" Dek mas pergi dulu,mas harap saat mas jauh nanti kamu sering-sering berkunjung kerumah ibu ya dek."
Ucap Wiji saat ia berpamitan pada istrinya sebelum berangkat merantau ke kota.
"Iya mas,sebenarnya berat sekali jika aku harus hidup jauh dari kamu mas.Apa lagi Arga masih kecil aku sangat butuh bantuan kamu dalam mengurus dia mas."
Wajah Ranti penuh tetesan airmata kala melepas kepergian suaminya.
Ranti dan Wiji adalah pasangan suami istri yang baru saja menikah beberapa tahun lalu.Satu tahun pernikahan mereka baru saja dikaruniai seorang anak laki-laki yang kini usianya baru menginjak 2 bulan.
Kehidupan didesa sangatlah sulit,apa lagi Wiji yang hanya lulusan SLTP sangat susah mencari pekerjaan yang mumpuni didesa.
Wiji terpaksa harus meninggalkan istri dan anaknya dikampung lantaran dia tak bisa mencukupi kebutuhan anak istrinya jika terus bekerja dikampung.
Belum lagi putranya Arga yang harus minum susu formula lantaran asi Ranti sama sekali tak keluar meskipun sudah dilakukan berbagai cara.
" Sudahlah ran,kamu ihlaskan saja suami kamu kerja merantau.Toh nanti setiap bulan kamu akan dapat transferan dari gaji Wiji." Ucap ibu mertuaku,ibunya mas Wiji .
" Iya Bu,Ranti hanya merasa berat saja jika harus berpisah dengan mas Wiji.Arga kan masih kecil Bu,dia butuh bapaknya.Ranti juga.."
"Dek,sudah jangan sedih gitu nanti mas jadi gak tenang.Mobil trevel sudah datang,mas pergi sekarang ya sayang .Kamu yang sehat dirumah,jaga Arga baik-baik nanti kalau mas udah cukup uang mas pasti akan balik.Doakan mas biar dipermudah jalannya."
" Em,mas kamu hati-hati ya.Mas gimana nanti caranya kita berkomunikasi kita sama-sama gada ponsel mas.Nanti kalau aku atau Arga kangen kamu gimana?"
Ranti dan Wiji memang tidak memiliki ponsel.Semua ponsel dijual untuk biaya persalinan dan kebutuhan saat Ranti melahirkan Arga dirumah sakit.
Arga lahir prematur dan dia terpaksa harus dirawat khusus dirumah sakit selama beberapa hari.Meskipun biaya rumah sakit gratis tapi untuk transportasi dan biaya lainnya itu tidaklah sedikit.
"Halah gitu aja ko repot ran,jangan mempersulit suami kamu yang mau cari nafkah ran.Disana kan ada mas Catur dia ada ponsel nanti dia bisa berkabar lewat ibu.Kamu jangan manja ran, suami kamu mau pergi kerja cari uang buat kamu sama anak kamu jangan banyak drama!" sentak ibu mertuaku.
Entah mengapa ibu mertua begitu menggebu meminta mas Wiji untum pergi merantau padahal dikampung sudah ada beberapa orang yang menawarkan pekerjaan pada mas Wiji.
Mas Wiji memang hanya berijazah SMP namun saat muda dulu dia sering bekerja diluar kota sebagai sopir.Pengalamanya membawa kendaraan sudah tidak bisa diragukan lagi.Akhir-akhir ini banyak yang menawarkan pekerjaan pada mas Wiji,namun entah mengapa mas Wiji memilih untuk pergi merantau.Bukan aku tidak mengizinkan atau ingin mencegah hanya saja perasaanku sedikit tidak enak saat mas Wiji memutuskan untuk pergi merantau.
Mungkin karna kami baru saja memiliki seorang bayi,atau benar kata ibu mertuaku aku terlalu manja dan banyak drama.
" Ranti kamu jangan begitu dong kasian Wiji nanti dia gakan tenang kalau kamu nangis begitu.Dulu bapak juga merantau waktu Wiji masih kecil dan ibumu baik-baik saja malah setelah beberapa bulan ibu sama Wiji nyusul bapak kekota.Kamu juga bisa melakukan hal yang sama.Nanti kan kalau Wiji udah kerja bisa cari kontrakan sendiri kamu bisa nyusul.Kamu bisa tuh kerja cuci gosok atau dagang apa ,mumpung anak kamu masih kecil jangan terlalu membebankan semuanya sama Wiji.Contoh ibu nih,ibu mandiri gak pernah nyusahin bapak."
Perkataan bapak mertuaku begitu menohok hingga keuluh hatiku.
" Sudah mas,itu sopir trevelnya udah nyamperin,kamu hati-hati ya mas.Arga tidur aku mau taruh dia dulu kekamar.Nanti kalau udah ketemu mas catur kamu telfon ibu ya mas kabarin aku.Setidaknya biar aku tenang mas,jaga kesehatan ya mas ."
" Cup
Iya sayang ,kamu juga hati-hati dirumah.Jaga diri kamu,jagain Arga maaf ya mas belum bisa bahagiakan kamu sama Arga.Doakan mas sukses biar mas bisa bahagiakan kamu sama Arga."
" Iya mas."
" Assalamualaikum, Wiji pergi dulu ya pak Bu!"
" Iya nak,yang tenang kamu ya . Jangan terlalu menghawatirkan anak istri kamu.Ada ibu tenang aja,ibu pasti bakal bantu ko."
" Iya Bu,terimakasih.Sayang kamu denger sendiri kan apa ibu bilang.Em Bu aku nitip Ranti sama Arga ya Bu."
" Iya ga,kamu hati-hati ya nak.Sudah sana ,kasian penumpang lain nungguin kamu kelamaan.Kamu mau pergi kerja bukannya mau perang militer jangan banyak drama."
" Iya Bu Assalamualaikum."
" Wa'alaikumsalam."
...****************...
POV Ranti.
Kepergian suamiku membuatku sedikit terluka.Bagaimana tidak,aku masih butuh suamiku disaat aku baru saja melahirkan anakku.Bukannya aku manja,aku baru belajar menjadi seorang ibu.Bayi diusia putraku masih rentan begadang malam,apa lagi aku melahirkan melalui proses Oprasi sesar hingga aku masih sering merasakan nyeri yang terkadang sedikit menggangguku saat beraktivitas.
" Apa Wiji sudah berangkat ran?"
Tanya ibuku saat aku pulang kerumah.
Mas Wiji memang berangkat keperantauan dari rumah orangtuanya.
Jarak rumah ku dari rumah orangtua mas Wiji tidak terlalu jauh.Kami masih satu kecamatan hanya butuh waktu kurang lebih 20 menit dari rumahku kerumah orangtua mas Wiji.
Aku pulang diantar ojek yang ibu mertuaku pesan untuk mengantarku pulang.
Hari sudah cukup sore,aku memang tidak pernah betah jika harus tidur dirumah mertuaku.Aku merasa nyaman saat tidur dirumahku sendiri,apa lagi sekarang aku dan arga sendiri jika tidur dirumah akan ada ibuku yang memanantuku mengurus Arga saat malam.
Aku pernah mendengar ibu mertuaku mengatakan kepada tetanggaku saat aku baru saja melahirkan dan tetanggaku bertanya kenapa ibu mertuaku tidak menginap dirumahku untuk menemani cucu pertamanya.
" Saya itu kalau pagi harus kepasar untuk jualan lagi pula saya cape kalau malamnya harus begadang ngrusin cucu.Belum lagi bapaknya Wiji yang gak suka kalau saya tidur terpisah dari dia.Saya juga gak suka berisik kalau malem bayi kan berisik suka nangis kalau ngompol atau haus." Ucap mertuaku kala itu.
Stelah mendengar kata-kata itu aku selalu mengingat untuk tidak merepotkan ibu mertuaku mengurus Arga apa lagi saat malam hari.
Berbeda dengan ibuku yang selalu sukarela mengurusku dan anakku,membantuku merawat anakku karna aku memang masih nol jika harus sepenuhnya mengurus anakku seorang diri tanpa bimbingan dan bantuan.
" Iya Bu,baru saja berangkat tadi sore.Em Bu boleh gak Ranti pinjam uang buat beli susu Arga.Kebetulan susu Arga habis Bu,Ranti tidak ada uang."
Aku mengatakan hal itu penuh dengan hati-hati.Ada perasaan takut,was-was dan tidak enak hati.
" Memangnya Wiji tidak meninggalkan uang untuk kamu dan Arga ran?" tanya ibuku sembari menggendong Arga yang baru saja bangun tidur.
Ibu memang selalu menimang Arga apa lagi menjelang magrib,kata ibuku pamali Bayi diletakan dikasur saat mahrib.Lebih baik Bayi ditimang atau digendong dengan kain jarik saat magrib.
" Tidak bu,uang mas Wiji hanya cukup untuk ongkos naik travel."
" Suami kamu mau kerja apa ran,memangnya dia sama siapa disana?Udah pasti ada kerja atau bagaimana?"
Tanya bapakku yang bersiap pergi kemajsid.
Bapakku memang selalu rajin solat berjamaah dimasjid, meskipun jarak rumah kami dari masjid cukup jauh tapi itu tidak membuat bapak hilang semangat untuk selalu solat jamaah dimasjid .
" Udah pak,katanya si jadi sopir dipabrik air mineral.Dia ikut sama sodaranya bapak mertua ,mas catur kan kerja disana . Katanya ada lowongan untuk sopir jadi mas Wiji diminta untuk daftar kerja sama mas catur."
" Ya sudah nak doakan saja suami kamu sehat,dapet Rizki halal.Kamu jangan sedih untuk susu dan kebutuhan kamu selama Wiji belom bisa transfer jangan hawatir insya Alloh bapak bisa.Dulu sebelum kamu menikah saja semua kebutuhan kamu bapak sama ibu yang tanggung,kalau ditambah Arga insya Alloh bapak maish sanggup.Asal bapak sehat,bapak gakan keberatan ngurus anak cucu." Ucap bapak dengan tulus.
Betapa aku sangat bersyukur memiliki orangtua yang begitu menyayangiku dan tak pernah perhitungan saat harus membantu kebutuhanku.Meskipun seharusnya setelah menikah nafkah dan tanggungjawab ku adalah ada pada suamiku.
Nafkah sandang pangan dan papan harusnya menjadi tanggung jawab suamiku.Namun bapakku selalu berbesar hati membantu kami tanpa ada embel-embel apapun.
Adzan magrib berkumandang,bapak gegas pergi kemajsid karna tak ingin tertinggal jamaah yang lain.
Sementara aku dan ibu bergantian menggendong Arga untuk solat.Selepas solat ibu memberikan aku uang satu lembar seratus ribuan.
" Ini ibu ada Rizki sedikit,selagi masih sore kamu beli susu sama pempes dulu buat Arga.Kamu bisa pinjam motor pak Lik dulu buat ketoko." Ucap ibu sembari menyodorkan uang tersebut.
Aku sangat bersyukur memiliki bapak dan ibu sebagai orangtuaku.Mereka tak hanya mengurusku dan anakku tapi mereka juga membantu suamiku mencukupi kebtuhhanku.
Karna tak mau kemaleman akhirnya aku memutuskan untuk pergi membeli susu karna memang susu Arga sudah habis tak bersisa.
Aku berjalan menuju kerumah pak Lik ku diujung jalan.
tok
tok
tok
" Assalamualaikum pak Lik!"
" Wa'alaikumsalam,loh kamu ran ada apa malam-malam kesini.Ini mau hujan loh ran,kamu ini punya bayi kecil tapi malam-malam klayaban gak baik Ranti."
Ujar Bu Lik sembari tetap berdiri diambang pintu.
Dia tidak memprsihalhakn aku masuk ataupun membuka jalan untuk aku masuk.
" Em,iya Bulik Ranti mau pinjam sepeda motor susu Arga habis Ranti butuh buat beli ketoko."
Jarak dari rumahku ketoko yang menjual susu cukup jauh,kami harus menggunakan angkot saat siang hari atau sepeda motor saat malam hari.Karna desaku berada diujung jadi cukup memakan waktu lama untuk sampai ketoko yang ada di kecamatan ataupun minimarket terdekat.
" Apa pinjam motor?Memangnya suami kamu kemana ran?"
Seru pak Lik dari dalam.
" Mas Wiji sudah pergi kekota pak Lik,kebetulan susu Arga habis.Apa boleh Ranti pinjam motornya sebentar buat beli susu ketoko."
" Ya boleh aja ran,tapi bensin habis kayanya jadi kamu isi ya jangan lupa .Ya kamu tau sendiri kan motor itu jalannya harus pake bahan bakar,bensin itu mahal loh ran.Motor juga butu perawatan gak cuman disi bensin.Kamu hati-hati bawanya jangan sampe jalan rusak kamu hajar." ujar pak Lik sembari melempar kunci sepeda motornya tepat dikakiku.
Sebenarnya hatiku sakit,tanpa pak Lik bilang juga aku akan mengisi motornya dengan bensin saat aku membawanya.Aku juga akan berhati-hati membawanya karena aku tidak mau merusak atau membuat rusak barang orang lain yang aku pinjam.
" Iya pak Lik."
Bruuuum
Aku pergi dengan sejuta perasaan yang ada.Rasa sedih kecewa hancur malu dan juga perasaan marah .Aku hanya bisa memendam semua itu dalam dada,aku sangat butuh kendaraan tersebut hingga aku harus memendam semua rasa saat aku meminjam sepeda motor pak Lik ku.
Aku pergi tak lama,setelah membeli susu dan pempes untuk Arga aku langsung pulang.Tak lupa aku mengisi bensin satu liter untuk motor pak Lik.Sesampainya dirumah aku memasukan lagi sepeda motor pak Lik ketempat semula.Aku memberikan kunci motornya pada Bulik yang sudah menungguku dikursi teras .
" Ini kuncinya Bu Lik,terimakasih maaf jika Ranti merepotkan."
" Iya sama-sama."
" Kalau gitu Ranti pamit Bu Lik."
" iya ran."
Brak
Klek kelek
" Siap yang butuh siapa yang direpotkan,memangnya dia pikir motorku ini motor sewaan apa main pinjam seenaknya.Aku beli juga buat keperluan sendiri bukan untuk dipinjamkan.Huuft punya sodara gitu banget sneng banget pinjam,kalau butuh ya beli dong pinjam terus."
Aku yang masih berdiri didepan pintu mendengar jelas Omelan Bulik.Mungkin sengaja Bulik berbicara sedikit lantang agar aku mendengar ucapannya.
Tes
tes
Aku langsung menghapus air mataku agar ibu tak melihatnya .
Sesampainya dirumah aku langsung membrsihkan diri dan berganti pakaian sebelum aku menemui Arga dikamar.
Setelah aku selesai bersih-bersih aku lantas mendekati Arga yang rupanya sudah tidur lelap ditemani ibuku .
" Ranti,kamu sudah pulang nak.Makanlah dulu solat trus istirahat." Ucap ibuku sembari bangkit perlahan dari atas ranjang karena tak mau membuat Arga terbangun saat merasakan gerakan ibu.
" Iya Bu."
Sesuai perintah ibu aku makan malam dan solat Isa setelah itu aku kembali kekamar bersama Arga.
Aku menatap wajah polos putraku yang tidur dengan damai.
" Nak,maafkan ibu dan bapak yang blum bisa memberikan smuanya dengan baik untuk kamu.Tumbuhlah jadi anak yang sehat,cerdas dan baik.Kelak hidupmu harus lebih baik dari bapak dan ibu."
Airmataku jatuh tak terbendung lagi saat aku mengatakan hal itu.
Terbiasa bersama suami aku merasa sepi saat jauh darinya meskipun belum genap satu malam.
Rasa rindu,kesepian dan juga rasa yang lain bercampur jadi satu.Jika dibilang siap aku tidak pernah siap berpisah dengan suamiku.Namun aku berharap dari perpisahan yang sementara ini ada begitu angan dan harapan yang aku ingin wujudkan bersama suamiku.
Seminggu setelah kepergian mas Wiji ibu mertuaku datang kerumah.
" Arga ko kamu kurusan si baru aja ditinggal bapak kamu satu Minggu udah kurus aja .Ranti makanya ibu bilang kamu kenapa si pake kasi susuh formula sama si Arga.Jadi perempuan tuh menyusu anak udah jadi kodratnya,kamu ko malah gak mau menyusui si? Takut kendor atau emang gak mau ribed kamu,pake sufor kan malah boros.Kasian loh si Wiji kerja keras banting tulang,udah buat kebutuhan ana dia pontang pating masih harus mikirin susu formula.Kasian banget sih anak laki-lakiku."
Baru saja datang bukannya menanyakan kabar aku dan arga ibu mertua malah nyerocos menyalahkan ku.Pdahal dia sendiri sudah tau apa yang membuat aku sampai harus memberikan susu formula.
Tak ada satu orang ibupun yang ingin memberikan susu formula untuk anaknya jika memang tidak terpaksa .Tapi kenapa aku selalu saja disalahkan oleh ibu mertuaku.
" Bu,mas Wiji udah telfon ibu belum.Ini sudah satu Minggu loh bu, katanya mas Wiji mau nelfon lewat mas catur."
Aku sangaja bertanya untuk mengalihkan pembicaraan ibu mertuaku .
" Oh ya ibu lupa,dari kemarin si ibu bertukar pesan sama Wiji. Dia dapat ponsel bekas catur yang dulu,ya lumayan lah mskipun cuman bisa buat wa.Nih kemarin dia ngrim foto dia ditempat kerja."
Ibu mertuaku menunjukan foto mas Wiji yang sedang duduk dikemudi mobil. Allhamdulillah aku sangat bersyukur lantaran suamiku sehat dan dia terlihat baik-baik saja dan nyaman dengan pekerjaannya.
Ada rasa sedikit nyeri dalam hatiku,mas Wiji sudah menelfon ibu dan berjabar setiap hari karena dia memegang ponsel lama milik mas catur tapi dia sama sekali belum membriku kabar.Padhal aku sudah memberikan dia nomor ponsel sepupuku,berharap dia memberikan kabar walaupun hanya satu kali.
Tak mau berfikir jauh aku berusaha memaklumi mas Wiji.
" Arga sini nak gendong Mbah,Ranti tolong kamu fotoin ibu yang lagi gendong Arga ya .Oh ya Arga ini pegang uang dari mbah buat Arga,sekalian ini susu difoto juga ya biar Arga tau kalau ibu kesini jenguk Arga bawa uang dan kasih susu."
Ibu mertuaku langsung menggendong Arga dan memaksa Agra memegang uang satu lembar limapuluh ribuan dan juga satu dus susu formula kemasan 450 gram.
" Ayo foto ran,ibu mau kirim kewiji nih!" Desak ibu mertuaku.
Karna tak mau berdebat akhirnya aku menuruti keinginan ibu mertuaku.
Satu jepretan tak cukup rupanya hingga aku harus mengulangi beberapa kali.
Setelah hasil foto yang diinginkan sudah sesuai ibu lantas meletakan Arga kembali keatas ranjang.Ibu terlihat mengotak Atik ponselnya ,entah apa yang ibu mertuaku lakukan dengan hasil foto-fotonya bersama Arga .
Tak selang beberapa lama ponsel ibu berdering.
" Ran ini si Wiji telfon nih." Ucap ibu sembari menyodorkan ponselnya.
Panggilan vidio masuk dari mas Wiji.
Aku menggeser layar diponsel ibu dan disitu aku langsung melihat wajah suamiku yang berpeluh.Sepertinya mas Wiji sedang bekerja.
" Hallo mas, assalamualaikum kamu sehat mas! "
" Hallo sayang,mana Arga mas kangen banget sama Arga."
Aku mengarahkan kamera kearah dan entah sejak kapan Arga kini berada dalam pangkuan ibu mertuaku .
" Hallo bapak,Arga lagi sama Mbah nih.Bapak sehat,bapak udah makan belum." Ucap ibu mertuaku menirukan suara khas bayi membuat suamiku tertawa.
Terdengar jelas begitu nyaring suara suamiku disebrang sana.Dia begitu bahagia berceloteh dan bercanda bersama ibu dan juga Arga.
Wajah anakku terlihat begitu bahagia melihat ayahnya walaupun hanya dilayar ponsel.Arga tersenyum dan sedikit mengeluarkan suara.Mungkin jika dia bisa berucap dia akan bercerita kepada ayahnya tentang hari-harinya bersama ibunya tanpa sang ayah disampingnya.
" Bu,terimakasih ya jika tidak ada ibu aku tidak tau lagi msti gimana.Aku janji nanti kalau aku gajian aku ganti uang ibu."
Terdengar suara suamiku disebrang sana,uang limapuluh ribu dan satu dus susu yang ibu berikan sangat berarti Dimata suamiku.Tapi suamiku sama sekali tak bertanya dari mana aku selama ini mencukupi kebutuhan selama satu Minggu.
Sama sekali tak ia tanyakan bagaimana aku makan dan membeli keperluan lain selama satu Minggu padahal sudah jelas saat dia pergi tak meninggalkan uang sepeserpun untukku dan juga Arga .
" Jangan begitu nak,kalau bukan ibu siapa lagi.Kamu anak ibu dan Arga cucu ibu sudah sepantasnya ibu membantu kalian .Ibu tidak mengharapkan kamu mengganti uang ibu,ibu ikhlas ko nak." Ucap ibu mertuaku.
Dia sama sekali tak membiarkan Arga berada dalam pangkuanku .
Tak selang beberapa lama ibuku pulang dari tempat saudara.
" Eh ada tamu,sudah lama Bu?" Sapa ibuku pada mertuaku.
" Sudah Bu lumayan lama,nengok cucu sama anak Bu.Wiji kan jauh kalau saya gak nengok Arga sama Ranti nanti Wiji marah sama saya." Ucap ibu mertuaku sembari terkekeh.
Entah apa yang lucu dari ucapannya,aku yang mendengar saja merasa miris.Dia datang menjenguk aku dan arga hanya karna takut mas Wiji marah.
" Oh iya Bu,terimakasih sudah repot-repot menyempatkan waktu menjenguk cucu dan anak saya.Ya namanya orangtua ya Bu pasti gakan tega sama anak apa lagi Arga cucu pertama ibu." Sambung ibuku.
Ibuku kemudian duduk disamping ibu mertuaku dan Arga langsung meraih ibuku karena Arga memang seprti tak nyaman bersama ibu mertuaku.
" Begini Ranti,apa tidak sebaiknya kamu kerja atau belajar jualan apa gitu setidaknya kamu punya penghasilan.Ya namanya orang berumah tangga ya harus saling membantu,kasian loh kalau semuanya dibebankan sama suami kamu."
" Kalau Ranti kerja Arga sama siapa Bu,lagian Arga masih terlalu kecil kalau harus ditinggal kerja Ranti.Ranti juga tidak ingin membebankan semua sama mas Wiji tapi Ranti memang belum bisa kalau harus meninggalkan Arga Bu ."
Aku menjawab tanpa mengurangi rasa hormat meskipun hatiku sangat teriris mendengar ucapan dan perintahnya.
Aku juga bisa melihat jelas ibuku menahan laju air matanya .Wajahnya terlihat sangat marah namun berusaha dia tahan.Ibu tetap tersenyum meskipun aku tau hatinya pasti sangat terluka .
" Yaa kan Arga bisa sama ibu kamu.Ibu kamu kan pengangguran,bisa lah kalau cuman diminta jaga Arga .Ibu kalau gak sibuk juga mau ko jaga cucu,tapi kamu tau sendiri kan ibu itu jualan pagi dipasar siang ditoko ibu sibuk waktu ibu gak bisa dbagi-bagi.Ini aja ibu kesini menyempatkan banget loh karena gak mau si Wiji marah.Dari kemarin Wiji udah maksa ibu buat jenguk si Agra."
"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!