naya berusaha mencerna apa yang terjadi padanya saat ini. Ia terus menatap ke arah tangannya. sesekali, ia juga melihat kearah bagian tubuh yang lain, memeriksa apakah ada yang hilang lagi selain tangannya. Sementara sosok di depannya itu tidak ia hiraukan.
“Apa kau ingin keluar dari sini diriku?” tanya sosok itu yang membuat Naya akhirnya berhenti dari aktivitasnya. Ia melihat ke arah sosok itu, lalu mengangguk.
Sosok itu pun tersenyum. Ia memutar badannya, lalu berjalan meninggalkan Naya. Naya yang akhirnya merasakan sedikit pencerahan pun mengikuti sosok itu. Ia melihat punggung bocah yang benar benar mirip dengannya sambil memikirkan beberapa pertanyaan, salah satunya adalah "apakah ia ilusi?"
‘Terserah kau ingin menganggapku apa. Tapi satu hal yang harus kau tau adalah... aku sudah ada didekatmu saat kau masi kecil.’ suara itu muncul dipikiran naya, membuatnya sedikit merasakan setruman kaget. kemudian, ia berbicara pada sosok didepannya
“Sungguh, lalu kau berada dimana?”
‘Aku ada, tapi aku bersembunyi dari mu.’
“Kenapa?”
‘Aku tak mau melihat wajahmu. apalagi matamu itu… mengingatkan ku pada sesuatu.’
“Lalu, kenapa memperlihatkan diri?”
‘Karena aku tidak ingin mati disini.’
Seketika suasana pun menjadi hening, hanya suara tetesan air yang terdengar. Semakin lama suara itu semakin besar, hingga pada akhirnya mereka pun melihat sesuatu yang berbeda di kegelapan ini, yaitu sebuah portal biru bagaikan air.
“Nah sekarang masuk lah. kau bisa keluar lewat portal ini,” ucap sosok itu.
“Lalu bagaimana denganmu?”
“Aku akan tetap disini, sampai kau memanggil ku,” ujar sosok itu sambil mengambil lentera yang berada di tangan naya. Setelahnya sosok itu tersenyum, senyumnya sangat hampa. “aku adalah Timira. panggil aku jika kau butuh,” sambungnya.
”Iya, makasih. aku pergi dulu ya,”balas naya. Timira pun menganggukkan kepalanya.
Setelahnya Naya membalikkan badannya. Ia menatap portal itu dengan banyak nya ke khawatiran. namun, ia berani untuk melangkah kan kakinya kedalam portal itu. Akhirnya, ia pun sampai di tempat yang berbeda. Di depannya terdapat rumah putih yang dikelilingi oleh mawar putih. Naya pun membalikkan kembali badannya, sedikit berharap sosok yang baru saja ia temui masih dapat ia lihat . Namun naas, portal itu sudah menghilang bersama Timira entah kemana.
“Maaf, ya,” gumam Naya berharap sosok yang bersamanya tadi mendengarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!