Perkenalan tokoh.
Milea Anindita Dinata 👰
Gadis cantik berusia 23 tahun, keturunan jawa tulen, dengan kulit putih serta rambut lurusnya. Postur tubuh ideal memiliki tinggi 170 cm. Wajah good looking-nya membuatnya mendapatkan tawaran untuk menjadi model disela-sela kegiatan utamanya menjadi mahasiswa. Hidup berkecukupan membuatnya jadi model sebagai hobi dan bukanlah pekerjaan utama.
Ya, Milea atau kerap dipanggil Lea adalah anak dari pemilik perusahaan batubara terbesar di Indonesia. Semenjak kecil hidup mewah dengan fasilitas dari orang tuanya. Hidup mewah membuat dirinya tergantung kepada orang tua. Bahkan tak jarang Lea menolak tawaran jadi model dengan bayaran yang fantastis.
"Tak perlu capek-capek kerja, kalau semua keingingan sudah ada di depan mata. Nanti kalau pengen ada diambil tawaran jadi model itu." Begitulah pemikiran Lea, tatkala dirinya mendapat tawaran pekerjaan.
Namun, ternyata kekayaan itu tidaklah abadi. Semua kemewahan itu hilang seketika ketika Haris Dinata, ayah Lea mengalami gulung tikar. Berakhir pada semua aset perusahaan dan aset pribadi terjual untuk menutup hutang sang ayah. Tidak sampai disitu, akibat kejadian itu Haris Dinata terkena serangan jantung dan meninggal dunia. Sejak saat itulah Lea menjadi anak yatim piatu, karena ibunya telah meninggal semenjak dia duduk dibangku SMA. Kini dia hidup disebuah apatermen sederhana. Menjalani hidup dengan bekerja paruh waktu menjadi model disela-sela waktu kuliahnya. Meskipun menjadi model dengan bayaran yang lumayan. Itu semua tidak bisa menutupi gaya hidup Lea yang terlanjur mewah sejak kecil.
Beruntungnya Lea memiliki pacar yang kaya raya. Kedekatan yang terjalin satu tahun terakhir dan memutuskan untuk menjalin hubungan. Pacarnya banyak membantu Lea untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Tenang saja sayang. Aku akan selalu ada buat kamu." Katanya seraya mencium kening Lea.
Sabian Bagas Utomo🤵
Dia yang biasa dipanggil Bian adalah seorang pengusaha muda yang sukses. Usianya lima tahun diatas Lea. Wajah tampan, badan atletis, dengan tinggi 175cm. Hobi berolahraga membuatnya memiliki tubuh bak atlet angkat bebas. Belum lagi ditambah wajahnya yang garang dan dingin kepada orang yang baru saja kenal dengannya.
Eh, tapi jangan salah persepsi dulu sama Bian. Meski garang diluar, bucin di dalam. Dalam hidupnya Bian hanya menjalani dua kali pacaran. Pacaran yang pertama terjalin sekitar sepuluh tahun yang kandas ditengah jalan. Setelah putus dari pacar pertama, Bian langsung berusaha mendapatkan cinta Lea. Bukan berati gampang move on, tetapi emang Bian tidak bisa hidup tanpa wanita yang dicintainya disisinya.
Eits, namun untuk mendapatkan cinta Bian tidak semudah itu. Memerlukan pendekatan yang cukup panjang untuk Bian bisa jatuh cinta terhadap wanita dan menjalin hubungan dengan wanita. Namun, ketika sudah dapet chemistry pasti langsung disikat saja. "Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga." Jadi hampa, itulah semboyan hidup Bian.
Apapun dilakukan Bian untuk membuat wanita pujaannya bahagia. Mulai dari membelikan hadiah istimewa, barang-barang branded, makan di restoran mewah, traveling, dan tentunya kejutan romantis lainnya. Selain membuat pasangan bahagia, Bian juga berusaha membuat orang yang dicintainya nyaman dan selalu aman dimanapun dia berada. Bian selalu mengutus pengawalnya untuk menjaga Lea ketika sedang menjalani pekerjaannya sebagai model. Bian terlalu takut Lea tergoda dengan laki-laki lain. Sesekali Lea menolak keputusan Bian. Namun, lelaki keras kepala tersebut tetap nekat. Maklum saja cinta emang membuatnya sedikit ****.
Dwita Anggraningrum 🤷
Dia adalah ibu dari Sabian Bagas Utomo.
Seorang wanita sosialita ibukota yang hobi berkumpul dengan teman-temannya. Harinya sibuk dengan arisan, berbelanja, dan jalan-jalan. Maklum saja Dwita adalah salah satu dari pengusaha kaya di ibukota. Apalagi yang bisa dia lakukan selain bersenang-senang.
Dwita ingin sekali menjodohkan Bian dengan anak dari sahabatnya yang bernama Gietha Vernandes. Anak dari Keluarga Vernandes yang tidak lain adalah sahabatnya sejak muda. Namun, nyatanya Bian menolak mentah-mentah perjodohan ini. Dengan alasan dia sudah memiliki orang yang dia cintai. Lagian Gietha sama sekali bukan tipe wanita idamannya.
"Sayang besok kita makan malam sama Gigi ya." Ajak Dwita.
"Bian gak bisa mi. Besok ada meeting sampe malem." Tolak Bian.
"Kapan kamu bisanya sayang?" Tanya Dwita pada anaknya.
Bian hanya mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. Lalu dia melangkah meninggalkan sang mami. Dengan raut wajah kecewa Dwita melanjutkan makan malamnya. Apapun akan Dwita lakukan untuk menyatukan Bian dan Gigi.
Gietha Vernandes🙎
Perempuan cantik yang merupakan anak satu-satunya dari Keluarga Vernandes. Sangat ingin bersanding di pelaminan bersama Sabian Bagas Utomo. Mereka berdua telah bersahabat sejak kecil. Namun, Gigi memiliki perasaan yang lebih dari sahabat. Apalagi ketika mengetahui bahwa keluarga keduanya berniat menjodohkan mereka.
Tanpa ragu lagi Gigi menyatakan cintanya kepada Bian sewaktu mereka SMA dulu. Berkali-kali Bian menolak cinta Gigi, hal itu tidak membuat Gigi menyerah untuk mendapatkan Bian. Meskipun Bian telah memiliki kekasih saat itu. Gigi terus saja berkunjung ke rumah Bian. Hanya untuk mendapatkan sapaan dari Bian.
Dukungan penuh dari Dwita untuk Gigi membuat Gigi semakin agresif mendekati Bian. Kedua perempuan ini sangat cocok, karena sama-sama keras kepala. Tapi tenang saja, itu tidak membuat Bian berubah pikiran untuk berpacaran dengan Gigi.
"Tante akan terus dukung kamu buat dekatin Bian, Hi." Ucap Dwita.
"Tapi Bian-nya semakin dikejar semakin dingin sama Gigi, tante." Ucap Gigi dengan memanyunkan bibirnya.
"Tenang Gigi tenang. Semua sudah tante atur." Dwita meyakinkan.
Olivya Utomo🙍
Anak terakhir di Keluarga Utomo sekaligus anak kesayangan di keluarga itu. Gadis yang selalu ingin diperhatikan dan diperlakukan dengan manja. Jika berbicara Olivya, dia mirip dengan Lea yang tergantung dengan harta orang tuanya. Ya maklum saja kehidupan di keluarga kaya raya.
Oh iya, Olivya ini sangat dekat dengan Gigi. Tentu saja Olivya mendukung Gigi untuk mendapatkan cinta Bian. Sesekali Olivya membujuk kakaknya untuk membuka hati untuk Gigi. Jelas saja bujukan itu sama sekali tidak digubris oleh Bian.
"Kak Bian." Teriak Olivya ketika menyelonong masuk ke kamar kakaknya.
"Bisa nggak masuk kamar orang sopan sedikit?" Sambut Bian tidak suka dengan sikap adiknya.
"Maaf kak maaf." Ucap Olivya.
"Kalau mau ngomongin perjodohan, gue keluar dulu ya." Bian seakan tahu maksud adiknya nyamperin dirinya di kamar.
Pranoto Utomo🧔
Ayah dari Sabian Bagas Utomo dan Olivya Utomo. Laki-laki paruh baya ini merupakan satu-satunya orang yang bersikap netral di rumah itu. Dia menyerahkan pilihan hidup anak-anak kepada masing-masing individu. Tidak ingin mencampuri urusan pribadi anak-anaknya.
Termasuk soal perjodohan antara putranya dengan anak dari sahabat istrinya. Pranoto memilih tidak ambil pusing dan menyerahkan semuanya pada Bian. Dia juga berulang kali membujuk sang istri untuk berhenti menjodohkan anaknya itu. Toh anaknya sudah besar dan bisa memilih mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.
"Sudahlah mi, biarkan Bian dengan wanita pilihannya." Ucap Pranoto.
"Gak bisa dong pi, Bian harus nikah sama Gigi. Mami gak enak sama Keluarga Vernandes."
Bagaimanapun cukup tidak dengan perkenalannya?
Hari ini Lea dan Bian melakukan final fitting baju pengantin. Dua hari lagi pernikahan mereka akan dilaksanakan. Persiapan telah dilakukan dengan matang oleh pihak Bian. Lebih tepatnya oleh wedding organizer (WO) di bawah pantauan Bian. Ya, memang Bian-lah yang memaksa pqernikahan ini segera dilakukan.
Lea sedang mencoba gaun warna gold dengan sesekali memutar tubuhnya didepan cermin. Bian yang melihat dari kejauhan tersenyum sumringah dengan penampilan Lea. Namun, senyumnya mendadak luntur ketika melihat wajah Lea yang tampak murung. Bian pun beranjak dari sofa tempat dia duduk, untuk menghampiri Lea.
Dengan mesranya Bian memeluk pinggang Lea dari belakang. Seraya menempelkan dagunya manja dibahu Lea. Kini keduanya menatap cermin yang sama. Bian pun mulai membuka suara.
"Kamu kenapa murung sayang?" tanya Bian.
Lea terdiam dengan wajah yang tidak berubah sedikitpun. Justru malah mengerucutkan bibirnya. Masih menempelkan kepalanya dibahu Lea dengan sedikit memiringkan kepalanya menghadap Lea.
"Kok diam saja sih sayang?" tanya Bian.
"Kamu nggak bahagia kita akan segera menikah?" tebak Bian.
Setelah melontarkan pertanyaan tersebut. Suasana pun kembali hening sejenak. Raut wajah keduanya saling menunjukkan muka datar masing-masing.
"Jadi beneran kamu tidak bahagia sayang?" Bian mencoba memastikan.
"Aku bahagia kok," Lea menjawab dengan cepat.
"Terus kenapa wajah kamu murung kaya gitu?" tanya Bian kembali.
Lea tidak menjawab pertanyaan Bian, justru melepaskan tangan Bian yang memegang pinggang Lea. Kemudian Lea memutar tubuhnya yang membuat gaun itu turut berayun dan mengembang indah. Beberapa kali Lea mengayunkan tubuhnya untuk menunjukkan betapa indahnya gaun itu.
"Gimana Lea, gaunnya kurang apa?" tanya Nanda si desainer seraya mendekat ke arah Lea.
"Kayaknya sudah pas semua nih," jawab Lea.
"Syukurlah kalau begitu," ucap Nanda.
"Bian gimana gaun Lea? Kurang apanya?" tanya Nanda pada Bian.
"Perfect!" jawab Bian mantap.
Nanda tersenyum melihat keduanya puas akan gaun pengantin hasil rancangannya. Nanda adalah seorang desainer terkenal di kota dengan ratusan desain rancangannya yang menakjubkan. Bian memercayakan Nanda merancang busana pernikahannya, untuk mendapatkan desain baju yang ekslusif.
"Terimakasih Nanda, gaun ini sangat indah," kata Lea.
"Kamu selalu mengerti seleraku Nanda. Lea sangat suka," lanjutnya.
"Iya dong. Siapa dulu? Nanda gitu lho," Nanda pun menyombongkan dirinya.
"Khusus untuk model kesayangan, gue buatin yang spesial deh," lanjut Nanda.
Lea merupakan salah satu model yang sering Nanda gunakan untuk model desain-desain rancangannya. Tidak heran jika Nanda sangat tahu betul selera dan bentuk tubuh Lea. Mudah saja bagi Nanda untuk merancang gaun Lea dan pastinya membuat Lea suka.
Setelah memastikan semua keperluan pakaian untuk acara pernikahan. Bian dan Lea meninggalkan butik milik Nanda. Tidak lupa berpamitan dan mengucapkan terimakasih untuk si empunya butik.
"Sayang kamu belum jawab pertanyaan aku tadi," suara Bian memecah keheningan di dalam mobil.itu.
Bian memang sengaja belum melajukan mobilnya. Kini keduanya masih berada di area parkir butik. Karena Bian sengaja ingin membicarakan masalah yang membuat calon istrinya itu terlihat murung hari ini.
"Kamu tidak perlu berpikiran macam-macam tentang aku dan keluargaku," pesan Bian.
"Kamu takut dengan keluargaku?" tebak Bian yang berhasil membuat Lea menoleh kepada Bian.
Sebenarnya tanpa harus Lea menceritakannya pun Bian sudah tahu apa yang sedang ada dipikiran gadis yang dicintainya itu. Apalagi tahu bahwa Bian menolak perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya. Dan lebih memilih dirinya untuk menjadi pendamping hidupnya.
"Di dunia ini hanya kamu yang aku cintai sayang," kata Bian.
"Lalu gimana dengan perjodohanmu?" tanya Lea.
"Perjodohan? Jika aku tidak suka bagaimana aku bisa menerima perjodohan itu?" ucap Bian.
"Jika tidak ada rasa cinta, kenapa harus dipaksa?" Bian menyunggingkan senyumnya.
Perlahan tangan Bian mulai menyentuh dan mengenggam tangan Lea. Sesekali mengusapnya lembut, memberikan sebuah sentuhan yang membuat Lea tenang dan percaya akan ucapan Bian. Kebiasaan inilah yang selalu dilakukan Bian ketika Lea mulai tidak enak hati ataupun marah.
"Yakinlah bahwa aku tidak akan pernah meninggalkan kamu dengan apapun yang terjadi. Kamu akan tetap menjadi milikku sampai kapanpun itu," Bian meyakinkan.
"Percayalah," ucap Bian seraya mencium punggung tangan Lea.
Lama Bian menahan ciuman tangan itu. Sebelum akhirnya memindahkan tangan Lea didadanya. Seraya berkata, "Dihati aku cuma ada kamu sayang."
"Kalau nggak percaya buka aja coba," goda Bian.
"Gimana caranya?" tanya Lea.
"Ketok-ketok aja coba. Tanya ada siapa di dalam?" jawab Bian.
"Pasti jawabannya ada Milea disini," lanjutnya sembari nyengir.
Lea tersipu malu mendengar rayuan gombal dari Bian. Urusan rayuan gombal memang Bian jagonya. Dengan berbagai jurus dan tingkah lakunya. Ada-ada saja rayuan pria yang sebentar lagi akan menjadi suami sah Lea ini.
"Gombal banget sih. Awas ya kalau kamu coba lirik perempuan lain," ancam Lea sembari menarik tangannya menjauh dari dada Bian.
"Janji sayangku," jawab Bian.
"Nggak usah banyakan janji, hanya butuh pembuktian," kata Lea sedikit ketus.
"Mau bukti sekarang? Ya sudah kita nikah hari ini juga," jawab Bian.
"Ya mana bisa?" kata Lea.
"Ya mungkin saja bisa," goda Bian.
Perdebatan antara keduanya pun selesai dan Bian mulai melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan masih tetap hening. Tampaknya Lea masih kalut dalam pikirannya. Mencoba meyakinkan keputusannya mengiyakan ajakan nikah pacarnya itu.
Sebenarnya dari Lea sendiri yakin bahwa Bian adalah laki-laki yang selama ini dia idam-idamkan. Dan selama masa kenalan hingga pacaran adalah waktu yang cukup untuk mengenal diri Bian luar dan dalam. Bukan hanya karena ketampanan dan kekayaan yang dimilikinya. Namun, karena pria bertubuh atletis itu memiliki sifat dewasa dan bertanggung jawab.
Terlebih lagi karena Bian telah menemani perjalanannya, ketika dia menjadi anak manja dengan orang tua yang super tajir. Kemudian menemani Lea juga dikala jatuh karena perusahaan ayahnya merugi dan ayahnya terkena serangan jantung. Hingga saat Lea coba bangun dari keterpurukannya. Bian selalu ada untuk Lea.
Mobil yang dinaiki keduanya telah berhenti di depan bangunan bertingkat itu. Sengaja Bian menurunkan Lea di lobi apartemen. Karena dirinya harus segera kembali mengurus pekerjaannya.
"Kembali ke apartemen, bersih-bersih diri, terus istirahat," pesan Bian kepada Lea.
"Jangan terlalu banyak mikir yang aneh-aneh. Oke!" tambahnya lagi.
Sebelum turun Bian mencium puncak kepala Lea. Suatu kebiasaan bucin Bian dan Lea ketika mereka berdua akan berpisah. Ya, harap maklum saja ya dengan pasangan super mesra ini.
"Inget ya!" pesan Bian sekali lagi.
Pesan tersebut hanya diangguki saja oleh Lea yang berniat turun dari mobil. Meski dalam hati Lea merasa kesal dengan pacarnya yang super cerewet ini. Namun, tentu saja Lea tetap mengeluarkan senyumnya untuk mengiringi kepergian Bian.
Dijodohkan?
Jika tidak ada rasa cinta,
Kenapa harus dipaksa?
Pesta pernikahan mewah Bian & Lea yang digadang-gadang akan sangat mewah dan meriah. Tampaknya tidak sesuai dengan apa yang telah diharapkan. Justru berbanding terbalik dengan harapan kedua mempelai.
Tepat setelah mengucapkan janji suci sehidup semati itu. Beberapa orang asing berpakaian serba hitam masuk ke tengah acara tersebut. Sontak membuat semua yang hadir terkejut dengan kehadirannya. Tidak kalah terkejutnya pasangan pengantin yang baru saja resmi itu.
"Mohon maaf. Kami kesini ingin melakukan penangkapan kepada Saudara Sabian Bagas Utomo karena dugaan korupsi," kata salah satu diantara orang-orang yang baru saja datang itu.
"Saya Sabian! Siapa yang berani mengatakan dan menuduh saya korupsi?" tanya Bian dengan lantang.
"Kami akan menjelaskan semuanya di kantor saja. Mari ikut dengan kami pak," kata orang itu lagi sembari mendekat ke arah Sabian.
"Lepaskan! Ayo kita buktikan disini juga bahwa saya tidak korupsi!" bentak Bian yang menolak tangannya hendak diborgol.
"Tidak bisa pak. Kami harus segera membawa anda ke kantor," kata orang itu kekeh.
"Baiklah saya akan ikut dan saya akan buktikan bahwa dugaan ini salah!" kata Bian yang kini sepasang tangannya sudah diborgol.
Bian bersama rombongan orang itu menuruti pelaminan. Sementara Lea mencoba mengejar suaminya yang dibawa paksa oleh orang-orang itu. Meskipun gaun yang dipakainya membuat sulit berjalan, Lea tetap memaksa untuk bisa mengejar suaminya.
"Jangan bawa suami saya!" teriak Lea.
"Saya berani menjamin suami saya tidak bersalah. Ini semua fitnah!" teriaknya lagi.
"Berhenti!" teriakan yang terakhir ini menggema di seluruh ballroom itu.
Lantas Bian berserta rombongan orang yang membawanya menghentikan langkah kakinya. Membalikkan badan ke arah Lea yang mencoba bejalan tertatih. Semua mata menuju padanya, tak terkecuali semua undangan yang hadir sangat terkejut dengan kejadian ini. Mereka semua memperhatikan drama penangkapan Bian disaat resepsi pernikahannya.
Lea mengangkat gaunnya dengan tangannya untuk bisa mudah melangkah ke depan. Sementara high heels sudah terlepas sebelum dia turun dari pelaminan tadi. Dandanannya sedikit acak-acakan karena panik mengejar suaminya, namun kesan cantik masih melekat pada wanita yang hari ini menjadi pengantin itu.
"Lepaskan suami saya!" kata Lea ketika dia sudah berhenti tepat dihadapan Bian dan orang-orang itu.
"Bian tidak pernah korupsi!" imbuhnya.
"Lepaskan dia sekarang!" kini suara Lea lagi-lagi berteriak.
"Maaf nona kami tidak bisa melepaskan suami anda sebelum ada bukti bahwa dia benar-benar tidak bersalah," jawab orang itu.
"Dan semuanya akan kami bicarakan di kantor. Permisi," pamit orang itu sembari membawa Bian keluar area ballroom.
Sebelum Bian naik ke mobil tahanan, dia meminta izin untuk berbicara kepada istrinya. Bian menghentikan langkahnya tepat beberapa langkah sebelum naik ke mobil. Lea segera memeluk Bian dengan sangat erat seolah tidak mau terpisah dengan laki-laki yang baru resmi menjadi suaminya itu.
"Jangan tinggalin Lea sendirian," ucapnya lirih sembari terisak dipelukan Bian.
"Lea nggak mau sendirian disini," lanjutnya lagi.
Bian hanya bisa diam mencium puncak kepala istrinya. Dia ingin sekali membalas pelukan Lea, namun apa daya tangannya kini terborgol. Perasaan marah dan sedih terpancar dari wajah Bian. Marah dengan apa yang sedang terjadi dihari bahagianya ini. Sedih karena melihat istrinya yang menangis, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Sayang aku janji aku akan segera menyelesaikan masalah ini. Dan bisa menemani kamu lagi," lirih Bian tepat di daun telinga Lea.
"Aku dibantu Pak Hendra akan menyelesaikan masalah ini. Tenang saja semua akan baik-baik saja," lanjut Bian.
"Tapi aku takut," balas Lea ditengah isak tangisnya.
"Jangan takut sayang. Ini memang berat dan susah tapi yakinlah kita tidak akan pernah terpisa," Bian mencoba menenangkan Lea.
"Ehem... Maaf waktu kami tidak banyak." Sela seseorang.
Lea dengan sangat terpaksa melepaskan pelukannya perlahan. Dengan tangan yang masih terborgol, Bian mengusap air mata Lea dengan ibu jarinya. Berusaha terlihat tegar dengan semua rangkaian drama menyebalkan ini.
"Jaga diri baik-baik sayang," tutupnya sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.
Air mata Lea tidak henti-hentinya membanjiri pipi mulusnya. Lea bersimpuh melepas kepergian mobil yang didalamnya ada Bian disana. Belum lagi sirine yang berbunyi nyaring seolah menambah suasana semakin mencekam. Mata sayunya menatap kepergian Bian dengan amat sangat sedih.
Kejadian ini membuat Lea amat terpuruk dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Satu-satunya orang yang dia miliki kini tidak ada disampingnya. Orang yang selalu mendampingi dan mendukungnya dikala senang maupun susah sudah tidak ada disini lagi.
"Bian!" teriak Lea sebelum menangis sejadi-jadinya.
Terdengar telapak kaki seorang laki-laki mengunakan sepatu pantofel mendekat dan berhenti disamping Lea bersimpuh. Lea tidak peduli siapa yang ada disampingnya. Intinya dia ingin menangis untuk mengeluarkan semua kekacauan hatinya.
"Permisi nona. Mari saya antarkan anda ke rumah," ucap orang itu.
Lea tidak merespon ajakan orang tersebut. Sebelum akhirnya laki-laki itu berjongkok untuk lebih dekat dengan Lea. Laki-laki itu menyodorkan tangannya.
"Perkenalkan saya Hendra. Saya adalah pengacara Tuan Sabian," ucapnya.
"Saya akan segera menyelesaikan masalah ini. Secepatnya tuan akan segera keluar dari tahanan," sambungnya.
Lea menoleh ke arah Hendra dengan masih menyisakan sesenggukan. Menatap lekat orang yang baru saja menghampirinya. Rupanya dia adalah pengacara Bian yang selalu dibicarakan oleh Bian. Bahwa Hendra adalah salah satu pengacara terkenal di Indonesia. Tentunya dapat diandalkan dalam berbagai permasalahan hukum.
"Percayalah pada saya nona." Hendra meyakinkan Lea.
"Sekarang nona kembali ke rumah Tuan Sabian. Besok saya akan menjemput anda untuk bertemu dengan Tuan Sabian," ucap Hendra.
"Tapi Lea tidak mau pulang ke rumah Bian. Lea ingin pulang ke apartemen Lea," jawab Lea dengan lirih. Mungkin hampir tidak terdengar jelas kata-kata itu.
"Tapi nona. Pesan Tuan Sabian, anda harus pulang ke rumahnya. Demi keamanan anda, pasalnya tuan sangat khawatir dengan keselamatan anda. Takut jika terjadi hal buruk pada anda. Karena lawan Tuan Sabian tidak segan-segan melakukan kejahatan. Tolong turuti perintah Tuan Sabian." Hendra membujuk Lea.
"Tapi--" Lea belum sempat melanjutkan kata-katanya.
"Percayalah semua akan baik-baik saja nona," ucapnya memotong perkataan Lea.
"Mari nona saya antarkan anda ke rumah Tuan Sabian," ajak Hendra.
Dengan bantuan Hendra, Lea perlahan berdiri. Pasrah pada keadaan, jika harus pulang ke rumah Bian. Dia pun diantarkan Hendra menuju ke rumah Bian. Mengantarkan Lea hingga ke ambang pintu kamar Bian. Karena ini adalah perintah secara langsung.
"Janji ya Pak Hendra akan membantu mengeluarkan Bian dari tahanan," ujar Lea sebelum masuk ke dalam kamar.
"Iya nona," jawab Hendra dengan yakin.
Jangan takut sayang. Ini memang berat dan susah tapi yakinlah kita tidak akan pernah terpisah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!