NovelToon NovelToon

Love Me Please

Bab 1

...⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️...

...HARGAILAH PENULIS AMATIR INI YANG SEDANG BERUSAHA MEMBUAT KARYA...

...HARAP JANGAN BOM LIKE, SPAM, DAN LONCAT BAB...

...⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️...

...Love Me Please...

Di dunia yang kejam ini, dia adalah seorang wanita yang sangat tangguh. Wajahnya yang manis menyiratkan keindahan yang hakiki.

Namanya Latica, dia sering di panggil Ica oleh teman-temannya. Memiliki prestasi yang sangat menonjol di sekolah dan memiliki begitu banyak teman.

Hingga dia juga berhasil meraih keinginannya untuk sekolah di salah satu Universitas Negri yang sangat terkenal. Namun suatu hari dia di nyatakan hilang dan tak pernah lagi muncul.

Kemanakah dia sebenarnya?

.

.

.

.

🖋🖋🖋

...🖋🖋🖋...

^^^🖋🖋🖋^^^

Seorang gadis berjongkok di atas toilet sembari memperhatikan alat di tangannya. Seketika sekujur tubuhnya bergetar hebat saat menyaksikan dua garis merah yang terukir pada benda itu.

"I-ini tidak mungkin, kenapa bisa begini?" Gadis itu memukul-mukul kepalanya sendiri dan berteriak histeris.

Untunglah seluruh penghuni di sana nampaknya sudah pergi menuju libur mereka. Benar, dia adalah seorang gadis berusia 21 tahun yang tinggal di sebuah asrama khusus perempuan.

Terkadang segala sesuatu hal yang terjadi tak pernah seindah espektasi dan realita yang tergambarkan. Seperti yang terjadi pada gadis malang itu.

Namanya Latica, dia seorang mahasiswi yang begitu menonjol di berbagai bidang akademis. Memiliki wajah yang manis dan senyum yang menawan adalah harta berharga yang di milikinya.

Namun, selain memiliki fisik yang cantik dan kemampuan yang mempuni, dia juga gadis yang sangat taat beribadah. Latica hidup demi keluarganya dan bertahan demi mereka semua.

Mengandalkan beasiswa yang dia dapatkan, menjadikannya kuat melangkah bertarung melawan kerasnya hidup.

Latica ternyata hanyalah bunga yang mekar kala itu, tanpa dia sadari terlalu banyak orang yang mengincarnya, entah hanya sebagai bahan kebencian atau memandangnya karena dia memikat.

Hari itu dia melihat kenyataan yang menjungkir balikan semua perjuangannya, dia lahir untuk berjuang bukan untuk menikmati. Karena Latica adalah seorang perintis bukanlah pewaris.

"Hiks hiks, kenapa begini?" Tangisnya pecah di kamar mandi asrama yang kosong, suara kepedihan meraung memenuhi seisi asrama.

Pedih dan sakitnya seolah tak tergambarkan lagi, perih dan deritanya seolah tak terlukiskan lagi. Hatinya telah hancur bersama harapannya yang juga ikut gugur.

"Emak hiks hiks Abah hiks hiks," Tangis Latica memanggil kedua orang tuanya yang tidak ada bersamanya.

Dalam kesedihannya, dia tinggal di kamar mandi selama satu malam. Memikirkan apa saja yang telah terjadi kepadanya satu bulan kebelakang.

.

.

.

Hari itu Latica baru saja di jenguk oleh Ibu dan Ayahnya, dia juga ke luar dari pagar Asrama dan menikmati keindahan kota Bandung bersama mereka.

Saat sore hari, Latica menyempatkan diri untuk mengantarkan mereka ke terminal dan pulang kembali.

Namun waktu yang begitu larut membuat Latica akhirnya berjalan di keramaian dan selamat, namun tak kala mendekati gerbang kampus di mana nampak banyak mahasiswa yang bernyanyi di depannya.

Hati Latica langsung merasa takut, apa lagi melihat botol yang mereka cekik dan tertawa layaknya orang gila.

Di tempat itu memang tempat kostan campuran di mana mahasiswa dan mahasiswi berbaur, namun tidak dengan Latica yang terkesan alim dan tak pernah bergaul dengan kaum laki-laki.

"Swisit! Ada anak farmasi yang cantik nih!" Goda salah seorang pria dan sontak saja membuat Latica langsung berlari menghindarinya.

"Jangan sombong gitu dong Neng, ayo temenin kita dulu di sini!" Seorang pria dengan tato di tangannya merangkul bahu Latica.

"Astagfirullah, menjauh dari saya!" Teriak Latica dan hendak berusaha berlari.

"Aduh, kok galak gitu si." Pria itu melantur, aroma alkohol begitu menusuk memenuhi indra penciuman dan membuat Latica berontak dan akan pergi.

Namun saat langkahnya hendak berhasil, rambutnya justru di tarik dan tubuhnya terjungkal ke belakang. Kepalanya berdenyut membentur bahu jalan dan seketika itu juga iblis seolah datang dan membuat para pria itu semakin menggila.

"Lihat bagian depannya yang padat," Suara itu terdengar samar dalam ingatan Latica, hingga Latica kembali meraung kesakitan saat rambutnya di tarik ke belakang dan di gusur dengan paksa.

Tubuh Latica yang kecil di tarik ke sudut sebuah tempat yang jauh dari jalanan, satpam kampus juga tak menyadarinya saat Latica terus berteriak meminta tolong.

Seluruh orang seolah tertidur dan tak ada yang mendengarnya saat para pria itu menyatroni tubuhnya dengan paksa, rasa perih dan siksaan itu adalah neraka paling kejam yang pernah ada.

Kesakitan dan kesuciannya di renggut dengan cara yang tak pantas. Apa salah Latica hingga semua itu harus menimpanya? Dosa apa yang Latica buat hingga membuatnya harus menanggung malu yang tak berkesudahan?

"Hiks, Hiks, kenapa harus aku?" Teriak Latica dengan hati yang seolah tercabik oleh kenyataan yang begitu pahit.

Sebuah kater sudah dia siapkan di atas nadi lengannya, ingatannya jatuh pada gambaran Emak dan Abahnya di kampung. Mereka selalu bangga dengan apa yang di raih Latica, Latica tak sanggup bila melihat mereka bersedih.

"Aaah!" Teriak Latica melemparkan benda itu ke sudut ruangan, akan bagaimana jadinya bila Latica melakukan bunuh diri di sana?

"Emak, Ica harus gimana?" Tangis Latica, dia tak punya wajah hanya sekedar untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Rasa malu pada diri sendiri dan merasa jijik dengan tubuhnya saat ini.

"Kenapa kamu masuk ke dalam tubuh ku!" Teriak lagi Latica, dia memukul-mukul perutnya hingga terasa begitu sakit.

.

.

.

Satu minggu kemudian, pada akhirnya Latica menghilang dari kampus dan kota tersebut. Dia melarikan diri dari kenyataan dan memilih untuk kembali pada pelukan kedua orang tuanya.

Apapun yang terjadi, dan bagaimanapun nantinya, Latica pasti akan menerima semua keputusan yang akan di berikan oleh kedua orang tuanya.

Dengan menaiki Bus Latica kembali ke kampung halamannya, sebuah perubahan yang sangat jauh berbeda. Warna kehitaman nampak di sekeliling mata Latica, wajahnya pucat dengan kesedihan yang tak pernah di lihat oleh kedua orang tuanya.

"Nak, kamu akhirnya pulang?" Sang Ibu langsung memeluk Putrinya, sebagai seorang Ibu, beliau dapat merasakan dengan jelas adanya perbuhan pada tubuh sang anak.

"Ayo masuk dulu Nak," Ibu membawa Latica masuk ke dalam kediamannya yang sederhana, rumah yang hanya terbuat dari anyaman bambu dengan lantai kayu serta tanah adalah rumah tempat Latica kembali.

"Kamu kenapa Nak?" Setelah di rasa tenang, Latica di datangi sang Ibu ke kamarnya. Latica yang masih belum berbicara sejak dia datang membuat kekhawatiran tersendiri pada hati kedua orang tuanya.

"Mak, Ica tidak berani Mak." Latica memeluk sang Ibu dengan hati yang hancur, merasa akan adanya keganjilan hingga tanpa sadar air mata sang ibu jatuh beruraian.

"Tidak apa Nak, katakanlah." Sang Ibu membelai rambut Latica dengan penuh perasaan, jiwanya sebagai Ibu meronta menahan pilu saat tangis dan derita sang anak terdengar.

Latica menceritakan segala hal yang sudah terjadi kepadanya tanpa ada yang terlewat, isak tangisnya kian menjadi saat tangan sang Ibu terus mengusap kepalanya tanpa henti.

"Sudah Nak, sudah." Sang Ibu memejamkan matanya, merasakan adanya sebuah batu yang menghimpit dirinya.

Bunga yang dia jaga dengan tangannya sendiri ternyata telah rusak oleh keegoisan manusia, tak dapatkah kalian melihat bagaimana derita seorang Ibu yang tersakiti?

Bab 2

Latica akhirnya memutuskan untuk pergi dari kenyataan dan lari dari rasa takutnya, memeluk Ibu dan Ayahnya. Mencurahkan keluh dan segala penderitaannya selama ini.

"Nak, kita jaga sama-sama anak ini ya? Bagaimanapun dia adalah anak mu Nak, dia juga cucu Emak dan Abah." Ucap Ibu Latica dengan senyumannya, Latica tak dapat berucap apa-apa.

Kebijaksanaan sang Ibu mengalahkan rasa takut yang Latica rasakan, semuanya seolah melebur menjadi cinta dan kehangatan.

Diam-diam seorang pria mendengarkan percakapan mereka, dia menghela nafas berat. Tak sanggup harus berkata-kata lagi, air matanya jatuh menyiratkan rasa pedih.

Mana tega seorang ayah membuat putrinya terluka? Begitupun dengan dirinya yang sudah tua. Mereka hanya memiliki satu Putri dan itu adalah satu-satunya kebanggan yang dia miliki selama ini.

.

.

.

Waktu demi waktu bergulir dengan cepat, perut Latica yang kian membesar tak dapat di tutupi oleh apa-apa.

Pedagang sayuran yang menjajakan jualannya dengan mendorong gerobak menjadi tempat bergosip ibu-ibu kampung setiap paginya, dari berita terkini yang panas hingga berita lama yang masih terdengar sayup-sayup.

Seperti pagi itu, di depan kediaman Latica beberapa tetangga mulai bergosip satu sama lain, mereka sering melihat Latica di rumah dan membantu kedua orang tuanya bekerja. Namun pandangan mereka bukanlah kebaikan Latica, melainkan perut Latica yang nampak kian membesar.

"Eh, Bu Juju Ibu tahu gak si itu si Ica suka bulak-balik ke rumah Bu Bidan mau apa?" Tanya seorang Ibu-Ibu yang rasa ingin tahunya sangat tinggi.

"Ah, saya kurang tahu dia mau apa. Lagi Pula Bu Bidan juga hanya tutup mulut dan jarang bicara apa-apa sama saya." Ucap Bu Juju yang ikut merasa penasaran.

"Eh, katanya perutnya mulai membesar. Saya rasa dia selama ini di kota yang katanya kuliah itu bohong." Ungkap yang lainnya menambahkan.

"Memangnya kenapa Bu? Bukannya dulu Pak Camat sampek datang segala ngasih uang jajan gitu ya?" Tanya yang lain lagi, mereka kini menemukan bahan obrolan.

"Alah, itumah cuma cari muka aja kali. Liat perutnya segede itu meski dia kuliah pasti cuma jadi ayam kampus aja." Bisik yang lainnya dengan nada tidak suka.

"Ayam kampus? Memangnya Ica orang kaya gitu ya? Setahu saya, dia anak yang baik dan alim loh." Tetangga Latica yang memang telah mengenal Latica sejak kecil merasa aneh.

"Alah, Ibu gak lihat perutnya buncit gitu? Udahmah dia suka jemur baju bayi akhir-akhir ini." Ucap yang lainnya lagi merasa tidak suka.

"Iya, Neng Siska yang sekarang jadi asisten dokter apa kabarnya?" Tetangga Latica yang tak ingin mendengar hal buruk lagi berusha mengalihkan pembicaraan.

"Wah diamah udah sukses meski masih kuliah, katanya dia sekarang malah suka kirim uang sama orang tuanya di sini." Timpal yang lain, Latica yang mendengarkan percakapan itu dari teras ruangnya hanya dapat menekan dada.

Perih dan luka yang dia derita memang telah mengubah seluruh alur hidupnya, namun tak sedikit orang yang baik kepadanya meski banyak pula orang yang tak suka padanya.

"Nak, nanti sore kamu periksa lagi ke rumah Bu Bidan ya? Katanya beliau memiliki banyak baju bekas anaknya, sekalian kamu pinjam dulu untuk persalinan awal." Ibu Latica tersenyum memberikan semangat pada putrinya.

"Iya Bu, terima kasih banyak." Latica berjalan menuju ke dalam rumahnya dan berdiam di depan pintu kamarnya, dia kembali membuka gagang pintu dan masuk ke dalam kamar yang di penuhi banyak kenangan.

Foto-foto Latica saat masih kuliah bersama teman-temannya, beberapa foto seminar dan piagam serta foto perpisahan semasa sekolah. Senyum Latica mengembang tak kala melihat bunga mawar putih yang terbuat dari plastik.

Serena duduk di tepi ranjang dan menguap perutnya yang telah besar, sudah 9 bulan lamanya dari kejadian pilu itu. Latica tersenyum saat bayinya bergerak drngan aktif.

"Anaknya ibu lagi apa?" Bisik Latica mengusap-usap perutnya. Sebuah gerakan kembali terasa hingga membuat Latica terkekeh.

"Nak, ini ada buah duku dari tetangga." Ibu Latica memberikan buah berwarna putih kusam itu, Latica mengangguk dan menerimanya.

Setiap hari jarang adanya pembicaraan antara mereka, bukan karena mereka marah. Tapi mereka lebih berhati-hati dan mengatakan hal baik saja itu sudah cukup. Latica sendiri bukan tipe orang yang banyak bertanya dan terkesan pendiam. Sehingga hal itu terkadang membuat kedua orang tuanya cemas di saat-saat tertentu.

Sore harinya, Latica dan sang Ayah beranjak ke rumah Bidan Desa yang terletak agak jauh dari tempat mereka tinggal. Latica dengan hijab biru langitnya seolah nampak menawan berada di jok penumpang sebuah motor bebek yang usang.

"Assalammu'alaikum?" Latica melihat Bu Bidan yang berada di kediamannya, mereka saling bertegur sapa dan saling memeluk satu sama lain.

"Wa'alaikum salam, Nak Ica aduh ayo masuk!" Bu Bidan nampak senang dan mempersilahkan mereka berdua untuk masuk ke dalam kediamannya.

"Mau periksa lagi Nak?" Tanya Bu Bidan, seorang bocah laki-laki juga nampak keluar dari kamarnya.

"Ibu lihat, Eyang telpon Bu!" Anak itu memperlihatkan sebuah video call antara dirinya dan sang Nenek.

"Ya allah, apa itu Latica? Sudah besar kamu Nak?" Ucap orang tua itu menyapa Latica yang menunduk.

"Ibu sibuk akhir-akhir ini karena pemilik rumah besar akan mengadakan acara syukuran, Latica sedang hamil ya? Suaminya mana?" Tanya wanita tua itu, Latica menjawab hal itu hanya dengan senyuman saja.

Sedangkan Bu Bidan yang panik akibat takut menyinggung Latica meminta anaknya untuk kembali ke kamar dan melanjutkan pembicaraan mereka, Bu Bidan tanpa sungkan juga ikut ke kamar dan membawa sebuah tas berukuran besar dari dalam kamar itu.

"Apa itu Bu?" Tanya Latica memperhatikan wanita di hadapannya yang mengeluh berat dan meregangkan pinggangnya.

"Ini baju bekas Adit, mungkin nanti kamu akan butuh. Lagian mau cewek atau cowok nanti anaknya lahir kalo masih bayi bajunya sama, begitu-begitu saja. Yah, syukur kalo cowok karena di sini ada baju Adit yang umur dua tahun juga." Ungkap Bu Bidan menyerahkan tas besar tersebut pada Ayah Latica.

"Terima kasih banyak Bu, saya ke sini juga mau periksa kandungan. Karena dari perkiraan persalinannya sangat dekat." Ungkap Latica, Bu Bidan mengangguk dan membawa Latica pada sebuah rungan yang biasa di gunakan untuk memeriksa pasiennya.

"Ayo sini, saya juga ingin dengar kabar si kecil." Latica mengangguk dia berbaring dan melkukan semua yang di perintahkan oleh Bu Bidan, suara detak jantung anaknya terdengar nyaring dari sebuah alat yang memggunakan gelombang suara (ultrasound) doppler.

Bab 3

Setelah pemeriksaan itu Latica dan sang Ayah akhirnya kembali ke rumah, dengan senang hati Latica memeriksa baju-baju yang di berikan oleh Bu Bidan.

Ada perasaan pedih dalam hati kedua orang tua Latica, mereka memang tak membeli baju sehelaipun untuk calon cucunya. Namun melihat rasa antusias Latica membuat keduanya dapat bernafas lega.

Meaki banyak gosip buruk tentang kehidupan Latica di masa lalu, namun tak jarang pula banyak orang baik yang dengan senang hati mengulurkan tangan mereka untuk menolong.

Meski mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Latica, namun mereka tanpa rasa takut memberikan bantuan yang bisa mereka berikan.

.

.

.

Beberapa hari kemudian, suara gaduh terdengar di kediaman Latica. Sang Ayah menjemput Bu Bidan dengan tergesa-gesa akibat Latica yang mengalami pendarahan.

"Bu cepat tolong Latica Bu!" Ibu Latica merasa panik dengan kondisi putrinya yang nampak tidak baik-baik saja. Bu Bidan juga terlihat pucat meskipun dia berusaha tenang menghadapi situasi yang ada.

"Ica punya BPJS kan Bu?" Tanya Bu Bidan yang merasa tidak akan sanggup melakukan persalinan di rumah, Ibu Putri mengangguk membenarkan.

"Panggil suami saya Pak, tolong bilang untuk bawa mobil ke sini. Kita rujuk Latica ke rumah sakit sekarang juga!" Ucap Bu Bidan cepat, Ayah Latica langsung berlari menuju kendaraannya.

Tangannya yang bergetar dapat menafsirkan bertema cemasnya dia saat itu, doa terus dia bisikkan dalam bibirnya dengan sekuat tenaga dia langsung memanggil suami Bu Bidan.

"Kenapa Bu?" Suami BU Bidan datang dengan perasan cemas, Bu Bidan nampak telah menyiapkan segala perbekalan Latica.

"Kondisi gawat A, bukan kepala yang berada di bagian bawah saat ini." Ucap Bu Bidan panik, dia langsung meminta suaminya dan Ayah Latica mengangkat tubuh Latica menuju mobil.

Mereka berangkat di antara gelapnya malam perkampungan, untunglah jarak mereka pada rumah sakit umum tidak begitu jauh hingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk mereka sampai di sana.

"Ada apa ini?" Tanya seorang dokter sepuh yang nampak akan segera pulang, Bu Bidan yang agaknya mengenal dokter tersebut langsung memberikan informasi mengenai kondisi Latica saat ini.

"Kita coba persalinan normal terlebih dahulu, panggilkan Dokter Fika ke mari secepatnya!" Ucap Dokter sepuh tersebut, seorang Dokter wanita yang masih mengenakan piyama nampak datang nafas terengah.

Sedangkan Latica saat itu tegah di tangani oleh beberapa Bidan dan perawat, termasuk Dokter sepuh sebelumnya.

Persalinan akhirnya berjalan dan dengan kesabaran Raisa yang begitu di puji oleh para Dokter dan perawat, serta ke profesionalan Dokter Fika akhirnya berhasil menyelamatkan Latica dan putranya.

Berbeda dari kelahiran pada umumnya, putra Latica lahir bukan kepala yang lebih dulu keluar namun kaki, itulah sebabnya Bu Bidan mengatakan bila kondisi persalinan tidak baik.

Tapi untunglah Latica yang sabar dan dengan sadar mendengarkan setiap ucapan dokter memudahkan persalinannya dan tidak harus mengambil jalan terakhir yaitu melakukan operasi Caesar.

Ucapan syukur terdengar dari seluruh orang yang ada, tanpa terkecuali ayah dan ibu Latica. Mereka merasa bahagia dengan kelahiran cucu pertama mereka.

"Lihatlah bayinya imut sekali bukan?" Dokter Fika mempersilahkan agar seluruh keluarga dapat menjenguk Latica. Sedangkan Dokter Fika nampak berbincang dengan Bu Bidan.

"Sebenarnya Latica belum menikah Dok, saya takut bila hal ini akan membuat pandangan orang lain buruk terhadapnya." Bu Bidan yang memang teman dari Dokter Fika merasa was-was.

"Indri, bukankah dia Latica yang dulu kamu beri tahu pada ku itu?" Dokter Fika nampak serius menghadapai hal tersebut.

"Ya, dia dulu kuliah di Farmasi. Aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Latica, Latica bungkam tak ingin menceritakan apapun pada ku. Melihat dari reaksinya sepertinya ini sebuah hal yang tidak biasa." Jawab Bidan Indri merasa kasihan.

"Beberapa orang memiliki jalannya sendiri Indri, kita hanya dapat menolong sesama sesuai dengan apa yang bisa kita bantu." Dokter Fika tersenyum, sebagai seorang wanita dia dapat melihat mata teduh Latica yang nyaman. Dia sendiri tidak akan percaya bila Latica melakukan hal serong meski hanya dengan sekali lihat.

"Kamu pandai menilai orang, aku tahu bila dia mungkin tertutup pada orang luar. Tapi dia sangat baik dan mungkin kamu bisa melihatnya sendiri." Dokter Fika mengangguk setuju.

.

.

.

Dua hari Latica berada di rumah sakit dengan segala hal yang di selesaikan oleh Dokter Fika dan Bidan Indri. Dari mulai administrasi yang mengalami keganjilan hingga Latica dapat pulang kembali ke rumahnya.

"Bu, terima kasih banyak atas bantuannya. Saya tidak memiliki banyak hal untu di berikan, terima ini Bu." Latica memberikan uang berjumlah 2 juta rupiah pada Bu Indri, sebagai seorang yang pernah bergelut di dunia kesehatan. Latica tahu betul bagaimana perjuangan Indri selama di rumah sakit.

"Tidak apa-apa Ca, kamu ambil saja untuk anak kamu dan keperluan kamu." Bu Indri tak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Ambil Bu, saya ikhlas memberikannya." Latica menyerahkan uang tersebut dengan senyuman, Bu Indri akhirnya menghela nafas berat dan menerimanya.

"Saya ambil sebagian, dan sebagian lagi saya juga sudah menerimanya. Tapi saya ingin menghadiahkan ini untuk putra mu. Siapa namanya?" Tanya Bu Indri menatap mata kecoklatan bayi dalam pangkuan Latica.

"Namnya Rayyan Bu, Muhammad Rayyan Al-fatih." Jawab Latica, Latica juga tak bisa menolak bila sudah seperti itu.

Kegaduhan yang tercipta karena Latica melahirkan akhirnya menyebar hingga ke seluruh penjuru desa, Latica juga membuat akta kelahiran untuk Putranya atas nama sendiri alias hanya ada nama ibu yang tercantum dalam akta kelahiran itu.

"Nak, maafkan Ibu yang hanya bisa memberikan kehidupan sekecil ini untuk mu. Tapi Ibu akan merawat mu dengan segenap kemampuan Ibu. Tumbuhlah dengan baik, dan buat Ibu berguna ya?" Latica mengecup kening bayi yang nampak masih merah itu.

Beberapa tetangga juga datang menjenguk, mereka memang tak membicarakan Latica secara langsung dan hanya memberikan uang atau istilah di desa namanya 'cempal' itu adalah tradisi di kampung-kampung di daerah jawab barat.

Uang yang terkumpul juga tidak terlalu banyak, namun cukup untuk Latica dan Putranya hidup beberapa bulan ke depan. Selain itu, Laptop dan ponsel Latica juga di jual untuk membantu perekonomian keluarganya.

Namun pencatatan kartu keluarga yang di lakukan membuat banyak kegemaran di kalangan pegawai kecamatan, bagaimanapun juga Latica adalah bunga desa yang selalu di idam-idamkan oleh setiap orang.

Ada yang mengira bila Latica berbuat serong, namun ada juga yang mengira Latica di tipu oleh kekasihnya, dan ada juga yang mengira bila Latica adalah korban pel*ec*ehan.

...PERTANYAAN...

Siapa nama lengkap putra Latica?

keluarga apakah yang di miliki oleh Serena?

Sebutkan 3 nama panggilan Gus Arya?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!