NovelToon NovelToon

Dunia Dalam Mimpi

BAGIAN 1 KEBENCIAN

Aku tersenyum bahagia melihat penampilan diriku hari ini, impian yang sudah lama ku nanti akhirnya akan terwujud sebentar lagi.

“Wahhh cantiknya calon pengantin baru Pak CEO ini”

Ku melihat di cermin dan kudapati sahabat yang kusayangi sedang berjalan menuju ke arahku.

“Biel, kamu dari tadi disitu?” Tanyaku dengan wajah yang sudah memerah karena ucapannya.

“Enggak, baru aja masuk.” Katanya dan berdiri di samping diriku.

“Biel, aku bahagia banget sebentar lagi aku bakal nikah sama orang yang sangat aku cintai.” Kataku dengan berbinar

“Aku turut senang kalau kamu senang. Itu gunanya sahabat kan? Bakal bahagia dengan pilihan sahabatnya.” Kata Abriela kepadaku.

“Makasih banyak ya Biel karena kamu aku bisa ketemu sama belahan jiwa aku. Aku akan selalu berhutang budi sama kamu.” Kataku dengan mata yang mulai berkaca-kaca

“Jangan keluarin air mata berharga kamu itu. Kasihan make up nya bisa luntur loh. Kita ini sahabatan jadi enggak ada namanya balas budi, apapun yang aku lakuin saat ini karena emang aku emang pengen lihat kamu bahagia.” Jelasnya.

Aku tersenyum bahagia, aku bersyukur karena diliputi orang-orang baik dan sayang kepada aku. Aku merasa hidupku sangat sempurna karena mereka.

Pembicaraan kami terpotong, ketika mendengar suara Ayah.

“Putriku, ayo sekarang kita keluar. Calon suamimu sudah menunggumu.”

Aku menghampiri Ayah dan merangkul lengan ayahku.

“Sebentar lagi, hidupku akan semakin sempurna.” Kataku dalam hati.

WARNING

VIOLENT/BLOOD

Alunan iringan musik terdengar sangat jelas di telingaku. Aku berdiri di depan sebuah pintu yang tertutup, pintu yang akan menjadi jalan kesempurnaan kebahagiannku.

Aku pandangi wajah Ayahku yang begitu tegas, dia adalah sosok yang begitu ku andalkan dan juga superhero bagi diriku.

“Ada apa putriku? Ada sesuatu di wajah ayah?” Tanyanya

“Enggak Ayah, aku hanya bersyukur karena bisa menjadi putri Ayah.” Kataku menahan air mataku

“Ayah lebih bersyukur karena bisa mendapatkan putri secantik dan sesempurna kamu.” Kata Ayah

“Ayo sayang, pintunya sudah terbuka.” Lanjut Ayah

Aku melangkah bersama Ayah dan kulihat di depan sana berdiri laki-laki yang kucintai. Seseorang yang akan menjadi tempatku pulang nantinya. Berdiri dengan tampan dan penuh berkarisma.

Ayah melepaskan tanganku dari lengannya dan menuntunku untuk berdiri dihadapan calon suamiku. Setelah itu kulihati Ayah berjalan menuju wanita yang dicintainya, yaitu Bunda yang ku sayangi. Bunda tersenyum ke arahku.

Ku tatapi kembali lelaki di hadapanku dan tersenyum kepadanya.

“Sebentar lagi, sebentar lagi kami akan menjadi satu ikatan yang sempurna” Kataku dalam hati.

Prosesi pernikahan sudah dimulai dan kami sampai pada pertukaran cincin sebagai tanda kami sah menjadi suami istri. Tetapi belum sempat cincin terpasang di jari manisku, tibia-tiba terdengar suara ledakan

dari arah pintu.

Aku melirik ke arah pintu dan kulihat ada banyak laki-laki bertopeng yang menyerbu masuk dan mulai menyodorkan senjatanya kepada semua orang yang ada di dalam ruangan.  Wajahku pusat pasi dan bingung dengan apa yang terjadi di hadapanku.

Sebelum aku memproses apa yang terjadi di hadapanku. Aku mendengar suara Ayah yang berteriak sambil berlari ke hadapanku dan memeluk diriku. Di belakang Ayah berdiri laki-laki bertopeng dan pisau yang menusuk

pundak ayah dari belakang.

“AYAH” Teriaku saat kusadari apa yang terjadi.

“Putriku, maafkan Ayah karena gagal membuat hidup kamu sempurna. Ini adalah penebusan dosa Ayah yang terakhir untuk kamu.” Kata Ayah lalu menghembuskan nafas terakhirnya. Aku berteriak histeris mengetahui bahwa Ayah sudah tiada di pelukanku.

Belum sempat aku berhasil menguatkan diriku, Aku mendengar suara teriakan Bunda dan kulihat Bunda sudah tiada.

Aku melihat ke arah belakang, suamiku sedang berdiri disana. Berharap dia bisa menguatkan dan menenangkan diriku dengan tatapan teduhnya. Tetapi apa yang kulihat di matanya sangat berbeda, matanya penuh dengan sorot

kebencian. Aku merasa asing dengan tatapannya, seolah-olah dia bukanlah orang yang ku kenal.

“M-mas” panggilku dengan ketakutan berharap dia akan menolongku yang sudah tidak memiliki tenaga lagi.

Dia melirik ke arahku dan matanya semakin berubah. Aku melihat ada dendam di matanya. Dia berjalan ke arahku dan menarik diriku dengan paksa.

“M-mas, apa  yang kamu lakukan?” Tanyaku heran

“Jangan panggil saya dengan sebutan itu. Tidak sudih saya mendengarnya dari mulut busuk kamu.” Katanya penuh dengan amarah

Tatapanku langsung kosong, siapa orang yang berdiri di hadapanku ini. Dia begitu asing bagiku, bahkan tatapannya membuat aku takut.

Dia lalu mencengkeram wajahku dan menyuruhku untuk menykasikan semua yang terjadi di hadapanku.

“Lihat semua yang terjadi di hadapanmu dan rekam itu dalam memorimu. Saya ingin kamu merasakan sakit yang teramat karena keluarga yang kamu cintai pelan-pelan terbunuh. Lalu setelah itu kamu lah yang akan dibunuh

terakhir.” Katanya yang membuatku tercengang

“A-apa semua ini Mas, apa yang kamu lakukan? K-kenapa kamu melakukan ini kepada ku?” Tanyaku dengan suara terisaku

“Kamu mau tau sebuah kebenaran?” Katanya

“Kebenaran? Kebenaran apa yang kamu maksudkan Mas?” Tanyaku

“Sudah kukatakan jangan memanggilku dengan mulut kotormu itu.” Katanya sambil menampar pipiku.

Perih dari tamparannya tidak seberapa dengan perih yang ada di hatiku. Aku tidak menyangka, hari yang kunantikan dalam hidupku menjadi hari tragis yang tidak ingin kuingatkan. Dan penyebab dari semua ini adalah pria yang sudah aku percaya dan kuanggap sebagai rumah untukku.

“Hidupmu tidak akan lama lagi, jadi akan kuceritakan kebenarannya kepadamu. Keluargamu adalah seorang pem**nuh.”

“Apa maksudmu?” Tanyaku dengan tidak percaya

“Tidak mungkin keluargaku adalah seorang pembunuh. Mereka adalah orang-orang yang begitu baik, bahkan semua orang mengakui itu.” Kataku dengan amarah

Tamparan kembali melayang di wajahku.

“Jangan sebut keluargamu itu orang baik. Itu hanyalah topeng untuk menutupi semua kebusukan mereka.” Katanya dengan berteriak.

“Kamu pembohong, aku tidak percaya dengan yang kamu katakan.” Kataku penuh dengan linangan air mata.

“Saya tidak perduli kamu mau percaya atau tidak dengan semua fakta ini. Kamu sebenarnya tidak bersalah, dan adik kecilmu itu juga tidak bersalah. Hanya saja kalian terlahir dari keluarga yang busuk.” Katanya

Mendengar itu aku buru-buru melihat ke sembarang arah dan mendapati adikku menangis histeris sedang dipegang oleh seseorang dengan senjata di tangannya.

“Jangan sentuh adikku” Teriaku kepada penjahat itu.

“Jangan sok berkuasa kamu disini. Kamu bukanlah seorang tuan putri yang seenaknya bisa memerintah kepada orang lain. Disini akulah yang berkuasa dan adikmu itu akan menyusul ayah dan ibumu. Kamu tenang saja, tidak

lama lagi kamu juga akan menyusul keluarga busukmu itu.” Katanya sambil tersenyum licik.

“Hentikan, aku mohon jangan sentuh adikku. Dia tidak bersalah, hukum saja aku. Jangan adikku.” Kataku memohon kepadanya

“Jangan memerintahku, disini semua aku yang tentukan, dan mengakhiri hidup kalian adalah mimpiku dari dulu.” Katanya sambil melepaskan tanganku.

Dia lalu pergi meninggalkan aku dengan seorang pria bertopeng disana. Aku berusaha memohon ampun kepadanya, tetapi semuanya terlambat. Adik yang kusayangi sudah jatuh tak bernyawa di hadapanku. Hancur sudah hidupku, semuanya hancur di hari yang selalu kunantikan.

Ku merasakan sesuatu yang masuk ke dalam tubuhku, lalu tubuhku jatuh terkapar. Samar-samar kulihat laki-laki yang selalu kupuja dan kucintai mengkhianati aku dan menaruh luka yang begitu besar di hatiku sedang berdiri dengan seseorang yang kukenal.

Wajahku tersenyum perih saat ku sadari orang yang berdiri dihadapannya.

“Dua orang yang kusayangi dan kuanggap sebagai tempat ku pulang selain keluargaku ternyata bukanlah rumah tetapi sebuah labirin yang membuatku tersesat di dalamnya.”

“Tuhan, izinkan aku untuk membalas luka yang ada di hatiku.Kumohon, jangan dulu ambil nyawaku. Aku tidak ikhlas dengan pengkhianatan yang ku alami saat ini.”

Pandanganku mulai kabur saat kulihat orang yang selalu ku anggap sahabat berlari ke arahku.

“Aku membencimu.”

BAGIAN 2 KERINDUAN

Aku membuka mataku dan kulihat disekitarku semuanya gelap. Lalu tiba-tiba ada cahaya yang masuk dari sela pintu yang terbuka, disana aku melihat Ayah, Bunda, dan adikku yang tersenyum satu sama lain. Melihat itu aku pun ikut tersenyum, hatiku merasa tenang hanya dengan melihat senyum mereka.

Namun, senyumku luntur ketika aku melihat segerompolan orang bertopeng menyerang keluargaku. Aku berusaha berteriak kepada mereka, namun seperti ada dinding yang membatasi kami. Di sela-sela segerombolan orang

bertopeng itu, aku melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang melihat ke arahku. Mereka membuka topeng dan betapa terkejutnya,  yang kulihat adalah laki-laki yang kucintai dulu dan juga orang yang kupercayai tersenyum licik dan tertawa ke arahku.

Sekelibat peristiwa tragis di hari bahagiaku mulai terngiang-ngiang, rentetatan peristiwa yang membuat hatiku terluka dan menaruh dendam terdalam untuk kedua orang yang tersenyum ke arahku.

Aku berteriak histeris saat kepalaku dipenuhi dengan gelak tawa mereka dan juga tangisan keluargaku.

Aku terus berteriak, dan …

“Sayang ada apa?”

Suara itu, aku kenal dengan jelas itu adalah suara Bunda.

Aku melihat ke arah suara dan betul saja di sampingku ada Bunda yang terlihat begitu cemas. Tidak terasa air mataku berlinang dengan deras. Aku memeluk erat Bunda, tidak ingin kehilangan Bunda untuk kedua kalinya.

“Ya Tuhan, apa ini mimpi? Jika benar ini mimpi tolong jangan bangunkan aku ya Tuhan. Aku ingin tetap berada disini terus.” Kataku dengan penuh harap.

“Sayang, kamu kenapa? Kok tiba-tiba menangis? Apa yang masih sakit?” Tanya Bunda panik

Bukannya menjawab aku semakin terisak mendengar suara Bunda.

Cukup lama aku dipelukkan Bunda, setelah merasa cukup tenang Bunda mulai mengendorkan pelukanku.

“Sayang, dada Bunda sesek kamu kekep kayak gini.” Kata Bunda

Mendengar itu aku langsung melepaskan pelukan ku dari Bunda. Kuamati wajah Bunda penuh dengan kerinduan. Aku tidak mengedipkan mataku sama sekali, takut jika kukedipkan mataku Bunda akan menghilang dari pandanganku.

“Bunda, janji jangan ninggalin aku lagi ya Bunda.” Kataku kepada Bunda

“Iya sayang Bunda janji, maafin Bunda ya karena Bunda sama Ayah keluar negeri ngurusin pernikahan sepupu kamu, kamu malah dapat celaka disini.” Kata Bunda penuh dengan penyesalan.

“Menikah? Sepupu?” bingungku

“Iya sayang masa kamu lupa sih, kakak sepupu kamu Delon kan udah menikah beberapa hari yang lalu.” Kata Bunda

Ucapan bunda membuat aku terdiam.

“Apa yang terjadi? Kak Delon kan menikah udah lama banget, bahkan sekarang ponaanku udah umur 4 tahun. Atau kak Delon nikah lagi?” Kataku bingung

“Husss, sembarang aja kalau ngomong. Sepupu kamu bucin begitu gimana bisa sudah ada anak sama orang lain? Lagian juga dia nikah sama siapa coba sebelumnya.” Kata Bunda

“Ada yang enggak beres ini.” Kataku dalam hati

Aku melihat ke sembarang arah dan baru kusadari aku ada di rumah sakit. Saat aku melihat ke arah meja, betapa terkejutnya aku melihat kalender  6 tahun lalu terpampang disana.

“Apa ini, kok kalendernya masih 6 tahun yang lalu?” Tanyaku dalam hati

“SAYANG” teriak Bunda kesekian kalinya

“Ehh iya maaf Bunda, kenapa?” Tanyaku

“Kamu kenapa? Apa efek habis kamu kecelakaan, jadi kayak gini ya? Bunda panggilkan dokter dulu kesini.” Kata Bunda dengan tergesa-gesa keluar ruangan.

Aku mencari-cari ponselku ingin mengecek apa yang sedang terjadi dan kudapati ponselku ada di dalam laci. Tapi ponsel yang kudapati adalah ponsel lamaku, bukan ponsel baru yang baru ku ganti 2 tahun lalu. Aku membuka ponselnya dan mataku langsung melotot melihat tanggal disana. Bahkan juga pesan terakhirku semuanya di tahun yang sama dengan yang kulihat di kalender.

“Apa ini? Kok aku bisa ada disini? Apa aku kembali ke masa lalu? Tapi enggak mungkin, sejak kapan hal kayak gitu ada?” Bingungku.

Belum terjawab semua kebingunganku, aku melihat Bunda dan seorang dokter masuk ke kamarku. Mataku melotot mendapati dokter yang ku yakini adalah dokter Pratama, dokter pribadi kami yang baru meninggal beberapa bulan

lalu sedang berdiri di hadapanku.

“H-hantuuu” Teriaku

Semuanya kaget dan melihat ke belakang takut jika ada hantu yang mengikuti mereka.

“Hantu? Dimana sayang? Kok kamu bisa lihat hantu?” Tanya bunda berentet

“I-iya hantunya dimana? Kok bisa hantu munculnya siang-siang?” Kata dokter Pratama

Aku menepuk jidatku, saking paniknya melihat dokter Pratama aku jadi parno dan enggak ingat kalau aku sepertinya kembali ke masa lalu. Ya otomatis dokter Pratama maasih hidup saat itu.

“M-maaf, aku yang salah lihat tadi. Mungkin karena efek kecelakaan. Kepala aku masih sakit jadi penglihatan aku juga masih buram.” Kataku berbohong

“Sayang, kamu tiduran aja dulu. Dokter Pratama mau periksa kamu, Bunda takut kamu kenapa-kenapa lagi.” Kata Bunda

Aku mengikuti kata Bunda dan membiarkan dokter Pratama memeriksaku.

Setelah menjelaskan kondisiku, dokter Pratama pamit dari ruangan.

“Bunda, Ayah dimana?” Tanyaku pada Bunda

“Ayah tadi Bunda suruh pulang dulu sayang, sejak kemarin Ayah nemenin kamu disini jadi enggak istirahat sama sekali. Nanti Ayah bakal datang sekaligus bawa makanan kesukaannya kamu. Kata dokter Pratama kamu udah boleh makan-makanan rumah. Bunda tau kamu paling enggak suka makan makanan rumah sakit, jadi tadi Ayah inisiatif masakin makanan kesukaan kamu setelah dengar Putri satu-satunya ini udah siuman.” Jelas Bunda

Aku tersenyum haru, air mataku jatuh lagi membasahi pipiku. Ayah adalah segalanya bagiku, dia adalah superhero yang selalu ada untuk kami keluarganya.

“Sayang, kok nangis lagi?” Panik Bunda

“Enggak Bun, aku hanya kangen aja sama Ayah. Makanya nangis, udah lama juga aku pengen makan makanan Ayah lagi.” Kata Bunda

“Iya sayang, sabar ya. Kamu istirahat aja dulu. Badan kamu pasti masih sakit, jangan dipaksain kalau masih sakit ya sayang.” Kata Bunda

Aku mengangguk mengiyakan kata-kata Bunda.

Bunda pamit keluar, jadi aku hanya sendiri di ruanganku. Aku tidak ingin memejamkan mataku, aku takut ini hanya sebuah mimpi dan ketika aku bangun semuanya tidak seperti ini lagi. Atau mungkin saja aku tidak akan bangun

kembali.

“Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku? Apa aku kembali ke masa lalu? Atau yang kualami sebelumnya hanya mimpi? Tapi enggak mungkin itu mimpi, semua rasa sakitnya aku rasaian sampai saat ini.” Kataku sambil menahan

perih di hati mengingat tragedi yang merenggut kebahagiaanku.

Lamunanku buyar saat kudengar suara pintu yang dibuka dari luar. Saat kulihat ke arah pintu, mataku melotot dan tatapan benci kulayangkan ke arahnya yang tersenyum munafik di hadapanku.

“Aku membencimu”

BAGIAN 3 MIMPI?

Aku memaksakan senyumku ketika melihat Abriela berjalan menghampiriku. Dalam hati kecilku, aku ingin sekali meneriaki dia dan menyuruhnya untuk keluar dari ruanganku. Tetapi jika aku melakukan itu sekarang sama saja dengan aku melakukan tindakan bodoh. Aku belum mengetahui apapun tentang dia dan juga mantanku Roland.

“ Eva, gimana keadaan kamu?” Tanyaa Abriela

“Aku enggak apa-apa kok Biel, sekarang udah mendingan.” Jawabku

“Maafin aku ya, coba aja waktu itu aku ngikut kamu, pasti kamu enggak bakal kecelakaan gini.” Katanya

Mendengar yang dikatakannya membuatku mual, munafik sekali orang di depanku.

“Udah, jangan ngomong kayak gitu. Lagian juga emang udah takdirnya kan aku dapat kecelakaan gini.” Jawabku

“Tapi kok bisa kamu ditabrak kayak gitu? Terus orang yang nabrak kamu sekarang dimana?” Tanyanya berentet kepadaku

Aku memicingkan mataku mendengar pertanyaannya, terdengar jelas ada kekhawatiran dalam suaranya. Tapi bukan ditujukkan kepadaku, itu seperti dia mengkhawatirkan orang yang menabraku.

“Eva, kok diam aja? Apa aku salah nanya ya?” Tanyanya

“Enggak kok, aku juga enggak terlalu tau orang itu dimana sekarang. Aku enggak sempat nanya ke Bunda tadi.” Jawabku

“ohh gitu ya, semoga aja pelakunya bisa ketangkap.” Katanya

Mendengar kata-katanya, aku merasa ada yang aneh dengan tingkah Abriela. Terlihat jelas di wajahnya bahwa dia berharap sebaliknya kepada pelakunya.

Percakapan kami terpotong saat pintu terbuka dan disana Bunda bersama Ayah masuk.

Melihat wajah Ayah membuatku bahagia, aku bersyukur karena masih bisa melihat ayah dengan keadaannya yang baik-baik saja. Walaupun ini adalah kehidupannya di tahun yang berbeda tapi aku bersyukur masih diberi kesempatan melihat mereka.

“Ayah” Panggilku dengan merentangkan tangan, ingin dipeluk ayah

Ayah menghampiriku dan memelukku. Hangat sekali pelukan ayah, tidak terasa air mataku jatuh lagi. Terakhir kali aku dipeluk ayah adalah ketika ayah melindungiku dari penjahat bertopeng yang menyodorkan senjatanya  kepadaku. Kilatan peristiwa itu begitu menusuk hatiku, hingga tidak terasa aku terisak dengan kuat.

Ayah berusaha menenangkan aku dengan mengelus pundakku. Inilah yang sering ayah lakukan kepadaku dari dulu ketika aku sedih dan butuh tempat untuk bersandar. Setelah merasa baikan, aku melepaskan pelukan dari ayah.

“Putri ayah, maafkan ayah yah karena tidak berhasil menjaga kamu.” Kata ayah dengan penyesalan

“Enggak apa-apa Ayah, ini bukan salah ayah.” Jawabku

“Ayah janji bakal tanggap orang yang udah mau nabrak kamu.” Kata ayah penuh dengan keyakinan

Mendengar kata-kata Ayah, aku lalu memperhatikan Abriela dan benar saja wajahnya pucat setelah mendengar apa yang dikatakan ayah.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia pucat begitu? Apa kecelakaan ini juga dalangnya dia dan pria brengsek itu?” Kataku dalam hati

Bunda membuyarkan lamunanku dengan menyodorkan piring yang berisi makanan favoritku.

“Wahh, udah lama banget aku enggak makan masakan ayah.” Kataku dengan senang. Untuk sejenak aku tidak ingin memikirkan semuanya. Biarkan aku menikmati momen bersama keluargaku.

“Iya dong, ini kan yang masak Ayah kamu.” Kata Bunda

“Ehh nak Abriel, ayo makan juga. Tadi Ayah Eva bawa makanannya lebih jadi kita juga bisa makan.” Kata Bunda kepada Abriela

Ingin sekali ku katakan jangan kepada Bunda, tapi biarkan saja untuk kali ini. Aku masih harus berteman dengannya agar mengetahui apa yang sebenarnya mereka inginkan dari keluargaku. Soal tuduhan pembunuhan itu, aku masih tidak percaya. Maka dari itu, aku harus mengumpulkan bukti agar mengungkap fakta yang sebenarnya.

Jika Tuhan memberikan aku kesempatan memperbaiki kehidupanku di saat ini, berarti aku harus bisa manfaatkan itu dengan baik. Aku tidak ingin kebahagiaan keluargaku menjadi sirna seperti yang terjadi di kehidupanku di masa depan.

Malam harinya aku tidak bisa tidur dengan tenang, aku takut menutup mataku. Ini saja masih menjadi misteri, bagaimana bisa aku kembali ke masa lalu, atau ini hanya mimpi? Jika benar ini mimpi, maka aku lebih memilih

terjebak dalam mimpiku selamanya. Aku berusaha keras tidak menutup mataku, lalu tiba-tiba sekeliibat cahaya masuk ke dalam ruanganku.

“Apa itu? Kenapa bisa cahaya masuk dalam keadaan gelap seperti ini?” Tanyaku

Karena penasaran aku menghampiri cahaya itu dan terlihat disana ada seseorang yang berjalan melewati koridor. Aku mengikuti orang itu dan ketika sampai di sebuah ruangan aku ditarik paksa oleh seseorang. Di

hadapanku  terlihat jelas peristiwa yang terjadi di hari pernikahanku.

“Apa ini? K-kenapa aku bisa kembali kesini lagi?” Tanyaku bingung

Belum sempat aku berpikir tiba-tiba aku mendengar teriakanku sendiri memanggil Ayah dan tepat di depan mataku Ayah tertusuk oleh senjata yang dipegangi oleh penjahat bertopeng itu. Kata-kata yang diucapakan Ayah terakhir kali masih sama, Ayah meminta maaf kepadaku dan mengatakan itu adalah bentuk penebusan dosanya terakhir kali untukku.

Lalu tiba-tiba, kepalaku seperti dihantam oleh batu dan sebelum kesadaranku hilang Abriela maju dan kali ini lebih jelas, dia seperti ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Tetapi belum sempat aku mengerti yang dikatakannya, semuanya menjadi gelap.

Setelah itu, aku terbangun di dalam ruangan rumah sakit. Aku melihat kalender disana dan aku masih di masa lalu. Paling tidak aku bersyukur karena aku masih hidup di masa lalu, yang berarti aku masih bisa melihat kedua orang tuaku.

Pikiranku kembali tertuju dengan mimpi yang kudapati.

“Kalau memang itu mimpi kenapa seperti nyata terjadinya? Hantaman di kepalaku juga seperti nyata. Lalu apa maksud dari mimpi itu? Kenapa kejadiannya berputar pada kalimat ayah, kenapa ayah meminta maaf kepadaku dan dosa apa yang ayah maksud? Terus apa yang dikatakan oleh Abriela?” kataku dengan banyak pertanyaan bersemayan di otakku

Belum ada yang bisa terpecahkan, aku seorang diri disini dan orang-orang disekilingku adalah mereka yang kehidupannya masih di masa lalu. Tidak ada orang yang bisa kutanyai, jalan satu-satunya adalah aku mencari tau

sendiri jawabannya. “Tapi darimana aku harus memulainya?” Tanyaku bingung

Saat aku ingat-ingat setelah kejadian kecelakaan ini di masa lalu,  dua minggu lagi aku akan bertemu

dengan Roland dan itu adalah pertemuan pertama kami. Seingatku juga pelaku yang nabrak aku di masa lalu berhasil ditanggap, tapi saat diintrogasi pelakunya mengaku dia disuruh oleh orang anonim yang tidak meninggalkan jejak apapun sehingga pelaku sebenarnya dari kecelakaanku belum terungkap.

“Atau Roland yang menabrak aku saat itu?” Pikirku dengan semua yang terjadi saat ini.

Saat aku memikirkan semuanya tiba-tiba pintu dibuka, aku melihat Bunda masuk membawakan makanan untukku.

“Sayang, makan dulu ya. Habis ini kamu bakal diperiksa sama dokter Pratama, kemungkinan kamu bisa keluar besok atau lusa.” Kata Bunda

“syukurlah kalau begitu Bunda, makasih makanannya Bunda.” Kataku dengan senyuman

“Ohh iya sayang, Bunda baru lihat kalung liontin kamu. Bagus banget, itu kamu beli dimana?” Tanya Bunda

“Kalung?”  Aku memegangi kalung tersebut dan baru kusadari ada kalung di leherku. Tapi kalung ini bukanlah milikku dan juga bentuknya unik, setengah kalung ini bersinar sedangkan satunya redup.

“Iya itu kalungnya kamu dapat dimana? Bunda suka konsepnya” Kata Bunda

“O-oh ini kalung aku dapat dari teman aku bunda.” Kataku berbohong

“Teman? Abriela maksudnya?” Tanya Bunda

“Enggak Bunda, adalah pokoknya dia teman aku yang baru. Tapi

sekarang dia udah tinggal di luar negeri. Kami juga kenalnya enggak lama kok

Bun. Makanya bunda enggak tahu.” Bohongku kepada Bunda

“Ohh gitu, lain kali kalau temannya balik kesini ajak ke rumah ya. Bunda pengen kenalan sama teman kamu itu.” Kata bunda dan kujawabi dengan anggukan.

Kuamati lagi liontin itu, dan kusadari ada yang berbeda dibagian yang masih bersinar. Disana ada angka yang menunjukkan 59

“Angka apa ini?”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!