"Dad, Mom!" teriak Selena. Ia melihat rumahnya terbakar dengan api memerah seakan api memiliki kemarahan. "Mommy!"
Ia menggelengkan kepalanya, ia tidak percaya ayah dan ibunya berada di dalam.
Ia berlari ke arah pintu, namun pintu itu sudah di lahap oleh api. Ia melihat kanan dan kiri, ia berlari ke pintu samping, lagi ia melihat pintu samping dan jendela di lahap oleh api. Ia pun mencari pintu lainnya dan jendela lainnya namun ia tidak melihat celah. Semua pintu dan jendela berkobar.
Ia jatuh dengan terduduk lemas di atas rumput hijau itu. Ia berharap langit menurunkan hujannya, kedua orang tuanya berada di dalam. Baru tadi ibu dan ayahnya meminta tolong. Kedua orang tuanya di bunuh oleh orang yang tidak di ketahui. Bahkan kakaknya kemarin meninggal karena sebuah kecelakaan.
"Tidak!! Mom Dad." Sekalipun urat lehernya terputus ia akan tetap memanggil ayah dan ibunya. Ia meneguk ludahnya susah payah, ia mengambil sebuah batu dan melemparkannya ke arah jendela hingga kaca itu pecah. Ia melangkah ke arah jendela dan tangannya ia masukkan ke kaca yang pecah itu, ia tidak peduli sakit dan perihnya akibat tusukan dari sisa kaca yang masih menempel itu.
"Mommy, Daddy!" teriaknya.
Ia tidak tau harus berbuat apa lagi. Air matanya terus mengalir dan tak ingin berhenti, ia sangat takut kehilangan orang tuanya.
"Jhonatan." Ia menghubungi Jhonatan dan darah yang mengalir sebelah tangannya.
"Jhonatan aku ..."
"Hallo, ini aku Julia. Jhonatan sedang tidur. Ya sudah aku tutup dulu Selena, aku minta maaf karena tidak berani membangunkan Jhonatan." Tanpa menunggu perkataan Selena, Julia memutuskan panggilannya.
Ponsel Selena jatuh ke lantai, ia pun mencari-cari ibu dan ayahnya, namun sama sekali tak menghasilkan apa pun. Tubuhnya jatuh ke tanah, ia menekukkan kedua lututnya dan menangis dengan hati yang begitu perih melihat rumahnya terbakar dan kedua orang tuanya masih berada di dalam.
"Mommy!" Seandainya saja ia tidak memaksa kedua orang tuanya tinggal di rumah neneknya dan jauh dari keramaian kota hanya demi Jhontan. Seandainya saja ia tidak egois, ia tidak akan melihat kedua orang tuanya berada di dalam.
"Daddy!"
"Mommmy!!"
"Arkh!!"
Api di depannya semakin berkobar, ia memukul tanah di depannya dan mengacak-ngacak tanah itu. Kini sebuah penyesalan yang tak kan pernah ia lupakan. Bayangan demi bayangan saat bersama dengan kedua orang tuanya bagaikan kaset berputar namun hancur berkeping-keping. Semua salahnya yang egois, yang selalu melakukannya hanya demi Jhonatan.
"Jika pun aku harus mati, maka aku harus mati bersama kedua orang tua ku."
Tanpa berbikir panjang, ia menuju ke arah pecahan kaca yanh ia pecahkan tadi. Ia pun menggores lehernya hingga darah segar itu mengalir deras.
Tubuhnya melemas dan jatuh ke lantai, air matanya merembes keluar. Ia tidak memiliki siapa pun di dunia hanya bergantung kepada kedua orang tuanya, kini orang tuanya sudah meninggal. Ia tidak memiliki siapa pun lagi. Ia berharap hanya dirinyalah anak yang bodoh di dunia yang mengabaikan kedua orang tuanya hanya demi seorang pria yang tidak mencintainya.
Seandainya ia hidup kembali, ia ingin menuruti semua permintaan kedua orang tuanya tanpa memikirkan keegoisannya.
Tik
Tik
Tik
Urat di dalam tubuhnya seakan di tarik keluar, di paksa hingga tubuhnyq terasa sakit dan panas. Kedua matanua sangat berat untuk di buka. Tubuhnya seakan di tarik oleh ribuan tali.
Hah
Hah
Hah
Kedua netra cokelatnya terbuka lebar. Nafasnya terasa panas, dadanya terasa nyeri. Tubuhnya terasa di banjiri oleh keringat.
Ser
Ia menoleh, angin menerpa tubuhnya. Kedua matanya mengedarkan pandangannya. Ia merasa ada sesuatu yang aneh, bukankah ia sudah meninggal, tapi ia merasa berada di kamarnya. Apakah ada seseorang yang menolongnya.
"Nyonya sudah bangun." Seorang maid melangkah ke arahnya sambil membawa teko air. "Nyonya minum dulu?"
Selena merasa bingung dengan keadaannya, lantas ia bertanya. "Elia apa kau menolong ku? bagaimana dengan kedua orang tua ku? Siapa yang menolong mereka?" Selena mengguncang tubuh Elia.
"Aku harus bertemu dengan mereka," ucap Selena.
Elia merasa bingung dengan pertanyaan nyonya mudanya. Ia berpikir majikannya sedang bermimpi yang menyeramkan hingga membuat raut wajahnya sangat khawatir. "Apa maksud Nyonya."
"Nyonya Helena dan Tuan Arnod sedang berada di langtai bawah. Mereka menginap di sini karena khawatir nyonya demam."
"Demam?" Selena pernah demam sebelumnya dan kedua orang tuanyalah yang merawatnya.
"Nyonya muda selamat, nyonya muda hamil."
Bagaikan di sambar petir di sing bolong. Mulutnya menganga dengan lebar, ia tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Elia. "Tidak mungkin."
"Dokter mengatakan sudah tiga minggu nyonya hamil."
Ceklek
"Selena sayang." Sepasang suami istri setengah baya itu masuk dan menghampiri Selena.
"Sayang kau sudah sadar, syukurlah. Mommy sangat takut kehilangan mu. Mommy takut ada apa-apa dengan mu."
"Iya Selena, Daddy sangat takut terjadi sesuatu. Untunglah Elia menghubungi kami."
Air mata Selena mengalir deras, ia melihat kedua orang tuanya lagi. Ia melihat wajah orang yang selalu mencintainya dan menyayanginya.
"Mom, Dad Selena menyayangi kalian, Selena mencintai kalian."
Helena mengerutkan keningnya, ia melirik suaminya dan pria itu tersenyum. Ia pun memeluk mereka.
"Daddy dan Mommy juga menyayangi mu sayang," ucap Arnod.
"Sayang selamat kau hamil, kini kau menjadi seorang ibu."
Air mata Selena semakin deras, anak ini bagi Jhonatan sebuah kesalahan. Dia yang menjebak Jhonatan hingga terjadilah malam itu. Selama satu tahun Jhonatan tidak pernah menyentuhnya hingga sebuah ide gila muncul. Saat Jhonatan menyentuhnya, pria itu justru menyebutkan nama Julia.
"Mommy, Daddy, Elia siapa saja yang tau tentang kehamilan ku?" tanya Selena sambil mengurai pelukannya.
"Apa Jhonatan tau?" tanya Selena.
"Tidak, Daddy menghubunginya tapi dia tidak mengangkatnya."
Selena merasa senang, setidaknya Jhonatan tidak tau tentang kehamilan. "Mommy, Daddy, Elia, aku mohon jangan mengatakan pada siapa pun tentang kehamilan ku, termasuk Jhonatan."
Ketiga orang itu terkejut, bukankah Jhonatan harus tau dan seharusnya Selena merasa senang karena sedang mengandung anak Jhonatan.
"Kenapa? Apa Jhonatan pria brengsek itu mengatakan sesuatu pada mu? Apa dia berbuat kasar?"
Selena menggelengkan kepalanya. Ia sudah lelah mengejar cinta Jhonatan dan ingin menyerah, ia hanya fokus pada kedua orang tuanya. Ia merasa bersalah karena ayahnya pernah memohon pada Jhonatan deii dirinya bahkan ayahnya berbohong pada Jhonatan tentang pembunuhan kedua orang tuanya. Sampai sekarang ayahnya tidak mengetahui siapa pembunuh kedua orang tua Jhonatan.
"Aku ingin kembali ke kota, aku tidak mau di sini. Jhonatan juga tidak bersalah dan aku yang salah karena aku sudah mengganggunya. Aku menyerah atas pernikahan ini Dad, Mom, Elia. Jadi aku ingin berpisah dan aku berharap kalian tidak mengatakan apa pun pada Jhonatan kalau aku sedang mengandung."
Ia tidak ingin Jhonatan tak mengakui anaknya di depan kedua orang tuanya yang pada akhirnya membuat kedua orang tuanya sakit hati, biarlah ia pendam rasa sakit hati ini seorang diri.
Tuan Arnod memegang bahu Nyonya Helena. Istrinya menangis terus menerus setelah keluar dari kamar Selena.
"Apa kau dengar perkataan putri kita? Rasanya aku tidak yakin, bagaikan mimpi. Putri kita sudah dewasa dia tidak mengejar lagi Jhonatan."
Tuan Arnod pun tersenyum, tidak bisa ia pungkiri jika ia juga senang dengan perkataan Selena. Sebagai seorang ayah, mana mungkin ia merasa senang ketika putrinya menderita dan bahkan mengejar pria yang tak mencintai. "Aku senang, aku bersyukur putri kita sudah dewasa, tapi aku sedih karena di saat kehamilannya dia tidak bersama dengan suaminya."
Nyonya Selena menggenggam erat tangan tuan Arnod. "Kita yang akan menjaganya, cucu kita tidak akan kekurangan kasih sayang."
Tuan Arnod memeluk nyonya Helena. Ia begitu senang putrinya kini menyadari tindakannya. Selama ini sebagai orang tua, mereka mati-matian membahagiakan Selena.
Tok
Tok
Tok
"Mom, Dad, apa Selena boleh masuk?"
"Iya sayang. Duduklah di sini," ucap Mommy Helena. Dia memberikan jarak dengan tuan Arnod. Selena pun duduk di tengah-tengah kedua orang tuanya.
"Daddy, Mommy, maaf mengganggu. Selena ingin berangkat besok pagi ke kota," tuturnya. Ia berpikir lebih cepat lebih baik.
"Baiklah sayang, kebetulan kakak mu menanyakan kabar mu."
Selena merasa gelisah, ia teringat dengan ucapannya pada sang kakak yang sudah kelewat batas.
"Selena kau baik-baik saja sayang?"
"Aku baik-baik saja Mom, aku ingin secepatnya meninggalkan rumah ini," ucap Selena. Berada di rumah Jhonatan dan peninggalan neneknya membuatnya semakin merasakan sakit hati."
Nyonya Helena mengangguk, ia harus memberikan yang terbaik untuk Selena. "Iya Sayang, Mommy akan mebantu mu bersiap-siap."
Nyonya Helena membawa Selena ke kamarnya, dia pun membantu Selena merapikan beberapa pakaiannya dan memasukkannya ke dalam koper.
"Sayang kau yakin?" tanya nyonya Helena. Ia tidak ingin keputusan Selena membuatnya menderita sendiri.
Selena tersenyum, ia tau apa yang tengah di pikirkan oleh kedua orang tuanya. Ibunya pasti khawatir dan takut ia menyesal. "Iya Mom."
"Anak manis."
....
Keesonkan harinya.
Selena menatap di seluruh ruangan itu, meskipun hati ini masih terasa sakitnya. Ia tidak peduli lagi, yang jelas ia akan membawa kedua orang tuanya pergi ke tempat yang aman.
"Sayang." Nyonya Helena menjemput putrinya di dalam kamarnya. Kemudian ia menarik koper milik Selena.
"Iya Mom."
Dengan hati yang berat, Selena melepaskan semua kenangan yang pernah ia isi di rumah ini. Kini ia harus pergi menyisakan luka yang mendalam.
Selena masuk ke dalam mobil, kemudian Nyonya Helena masuk di kursi depan bersama dengan tuan Alberto.
Selena membuang wajahnya ke arah luar. Ternyata memcintai lebih menyakitkan. Ia mengelus perutnya dan tersenyum. Kini ia akan menjadi ibu tunggal untuk anaknya.
Hanya butuh beberapa jam, ia pun sampai di sebuah rumah mewah berlantai dua. Seorang penjaga membukakan pintu untuk Nyonya Helena dan kemudian membantu melebarkan pintu Selena saat hendak turun dari mobilnya.
"Selamat datang Nyonya, Tuan dan Nona Selena." Seorang maid menghampiri mereka.
Selena langsung memeluk wanita setengah baya itu yang menemani hari-harinya bersama sang ibu. Ia berterima kasih karena telah menyayanginya dan mencintainya.
"Saya senang Nona akhirnya pulang."
Selena mengangguk, sepasang insan itu pun menatap haru pada wanita di depannya.
Pada malam harinya.
Ruang makan yang dulunya sepi kini tampak ramai, sering kali Selena meneriaki ayahnya dengan kesal karena selalu membawa nama baiknya yang menjadi bahan candaan. Ayahnya mengingatkan pada masa kecil Selena.
Nyonya Helena pun tak kalah tertawa, bagaimana ia mengingat Selena sewaktu kecil yang menggemaskan.
"Apa Andresan menghubungi mu? Katakan padanya kalau adiknya sudah pulang."
Wajah Selena berubah dongkol, ia ingat kakaknyq juga membela Julia pada waktu itu. Bahkan saat kakaknya meninggal pun, kakanya tidak mau menemuinya.
"Tidak perlu Mom, tidak perlu mengatakannya. O iya Mom, aku ingin kehamilan ku di rahasiakan juga pada kakak. Aku tidak ingin membuat mereka khawatir dan membuat ku tak nyaman."
Selena pun bangkit, ia merasa tak nyaman untuk melanjutkan makanannya. "Aku kenyang Mom, aku ke atas dulu."
"Kenapa dengan Selena?" tanya nyonya Helena.
"Turuti saja kemauannya, kita tidak bisa memaksanya yang bukan keinginannya, kita sebagai orang tuanya hanya mendukung demi kebaikannya dan menjaganya," ucap tuan Albert.
...
Selena menyandarkan kepalanya ke sisi jendela. Ia teringat kejadian masa lalunya, ia ingat betapa kakaknya membela Julia pada waktu itu. Sekalipun kakaknya tidak menyukainya, tapi ia menyukai kakaknya. Ia selalu berusaha membuat sang kakak dekat dengannya.
"Kakak, aku tau kau sudah bertemu dengan Julia bahkan mungkin kau sudah jatuh cinta padanya."
Hatinya perih, ternyata seorang kakak membenci karena sikapnya. "Aku tetap menyayangi mu dan kalian."
Ceklek
"Selena." Tuan Arnod masuk dan ingin menyampaikan sesuatu. "Daddy ingin berbicara serius, kau yakin ingin bercerai tanpa mengatakan kehamilan mu. Kau sudah memantapkan pilihan mu, kau harus berpikir panjang dan lebar Selena."
"Iya Dad, lebih cepat lebih baik. Aku sudah memantapkan pilihan ku."
"Baiklah."
"Kau beristirahatlah." Tuan Arnod pun keluar, ia bersyukur kehamilan Selena tidak rewel tidak seperti saat istrinya hamil Selena yang tidak bisa makan apa pun kecuali di inginkan sang buah hati.
....
Di tempat lain.
Seorang wanita menatap pria di depannya. Kini dia berada di prancis. "Apa kau tidak menghubungi Selena?" tanya wanita itu. Dia baru beberapa waktu kenal dengan pria itu ketika pria itu berpapasan dengan Jhonatan dan mulai akrap dengannya pada saat ia di tolong oleh kakak Selena, Andreas.
"Tidak, maafkan adik ku. Setelah aku tau kisah masa lalu mu, ternyata adik ku yang salah karena sudah memaksa Jhonatan. Kau wanita yang baik." Andreas kagum pada wanita di depannya bahkan tidak berniat balas dendam. Wanita ini sudah menceritakan bahwa di pergi ke prancis demi kebahagian Jhonatan dan Selena, namun Jhonatan malah menemukannya.
"Kau terlalu memuji ku."
"Ya sudah kita lanjutkan makannya." Julia tersenyum hangat.
Setelah makan malam dengan Andreas, dia menemui Jhonatan di Apartementnya karena sudah janji akan menemuinya setelah pulang menemui temannya.
"Jhonatan kau belum tidur? Maaf aku datang malam."
"Iya, O iya kau senang bertemu dengan teman mu?"
Julia mengangguk, mana mungkin ia mengatakan kalau trmannya adalah kakak dari Selena, Andreas. "Iya, maaf aku tidak makan malam dengan mu."
"Tidak apa-apa."
"Kapan kau pulang? kasihan Selena Jhonatan. Dia pasti merindukan mu."
"Baiklah aku akan menghubunginya karena kau memintanya."
Julia mencubit lengan Jhonatan. "Kau ini, gombal sekali."
"Kau harus ikut aku pulang Julia."
"Tapi Selena pasti salah paham. Aku tidak mau membuatnya sakit hati."
"Inilah kebaikan mu, kau selalu menjaga perasan orang lain Julia."
Julia tersenyum, ia pun memeluk Jhonatan. "Kau meyakinkan diriku pada aku saat menyerah dan memiliki keberanian. Aku tidak masalah menjadi simpanan mu Jhonatan."
Tiga hari kemudian.
Andreas pun sampai di kediamannya. Dia menarik kopernya. Ia membuka kaca matanya dan tersenyum melihat sang ibu yang menuju ke arahnya. Sebelum ia pulang, ia sudah mengatakan pada ibunya tentang kepulangannya.
"Mommy."
"Bagaimana bisnis restoran mu di Italia?"
"Lancar Mom, aku merindukan Mommy." Andreas bergelanyut manja pada ibunya.
"O iya kapan Mommy pulang?" tanya Andreas. Ia pernah memaksa ibunya untuk kembali, tapi karena Selena, ibu dan ayahnya menolak dengan keras.
"Sudah beberapa hari di sini, Selena juga ada di sini." Tutur sang ibu.
Andreas tak percaya, adiknya tidak mau meninggalkan Jhonatan. "Apa lagi yang dia rencanakan Mom? Apa dia memohon lagi? Sudah cukup dia membuat Mommy menangis dan susah. Dimana dia Mom aku akan memberi perhituangan dengannya."
Andreas tau betul sifat adiknya yang selalu pemaksa, inilah yang tidak ia sukai dari Selana. Tanpa menunggu jawaban ibunya, ia pun menuju ke lantai dua.
"Andre tunggu, jangan marah. Adik mu memang ingin pulang kesini dan kembali ke sini." Seru Mommy Helena. Dia pun mengejar Andreas namun langkahnya kalah dengan langkah putranya itu.
"Selena!" Andreas membuka dengan kasar pintu itu.
Selena yang bersantai dan membaca buku menutup bukunya.
"Apa yang kau rencanakan sekarang? Kau ingin Mommy menangis lagi? Katakan!"
Selena menaruh buku novelnya. Dia berdiri, ia memang bersalah karena sikap arogannya selama ini. "Aku minta maaf Kak, aku salah."
Andreas berdecak, ia tak percaya begitu saja dengan wanita di depannya. "Jangan membodohi ku Selena, aku tau betul sifat mu."
"Aku memang ingin meminta maaf pada kakak."
"Terserah Kakak mau memaafkan ku atau tidak."
Andreas pun terdiam, ia merasa melihat adiknya tampak berbeda. Di lihat dari cara pakaiannya pun kini terlihat berbeda, terlihat lebih sopan dari pada sebelumnya.
"Kalau kau membuat Mommy dan Daddy menangis lagi, percaya atau tidak. Aku tidak akan mengakui mu sebagai adik ku."
"Iya Kak." Selena hanya diam saja, ia tidak akan lagi melakukan kesalahan yang sama. Jika ia melawan sang kakak sama saja ia tak membuktikan bahwa dirinya sudah berubah.
"Andreas cukup! Adik mu benar-benar berubah, kalau sampai terjadi sesuatu pada kan ..." Mommy Helena terdiam. Ia hampir saja keceplosan bahwa Selena tengah mengandung.
Selena menatap dengan tatapan permohonan. Ia tidak ingin kakaknya tau karena di kehidupan sebelumnya kakaknya sudah berteman dengan Julia. Ia takut kehamilannya sebagai dalih untuk mempertahankan rumah tangganya yang sudah hancur.
"Jangan bersikap kasar pada adik mu. Dia sudah memutuskan untuk bercerai dengan Jhonatan."
"Apa?" Andreas menoleh pada sang ibu. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Wanita yang tadinya tergila-gila pada Jhonatan tapi kini ingin bercerai.
"Kakak boleh tidak percaya, tapi aku sudah membuktikannya. Daddy akan mengurusnya."
Andreas bergegas pergi, ia sama sekali tidak percaya namun sepertinya perkataan adiknya tidak main-main lagi di lihat dari raut wajahnya.
"Apakah memang benar? Sepertinya aku memang harus menunggu buktinya dulu."
Andreas ingin menghubungi Julia, namun ia tak jadi melakukannya karena Julia cintanya Jhonatan, jika Julia tau, maka wanita itu pasti akan merasa bersalah. "Sebaiknya aku biarkan saja, lagi pula mungkin dia sudah sampai."
Julia mengatakan padanya jika akan pulang bersama dengan Jhonatan.
Sedangkan di tempat lain.
Jhonatan yang sedang sampai di rumah sang nenek setelah mengantarkan Julia. Pria itu yang sebenarnya enggan untuk datang ke rumah neneknya namun harus ia lakukan sekalipun ada paksaan. Ia rindu pada rumah sang nenek, namun ia merasa tidak nyaman karena ada istrinya.
"Tuan." Seorang maid membungkuk hormat. Dia adalah Elia.
"Hah."
Jhonatan pun melangkah masuk dan duduk di sofa. Sebentar lagi istrinya akan datang dan membuat penat kepalanya itu. Biasanya Selena akan datang dengan beribu pertanyaan dan gombalannya itu.
"Ini Tuan," Elia menaruh segelas jus di depan Jhonatan.
Jhonatan merasa heran, tidak biasanya istrinya tidak datang melihatnya. "Dimana wanita aneh itu?" tanya Jhonatan. Sebutan wanita aneh untuk Selena. Pria itu seakan enggan untuk menyebut namanya.
"Wanita?" Elia sejenak kebingungan. Namun beberapa saat ia ingat. "Nyonya Selena, Nyonya ikut pulang bersama dengan tuan Alber dan nyonya Helena." Tuturnya. Ingin sekali ia mengatakan jika Selena sedang hamil, namun wanita itu memohon agar tidak memberitahukan Jhonatan.
"Tuan." Seorang pria setengah baya menyapa Jhonatan. Pria itu di hubungi oleh Elia jika Jhonatan sudah pulang karena ponselnya tidak aktif.
"Tuan ini dari nyonya Selena."
Jhonatan mengambil sebuah map dan berisi surat perceraian. Jika ia mentandatangani maka ia langsung bercerai.
"Apa maksud ini?" Jhonatan menatap ke arah pengacaranya.
"Pengacara tuan Albert yang memberikannya Tuan."
Jhonatan merasa tak percaya, wanita yang dulu mengejar-ngejarnya hingga neneknya setuju bahkan sampai tuan Albert yang memohon padanya untuk ia nikahi Selena kini wanita itu memberikan surat cerai.
"Ada apa dengannya?" Ia tidak percaya begitu saja karena Selena memiliki beberapa trik. "Apa dia pikir aku akan memohon padanya."
"Baiklah, aku akan menerima perceraian ini. Tapi sebelum itu aku harus memastikannya."
Pada malam harinya.
Jhonatan telah sampai di kediaman tuan Albert tanpa mengatakan kedatangannya. Pria itu beserta dengan pengacaranya.
Di ruang makan tuan Albert dan keluarganya sedang makan malam. Mommy Helena yang begitu perhatian bahkan menawarkan beberapa hidangan lainnya. Dia sengaja menyuruh koki di rumahnya untuk memasak yang banyak. Bahkan wanita itu menanyakan jika ada sesuatu yang ingin di makan.
"Selena kau ingin makan apa sayang?"
"Tidak Mom, ini sudah cukup."
"Selena kalau mau sesuatu katakan pada Daddy, Daddy akan membelikannya untuk mu."
Andreas merasa kesal, kedua orang tuanya terlalu memanjakan Selena sehingga Selena tidak tau mana yang baik dan benar. "Daddy, Mom Selena bukan anak kecil lagi. Dia akan mengambil apa yang dia mau dan dia akan membeli apa yang dia inginkan."
"Diam Andreas Daddy tidak mengatakannya pada mu." Sentak tuan Albert. Apa salahnya ia memenuhi nutrisi untuk Selena dan cucunya.
"Tuan, Nyonya di luar ada tuan Jhonatan," ucap seorang maid.
Mendengarkan nama Jhonatan relung hati Selena seakan tertusuk.
"Selena biar kami saja yang menemuinya."
"Tidak Mom, Dad biar aku saja." Selena pun bangkit. Dia hati yang sakit dan dada yang sesak ia melangkah begitu anggun menuju ruang utama.
Tap
Tap
Tap
Jhonatan menatap lurus ke depan tanpa sadar seorang wanita yang sedang menuju ke arahnya.
"Jhonatan."
Pria itu mendongak, kedua matanya langsung tertuju pada wajah Selena. Penampilannya begitu anggun. "Kedatangan mu kesini pasti membahas tentang perceraian itu kan?"
Dengan menguatkan hati yang telah rapuh ia harus terlihat baik-baik saja di depan suaminya lebih tepatanya sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya.
"Aku memang benar-benar bercerai."
"Apa kau ingin sesuatu atau ingin melakukan sesuatu?"
"Tidak, aku tidak ingin apa pun dan aku hanya ingin bercerai dengan mu."
"Selena aku ingin berbicara berdua dengan mu." Ia ingin memastikan sesuatu lebih dulu sebelum menyetujui keputusan Selena. Bagaimana pun juga Selena adalah wanita yang di sukai oleh neneknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!